Wednesday 20 June 2012

SEDEKAH, MESKI TIDAK IKHLAS TETAP BERGANJAR

Sedekah menurut arti bahasa, adalah pemberian kepada seseorang (pemberian derma kepada orang miskin). Sebenarnya sedekah bukan hanya untuk orang miskin, tetapi pemberian untuk berbagai keperluan seperti untuk pembangunan sarana kepentingan umum. Pemberian uang atau harta untuk kepentingan kemasalahatan masyarakat. Di masyarakat tertentu bahkan ada “sedekah bumi”, yaitu urunan oleh masyarakat untuk mengadakan upacara setahun sekali setahun “mungkin dalam rangka menghormati bumi”.
Di dalam kaidah agama, motivasi sedekah untuk mendapatkan keredhaan Allah, dalam rangka pendekatan diri kepada Allah. Syarat mendapatkan keredhaan Allah, sedekah harus dilaksanakan dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan dari si penerima sedekah, tanpa mengharapkan pujian dari manusia. Sedekah tidak boleh disebut-sebut.
Secara jelas Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 264 mengingatkan tentang sedekah:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
Bagaimana bila sedekah tidak ikhlas, masihkah ada ganjaran dan manfaatnya:
Ganjaran dimaksudkan mendapatkan pahala disisi Allah. Ganjaran pahala akan didapati kelak di akhirat, sedangkan ganjaran didunia mendapatkan pembalasan langsung di dunia ini berupa keberuntungan.
Ganjaran di akhirat seperti dijanjikan Allah di dalam surat Al Baqarah ayat  261,

