Monday 15 February 2016

SIAPAPUN TAKUT MATI



Dialih bahasa secara bebas dari bahasa Jawa  tulisan “Sri Setyo Utami”, Jawa Timur.
Alkisah, maling  buah jeruk di kebun dekat kuburan merunduk-runduk memetik jeruk ranum di kebun seseorang di wilayah tak jauh dari kompleks kuburan umum. Baru saja terpetik kira-kira separo karung, anjing pemilik kebun menggonggong. Lantaran gonggongan anjing, kedua maling lansung lari terbirit-birit . Lokasi pelarian yang terdekat adalah kompleks pekuburan umum. Sampai di gerbang kompleks kuburan, tak disengaja jatuh dua buah jeruk di sekitar pintu gerbang. Maklum lagi tergesa-gesa, maka yang ketugasan manggul karung, berguman “biar aja nanti kalau sudah aman baru kita ambil, yang penting kita selamatkan diri”.
Alhasil sambil menahan nafas yang  terengah-engah , kedua maling mengendap berdiam diri diantara nisan kuburan, sambil menunggu keadaan aman dan lolongan anjing berhenti. Rupanya keadaan amanpun datang, mereka tak ingin lagi menambah isi karung, tiba saatnya membagi hasil. Maling yang satunya menggelar karung kosong, dan maling pemanggul membuka mulut karung dan mereka mulai membagi. “Satu untuk kamu, satu untuk saya, satu untuk kamu, satu untuk saya”. Begitu terus berulang-ulang sampai isi karung pindah ke tumpukan karung yang digelar di kegelapan malam, yang hanya ada sedikit cahaya bintang dan lampu penerangan jalan dan lampu samping rumah tetangga kuburan.
Rupanya sementara mereka berhitung, ada seorang anak muda melintasi kuburan menuju rumahnya yang juga tetangga kuburan.  Suara  “satu untuk kamu, satu untuk saya” ini,  mengundang ia selidik, pemuda tersebut selanjutnya  mendengarkan lebih seksama. Suara itu terus-terusan, tapi tidak terlihat ada manusia. Suasana hening kuburan, diselaputi  sugesti angker kuburan. Pemuda tadi mikir pasti ini suara mahluk halus entah Jin atau mungkin juga Malaikat.
Singkat kisah, ia langsung terpikir ke ustadz dianya belajar ngaji yang rumahnyapun jiran pekuburan umum itu. Langsung di gedor pintu pak ustadz dengan gemetaran yang tinggi, sehingga lutut si pemuda rasanya sudah mau copot ketakutan. Ustadz membuka pintu begitu mendengar suara tergopoh gopoh di luar memberi salam. “Ee Jo waalaikum salam, ada apa ni begitu gopoh”. “Ustadz-ustadz, ayo kita dengar suara di kuburan, belum pernah saya dengar begitu selama ini” jawab Paijo kepada Ustadz.
Merekapun berdua dengan hati hati menuju ke gerbang pekuburan, tempat suara itu bersumber menurut “Paijo”. Benar juga pembagian masih berlangsung, terus hitungan “satu untuk saya, satu untuk kamu”.  “Ustadz itu suara malaikat pencabut nyawa ya, mereka sedang membagi tugas mencabut nyawa, “satu untuk kamu satu untuk saya”. “Entahlah” kata ustadz sambil melebarkan daun telinganya dengan tangan, untuk memastikan suara itu. Terakhir terdengar suara “Sudah kita sudah bagi adil, sedangkan yang dua di depan pintu gerbang, juga satu untuk saya, satu untuk kamu”.  Mendengar itu si Paijo dan Guru Ngajinya lari terbirit birit, karena dikira mereka akan di cabut juga nyawanya dengan pembagian “satu untuk kamu, satu untuk saya” dibagikan si pencabut nyawa. Padahal yang dimaksud adalah jeruk yang jatuh di pintu gerbang ketika masuk terburu buru di salak anjing. Rupanya sama saja si Paijo juga takut dicabut nyawanya, demikianpun ustadz.
Terimaksih Mbak Utami

No comments:

Post a Comment