Tuesday, 17 June 2025
Karena Ketiadaan
No: 1.328.03.06-2025
Oleh : M. Sayrif Arbi
Berpesanlah Nenek dari cucu2ku, ketika kupamiti akan pergi menjaring matahari pagi, menapaki jalan dengan berbekal kursi tongkat; “nanti beli telor, tepung Tapioka, tepung Beras, tepung Terigu dan sabun cuci cair”. Orderan sang Nenek tersebut kucacat di HP yang selalu kubawa tiap berjalan pagi, kalau tidak dicatat nanti ada yang kelewatan. Dua barang itu jadi keharusan untuk dibawa sudah dua tiga tahun belakangan ini bila ku olahraga berjalan pagi.
Tongkat, bila dikembangkan akan jadi tempat duduk berkaki tiga, sangat membantu bila sudah agak kepayahan/kecapeaan, duduk istirahat sejenak di tempat aman. HP, untuk berjaga-jaga kalau2 ada masalah di jalan, untuk dapat memberi laporan ke rumah, misalnya tentang posisi dimana, untuk di jemput misalnya. Alhamdulillah sejuah ini HP belum dipergunakan untuk hal yang saya sebut terakhir, kalaupun digunakan untuk memberitahukan si Nenek tentang sesuatu, misalnya ketemu suatu komoditi yang tadinya tidak ada dalam catatan, apakah perlu dibeli.
Ketika perjalanan menuju arah pulang, mampirlah aku di warung langganan untuk membeli bahan2 yang ada di dalam cacatan. Tongkatpun dikembangkan, lantas duduk di depan warung. Si ibu pemilik warung masih sedang sibuk menyukat 5 liter beras dari kotak beras jenis “pulen” kedalam kantong kresek hitam dilapis tiga. Selanjutnya ke kantong yang sama di masuk lagi 3 liter beras jenis “perak”. Dasar diri ini “Kepo”, kutanyakan kenapa di campur. Rupanya agar nasinya nanti tidak terlalu pulen dan juga tidak terlalu perak, demikian penjelasan ibu pembeli, di endors oleh ibu pemilik warung.
Usai ibu yang membeli beras pulang, barulah aku dapat giliran pelayanan. Ibu pembeli beras tadi menyangking beras 8 liter itu, dengan mengucapkan “Ntar sore ya bu”, rupanya uang beras itu belum dibayar. Ku “Kepoi” lagi ini ibu warung, “Pernahkah ibu yang model begini lantas tidak bayar”. Cepat sekali ibu itu menjawab, “sudah seriiiing, bahkan kadang ada yang sudah sekian lama ndak bayar, lantas bila ketemu lagi bagaikan ndak pernah punya hutang, malah kita lagi yang malu nagihnya”.
Aku jadi teringat kemenakanku yang buka juga warung kebutuhan pokok di pedalaman sana. Diawal-awal usaha, sering menemui pelanggan yang minta timbangkan gula, sukatkan beras, minta sekian saset kopi, garam dan lain2, setelah kemasan diterimanya, pelanggan mengatakan “dompet saya ketinggalan, sebentar nanti uangnya saya antarkan” atau dengan model yang mirip Ibu pembeli beras di atas.
Oleh karena pengalaman2 itu, kemenakanku menyikapi hal ini dengan; membuat sekat agak tinggi antara dirinya dengan membeli, sehingga barang2 yang dikemas, untuk menyerahkannya harus melalu sekat tersebut dengan agak diangkat. Teknik ini sangat bermanfaat, setelah ditimbang, disukat dan dibungkus, kemudian di kemas, lantas ditentukan harganya, diminta uangnya. Bilamana uang diterima, barulah barang diangkat, diserahkan kepada pembeli. Jika terjadi pernyataan pembeli “bayar nanti” seperti di atas, maka barang belum diserahkan.
Kalau barang sudah di tangan pembeli, ada perasaan tidak enak menariknya kembali. Demikian juga dikatakan ibu pemilik warung langgananku di pagi itu. Adapun siasat kemenakanku di pedalaman, kini dia merasa agak aman, sebab dengan barang masih di wilayah penjual, jika batal lebih mudah penanganannya.
