Saturday 13 April 2013

SUJUD TERAKHIR

Mentradisi sudah di Jakarta, kalau mengadakan pesta pernikahan  di kampung tempat tinggal pengantin wanita, bila pilihan bukan dilaksanakan di gedung-gedung tempat pesta. Gelar acara pesta pernikahan biasanya dimulai sejak pukul sembilan pagi dan akan disudahi pukul sembilan malam. Acara nikah langsung pada pagi harinya di rumah kediaman dan langsung dijadikan arena pesta walimatul urus itu. Sudah maklum, jalan umum masuk melintasi ke rumah pengantin ditutup untuk kendaraan umum, dijaga ketat satpam RW setempat, keluarga mempelai mengantongi ijin yang berwajib tentunya.
Jamak sudah bagi para undangan, membidik waktu yang tepat untuk hadir adalah sesudah waktu shalat dzuhur, menjelang shalat ashar bahkan sampai magrib. Pertimbangan karena udara sudah mulai redup maklum biasanya tidak pakai AC. Kalau sesudah magrib tidak begitu banyak lagi yang datang, entah kenapa, mungkin perhitungan undangan, konsumsi sudah tinggal koret-koret.
Benar juga di keluarga pak Rahmat di bilangan jalan kampung di Jakarta pusat itu, undangan mulai ramai berdatangan menjelang shalat ashar. Para tetamu datang langsung menuju gerbang penerima tamu, menulis nama dan mencemplungkan amplop ke dalam tempayan yang disediakan, beriring antri menuju panggung tempat pengantin didampingi ibu/ayah kedua mempelai bersalaman mengucapkan “selamat” yang dijawab “terimakasih”.
Ketika adzan ashar berkumandang di masjid tak jauh dari rumah mempelai, undanganpun masih juga bergerak. Setelah agak berapa lama kemudian, ketika magrib sekitar tinggal 45 menitan lagi, si mempelai wanita berbisik pada suaminya yang telah resmi beberapa jam yang lalu itu. “Bang saya sebentar ke kamar ya bang”. Dijawab mempelai pria “ngapain, tu tamu sebentar-sebentar masih ada”. “Ini bang mumpung ada sleg (jeda tamu agak jarang-jarang), saya izin belum shalat ashar”. Mempelai pria menjawab “Ooh,,,,,, kalau begitu beritahu mamah”. Si Mawaddah, pengantin baru ini bergeser ke mamahnya dan bisik-bisik. Terjadilah dialog sebagai berikut:
Mawaddah         : Mah saya sudah izin bang Kohar untuk ke kamar, shalat ashar dulu, setelah shalat saya kembali lagi.
Mamah        : Jangan ngaco kamu, inikan masih ada tamu, sholat kan dapat diundur nanti.
Mawaddah        : Tidak mah, sekarang ashar tinggal sedikit, kurang dari 45 menit, toh saya sholat kan paling banter sepuluh menitan, insya Allah saya kembali.
Mamah        : Iya kamu kembali, tapikan dandananmu habis semua, mendandani seperti ini kan tidak mudah.Tukang dandan kan sudah pulang.
Mawaddah        : nggak apa-apa mah, saya dandan sendiri seadanya nanti setelah sholat.
Mamah        : ngaco kamu, malu kan dilihat tamu, pengantin kok dandanannya ancur-ancuran.
Mawaddah        : saya lebih mau lagi mah di hadapan Allah nanti,kalau wajah saya kusut masai, karena sengaja meninggalkan sholat ashar.
Ketika sholat zuhur, setelah sholat kedua mempelai ganti baju dan didandani lagi oleh  tukang rias pengantin, yang sengaja disewa oleh keluarga mempelai wanita.
Akhirnya pengantin wanita ini, langsung meninggalkan pelaminan karena dia teringat bahwa taat kepada orang tua berbatas, sepanjang ketaatan itu tidak bertentangan dengan ketaatan kepada Allah. Sambil menggamit kemenakannya perempuan masih kecil (sekitar delapan tahunan), untuk menemaninya ke kamar.
Diapun berwudhu di dalam kamar pengantin yang ditata apik itu, ada kamar mandi di dalam dan sekaligus dapat buat wudhu. Mukanya dibasuh tentu saja make-up nya larut bersama air wudhu.
Singkatnya setelah menggunakan mukena dan menggelar sajadah, Mawaddah pun sholat ashar. Ternyata pada sujud di rekaat kedua, Mawaddah tidak bangkit lagi dari sujudnya, sampai sakarang, sampai akhirnya keluarga mempelai melongok ke kamar pengantin untuk mencari tau kenapa lama sekali tidak kembali. Rupanya Mawaddah telah kembali kepangkuan Ilahi untuk selama-lamanya. Teman kecilnyapun tak menyadari bahwa tentenya sujud begitu lama, karena sudah tiada.
Betapa indahnya akhir hidup seorang pengantin wanita, yang sholehah tersebut, sehingga wajar sampai sekarang sejak kejadian 2 tahun lalu itu, bang Kohar belum ingin mencari ganti istri baru walau kehidupan suami istri sama sekali belum dijalaninya. Alasannya sederhana, dia belum menemukan calon isteri yang shalehah seperti mendiang istrinya itu.
Kasus ini adalah baik menjadi i’tibar bagi para calon penerima mantu. Kiranya adalah baik jika acara walimatul urus itu dirancang sedemikian rupa agar tidak sampai ketinggalan sholat. Banyak terjadi baik pelaksanaan pesta di gedung maupun di rumah sendiri, para pihak yang terlibat langsung dalam pesta, kedua mempelai, ayah dan ibu kedua mempelai dan para pengayom tamu, absen sholat beberapa waktu, jika acara tidak dirancang dengan sempurna. Shalat zuhur tertinggal karena sedang seru-serunya, asharpun luput karena tanggung tamu masih banyak. Shalat magrib lewat karena memang singkat, shalat isya tak dikerjakan karena baru capek-capeknya dan akhirnya shalat subuhpun lepas karena karipan, kemarin kecapean bangun kesiangan.




No comments:

Post a Comment