Wednesday, 27 August 2025
GETARAN HATI
No: 1.348.08.08-2025
Disusun: M. Syarif Arbi
“HATI” manusia dapat diartikan secara konkrit (berwujud) dan secara abstrak (tidak berwujud). Secara berwujud, hati manusia berbentuk seperti kerucut, atau segitiga, memiliki warna coklat kemerahan, organ ini berada dalam tubuh manusia dan berukuran sekitar sebesar kepalan tangan orang dewasa. Secara tidak berwujud “HATI”; kira2 yang cocok diartikan sebagai “perasaan”. Dikesempatan ini dibicarakan tentang hati sebagai “Perasaan”, dimana si hati memungkinkan dapat BERGETAR.
“Hati bergetar” dalam konteks perasaan, itu biasanya berarti reaksi emosional yang kuat, dapat dirinci dalam 4 (empat) kondisi:
PERTAMA; Tersentuh oleh sesuatu pemandangan, kondisi seseorang, atau keadaan yang mengharukan, tak jarang orang sampai menangis. Diikuti orang yang hatinya bergetar akan berbuat sesuatu kebaikan, kalau memungkinkan dengan apa yang ada pada dirinya, atau mendorong orang lain berbuat kebaikan untuk meredakan hal yang membuat dia sampai terharu dan menangis itu. Sekurang-kurangnya berdo’a sebagai tanda berempati. Seperti ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
“Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat."
KEDUA; Takut atau cemas terhadap sesuatu yang mengkhawatirkan, membahayakan. Bergetarnya hati dalam kondisi ini kadang terasa sampai dada berdegub keras, denyut nadi meninggi, gemetar, pucat. Dalam case tertentu, buat individu tertentu, dapat saja terjadi pingsan.
Dalam konteks takut dan cemas ada baiknya diamalkan doa Nabi Muhammad saw yang termaktub dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas r.a:
عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلّم يقول : اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُبِكَ مِنَ الهَمِّ وَالحَزَنِ, والعَجْزِ وَاْلكَسَلِ، وَالجُبْنِ وَالبُخْلِ، وضَلْعِ الدَّينِ, وغَلَبةِ الرِّجَال.
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat gelisah (pesimis), sedih, malas, kikir, pengecut, terlilit hutang, dan keganasan orang lain."
KETIGA; Tidak jarang terjadi hati bergetar ketika membaca tulisan sastra, atau mendengar lantunan lagu atau untaian pembacaan puisi. Ada orang yang ketika membaca tulisan sastra, larut dalam alur cerita, jika ceritanya menyedihkan hatinya bergetar ikut terharu dan terisak menangis. Jika jalan cerita menggelikan hati, lantas sambil membaca si pembaca tertawa terpingkal-pingkal sendiri. Begitu pula hati ikut bergetar menjiwai lirik dalam lagu atau paparan kalimat dalam puisi. Kata-kata yang indah, bila dirangkai dengan hati, bisa menembus batas logika dan menyentuh sisi terdalam jiwa. Kata yang indah dapat membangkitkan semangat yang redup, mengobati luka yang tak tampak, menyuarakan rasa yang tak terucap, Dan menghidupkan harapan di tengah keputus-asaan, membuat orang riang ditengah kesedihan. Oleh karena itu Allah memberi petunjuk kepada para juru dakwah agar menggunakan “Qaulan Baligha (perkataan yang berbekas)”
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَعْلَمُ اللّٰهُ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَّهُمْ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَوْلًا ۢ بَلِيْغًا
“Mereka itulah orang-orang yang Allah ketahui apa yang ada di dalam hatinya. Oleh karena itu, berpalinglah dari mereka, nasihatilah mereka, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.” (QS. An- Nisa ayat 63)
KEEMPAT; Tersadar secara spiritual.
"Hati bergetar" dikaitkan dengan rasa takut atau tunduk kepada Allah, seperti disebutkan dalam Al-Qur'an:
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ ٢
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal." (Al-Anfal: 2).
Kesadaran spiritual seseorang sehingga bergetar hatinya ketika disebut nama Allah dan bertambah iman bila mendengar dibacakan ayat-ayat Allah, itu adalah merupakan salah satu tanda bahwa pemilik hati adalah orang beriman.
Semoga ummat manusia di dunia ini sanggup merespon getaran hati masing2, sehingga terciptakan hamparan kebaikan di seluruh dunia ini, tidak terjadi lagi penindasan suatu bangsa kepada bangsa lain yang menggetarkan hati seperti terjadi di Palestina. Semoga para pejabat, para usahawan yang sukses memahami getaran hati masing2 sehingga memahami penderitaan rakyat.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 27 Agustus 2025, 3 Rabiul Awal 1447H.
