Friday 6 July 2012

PENCURI, PEJABAT DAN KORUPTOR VS ALQUR’AN

Entah dari mana asal usulnya, sejak kapan dimulainya seseorang (beragama Islam) bila diangkat menjadi pejabat disumpah dengan menjunjung Al-Qur’an. Termasuk Presiden Soekarno ketika diangkat menjadi presiden pertama R.I. disumpah dengan di atas kepala beliau seseorang pemuka agama Islam memegang Al-qur’an. Itu barangkali sebabnya seluruh pejabat negeri ini bila diangkat jadi pejabat disumpah, dikepalanya dinaungkan Al-Qur’an. Mungkin saking banyaknya pejabat dinegeri ini yang disumpah untuk menyandang jabatannya, sehingga Al-Qur’an begitu banyak dicetak dan itu rupanya jadi proyek buat kalangan pejabat terkait sebagai lahan korupsi penggandaan Al-Qur’an.
Telah kucari beberapa referensi, belum kuperoleh hadist apalagi ayat Al-Qur’an bahwa bersumpah dalam agama Islam dengan menjunjung Al-Qur’an. Sejauh ini sepanjang yang kuketahui bahwa agama Islam tidak mengajarkan untuk bersumpah menyandang jabatan dengan menjunjung atau di atas kepala dinaungi Al-Qur’an. Mungkin lantaran belum mendalamnya aku masuk di samudera ilmu agama Islam yang begitu luas.
Ada kemungkinan penggagas sumpah jabatan dikepala dinaungi Al-Qur’an mengambil tamsil, bahwa dengan menjunjung Al-Qur’an, si tersumpah akan menepati redaksi sumpahnya, agar si tersumpah mematuhi hukum-hukum yang diatur di dalam Al-Qur’an. Si tersumpah agar tidak berani melanggar sumpah sebab akan mendapat laknat Allah pemilik Al-Qur’an.
Saking tak berani kalau-kalau kewalat Al-Qur’an kerena yakin bahwa bagaimanapun di Republik ini seseorang hampir pasti tidak akan sanggup untuk memenuhi sumpah, pasti akan dilanggar redaksi sumpah itu. Pernah terjadi seorang pejabat yang cukup kreatif,  berihtiar menurut pemahamannya. Beberapa hari sebelum sumpah jabatan diupacarakan, dia mencari tau dan menghubungi petugas yang akan bertugas memegang Al-Qur’an di atas kepalanya nanti pada saat disumpah. Usahanya berhasil, dia ketahui pertugas tersebut, selanjutnya mengirim utusan ke petugas dengan diberikan imbalan.  Diminta kepada petugas untuk membungkus Al-Qur’an yang akan digunakan untuk upacara sumpah dengan bungkus “aluminium foil”. Si tersumpah dengan tenang mengucapkan sumpahnya, sebab tidak hawatir lagi kewalat, sebab bahasa sumpahnya diyakininya tidak menyentuh Al-Qur’an yang sudah terisolasi dengan bungkus “aluminium foil”.
Memang di negeri ini begitu hormatnya kita orang muslim terhadap “kitab Al-Qur’an”, tingkat penghomatan kita terhadap “kitab Al-Qur’an” melebihi saudara kita sesama muslim di tanah suci. Saya pernah menyaksikan sendiri di tempat percetakan kitab Al-Qur’an di tanah suci. Ketika seseorang memesan sebuah Al-Qur’an petugas yang memakai gamis itu menyerahkan ‘Kitab Al-Qur’an dengan meluncurkannya di atas etalase kaca tempat mamajang Al-Qur’an di lokasi pencetakan tersbut. Bangsa kita tidak terbiasa memperlakukan Al-Qur’an seperti itu, sedari kecil kita bila selesai bejar mengaji, menyimpan kitab Al-Qur’an dengan menjunjungnya, membawanya dengan penuh hormat dan sebelum diletakkan ditempat penyimpanan, kitab Al-Quran dicium.