Kenapa pembeli ada yang nekat berbuat seperti dikisahkan di atas, akar masalahnya karena ketiadaan, karena kemiskinan. Sedangkan hidup harus tetap perlu makan, maka ikhtiar apapun dijalankan. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im:
كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا
Artinya: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.”
Hadits tersebut setidaknya memiliki makna sebagai berikut:
Keadaan serba kekurangan dapat menggodanya untuk melakukan kemaksiatan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam masyarakat, bisa saja terjadi ayah yang miskin melakukan perampokan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bisa pula terjadi, seorang ibu miskin karena tekanan ekonomi menjual diri demi menghidupi anak-anaknya. Membeli bahan2 makanan di warung dengan ngutang, kemudian tidak membayar, merupakan salah satu contoh perbuatan yang terpaksa dilakukan, karena ketiadaan, karena kemiskinan.
Demikian pula seorang pemuda yang miskin, bisa saja nekat melakukan pencurian karena didorong keinginannya untuk meniru gaya hidup teman-temannya yang anak orang kaya.
Mengingat beratnya godaan-godaan yang dialami orang-orang miskin, maka mereka harus pandai-pandai membentengi keimanannya dengan sabar dan syukur. Andaikan dapat dinasihatkan kepada saudara kita yang dalam ketiadaan, kekurangan dan kemiskinan tersebut dapat kita kutipkan surat Al-Zukhruf 32:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا
"Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.” (QS. Al-zukhruf: 32).
Selanjutnya berikhtiar usaha yang halal, diiringi dengan berdo’a kepada Allah. Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan-Nya kepada saudara2 kita yang miskin dan juga untuk kita semuanya.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 17 Juni 2025, 22 DzulHijjah 1446H
Monday, 16 June 2025
PERLU BERBICARA
Oleh: M. Syarif Arbi
No: 1.327.02.06-2025
Ternyata bahwa manusia “normal” hidup ini bukan hanya perlu makan, bukan hanya perlu minum dan bukan hanya sangat perlu bernafas, tetapi juga sangat berkeperluan dengan “berbicara” atau “ngomong”. Studi yang diterbitkan di University of Arizona misalnya; menemukan bahwa wanita di usia dewasa awal hingga menengah perlu berbicara rata-rata 21.845 kata per hari, sementara pria perlu berbicara 18.570 kata.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita cenderung perlu berbicara lebih banyak daripada pria. Peneliti Universitas Maryland, menemukan melalui pengujian sampel dari sepuluh anak laki-laki dan perempuan berusia antara tiga dan lima tahun. Hasilnya, anak-anak perempuan memiliki “protein bicara” (diistilahkan “FOXP2”) 30% lebih lebih banyak dibandingkan FOXP2 pada anak laki-laki.
Dari dua penelitian yang dikutip di atas, bahwa perempuan lebih banyak kebutuhan berbicaranya dalam setiap hari. Penelitian juga menunjukkan kalau perempuan senang mengobrol sejak usia muda. Anak perempuan belajar berbicara lebih awal dan lebih cepat dibanding anak laki-laki. Anak perempuan memiliki kosakata yang lebih banyak dan berbagai jenis kalimat dibandingkan anak laki-laki dalam usia yang sama.
Keperluan berbicara buat diri masing2, alhamdulillah sebagian sudah kita penuhi dengan melakukan berbicara dalam shalat. Ketika shalat ada yang sudah menghitung MINIMAL dipergunakan kata:
Shalat subuh kata yang dipergunakan sekitar 290 kata, shalat Zuhur 580 kata, shalat Ashar 580 kata, shalat Maghrib 435 kata, shalat Isya juga 580 Kata. Total penggunaan kata MINIMAL jika shalat 5 waktu itu di kerjakan = 2.465 kata.
