Tuesday 19 February 2013

MINDER


Sepertinya kata “Minder” bukan asli bahasa Indonesia, wajar  di Kamus Umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka 1986 disusun W.J.S. Poerwadarminta tidak terdapat padanan kata dari  kata “Minder”  tersebut.  Masyarakat  awam dari strata apapun  di Indonesia agaknya paham akan arti kata “Minder” tersebut,  yaitu suatu perasaan dari dalam diri seseorang sehingga mendorong prilaku  kurang percaya diri, akibatnya antara lain salah tingkah, canggung, serba salah, malu-malu, tidak berani berbuat sesuatu, tidak berani tampil, tak berani mengemukakan pendapat.
Sebab minder dapat dikelompokkan menjadi 6 (enam):
1.    Phisik. Seorang yang terlahir dengan phisik yang tidak normal seperti kebanyakan orang, seringkali membuat pemilik phisik menjadi minder. Banyak kasus orang cacat phisik cenderung mengucilkan diri dari pergaulan. Walau ada juga yang tidak peduli dengan ke cacatannya itu, justru memotivasi dirinya untuk berbuat sebisanya, kadang malah dapat melakukan sesuatu yang melebihi orang normal. Tetapi ada orang yang cacat phisiknya tidak begitu tampak, maka ia akan berusaha untuk menyembunyikan kecacatannya itu agar tidak diketahui orang lain. Salah satu contoh ada teman saya yang cacat di jari tangannya, sedapat mungkin ia sembunyikan kecacatannya itu agar ia tidak menjadi minder. Contoh lain ada teman saya “cacat ucapan”, tidak bisa melafazkan huruf “R” seperti kebanyakan orang. Ini membuat ia minder untuk berbicara ditengah umum. Teman saya ini berusaha untuk mnyembunyikan ketidak mampuannya mengucapkan huruf “R” itu dengan cara; setiap kata yang ada huruf “R” nya dia usahakan mengucapkan padanan katanya yang tidak ada unsur “R” nya. Misalnya suatu ketika ia i ngin membakar rokok, kebetulan tidak punya korek api. Kepada kawannya ia bukan minjam korek api, tapi pinjam “macis”.
2.    Cara berpikir. Secara kodrati bahwa manusia berbeda, itu salah satu tanda kebesaran Allah menciptakan manusia diantaranya manusia berbeda cara berpikir. Perbedaan tersebut dalam hal tidak terlalu ekstrim antara para pihak yang berbeda akhirnya dapat disetarakan dengan musyawarah. Tetapi dalam kasus yang ekstrim ada diantara kita di komunitas tertentu cara berpikirnya demikian berbedanya dari masyarakat dikomunitasnya. Bila yang bersangkutan dalam posisi yang sangat kuat dalam arti orang terpandang atau yang dituakan, atau dianya berkuasa, perbedaan cara berpikirnya ini tidak membuat yang bersangkutan minder, bahkan berupaya mempengaruhi masyarakat di komunitasnya. Tidak jarang menjelma jadi diktator. Pribadi dikenal mau menang sendiri ini hanya mendapat sanksi masyarakat maksimum dicuekin. Masyarakat dilingkungannya tidak kuasa menanggapi cara berpikir orang ini, lebih memilih menghindar atau bila didepannya tidak membantah tapi dibelakangnya mengumpat. Berbeda kalau orang yang cara berpikirnya nyeleneh ini bukan orang terpandang di komunitasnya, maka yang bersangkutan nantinya memilih menghindari berargumentasi di komunitasnya, akhirnya yang bersangkutan menjadi mender.
3.    Ilmu. Wajar bila seorang yang merasa ilmunya masih kurang dibandingkan anggota komunitas yang sedang ia hadapi, atau berhubungan dengan orang yang lebih tinggi ilmunya, terjadi kurang PD pada diri orang yang kurang ilmunya itu. Walaupun ada kasus orang yang ilmunya cetek justru lebih percaya diri dari orang yang ilmunya tinggi. Malah si cetek ilmu ini sok tau, serba tau dan tidak mau kalah dalam berbicara apa saja. Sebaliknya ada kalanya orang yang berilmu tinggi membawa “ilmu padi”, makin berisi makin merunduk. Orang yang tersebut terakhir tidak minder hanya merendahkan diri.
