Sunday 13 April 2014

PENDIDIKAN POLITIK



Pemilu barusan saja berlalu.
Hitung cepat, hasilnya sudah juga didapat.
Ada pemenang dan ada pula yang gamang.
Itu konsekwensi setiap kompetisi.

Media banyak mengabarkan diberbagai tempat, caleg yang gagal mulai bertingkah aneh-aneh. Ada yang berusaha bunuh diri ada yang menarik sumbangan dari pemberian mereka kepada para pemilih. Yang praktek serangan fajar 50 ribu, terbelalak melihat  hasil ikhtiarnya bagaikan tumpukan abu.

Diantaranya yang kukutip dari  MERDEKA.COM. DARI  INTERNET
"Kami kaget, karena tiba-tiba didatangi timnya dan meminta kompor dikembalikan," kata salah seorang warga Batang Rappe, Zaenal menanggapi perlakuan tim calon anggota legislatif (caleg) tidak terpilih di daerahnya, kemarin, seperti dikutip Antara.

Menurut dia, tim pemenangan caleg itu membagi-bagikan kompor pada puluhan warga tiga hari sebelum pencoblosan dengan kesepakatan memilih caleg asal Partai …… itu.

Pada hari pemungutan suara, dia sudah mencoblos nama caleg tersebut sesuai kesepakatan. Namun ternyata istrinya juga diharuskan mencoblos nama caleg yang sama.

"Lah bagaimana, kita juga sudah terima pemberian dari caleg lain, jadi kami bagilah suara. Apalagi tidak ada perjanjian sebelumnya, harus lebih satu suara," ujarnya.

Zaenal mengaku, saat kompor gas tersebut ditarik, dia tengah melayani pelanggannya yang hendak minum kopi di warungnya. Dia bersama istri sedang masak pakai kompor pemberian caleg tersebut, tiba-tiba salah seorang tim caleg datang meminta agar mengembalikan kompor itu.

Karena merasa dipermalukan, Zaenal mengaku marah dan langsung membanting kompor tersebut di depan tim caleg tersebut.

"Saya jengkel karena dipermalukan. Makanya saya banting kompornya. Saya diancam dilapor ke polisi, tapi saya tidak takut," tegasnya.

Sementara itu, informasi yang berhasil dihimpun di lapangan diketahui, caleg bersangkutan membagikan sekitar 50-an kompor gas pada warga yang tersebar di 3 TPS berbeda, masing-masing di TPS 11, 13 dan 14. Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dengan pihak caleg bersangkutan, karena telepon selulernya tidak aktif.

Rangkuman dari berbagai berita diseluruh tanah air itu, dapat kita simpulkan bahwa:
·        System demokrasi di suatu komunitas yang sangat jomplang strata intelektualnya seperti di negara ini, agaknya hasil produk demokrasi tidak dapat diharapkan menghasilkan kualitas yang optimal. Sulit memang menyamaratakan setiap orang satu suara, padahal yang empunya suara itu tidak dalam kearifan yang sama, tidak dalam sudut pandang nilai yang sama, tidak dalam cara memandang  yang sama. Pemilih begitu dalam perbedaan status sosial mereka. Pemilih dan yang dipilih, sangat jauh perbedaan kemakmuran mereka.  Masih banyak pemilih yang memilih bukan karena memilih. Mereka memilih karena ikut-ikutan, mereka memilih karena menerima sesuatu, mereka memilih karena mengharapkan imbalan sesuatu untuk kebutuhan  jangka pendek. Mungkin juga mereka memilih karena tekanan/ intimidasi.
·        Jadi pendidikan politik bukan saja kebutuhan masyarakat yang punya hak pilih, tetapi yang tak kalah pentingnya bagi para celeg. Para caleg harus tau bahwa arti berpolitik itu bukan untuk mendapatkan tempat kerja untuk mencari kekayaaan. Tapi berpolitik adalah untuk menjadi warganegara yang dapat mengatur jalannya Negara sehingga perjalanan bangsa dapat dikendalikan menuju sasaran sesuai dengan keyakinan politik yang dianut. Untuk berada dalam organisasi politik; berhentikan dengan modal duit, berhentikan dengan mahar materiil, tetapi masuk ke politik dengan modal keahlian, modal idealis, modal gagasan. Bagi pemilih harus mengerti siapa yang dipilihnya, yaitu orang yang seide dengan dirinya, orang yang diyakini akan dapat menyampaikan ide dan gagasan mereka yang semuanya bermuara untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat dan meningkatkan martabat bangsa.
·        Diantara penentu tercapainya bangsa yang MELEK POLITIK,  kedepan harus dikondisikan bahwa jadi anggota perlemen itu bukan untuk cari lapangan pekerjaan, bukan untuk cari nafkah dan juga bukan untuk mencari kekayaan. Melainkan adalah tempat untuk memberikan bhakti kepada bangsa, untuk menjadi mengemban aspirasi rakyat. Untuk itu maka hendaklah penghasilan menjadi anggota parlemen itu yang wajar-wajar saja, fasilitas anggota parlemen juga yang normal-normal saja. Kewajaran penghasilan dan fasilitas sehingga tidak terlalu membuat orang berebut tergiur menjadi anggota parlemen. Kewenangan yang berbau duit atau dapat diduitkan hendaklah jangan diberikan ke parlemen. Kembalikan dia  menjadi suatu organ negara yang membuat undang-undang dan mengawasi pelaksanaan jalannya undang-undang. Batu sandungan yang membuat anggota parlemen masa lalu, diantara ada yang terpaksa berwajah murung, terkurung di jeruji besi adalah persoalan pat gulipat dalam anggaran. Pihak penghajat anggaran tak segan keluar sekian persen agar anggaran cair. Kadang memang dikondisikan kalau tidak keluar sekian persen anggaran tetap beku. Penghajat anggaran dalam kondisi “daripada beku, biarlah di panasi dengan sekian persen”, hitung-hitung sama sama menikmati. Kalau sudah begitu:

yang satu jadi iblis yang lain jadi setan.
Duit iblis dimakan rame-rame para setan.  
Sedikit diantaranya ketangkap,  ketahuan.
Akhirnya rame-rame masuk ke dalam rutan.

No comments:

Post a Comment