Saturday 26 January 2019

Ajari anak shalat

Seorang jamaah shalat subuh membawa putranya balita. Bgt shalat dimulai bocah berkreasi sendiri. Dia pisahkan diri dari ayahnya, berjalan menuju jam duduk dekat pengimaman. Dia naiki jam itu, di bagian dudukan jam yg menjorok sedikit, dia berdiri berpegang ke rangka jam sambil goyang2 me-lenggok2, jamaah shaf terdepan tentu tau dan mau tak mau melirik juga. Yg lebih miris lagi si bocah stlh turun dari bagian tipis dudukan jam duduk itu, dia lanjut menuju mimbar khatib, dia panjat. Dlm bbrp saat dia sudah berdiri di tempat mik meja mimbar. Untungnya si bocah blm sempat meloncat dari meja mimbar, shalat subuh itu pun selesai. Dg sendirinya kukhusu'an jamaah utamanya terdepan, mungkin juga imam terganggu.

Contoh lain: ada sebagian masjid dg bangunan mewah, rapi, bersih. Pada shalat berjamaah selain subuh, utama maghrib ke khusu'an kurang terjaga. Penyebabnya adlh suasana diributkan oleh anak2 bercanda. Kadang keliwat bercanda ada yg nangis. Juga diantaranya ada yg ngobrol. Giliran imam selesai membaca Alfatihah, وَلَا الضَّآ لِّيْنَ, si anak2 meneriakan "aamiin" dengan suara melengking. Belum lagi ada yg batuk dibuat buat, berdehem ber-sahut2an, ketika shalat sdg berlangsung.

Tingkah polah anak2 ini, tdk dpt kita salahkan pada mereka. Dari hukum syar'ie maupun hukum positip di negeri kita mereka belum sbg subyek hukum, blm kena hukum. Mengusir, menghardik mereka stlh di dlm masjid sepertinya bukan langkah yg arif.

Padahal RASULULLAH MUHAMMAD S.A.W. MENGAJARKAN BAHWA AJARI ANAK2 SHALAT SEJAK UMUR 7 TAHUN sekali lagi TUJUH TAHUN bukan balita. Karena usai balita masih sulit di beri pengertian.

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

.”مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع واضربوهم عليها وهم أبناء عشر، وفرقوا بينهم في المضاجع”

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat, serta pisahkanlah mereka di tempat tidurnya.”(hadits hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan sanad yang hasan).

Kadang kita tdk mau ikut aturan Rasulullah, suka BERLEBIH, anak blm 7 tahun dibawa ke masjid dg tdk dijaga ketat. Mestinya kalaulah hrs juga bocah balita, cucu kesayangan mau tidak mau hrs dibawa ke masjid sebab bila ditinggal justru tak aman. Maka bocah tsb hrs dijaga ketat oleh ayah/ibu atau kakek/nenek yg membawa ke masjid. Hal inipun pernah dicontohkan Rasulullah menggendong cucunya ketika berdiri dan meletakkannya waktu sujud. Ini berarti di amankan agar si cucu tdk berkeliaran menganggu jamaah.

Seperti yang dilakukan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menggendong cucunya, Umâmah bin Abi al-‘Ash Radhiyallahu anhuma, sebagaimana dalam hadits :

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الأَنْصَارِي قَالَ : رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنَ السُّجُوْدِ أَعَادَهَا

Dari Abu Qatâdah al-Anshari Radhiyallahu anhu , ia berkata : saya melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat mengimami para Sahabat sambil menggendong Umamah bin Abi al-Ash, anak Zaenab puteri Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di atas bahunya, maka apabila ruku Beliau meletakkannya dan apabila selesai sujud Beliau menggendongnya kembali.

Harapan sbg jamaah agar shalat sedapat mungkin khusu', cukup sdh Rasulullah mengajari kita. Tak perlu kita berlebihan ngajari anak shalat blm waktunya atau kalau hrs dibawa juga si bocah, hendaklah pembawa betanggung jawab atas ketertipan si bocah, hingga jangan menjadi mengurangi ke khusu'an. Sebab Inti shalat adalah khusu'.
(Perhatikan QS. Al-Hadid ayat 16)
اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ
Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah.

Aamiin. Barakallahu fikum
وَ الْسَّــــــــــلاَمُ
M. Syarif arbi.

No comments:

Post a Comment