“Itu tukang daging yang satunya hanya ada satu-satu pembeli yang mampir, sedang
tukang daging di depannya sibuk sekali”. Tanyaku kepada istriku, ketika suatu
pagi ngikuti dia belanja ke pasar tradisional.
“Bapak itu, dulu juga rame. tapi belakang pembeli
banyak yang pindah ke tukang daging didepannya, termasuk saya kalau lagi pengen
beli daging”. Jawab istriku setengah berbisik.
Tentu jawaban itu belum jelas buatku, saya pengen tau
penyebabnya. Istriku memberi isyarat nanti akan dijelaskan dalam perjalanan
pulang atau sudah sampai di rumah. Sebab ndak enak nanti kedengaran orang sesama
belanja atau yang ngeri kalau terdengar situkang daging yang letaknya hanya
satu blog dari tempat kami membeli ikan basah. Benar juga pikirku, diakan
pegang pisau tajam.
Sampai dirumah sambil sarapan pagi, kutagih
penjelasan perkara tukang daging yang sepi itu. Dijelaskan istriku bahwa
rupanya perangai si tukang danging itu suka nambah daging untuk pembeli. “Kok
aneh, suka nambah, mestinya pembeli harus berterima kasih”. Potong ku ndak
sabaran. Selanjutnya istriku menjelaskan bahwa ternyata tambahannya dengan
daging yang kualitasnya dibawah kualitas yang diminta pembeli. Daging kan
harganya ditentukan oleh kualitasnya, contohnya daging Has luar lain harganya
dengan daging Has dalam. Misalnya Has dalam 120 ribu, daging biasa 100 ribu,
daging tetelan paling 80 ribu. Seharusnya tukang daging professional sudah
mahir memotongkan daging sesuai pesanan pelanggan; misalnya pelanggan minta
setengah kilo. Kelihatannya dia sengaja memotongkan kurang beberapa grams dari
setengah kilo, sekali potong sudah hampir pas, atau kalaulah lebih sedikit atau
kurang sedikit. Ini si tukang daging yang satu ini, kalau motong daging mesti
kurang. Kekurangannya tadi ditambahkannya dengan memotongkan daging yang
berkualitas di bawah pesanan pembeli. Kalau ketemu ibu-ibu yang cerewet, itu ibu tidak mau, minta daging
itu dikeluarkan dari timbangan dan minta dipotongkan dagang yang sama. Baik
untuk ibu yang cerewet, maupun untuk ibu-ibu yang tidak erewet peristiwa itu
dianggap besaaar dan jadi topic pembicaraan disertai pesan “jangan beli disitu”.
Untuk menjadi seorang pedagang utamanya pedagang
eceran memang diperlukan beberapa perilaku untuk menjaga kepuasan pelanggan,
menarik pelanggan dan memelihara pelanggan agar menjadi pelanggan yang setia.
Salah satunya ialah kejujuran disamping keramahan-tamahan terhadap palanggan.
Apa yang dilakukan oleh tukang daging ini, tujuan
utamanya tentu untuk menaikan keuntungan, walau cuma sedikit dan juga untuk
menyeimbangkan agar daging yang kualitas rendah sedikit demi sedikit ikut
terjual. Tapi resikonya ia kemudian menerima kenyataan, sepi pembeli dan bukan
mutahil jadinya terpaksa menutup lapak.
Bila kita merujuk kepada sejarah peradaban manusia
dengan mengimani apa yang diberitahukan oleh agama, ketidak jujuran dalam
berniaga bukanlah kereasi baru manusia zaman kini, tetapi sudah berlangsung
sejak zaman nabi Syu’aib As pada kaum Madyan. Peristiwa itu diabadikan Allah
dalam Al-Qur’an diantaranya pada surat
Al-A’raf, ayat 85. Kaum Madyan, tetap membangkang dan bahkan menantang Allah. “Datang
perintah Ilahi untuk membinasakan kaum Madyan sebagai balasan pendurhakaan
mereka, maka Allah menyelamatkan Syu’aib dan orang-orang yang beriman
bersamanya sebagai rahmat dari-Nya. Maka Allah membinasakan orang-orang kafir
dan merekapun disambar petir yang keras disertai gempa yang kuat yang
menjadikan mereka mati tertelungkup dan selesailah urusan mereka dan lenyaplah
bekas-bekas mereka sehingga seakan akan mereka tidak pernah berdiam
dirumah-rumah merteka”[1]
Dewasa ini di Negara kita, sudah lama pedagang
berperilaku bagaikan ummat nabi Syu’aib As., tetapi Alhamdulillah siksa Allah
membinasakan ummat ini seperti kaum Madyan belum terjadi. Satu dan lain karena
terkabulnya salah satu do’a Rasulullah Muhammad yang meminta agar, ummat ini
tidak dihukum langsung didunia ini sabagaimana Ummat nabi Nuh dilanda banjir,
Ummat nabi Luth dengan membalikkan kulit bumi tempat mereka berdiam dan Ummat
nabi Syu’aib dengan petir yang mematikan.
No comments:
Post a Comment