Friday 19 August 2011

BELAJAR DARI JEMARI DALAM KEPALAN

Pak anu yang kini jadi direktur, dulu masuk kerja sama waktunya dengan saya. Demikian antara lain penuturan bosku dalam suasana santai bernostalgia perihal ia meniti karier di instansi tempatku kerja. Juga diceritakan tentang tugas-tugas berat pernah dilaluinya semasa hampir 30 tahun dinas, diantaranya kerja sama dengan rekan seangkatan yang kini sudah jadi direktur. Kemudian dilanjutkan “nggak tau bagaimana kiatnya, orang bisa sukses begitu ya”.

Saya juga tidak mengetahui persis ini bos suka sekali berbincang sesuatu masalah (curhat kata orang sekarang) kepada saya dan kadang sepertinya minta komentar. Alasannya setahu saya mungkin karena kami pernah bertemu di beberapa cabang selama berdinas dengan beliau. Begitu baiknya hubungan dengan beliau, sampai terakhir waktu sehari sebelum beliau memasuki masa pensiun, disempatkan menelpon saya. Saat itu beliau memimpin salah satu cabang utama di Jakarta dan saya berdinas di cabang lain. Terakhir kami bersama di cabang luar jawa dimana beliau sebagai pemimpin cabang dan saya sebagai kepala bagian.

Hubungan baik kami terjalin baik bukan karena saya jadi bawahan yang penurut, justru sering kali mengoreksi dan berseberangan dengan apa yang beliau ingin putuskan. Salah satu diantaranya, suatu ketika beliau harus mengambil suatu keputusan yang berat, yaitu membayar suatu wesel ekspor dimana barang belum loading/belum ada B/L. Keputusan itu diambil menyangkut nasabah besar yang bila tidak dipenuhi nasabah mengancam akan pindah. Eksportir menginginkan dana sebelum libur suatu hari raya keagamaan, karena sebagian besar karyawannya merayakan hari raya tersebut, dana akan dipergunakan membayar tunjangan keagamaan. Sementara tidak memungkin diberikan kredit, kebetulan waktu itu ada kebijakan “uang ketat (bank-bank tidak boleh memberikan kredit baru)”. Komoditi yang akan diekspor sudah siap, persoalannya kapalnya belum tiba di pelabuhan muat (domisili perusahaan nasabah dan kantor kami). Entah bagaimana approarch nasabah, maskapai pelayaran bahkan siap membantu dengan memberikan B/L kopi dengan tanggal muat hari itu juga, walau kapal masih belum tiba. Saya tidak bersedia menandatangani schedule of remittance (SR) sebagai sarana pembayaran (negosiasi) ekspor tersebut. Tetapi setelah dengan berbantahan yang panjang, dan pemimpin saya ini mau memenuhi syarat saya, yaitu membuat berita acara ditanda tangani di atas meterai cukup, bahwa saya hanya ikut menanda tangani sekedar sebagai formalitas karena syarat SR harus di tandatangani dua orang dan atas perintah pemimpin. Di dalam berita acara itu pemimpin membebaskan diri saya dari segala tuntutan hukum dan akibat apapun juga apabila L/C tersebut unpaid.

Setelah pembayaran dilaksanakan ternyata kapal yang ditunggu baru datang 43 hari kemudian, B/L asli baru dikeluarkan oleh maskapai pelayaran hari ke 43 setelah negosiasi, berkaitan dengan itu dokumen barulah dapat dikirim hari ke 43. Persoalan yang baru timbul adalah, the latest presentations of document terlewati dan L/C mati, sehingga sangat berpotensi unpaid. Singkat cerita setelah saya pelajari UCP 500 yang berlaku waktu itu terdapat peluang yang dapat dimanfaatkan, dengan meminta bantuan perusahaan pengirim dokumen. Setelah dengan pendekatan yang alot perusahaan pengirim dokumen bersedia mengabulkan permintaan saya. Pembayaran dapat diterima sepekan setelah documen dikirim. Suasana batin beliau semenjak minggu-minggu pertama sesudah pembayaran dilaksanakan, terutama setelah habis masa berlaku L/C dan pengiriman dokumen, nampak beliau begitu sangat gelisah, tercermin dari raut wajah belaiu. Bahkan beliau pernah memanggil saya dan mengatakan “disinilah tamat karier saya”, secara tidak langsung mengakui bantahan/kekhawatiran saya sebelum negosiasi, “anda si sudah lepas dengan berita acara”. Demikian cerita singkat kasus yang berkesan buat beliau sampai ketika menelepon waktu akan pensiun sempat diunggapkannya. Panjang ceritanya perbantahan kami itu hanya sekelumit sempat saya petik ditulisan ini, untuk menggambarkan bahwa persahabatan antara saya sebagai bawahan dengan beliau sebagai atasan bukan berbalut adonan yang lemak dan manis, sebaliknya penuh perbantahan. Tetapi rupanya justru terakhir diketahui bahwa beliau menyukai bawahan yang sanggup menjadi sparing partner. Bawahan yang tidak asal atasan senang.

Barang kali itu juga yang membuat beliau sering curhat kepada saya berbagai masalah, mulai dari problem keluarga, problem menghadapi hubungan antar instansi dan juga termasuk karier, yang saya petik sedikit dialognya di awal tulisan ini.

