Saturday 23 January 2016

KAKEK MINGGAT gara-gara SAMBAL



Sambal, terbuat dari cabe dengan aneka bumbu tambahan, sesuai selera. Sambal dalam dialeg bahasa Jawa dikenal dengan Sambel. Beda sehuruf di huruf kedua dari terakhir dengan penuturan bukan orang jawa. Penuturan orang diluar jawa umumnya “Sambal”.  Ku-ndak tahu persis, kenapa beda penuturan ini.  
Lain hal nya dengan pengucapan “malam” untuk menyebut keadaan sesudah matahari terbenam, penuturan saudara kita asal pulau jawa diucapkan “malem”. Rupanya di Jawa kalau di ucapkan “malam”, khawatir tumpang tindih pengertian dengan sejenis bahan media membatik, yaitu lilin.  Jadi kalau ucapan selamat malam bisa salah pengertian “selamat lilin” ingatan pendengar penutur bahasa jawa tertuju ke batik bila diucapkan “malam”, oleh sebab itu diucapkan “selamat malem”.
Kembali ke soal sambal, sepertinya pengiring makan nasi ini, sangat digandrungi hanya oleh orang Asia, wabil khusus Indonesia. Bule tak mungkin makan roti dengan saus/selai sambal. Kita orang Indonesia rata-rata menyukai sambal. Bahkan ada suatu komonitas di tanah air ini yang menyebut lauk pauk apapun jenisnya disebut juga sambal. Ikan digulai, juga disebut “sambal ikan”. Terong dipacri disebut “sambal terong”, ikan teri di goreng dibumbui cabe ya sudah jelas nama “Sambal Garanti Teri”  disebut juga “sambal teri” dan seterusnya.
Tersebut kisah seorang Kakek, sedari muda penggemar panatik sambal,  tidak semua Janis cabe yang disukainya. Dia sangat suka cabe yang rangsangan/kadar pedasnya tinggi, dikenal cabe rawit. Rupanya seiring tambah usia, seiring semakin tua, lambung si kakek tak berkenan lagi menerima sambal. Setiap kesentuh sambal, si kakek meringkuk sakit mag dan harus menelan obat selama sekurangnya seminggu.
Menyikapi keadaan ini si Nenek, jarang menghidangkan menu sambal di meja makan. Suatu hari pulang shalat zuhur, ketagihan pedasnya sambal tak lagi tertahankan oleh si Kakek. Ia minta kepada asisten rumah tangga, untuk membuat sambal kegemarannya, dengan menyerahkan sebungkus kecil Cabe yang sempat dibelinya di warung tetangga Masjid sembari pulang dari shalat berjamaah. Assisten rumah tangga tentu ndak mau ketiban salah, jika nanti si Kakek sampai sakit. Oleh karena itu sebelum Cabe rawit di uleg, diapun diam-diam menemui dulu si Nenek yang sedang duduk santai nonton TV. Nenek segera tanggap, berbisik ke As-RT, “ganti cabenya dengan cabe kriting, rawitnya kasilah satu aja”, ujar Nenek.
Singkat cerita ulegkan cabe yang sangat enak bila disajikan langsung dengan alat cebe di uleg (Cuek), bertengger di atas maja makan. AS-RT melapor ke Kakek sedang menunggu dan berbaring di kamar, dengan suara lembut “sambalnya sudah siap pak”.
Ngomong orang memang bisa bohong, misalkan si AS – RT, ngaku sudah mengulek semua cabe yang diberikan, telah dicampur dengan Trasi kesukuan si Kakek, apa lagi ketika membakar Terasi, baunya tercium radius 7 rumah tetangga, cukup sudah merangsang selera makan. Tetapi “Lidah” Kakek tak dapat di bohongi. Baru saja dua tiga kunyahan, langsung sang Kakek memanggil si AS-RT, dialog singkat terjadi dan apaboleh buat si AS RT terpaksa harus mengakui bahwa sambel yang ada dalam “Cuek” adalah “rekayasa”,  itu hanya ada satu cabe rawit, lainnya adalah cebe keriting, semua itu di rekayasa oleh Si Nenek. Serta merta si Kakek mendorong piringnya ke tengah meja makan dan bangkit dari tempat duduknya. Diapun masuk kamar, berkemas dan langsung Minggat, tanpa basa basi ke Nenek untuk pindah ke rumah anaknya yang berbeda kelurahan dengan si Nenek.
Sudah tiga tahun si Kakek tak pernah datang lagi ke rumah Nenek, setelah Minggat gara-gara sambal itu. Jika mengacu pada sighat Taklik yang diucapkan saat nikah, maka sebetulnya si Nenek sudah dapat mengajukan gugatan Talak satu ke pengadailan agama. Tapi si Nenek membiarkan saja, terserah sampai kapan Kakek mau pulang ke rumah. Kakekpun minggatnya jelas, bukan ikut kelompok tertentu ke pulau lain, seperti di beritakan TV,  tapi ke rumah anaknya sendiri. Selain itu juga Kakek, karena usianya sudah lanjut, sudah lama tidak memberikan nafkah bathin ke Nenek dan Nenekpun sudah kurang perlu nafkah bathin itu. Sementara itu sudah duapuluh tahunan belangan ini nafkah lahir se hari-hari, makan minum, Bayar air/listrik, pokoknya sandang pangan semuanya di supply anak-anak mereka yang kebetulan sudah sukses kehidupannya.
Secuail kisah ini, memberikan tamsil ibarat kepada kita para pembaca yang sudah mulai masuk usia senja. Nanti rupanya di usia senja, organ-organ tubuh sudah tidak normal lagi, makanan yang biasa di konsumsi di masa muda sudah tidak lagi layak dimakan. Sementara jiwa kitapun rupanya sudah mulai rapuh, gampang tersinggung, gampang merasa disepelekan, gampang merasa tidak dihargai. Bercermin dari kisah ini, maka kitapun sudah siap jika pada gilirannya diri kita dihampiri kondisi tersebut. Tentu kalau hal itu mulai mendera, kita cepat sadar seraya dapat menasihati diri sendiri, sebab nasihat yang paling jitu adalah nasihat oleh diri sendiri.
Buat pembaca yang belum masuk usia senja, mungkin kisah ini dapat menjadi acuan untuk bagaimana bersikap merawat orang tua anda. Siapa tau anda termasuk orang yang mendapat anugerah Allah berpeluang mendapat pahala diberikan orang tua berumur panjang. Sebab merawat orang tua yang berumur panjang, adalah suatu lahan mendapatkan kesempatan mendapat pahala yang besar, asal diiringi dengan penuh kesabaran.

No comments:

Post a Comment