Guna menyederhanakan perhitungan, rata2 setiap rakaat shalat dikeluarkan perkataan minimal 145 kata. Jika shalat tahajud 8 rakaat dan shalat witir 3 rakaat total sebanyak 11 rakaat x 145 maka minimal mempergunakan 1.595 kata. Digabungkan shalat wajib dan shalat tahajud dan witir = 4.060 kata. Bilamana ditambahkan lagi dengan sunat Dhuha 8 x 145 kata = 1.160. Kitapun sampai pada pergunaan kata 5.220.
Shalat rawatib untuk mengiringi shalat 5 waktu total 18 rakaat (10 muakkad + 8 ghairu muakkad) jika per rakaaat miniman 145 kata maka 2.610. sehingga untuk keseluruhan shalat kita telah mengkonsumsi sebanyak 7.830 kata.
Disadari bahwa tidak semua kaum muslimin dan kaum muslimat mengamalkan kesemua shalat sampai ke seluruh shalat2 sunat tersebut di atas, dengan demikian untuk memudahkan pemaparan artikel ini baik dibagi pelaku shalat menjadi:
Pertama; Hanya melaksakan shalat wajib maka mereka telah melaksanakan shalat sebanyak 17 rakaat x 145 kata = 2.465 kata.
Kedua; Disamping melaksanakan shalat 5 waktu juga melaksanakan shalat rawatib yang muakkad 10 rakaat, sehingga mereka melaksanakan shalat sehari semalam 27 rakaat x 145 kata = 3.915 kata.
Ketiga; Melaksanakan shalat rawatib seluruhnya baik muakkad maupun ghairu muakkad shingga total sehari semalam shalatnya 35 rakaat x 145 kata = 5.075 kata.
Keempat; Selain seluruh shalat butir “3” juga shalat tahajud dan witir 11 rakaat maka total shalat dalam sehari semalam 46 rakaat x 145 kata = 6.670 kata.
Kelima; Ada juga yang melaksanakan seluruh shalat wajib dan sunnah di butir “4” termasuk dhuha 8 rakaat maka total shalat sehari semalam 54 rakaat x 145 kata = 7.830 kata.
Sedangkan muslimat yang masih “subur” ada hari2 yang tidak melaksanakan shalat, sehingga tidak sama dengan kaum pria muslim. Jadi berarti kaum muslimat tidak dapat mencapai jumlah kata maksimal ketika shalat seperti kaum pria. Sedangkan wanita atas dasar penelitian diatas harus mengkonsumsi kata per hari lebih besar dari kaum pria.
Menarik kita hitung kebutuhan kata per hari yang telah dikonsumsi oleh PRIA muslim melalui shalat dengan kriteria kelompok shalat di atas:
Kelompok “1”,sudah (2.465 : 18.570) x 100 = 13,27% masih kurang 86,73%.
Kelompok “2”,sudah (3.915 : 18.570) x 100 = 21,08% masih kurang bicara 78,92%.
Kelompok “3”,sudah (5.075 : 18.570) x 100 = 27,32% masih kurang bicara 72,68%.
Kelompok “4”, sudah (6.670 : 18.570) x 100 = 35,91% masih kurang bicara 63,09%.
Kelompok “5”, sudah (7.830 : 18.570) x 100 = 42,16% masih kurang bicara 57,84%.
Berarti untuk mencukupi konsumsi berbicara saban hari, bagi pria kelompok-kelompok tersebut di atas, harus dilengkapi dengan berbicara kepada keluarga, berbicara dengan teman setempat bekerja. Kalau masih belum cukup juga, sebaiknyalah melengkapinya dengan berdzikir. Kalaulah setiap usai shalat 5 waktu yang setelah mengetahui perhitungan ini, membaca lagi: astaghfirullah, subhanallah 33 x, alhamdulillah 33 kali dan allahuakbar 33 kali serta do’a2, tentu rata2 bertambah 150 kata lagi lah per waktu, jadi dapat tambahan lagi 750 han kata per hari. Itupun masih jauh kekurangannya.
Dari paparan ini, maka dapat dimaklumi bila kaum wanita lebih banyak memerlukan kebutuhan berbicara, dalam sehari dibanding kaum pria. Maka dapat dipahami jika kaum wanita lebih banyak berbicara, kadang harus digunakan untuk ngerumpi dan lain sebagainya, karena kebutuhan hidup untuk berbicara kaum wanita lebih banyak dari kaum pria.