Dulu dikampungku masih banyak pemandangan di rumah-rumah orang, tergantung kitab Al-Qur’an di atas kusen pintu utama. Belakangan ini sudah tidak nampak lagi, berkat da’wah para Da’i. Masyarakat awam waktu itu memperlakukan “kitab Al-Qur’an”, sebagai penangkal bahaya, penolak bala, menjauhkan kediaman dari pengaruh roh jahat dan mahluk halus. Ketika itu belum banyak penyuluhan para ustadz seperti sekarang ini, bahwa yang penting pada Al-Qur’an bukan bukunya, tetapi petunjuk yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu Al-Qur’an saharusnya dibaca, dikaji maknanya, direalisasikan dalam kehidupan petunjuk yang terkandung di dalamnya. Al-Qur’an jangan diperlakukan layaknya seperti azimat di kepercayaan sebelum datang agama tauhid.
Pernah dikisahkan guruku mengaji, tentang bagaimana masyarakat dulu menghormati Al-Qur’an. Di sautu malam yang pekat di sebuah dusun, tengah beroperasi dua orang anak manusia yang kerjanya menajadi maling. Seorang diantaranya bertugas menyunggi*) kawannya untuk naik ke jendela orang yang rumahnya akan disatroni. Rumah didusun itu rumah panggung, untuk sampai ke jendela, seorang tidak dapat langsung, harus pakai tangga atau di sunggi*)  oleh orang lain. Singkat cerita maling tersunggi* berhasil menemukan jendela dan karena memang profesional langsung dapat membuka grendel daun jendela. Dengan cermat diapun masuk, ditemukannya persis didepan jendela sebuah rak dan langsung dirabanya dengan hati-hati agar tidak menerbitkan bunyi. Betapa kagetnya dia bahwa tangannya langsung terpegang ke sebuah kitab dan ternyata di keremangan lampu templok  yang nempel disisi kusen jendela diketahuinya bahwa kitab tersebut adalah “kitab Al-Qur’an. Seperti ada kekuatan dari dalam yang menciutkan hatinya, membuatnya gemetar dan langsung memberi kode temannya untuk siap memasang badan untuk menyungginya* buat turun dari rumah itu. Temannya ditanahpun langsung siap dan akhirnya ia turun. “Mengapa turun cepat, sudah berhasil”, desis temannya. “Oke kita pergi saja dari sini cepat nanti kuceritakan”, jawab maling bertugas sebagai ujung tombak tersebut. Sesampai di tempat aman diceritakannya bahwa ia masuk rumah tersebut terpegang ke “kitab Al-Qur’an” kalau kita teruskan akan berbahaya gumamnya. Temannyapun diam tidak berkomentar lagi.
Dari kisah guru ngajiku ini, aku teringat dengan peristiwa belakangan ini, di mana orang sekarang lebih berani dari orang zamanku masih kecil belum berkhitan. Karena istiadat dikampungku, kalau belum hatam mengaji kami tidak dikhitan orang tua, mungkin untuk memotivasi. Jadi usia waktu itu masih belum tamat SR (Sekolah Rakyat). Orang di zaman itu takut dengan Al-Qur’an, jangankan orang biasa, maling saja takut dengan Al-Qur’an. Kini orang berdasi, berpendidikan tinggi, mengerti agama dan konon di Kementerian agama serta di parlemen yang membidangi agama, benar-benar tidak takut lagi dengan Al-Qur’an. Berani korupsi dengan media/sarana Al-Qur’an. Masih kita hargai maling yang takut Al-Qur’an ketimbang anggota parlemen dan uknum kementeraian agama yang sudah tidak takut lagi dengan Al-Qur’an. Masih kita hargakan pejabat yang minta isolasikan Al-Quran untuk sumpah, tandanya ia masih takut dengan Al-Qur’an daripada koruptor Al-Qur’an. Bagaimana hukuman Allah untuk mereka yang terlibat korupsi Al-Qur’an Allah lah yang lebih mengetahuinya.
*keterangan: Sunggi (seseorang menyediakan bahunya untuk tempat berpijak seseorang yang lain guna mencapai ketinggian seperti adegan dalam panjat pinang di acara memeriahkan hari proklamasi)

1 comment: