Friday 20 July 2012

KUNJUNGAN BALASAN

Hampir setiap orang, sudah berkeluarga maupun masih belum menikah, sering bepergian atau traveling. Memang jendela hidup ini akan terbuka bila seseorang sekurangnya dapat melakukan 3 hal yaitu “Reading”, “Meeting” dan “Traveling”. Reading menambah wawasan, sehingga banyak hal dapat diketahui, termasuk pengetahuan dan pengalaman orang lain dapat diserap melalui reading. Wawasan dan pengetahuan adalah senjata utama dalam menjalani kehidupan. Meeting berkomunikasinya seseorang dengan orang lain, dengan banyak orang, dengan meeting dapat tukar menukar informasi, semula sesuatu tidak diketahui menjadi diketahui dan semuanya bermuara untuk melancarkan aktivitas hidup. Traveling menambah pengalaman, dapat melihat segala macam peluang dari tempat yang dikunjungi.
Keluarga negeri Belanda suami isteri bertamu ke kampung teman saya dibilangan Nusatenggara Barat biasa dikenal sebutan dengan NTB. Tamu dari negeri Belanda tersebut ada kaitan kekerabatan jauh, dengan teman saya tadi dari pihak yang perempuan. Keramah tamahan Indonesia di mana saja di nusantara ini, bila kedatangan tamu, dilayani demikian baik. Kamar di rumah disediakan dengan rapi, sejak dari tempat tidur sampai perlengkapannya walau seadanya diusahakan serapi mungkin. Begitu sampai waktu sarapan, makan siang dan makan malam, sahibul bait berusaha semampunya menyediakan makanan yang terbaik, perabot makan yang tebaik, termasuk serbet makan terbaru. Walaupun nanti setelah tamu pulang gombal datang, serbet barupun hilang. Seminggu suami isteri itu bertamu di NTB, hampir semua lokasi wisata dapat dikunjungi dengan panduan pihak keluarga ketamuan. Seperti ketika tiba, waktu pulang juga tuan rumah memfasilitasi mengantar sampai bandara.
Waktupun berjalan, sampai ketika dua tahun kemudian si keluarga dari NTB ini ada keperluan ke negeri Belanda dengan rencana kurang lebih seminggu. Tentu saja teman ini karena sudah pernah merasa melayani tamu negeri Belanda ketika berkunjung ke daerahnya, rasa percaya diri agak besar. Dibayangkan nanti di negeri Belanda akan dijemput di bandara sebagaimana ia pernah lakukan. Akan ditampung di kediaman kerabat tadi di rumahnya sebagaimana ia pernah laksanakan. Soal makanpun demikian dibayangkan sekurangnya sarapan pagi, mungkin disediakan tuan rumah nanti. Singkatnya teman inipun dengan isteri berkunjung ke negeri Belanda. Sebelum berangkat sudah komunikasi melalui telepon rencana keberangakatan kunjungan balasan itu seminggu sebelumnya. Pihak di negeri kincir angin itupun menerima pesan melalui seluler dengan baik. Pokoknya welcome deh bahasa orang kini.
Pesawat tiba di bandara negeri Belanda dini hari. Rasa sungkan Asia setidaknya orang Indonesia, tidak langsung memberi tahukan kedatangan mereka, dikhawatirkan keluarga yang akan menerima kunjungan balasan sedang lelap tertidur. Sekitar pukul 5 pagi waktu setempat barulah ditelepon perihal mereka sudah berada di bandara kedatangan. Sedikit agak kaget teman ini menerima jawaban dari kerabat yang pernah bertamu di NTB itu. Si nyonya bule menyahut melalui telepon dengan memberikan arahan alamat kekediaman mereka, artinya mereka tidak akan menjemput ke bandara seperti yang pernah dibuat teman saya di bandara NTB. Berpikir positif teman saya ini memberitahukan isterinya bahwa si kerabat mereka itu rupanya sedang sibuk, sehinga tidak dapat datang ke bandara menjemput. Segera diputuskan naik taksi menuju kediaman kerabat mereka itu. Kangen juga rasanya sudah dua tahunan tidak ketemu sejak kunjungan mereka dua tahun lalu ke NTB. Tak lupa oleh-oleh dari tanah air khas Mataram ikut dibawa yaitu “Telor Asin”, beberapa butir “mutiara” dan tak lupa “ayam taliwang” walau lama dalam perjalanan  ketika akan dimakan dipanaskan dulu pasti masih enak.