4.    Harta. Soal harta,  banyak orang merasa minder dengan orang yang berharta banyak apalagi di era yang materialistis ini, orang memandang terhormat seseorang, diukur dari harta kekayaannya. Orang miskin dipandang rendah, orang kaya dipandang terhormat. Keadaan ini membuat orang yang tidak berharta banyak menjadi minder. Tidak jarang orang yang tak punya untuk datang bersilaturahmi ke keluarganya yang lebih kaya menjadi sungkan, berujung terkendala hubungan silaturahmi antara keluarga yang miskin dengan keluarga yang berada. Kesudahannya terbentuklah komunitas keluarga yang sesama berharta banyak dengan keluarga yang sesama miskin. Secara lebih luas dalam masyarakatpun akan terbentuk komunitas selevel tersebut, kaya sesama kaya dan miskin sesama miskin.
5.    Status sosial. Terbentuknya status sosial dapat dari tingkat pendidikan, jabatan dalam kemasyarakatan dan juga berhubungan dengan harta kekayaan. Orang yang berpendidikan tinggi secara umum mempunyai kedudukan status sosial yang tinggi di dalam masyarakat, terkait dengan itu mempunyai kemampuan berlebih dalam perekonomian dan harta kekayaan. Bagi orang yang status sosialnya rendah/pas-pasan minder terdadap orang yang berstatus sosial tinggi. Keminderan itu berlanjut tidak berani untuk berhubungan dengan yang bestatus sosial tinggi, walau pihak yang berstatus sosial tinggi itu adalah kawan lama semasa sekolah, teman sekampung bahkan masih ada hubungan keluarga.
6.    Asal usul/Keturunan. Walau kini sejak zaman sudah berubah tetap saja asal keturunan keluarga ini masih tetap melekat pada pola berpikir masyarakat kita. Keadaan itu membuat minder orang yang merasa berasal keturunan bukan bangsawan, sementara akan merasa tinggi bagi orang yang mengetahui dirinya adalah keturunan bangsawan. Bagi di banyak daerah di Indonesia identitas keturunan ini sering dikaitkan dengan gelar-gelar tertentu digandengkan dengan nama diri yang bersangkutan. Sementara di kalangan saudara kita dari daerah tertentu walau bukan tergandeng di tambahan nama, dari nama diri yang bersangkutan sendiri dapat diketahui bahwa dianya berasal dari keturunan bawah atau menengah atau orang bangsawan.  Suatu hari atasan saya di tempat tugas di suatu daerah minta kepada saya untuk mencari tau nama asal salah seorang pegawai, di administrasi kepegawaian bernama (tak baik bila disebut dalam tulisan ini). cukup lama saya menggali informasi dari teman ini, tentang apakah teman saya itu sejak lahir bernama seperti yang dipergunakannya dalam administrasi kepegawaian. Jawabannya cukup mencengangkan saya, bahwa nama diri yang bersangkutan ketika lahir adalah bukan itu. Ketika zaman mempertahankan kemerdekaan, teman saya yang sudah agak sepuh ini rupanya pejuang kemerdekaan. Kampung mereka suatu ketika di zaman mempertahankan kemerdekaan,  digeledah Belanda dari rumah-kerumah mencari sekelompok pemuda  yang dikenal dengan antara lain nama asal sejak lahir teman ini. Oleh pamong setempat untuk menyelamatkan beberapa pemuda di desa itu yang masuk dalam black list Belanda diubah namanya menjadi nama kelas menengah atas yang disandangnya sekarang. Barulah saya mengetahui bahwa di tatanan masyarakat bos saya tadi, nama diri seseorang dapat dikenali apakah yang bersangkutan dari kalangan bawah, dari kalangan menengah ke bawah, dari kalangan menengah ke atas atau kalangan bangsawan. Sepertinya dewasa ini sudah tidak dapat dikenali lagi nama seseorang untuk mengetahui dalam kelompok strata mana ia berasal, sebab para orang tua sudah semakin bebas memberikan nama anaknya begitu lahir, karena sudah ditunggu untuk membuat akte kelahiran. Dianjurkan kepada para calon orang tua sudah menyiapkan nama anaknya beberapa bulan sebelum dilahirkan. Berikanlah nama yang baik buat anak-anak agar sekaligus menjadi do’a selain identitas diri. Jangan sampai anak  menjadi minder dengan namanya.
Konsep agama Islam memotivasi pemeluknya agar tidak minder sesama manusia, sebab manusia mempunyai kedudukan yang sama disisi Allah s.w.t. yang membedakan manusia satu dengan manusia lainnya adalah kadar ketaqwa’an masing-masing kepada Allah s.w.t. seperti ternukil dalam surat Al Hujurat ayat 13.
 
(Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu)
Maha benar Allah dengan segala firmannya.

No comments:

Post a Comment