Kisah terangkum di zaman dahoeloe, bahwa seseorang
ingin mendapatkan kesaktian harus pergi bertapa, ketempat sunyi, menyendiri
menjauhkan diri dari masyarakat dan keramaian umum. Hakikat bertapa adalah
untuk mensucikan diri dan menjauhkan berbuat dosa sekecil apapun. Dengan
kesucian diri itu akan diperoleh derajat kemampuan spiritual, di zamannya
disebut dengan kesaktian.
Kesaktian kira-kira dapat didefinisikan, seseorang
mempunyai kemampuan lebih dibanding manusia pada umumnya. Contoh, konon ketika
membuat jalan dari kota kelahiranku ke daerah perhuluan masih zaman “Kerajaan
Matan”, disatu lokasi team pembuat jalan terhalang sebuah batu besar. Begitu
besarnya batu itu, lingkarannya 40 orang bergandeng tangan. Tinggi batu
sepenggalah (setinggi sebatang bambu yang paling panjang).
Alur jalan jika dialihkan mengelilingi batu itu
adalah tidak mungkin, disisi yang satu dipinggir sungai dikhawatirkan nantinya
jalan mengecil dan rawan erosi. Disisi berikutnya bukit yang terjal dengan batu
cadas sama kerasnya dengan batu besar yang tergolek menghalangi alur rintisan
jalan. Satu-satunya upaya adalah minta bantuan orang sakti di kerajaan
tersebut.
Orang sakti tersebut perawakannya tak ngawa’i, kurus
kecil. Dia instruksikan, agar team meneruskan mengerjakan jalan lanjutan
disebelah batu besar tersebut, sesuai dengan peta rintisan. “Jangan hiraukan
batu itu, nanti kita ikhtiarkan menggesernya”, kata orang sakti itu. Singkat
cerita para pekerjapun mengikuti instruksi itu dan meneruskan pembuatan jalan
selanjutnya. Betapa tercengangnya seluruh team setelah tujuh hari sesudah itu,
dimana jalan lanjutan sudah dapat diteruskan berpal-pal meninggalkan batu itu,
ternyata batu itu hilang dari alur jalan. Yang lebih menakjubkan lagi, itu batu
pindah ke atas bukit batu terjal cadas disisi rintisan jalan. Ini contoh
kesaktian.
Orang sakti seperti ini, dianya sudah menjauhkan
dari perilaku yang membuat dosa dan biasanya ndak doyanan duit. Tidak ada upah
yang diminta untuk menggeser batu itu. Itulah sebabnya dizaman dahoeloe orang
mencari kesaktian bertapa, bersunyi-sunyi seperti saya kemukakan di atas. Beda
dengan zaman modern ini orang untuk mencari kesaktian bukan lagi ketempat yang
sunyi sepi, tapi justru harus ke kota-kota besar, dengan mencari kesaktian
berupa ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau sekolah sudah tidak cukup di kampung
sendiri, maka pindah ke kota yang lebih besar, tidak jarang harus keluar
negeri. Jadi jelas bedanya bahwa konsep kesaktian/ilmu diperoleh di tempat sepi
sudah berubah menjadi sebaliknya di tempat ramai.
Perbedaan berikut orang sakti doeloe tidak doyan
duit, berkata selalu benar apa yang diucapkannya dapat dipegang. Orang sakti
zaman kini dalam wujud mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi yang tinggi,
mampu meyakinkan orang. Orang dengan ilmu yang tinggi juga sanggup mengalihkan
batu besar sebesar apapun dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimilikinya.
Ilmuan zaman kini tujuannya umumnya duit. Orang yang berpendidikan tinggi punya
kesempatan lebih, untuk menempati jabatan tinggi. Kalau sudah jadi pejabat,
beda dengan orang sakti doeloe, apa yang dikatakannya adalah benar tidak mau
bohong. kalau bohong kesaktiannya akan luntur. Sedangkan pejabat, kata-katanya susah dipegang biar diputarkan
videonyapun masih disangkalnya. Kalau sudah kepojok jawaban mereka “itukan dulu
sekarang keadaannya sudah lain”. Kalau dulu orang sakti bohong kesaktiannya
luntur, sementara orang sakti zaman sekarang kalau tak berbohong tidak menjadi
sakti. Begitulah…..
No comments:
Post a Comment