Komentar saya kepada beliau, menyoal temannya yang kini sudah jadi direktur itu, bahwa sebetulnya kita dapat belajar dari jari-jari di dalam tangan kita sendiri, disitu dapat kita lihat bagaimana peruntungan kita masing-masing. Komentar ini tentu makin menarik bagi beliau untuk mencari lebih tahu, “apa yang anda maksud ramalan?”. “Bukan ramalan pak, kalau boleh saya perjelas”:

Demikian penjelasan saya kehadapan beliau:

Jari jari yang ada dalam kepalan kita masing-masing umumnya jumlahnya lima di sebelah tangan. Kelima jari kita itu bentuknya berbeda-beda:

· Ibu jari lebih besar dari jari-jari lainnya, tetapi ia agak pendek

· Telunjuk lebih kecil dari ibu jari tapi agak panjang, tingginya dikalahkan oleh jari tengah dan jari manis.

· Jari tengah paling tinggi agak besar tetapi masih kalah besar dengan ibu jari

· Jari manis lebih rendah dari jari tengah lebih tinggi dari telunjuk

· Kelingking paling kecil sendiri dan paling rendah diantara empat jari lainnya

PADAHAL MEREKA LAHIR KE DUNIA DALAM WAKTU YANG BERSAMAAN. Masing-masing jari mempunyai fungsi masing-masing yang dapat saling melengkapi.

Maksud saya utuk menggambarkan bahwa si anu yang jadi direktur masuk ke dunia kerja di institusi tempat kami bekerja adalah sama, tetapi ternyata si direktur sudah sejak semula tersurat menjadi direktur.

Untuk melengkapi tulisan ini saya petikkan surat al hadid ayat 23 (waktu dialog dengan beliau tidak saya ungkapkan), tetapi ini mungkin sebagai referensi buat pembaca yang budiman.

Likailaa ta’sau a’laa maa faatakum walaa tafrahuu bimaa aataakum. Wallahu laa yuhibbu kulla mukhtaalin fahuur (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira[1459] terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,

Jadi tenang saja, bahwa semuanya sudah ditetapkan Allah tentang bagaimana nasib peruntungan kita masing-masing. Sehingga bila kebetulan mendapat tempat yang tinggi, jangan sampai kita melampaui batas kegembiraan, sampai kadang ada yang mendabik dada membanggakan diri, bahwa keberuntungan/keberhasilannya adalah karena usahanya yang gigih, karena kepintarannya, dan banyak lagi kebanggaan yang dimunculkan oleh orang berhasil. Itu tidak dikehendaki Allah sebab itu ujung ayat ditutup dengan “Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri”. Dalam pada itu bila hasilnya pas-pasan atau wajar dan bahkan kurang atau luput, di awal ayat sudah diingatkan jangan bersedih hati.

Ayat ini terhubung erat dengan ayat 22 sebelumnya walau yang dibicarakan bukan soal keberuntungan seperti kebahagian hidup, atau kurang suksesnya seseorang meniti karier. Tetapi jika direnungkan mendalam bahwa di dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa segala nasib keberuntungan sudah ditulis sebelum kita diciptakan, lengkap ayatnya adalah:

Maa ashaba min mushiibatin fil ardhi wala fii anfusikum illa fii kitaabin min qabli an nabra ahaa. Inna dzalika ‘alallahi yasiir. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Selanjutnya dapat pula difahami sebagai penawar untuk kita tidak terlalu silau melihat keberhasilan orang lain, adalah surat Al-Baqarah ayat 245(sebagian):

Wallahu yaqbidhu wa yabshuthu wailaihi tur ja’un (Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan).

Dengan demikian, masing-masing orang sudah ditetapkan porsi rezekinya.

Allah telah memberitahukan kepada kita dengan ayat KAULIAH melalui kitab Al qur’an telah kita petik di atas beberapa diantaranya, disamping itu ayat KAUNIAH berupa alam sekitar kita dan termasuklah diri kita sendiri diantaranya jari jemari dalam kepalan yang bila direnungkan mempunyai makna yang sangat dalam.

Bahwa jari jemari walau mereka tidak sama bentuk dan besarnya tetapi kesemuanya mempunyai fungsi yang saling melengkapi, Banyak akhli hikmah menyebutkan bahwa fungsi masing-masing adalah:

· Ibu jari berfungsi sebagai salutasi, seragam seluruh dunia untuk menyatakan pujian atau setuju dengan mengangkatkan ibu jari ke atas.

· Telunjuk berfunsgi sebagai komando, karena seseorang yang memberikan perintah atau memberitahukan sesuatu, banyak bangsa yang menggunakan telunjuk.

· Jari tengah befungsi untuk kebersihan klas berat

· Jari manis sebagai bendahara

· Kelingking kebersihan ringan.

Tulisan ini saya turunkan pada Ramadhan 1432 H. Terkenang kembali hubungan baik dengan atasan saya, semoga Allah menerima semua ibadah beliau dan mengampuni dosa beliau. Untuk pembaca semoga tulisan ini ada manfaatnya untuk kita mendekatkan diri kepada Allah.

No comments:

Post a Comment