Monday 2 November 2015

DIRI SENDIRI M0TIVATOR SEJATI



Orang tua, sekalipun dianya tidak baik-baik amat, pastilah di dalam hatinya ingin anaknya kelak lebih baik dari dirinya dalam berbagai hal, dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Oleh karena itulah setiap orang tua (yang normal), siap berkorban tenaga dan fikiran serta pembiayaan, untuk anaknya menjadi lebih baik tersebut.
Contoh Satu:
Seorang ayah mengantarkan anak lelakinya  ke sebuah pesantren yang cukup terkenal, sejak anaknya masih usia baru di atas sepuluh tahun setamat sekolah dasar. Tentu harapan dikandung hati si ayah, agar kelak anaknya menjadi manusia yang berilmu pengetahuan tinggi untuk keperluan dunia dan mempunyai pengetahuan agama yang mumpuni untuk bekal ke-akhirat, sebab pesantren sekarang dibekali kedua sisi ilmu tersebut.
Ternyata, apa yang terjadi setelah selesai mondok di pasentren tersebut, ketika si anak yang sudah tumbuh dewasa itu pulang ke kediaman ortunya. Setiap subuh si ayah mengecek ke kamarnya, ingin mengetahui si anak apakah shalat ke masjid. Kamar disainnya belum berubah, sama ketika si bocah meninggalkannya, yaitu antara kamar ortu dan kamar si anak dipisahkan oleh kamar mandi yang dapat dipergunakan oleh dua kamar. Kamar ortu dapat dikunci dari dua sisi, sementara kamar anak hanya dapat dikunci dari kamar mandi, sehingga ortu dapat masuk ke kamar anak sewaktu-waktu untuk mencek, ketika ybs masih anak-anak dulu. Begitu si ayah akan berangkat ke masjid dekat rumah, didapatinya anak tidak ada lagi ditempat tidur, besar juga hati ayah, tentu dia sudah ke masjid. Herannya di masjid tidak kelihatan, tapi pikir si ayah mungkin di masjid lain, maklum kota mereka banyak sekali masjid dengan lokasi yang tak berjauhan. Belum cukup sebulan mukim di rumah, akhirnya terbuka rahasia, kalau subuh si anak tidak ada di atas tempat tidur, rupanya cebolan pesantren yang satu ini, begitu hampir azan subuh pindah tidur ke kolong ranjang.
Contoh dua:
Sejak Es Em Pe anak lelaki yang ortunya cukup mampu ini, di sekolahkan ke luar negeri, walau sekolahnya dijurusan umum dan kemudian dilanjutkan ke strata satu jurusan bisnis, tetapi tetap saja ortu selalu mengontrol dari kejauhan ibadah dan pergaulan si anak.  Benar saja ketika pulang ke tanah air ybs tetap nampak melaksanakan shalat walau bukan tergolong pemuda yang hatinya selalu terpaut ke masjid. Orang tua masih tetap puas dengan keadaan itu, walau shalat subuh dilaksanakan di rumah untuk sementara ndak apalah, lama kelamaan kalau yang bersangkutan masih ikutan shalat jum’at, semoga sesekali dapat khatib yang berkhutbah, tentang betapa pentingnya shalat berjamaah di masjid terutama shalat isya dan shalat subuh, terutama bagi orang lelaki. Suatu ketika si anak menceritakan bahwa ternyata dianya jarang shalat subuh tepat waktu. Kalaupun shalat subuh sebangunnya, kadang setelah sinar matahari masuk ke kamar tidur. Dianya mengaku bahwa ibunya selalu ribet membangunkan untuk shalat ketika azan subuh menggema, padahal saat itu pas enak-enaknya tidur. Untuk menghindari ibunya sering membangunkan subuh, dengan mengetok-ngetok pintu (sebab kamar dikunci dari dalam dan kamar mandi diluar kamar) disain kamar beda dari contoh satu.  Untuk menghindari ribet dibangunkan si ibu, si anak sebelum tidur (tidur terbiasa sudah larut malam) kamar mandi terlebih dahulu disiram air ber ember-ember sehingga basah. Ibu ketika azan subuh menuju kamar si anak dan sebelumnya melewati kamar mandi, terlihat masih ada bekas basah, makapun urung mengetok pintu, sebab yakin yang bersangkutan sudah bangun dan wudhu serta shalat subuh.
Contoh ke tiga:
Gadis remaja putri, setelah memberi salam kekiri dan kekanan usai shalat subuh berjamaah di suatu masjid, tiba-tiba menangis sampai cegugukan di dekat seorang ibu sama berjamaah subuh itu. Ibu disebelahnya agak terheran dengan kejadian yang baru ditemuinya subuh itu. Diringankannya hatinya untuk menanyakan ke remaja putri yang berparas cantik itu. Penjelasannya sangat mengagetkan, singkat cerita bahwa rupanya dianya baru subuh itu shalat subuh dan shalatnya ke masjid pula. Ia teringat akan almarhumah ibunya, ketika masih hidup selalu menyuruh dia shalat dan suruhan ibunya itu belum dia sambut sebagaimana mestinya selama mendiang masih hidup, kalaupun shalat, masih belang kambing, shalat sesempatnya. Dianya termasuk tak taat kepada almarhumah ibunya. Itulah sebab dianya menangis mengenang ibunya yang selalu menasehati untuk shalat. Nasehat ibu itu terasa menyentuh perasahaan setelah ibu tiada. “Hati saya merasa terpanggil dan termotivasi untuk melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya sesuai pesan Ibu”.  Begitulah setiap kali ibu itu ke masjid hampir tak pernah tidak ketemu dengan gadis tersebut, dapat dikatakan dia telah menjadi jamaah tetap.
Dari ketiga contoh di atas dapat difahamkan bahwa motovasi untuk membuat seseorang menjadi insyaf paling effektif kalau datang dari dalam dirinya sendiri. Pada contoh pertama terbukti bahwa dengan dibekali pengetahuan agama dengan muatan yang cukup, juga belum mempan memotivasi ybs menjalankan ibadah, kalau bukan panggilan datang dari diri sendiri. Demikian juga contoh ke dua walau dengan sabar si ibu membangunkan untuk shalat subuh, kalau bukan kehendak datang dari dalam diri sendiri, dapat saja dibuat akal-akalan untuk meredakan dorongan ibu yang dianggap ribet. Pada contoh ke tiga, walau ibu yang memotivasi sudah tiada tapi, dorongan motivasi untuk mulai menekuni ibadah datang dari sumber hati nuraninya sendiri walau pemicunya adalah nasihat ibu yang sudah tiada, ternyata itu sangat effektif dan menyentuh kalbu.
Rumah besar  ber pagar bambu
Lebih kuat dari kawat berduri
Bagaimanapun nasihat datang bertalu
Lebih manfaat kalau  dari diri sendiri

No comments:

Post a Comment