Taksipun meluncur kekediaman kerabat Belanda itu, rupanya tidak sulit mencari alamat, dengan mudah sampai. Setibanya di rumah, setelah pintu dibuka langsung kopor suami isteri diturunkan dari taksi ditenteng sendiri masing-masing, dibawa masuk rumah. Tuan rumah mempersilahkan duduk diruang tamu, sementara kopor dan tas tenteng masing-masing diletakkan dekat kursi tamu dimana mereka duduk. Sudah kurang lebih 15 menit ngobrol dan oleh-oleh sudah diserahkan, namun tidak ada sapaan si tuan rumah untuk membawa kopor masuk kamar. Kurang lebih duapuluh menit kemudian akhirnya tuan rumah mengatakan bahwa pagi ini mereka masuk kantor dan mempersilahkan teman saya tadi untuk menginap di hotel dan mereka mereferensikan beberapa hotel sebagai pilihan. Kedua suami isteri dirantau orang ini tinggal beradu pandang sejenak. Benar-benar tidak sesuai dengan bayangan mereka. Dari tanah air ia sudah membayangkan nanti di negeri Belanda tidak akan menemukan kesulitan, sebab ada kerabat. Bukan saja kerabat yang sudah lama tidak ketemu tapi dua tahun barusan ia pernah ke NTB dan nginap di rumah mereka, mereka layani dengan baik, mereka antar kemana pergi , mereka jemput dari bandara, mereka antar sampai pulang, mereka bekali lagi “buah tangan” waktu pulang. Tentu nanti kalau mereka melakukan kunjungan balasan, setidaknya mendapat perlakuan yang sama. Kata pepatah orang Indonesia “Asalnya padi menjadi beras. Asal menanam budi pasti berbalas”.
Jadi ingat cerita kami orang Dayak Kalimantan, dulu waktu transportasi belum lancar seperti sekarang, dari “tanah ulu” (kampung-kampung dihulu sungai) untuk mencapai ibu kota Kabupaten milir mengikuti arus sungai, semalam sampai dua malam perjalanan dengan menggunakan sampan lumayan besar yang diberi beratap. Di dalam sampan dibawalah segala hasil bumi antara lain “Terong masam”, “Mentimun mansam”, “Labu Perenggi”, kadang “Gaharu” dan “Madu”. Seorang setengah baya milir dari “tanah ulu” dengan muatan tersebut di atas bernama “CALI’”.
Sampai di ibu kota kabupaten sebelum membongkar muatan di pasar untuk diperdagangkan, si CALI’ jalan jalan ke toko-toko yang berderet di sepanjang sungai di ibu kota kabupaten. Toko-toko banyak milik orang China yang buka dagangan macam-macam, dari mulai barang kelontong, sampai sembako dan juga ada warung kopi yang menjual “Roti kaye” dan “Blodar” serta menyediakan “kopi pancong”. Setiap dia mampir ke toko China untuk sekedar liat-liat, selalu di sapa china yang punya toko: “Ape Cali’” maksudnya dalam bahasa Indonesia “apa yang anda cari”  karena orang china dulu menuturkan “Cari” tidak bisa mengucapkan “R” jadi keluarnya Cari menjadi “Cali’”. Sedang “Cali’ “ adalah nama diri tokoh dalam kisah kita ini yang membawa hasil bumi dari “tanah ulu”.