Dari informasi di atas, dapat dipetik kesan bahwa agar hidup ini sehat melalui dipenuhinya kebutuhan akan “ngomong” atau kebutuhan akan “bicara”, disamping harus istiqamah melakukan shalat, juga harus rajin berdzikir. Bila tidak akan terjadilah dorongan dari dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan biologis akan berbicara, sehingga dimungkinkan terjadi banyak berbicara yang tidak bermanfaat dan sia2. Misalnya ngrumpi, berghibah dan lain sebagainya yang mendatangkan dosa.
Allah mengatakan bahwa orang beriman yang beruntung itu adalah:
وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”, (Surat Al-Mu’minun Ayat 3)
Semoga Allah menjadikan kita hamba2nya yang dapat memenuhi kebutuhan “berbicara” kebutuhan “ngomong” selain shalat dan berdzikir, dengan berbicara yang bermanfaat.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta,(20 Dzulhijjah 1446 H)/(16 Juni 2025)
Saturday, 14 June 2025
ENAM manfaat SHALAT
Oleh : M. Syarif Arbi.
No: 1.326.01.06-2025
Shalat; sekurang-kurangnya mempunyai enam manfaat bagi pengamalnya yaitu:
1. Menjadi sarana untuk memohon Pertolongan Allah.
2. Mendekatkan diri kepada Allah.
3. Mendapatkan ketenangan Jiwa.
4. Mencegah perbuatan keji dan mungkar.
5. Menghapus dosa.
6. Merupakan Indentitas pemeluk Islam.
Sebagai referensi sehingga dapat di susun enam manfaat tersebut, adalah sebagai berikut:
Pertama: Menjadi sarana untuk memohon pertolongan kepada allah.
وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (Surat Al-Baqarah Ayat 45)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Surat Al-Baqarah Ayat 153)
Perbuatan yang harus dilakukan untuk mendapatkan pertolongan Allah kuncinya adalah “shalat yang khusyu’, dan sabar”
Kedua; Mendekatkan diri kepada allah (taqarrub ilallah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُعَاءَ
“Keadaan seorang hamba paling dekat dengan rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim no. 482)
Oleh karena itu, adalah sangat dianjurkan bila shalat sendiri, misalnya shalat sunat tahajud, ketika sujud banyaklah berdo’a.
Tetapi jika menjadi imam pada shalat berjamaah, hendaknya sujud yang wajar2 saja, karena diantara makmum ada yang ingin segera selesai, lantaran ada keperluan. Ada juga makmum yang bila sujud berlama-lama akan meluap isi lambungnya, apalagi di subuh hari senin dan kamis, banyak orang yang berpuasa. Ketika Sahur dianya mengakhirkan sahur (ambil pahala sunat), lantas perutnya sedang penuh; diajak sujud berlama-lama akan terdorong keluar isi sahurnya.
Ketiga: Mendapatkan ketenangan jiwa
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ ٢٨
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram. Al-Qur’an: (QS. Ar-Ra’d: 28)
Shalat adalah bentuk dzikir (mengingat Allah) paling sempurna. Rutin melakukannya membantu mengurangi kecemasan, stres, dan memberikan ketenangan jiwa.
Keempat: Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar.
اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ ٤٥
Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut: 45)
Dua hal yang diperintahkan dalam surat Al-Ankabut 45 di atas; Membaca Al-Qur’an dan Shalat; itulah kunci mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Kelima: Menghapus dosa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا »
“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)
Keenam: Merupakan Identitas muslim.
Meninggalkan shalat telah Nabi namakan dengan kesyirikan.
بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ
“Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566).
Semoga kita semua menjadi orang yang melaksanakan shalat dengan istiqamah, dalam keadaan apapun juga, sehingga memperoleh enam manfaat tersebut di atas.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 14 Juni 2025
19 Dzulhijjah 1446H
Subscribe to:
Posts (Atom)