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Satu berganjar 700 ratus atau 700% dan bahkan dijanjikan Allah lebih dari pada itu, barangkali tergantung qadar keikhlasannya dan qadar keberanian orang yang bersedekah itu sendiri. Qadar keberanian misalnya seorang yang punyanya cuma 100 berani medermakan 40 tentu lebih berani dari orang yang punya 1.000.000,  hanya berani berderma 40 juga. Sedangkan ganjaran di dunia adalah langsung atau tidak langsung, pada waktu yang dekat atau selang beberapa lama mendapatkan penggantian dari Allah melalui tangan orang lain, atas perbuatan sedekah tersebut. Itupun mungkin tergantung kepada tingkat kesulitan dan ujian memberikan sedekah tersebut.
Manfaat dimaksudkan untuk pemberi sedekah dan penerima sedekah serta masyarakat. Pihak pemberi sedekah baik dengan ikhlas maupun setengah ikhlas atau tidak ikhlas sama sekali, ditinjau dari segi manfaat adalah memotivasi diri untuk terlatih peduli dengan orang lain. Memotivasi diri agar bekerja giat supaya tidak sampai pada giliran menerima sedekah bahkan berusaha menjadi pemberi sedekah. Insya Allah biarpun misalnya sedekah itu tidak  ikhlas, bagi penerima sedekah bermanfaat untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan jumlah sedekah. Insya Allah pula kalau karena sedekah tersebut yang menerima sedekah beramal kebajikan lantaran sedekah tersebut si pemberi sedekah akan kebagian memperoleh ganjaran. Bagi masyarakat, sedekah adalah suatu upaya menjembatani si kaya dengan si miskin yang pada gilirannya akan mengurangi penyakit masyarakat, seperti pencurian, kemiskinan dan ketidak berdayaan sebagian masyarakat kurang mampu.
Terkait dengan sedekah yang kurang ikhlas dan ganjarannya, saya memperoleh pengalaman seseorang teman saya yang tempat tinggalnya dengan tempat kerjanya berjarah sekitar 16 km. Teman saya ini  berprofesi sebagai nahkoda kapal.
Ketika kapal sedang dok, atas dasar peraturan intern perusahaan si nahkoda dan seuluruh ABK tetap mendapatkan gaji bulanan, tapi uang “rit” tidak diperoleh. Juga tidak mendapat penghasilan sampingan membawa dagangan sebagai barang bawaan awak kapal. Alhasil penghasilan sudah dipatok, sebagai konsekwensinya uang bulanan itu harus disetorkan ke isteri agar dapat diatur cukup sebulan dalam rangka kapal masih dok. Sementara kewajiban untuk datang ke lokasi dok  terurtama bagi nahkoda harus dilakukan tiap hari termasuk hari libur dalam rangka mengawasi pelaksanaan dok (mereparasi bagian-bagian di kapal), selama dok berlangsung.
Isteri kawan saya ini demi mengatur belanja rumah tangga, memberikan uang saku 2.000 sehari, karena si suami tidak merokok, sementara makan siang di lokasi dok tersedia (ditanggung perusahaan). Ongkos kendaraan umum menuju lokasi dok 1000 pergi 1000 pulang, tarif angkutan dalam kota waktu itu jauh dekat 1.000.
Pagi-pagi si suami masuk oplet (kendaraan umum) seperti biasa oplet naik tidak bayar, turun baru bayar, belum berapa lama duduk di oplet mungkin baru sekitar 5km, oplet distop seseorang yang kemudian masuk sebagai penumpang tambahan dan langsung mengambil tempat duduk menjejeri sang nahkoda sedang dok tersebut. Tidak lain penumpang baru tersebut adalah seorang teman lama yang sudah tahu pula reputasinya dan tingkat ekonominya. Dalam hati sang nahkoda nanti mesti teman ini minta bayarkan ongkos oplet, sebab selama ini memang begitulah kelakuannya. Benar juga, beberapa kilometer  sebelum sampai terminal akhir oplet, si teman langsung menyetop oplet dan turun sambil ngomong ke sopir nanti “dia yang bayar” menunjuk ke nahkoda teman saya itu.
Teman saya tujuannya sampai di terminal akhir, untuk menuju lokasi dok harus berjalan kaki lagi beberapa ratus meter. Begitu turun dari oplet tamatlah riwayat sangu 2000 itu karena untuk dua orang penumpang. Jelas mengeluarkan uang tersebut dengan hati yang kurang ikhlas, sebab tebayang sudah, pulangnya akan jalan kaki sepanjang 16 km. Memang setengah hati ada dalam pikiran  nanti pinjam ke teman, mustahil tidak ada yang bawa uang lebih. Tapi entah bagaimana setelah jam pulang kerja lupalah meminjam uang kepada teman. Baru sadar kalau tidak punya uang di kantong setelah meninggalkan tempat dok dan ketemu warung makan.
Timbul pikiran mau pinjam ke pemilik warung, pemilik warung kenal betul dengan teman saya sebagai kapten kapal,  karena sering lewat warung itu dan perusahaan juga pesan makan dan konsumsi buat kru dog ke warung itu.  Kalau minjam tentu tidak cocok sebagai seorang kapten kapal minjam cuma 1.000, sekurangnya 50.000. berterus terang kehabisan ongkas oplet sepertinya gengsi. Maka dicobalah mampir di warung dan mengutarakan maksud pinjam 50.000.  “Maaf pak kapten pesanan makanan/minum untuk orang dok  selama dua minggu belum dibayar, saya hanya ada modal untuk belanja buat nyiapkan masakan besok”. Jawab ibu yang punya warung sambil menyampaikan uneg-uneg, karena pikirnya kebetulan ini kapten kapal yang dok, sekaligus biar cepat proses pembayarannya. Jawaban itu membuat teman saya itu memastikan diri untuk pulang dengan jalan kaki.
Perjalananpun dimulai menyusuri jalan menuju ke rumah untuk menghindari sengatan panas matahari sore, berjalan menyusur teras pertokoan. Tidak disangka ketemu seorang teman lama langsung menyapa, kemudian ngomong-ngomong diantaranya tanya soal kapal dok berapa lama lagi, teman itu telah menanya pemilik kapal katanya tinggal seminggu lagi. Teman ini rupanya akan menyewa kapal dalam rangka  mengangkut kayu dagangannya ke pulau Jawa. Dengan rinci teman saya ini menjelaskan secara teknis berapa lama lagi dok masih akan berlangsung. Begitu pamit untuk meneruskan berjalanan, diluar dugaan sebelum salaman teman lama nahkoda itu sempat membuka dompet dan menyalamkan lembaran ratusan ribu. Rasa malu mendorong teman saya tidak langsung menghitung uang itu dan memasukkannya ke saku kanan celana, sambil mengucapkan terimakasih dan salam. Perjalanan dilanjutkan beberapa lorong toko lagi, dengan alasan masih ada yang harus dicari. Setelah agak jauh segera pemberi uang sudah tak tampak, tergelitik hati ingin melihat berapa lembaran yang ada dikantong celana, ternayata terdapat tiga lembar uang ratusan. Arah langkahpun segera dirubah, sebelum mencegat oplet, mampir dulu di pasar ikan yang sore itu masih buka. Langsung membeli seekor ikan Tenggiri seekor berat sekilo dua ons. Dengan hati berbunga langsung menuju pulang, masoh mengantongi  sisa uang lebih dari 250 ribu. Ini uang lelaki katanya di dalam hati, tak perlu setor isteri. Tentu saja isteri terkaget-kaget, beberapa hari ini memang setiap pulang disediakan nasi dengan sekedar sayur dan ikan asin, tiba-tiba suami membawa ikan Tenggiri, padahal dibekali uang cuma 2000. “Bagaimana ini ceritanya bang”,  tanya si isteri. Si abang menjawab “sudahlah racik dulu bumbu, aku mandi dulu nanti kujelaskan”.
Selesai shalat magrib merekapun makan dengan lauk ikan tenggiri tumis, sambil si abang menceritakan peristiwanya kepada isterinya.
Nyatalah disini sedekah yang tidak ikhlaspun segera mendapatkan ganjaran yang berlipat ganda. Apalagi bila dengan ikhlas. Kondisi pemberi sedekah dalam kasus ini,  terpaksa sampai habis cadangan uangnya untuk keperluan sendiri, nanti apaboleh buat akan dilakukan  dengan pengorbanan walau harus berjalan kaki.  Dalam keadaan tekad yang siap untuk berjalan kaki sebagai knsekwensi sedekah terpaksa itu, datang pertolongan Allah melalui seorang teman.
Demikianlah cerita ini saya sadur dari kisah nyata seorang teman yang ketika mudanya menjadi nakhoda kapal. Patut menjadi bahan renungan bahwa menolong orang walau sedikit agak terpaksa, sampai untuk sendiripun tidak ada lagi  Insya Allah segera mendapatkan balasan Allah.
Jangan ragu memberi bantuan kepada orang yang memerlukan selagi bisa, percayalah bahwa Allah akan membalasnya bukan melalui orang yang dibantu tetapi melalui orang lain. Oleh karena itu janganlah berbuat baik mengharapkan pembalasan dari orang yang kita bantu. Percayalah Allah lebih mengatahui dan maha cepat memberikan karunia-Nya.


No comments:

Post a Comment