Pikir si “Cali’ “ aneh semua china di kota kabupaten ini kenal dengan dia maka setiap disapa dengan “Ape Cali’ “, diapun menyahut “Tang konal jaam Tokai”. Terjemahan bebas dalam bahasa Indonesianya “Oh bos mengenal saya rupanya”.  Suatu kebiasaan yang tidak tertulis di wilayah kami orang Dayak jika saling kenal, urusan niaga tidak lagi menjadi penting. Suasana kekeluargaan harus dibina dengan saling beri memberi. Langsung dia pulang ke perahunya diambilnya beberapa buah “Terong masam”, beberapa buah “Mentimun mansam”, “Labu Perenggi”,  diantarnya ke toko China yang diduganya kenal dengan dia tersebut. Kecuali barang yang nilainya tinggi seperti “Gaharu dan Madu”. Saking banyaknya toko yang “kenal dengannya” dalam tanda kutip, sampai seluruh hasil bumi yang dibawanya itu habis untuk diberikan cuma-cuma di toko-toko. Tentu senang si empunya toko menerima pemberian tersebut, kebetulan jenis buah ini, buah musiman yang di ibu kota kabupaten tidak ditanam orang lantaran hasil ikutan tanaman padi di lahan tadah hujan yang di kota tidak ada.
Setelah penjualan “Gaharu” dan “madu” selesai, pak Cali’ menyiapkan belanja untuk dibawa pulang ke tanah ulu. Setiap toko yang pernah diantarinya hasil bumi ia sempatkan mampir dan berpamit akan mudik ke tanah hulu disebut harinya. Si toke yang punya toko menanggapi pamit si Cali’ dengan biasa-biasa saja tanpa memberikan sesuatu sebagai balasan. Padahal sampai babis “Mentimun Mansam, Terong masam dan Labu perenggi”  satu perahu tanpa dijual, ternyata tidak mendapatkan pembalasan dari toke china yang punya toko. Pulanglah si Cali’ dengan penuh keheranan. Kerena kelazimannya bila memberikan sesuatu ketika datang,  waktu pulang sebaliknya yang diberi punya pengertian untuk membekali pulang barang sesuatu sebagai balasan. Nyangoni kata orang jawa, biasanya balasannyapun berwujut barang juga.
Mungkin pembaca mengalami yang seperti dialami teman saya dari NTB dan pak Cali’ zaman doeloe di bawah tahun enam puluhan. Zaman itu hubungan antar manusia belum teramat materialistis. Kini ketika hubungan manusia sudah semakin terjalin atas kepentingan. Namun mungkin anda masih termasuk orang yang tetap mengedepankan pelayanan teman berkunjung ke kota anda, nginap dirumah anda, anda layani dengan se baik-baiknya, namun ketika anda berkunjung ke kota mereka anda dilayani dengan “hambar”.
Guna menghindari kekecewaan anda bila menemukan hal seperti itu, maka ketika meladeni tamu yang berkunjung bahkan sampai menginap dirumah anda niatkanlah sebagai ibadah karena menghormati tamu adalah sebagian dari tanda orang beriman. Patut disimak hadits berikut ini:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليقل خيراً أو ليصمت , ومن كان يومن بالله واليوم الاخر فليكرم جاره , ومن كان يؤمن بالله واليوم الاخر فليكرم ضيفه
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda : “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. H.R Bukhari no. 6018, Muslim no. 47
Niatkan bahwa memberikan layanan kepada tamu untuk mencari keredhaan Allah semata, tidak mengharapkan balasan dari tamu yang kita layani itu. Karena jika kebaikan kita itu landasannya ingin pembalasan dari manusia, percayalah bahwa berujung kita akan kecewa. Tapi kalau dengan keyakinan pembalasan datang dari Allah, kalau tidak di dunia pasti nanti di akhirat, maka kita tidak akan pernah kecewa bila kebetulan tamu yang pernah kita layani dalam kondisi yang dapat melayani kita, tetapi dia tidak membalas kebaikan kita. Syaratnya jangan pula kita mengumpat dan menyebut-nyebut kebaikan yang pernah kita lakukan, sementara ketika kita berkunjung dia tidak membalas. Terimalah keadaan itu dan berdo’alah agar Allah tidak menjadikan didalam hati kita perasaan kecewa atas balasan yang tidak baik dari tamu yang kita pernah layani dengan baik. Semoga Allah memberikan pembalasan yang berlipat ganda. Amien.



No comments:

Post a Comment