Saturday, 23 August 2025
Yang dinilai di HATI Bukan di MULUT
No: 1.347.07.08-2025
Disusun: M. Syarif Arbi
Bila mengikuti pengajian khusus mengenai cara membaca Al-Qur’an (Tahsin Al-Qur'an atau Tahsinul Qur'an), bagi kita yang sedari kecil bukan ikutan belajar di sekolah agama (kini disebut pesantren), terus terang rasanya kurang “PE DE” bila diminta maju menjadi imam shalat berjamaah di masjid untuk shalat maghrib, isya dan subuh. Bagi kita yang tidak belajar khusus membaca Al-Qur’an dari kecil, kalau pun sekarang baru mulai mempelajarinya, sudah sulit membuat lidah lentur menyesuaikannya, pepatah dikampung kami “kalau sudah Aur susah dilentur”. Lidah ini sudah terpola, dimana ketika masih kecil diajar ngaji, sesuai aksen daerah kita masing2, strata kualitas gurupun beragam. Seringkali terjadi adalah “kadang2”, …. sekali lagi “kadang2”,……… ada yang mengklaim bacaan yang diajarkan guru merekalah yang paling pas, paling tepat, paling sesuai kaidah membaca Al-Qur’an.
Menarik sebuah kisah yang ditulis Ustadz Umaruddin Masdar dipublish di medsos, secara singkat kita kutip. Bahwa konon seorang ustadz muda membatalkan niatnya berguru kepada Syaikh Abu Said Abul Khair, seorang tokoh sufi yang berumah di tengah-tengah padang pasir. Pembatalan dikarenakan ketika mendengar Syaikh Abu Said Abul Khair sedang mengaji, bacaan Al-Fatihah nya, menurut ustadz muda ini kurang fasih.
Ustadz muda itu pergi tanpa permisi, begitu ia keluar halaman rumah Syaikh Abu Said Abul Khair, ia dihadang oleh seekor singa padang pasir. Karena ketakutan, ustadz muda itu balik kanan, di belakangnya juga ada seekor singa. Akhirnya, ustadz muda itu menjerit keras karena ketakutan.
Begitu mendengar teriakan dari luar, Syaikh Abu Said Abul Khair segera keluar meninggalkan majelisnya. Ia menatap kedua ekor singa dan berkata kepada singa-singa itu: “Wahai singa, bukankah sudah aku bilang padamu jangan pernah kalian mengganggu para tamuku.” Sungguh ajaib, kedua singa lalu duduk bersimpuh di hadapan Syaikh Abul Khair. Sang sufi Abul Khair lalu mengelus-elus telinga kedua singa itu dan menyuruhnya pergi.
Setelah kedua hewan buas itu pergi, ustadz muda itu merasa keheranan. “Bagaimana Anda dapat menaklukkan singa-singa yang begitu liar itu?” tanya ustadz muda. “Anak muda, selama ini aku sibuk memperhatikan urusan hatiku. Bertahun-tahun aku berusaha menata hati hingga aku tidak sempat berprasangka buruk kepada orang lain. Untuk kesibukanku menaklukkan hatiku ini, Allah SWT telah menaklukkan seluruh alam semesta kepadaku. Semua binatang buas di sini termasuk singa padang pasir yang buas itu, semua tunduk kepadaku,” jelas Abul Khair.
Ustadz muda itu hanya terdiam dengan penuh rasa malu. Namun, di sisi lain ia begitu mengagumi karomah yang dimiliki oleh Syaikh Abul Khair. “Engkau tahu kekuranganmu, wahai anak muda?” kata Abul Khair. “Tidak wahai guru,” jawab si Ustadz muda itu. “Selama ini engkau sibuk memperhatikan hal-hal lahiriah hingga nyaris lupa memperhatikan hatimu, karena itu engkau takut kepada seluruh alam semesta,” jelas Abul Khair. Ustadz muda itu akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia menetapkan hatinya untuk menjadi murid Syaikh Abul Khair.
Dapat dipetik dari kisah ini khusus mengenai “cara membaca ayat2 Al-Qur’an” bahwa kadang ada orang menyalahkan bacaan orang lain, tak jarang menyalahkan itu hanya membanding dengan apa yang diajarkan oleh gurunya masing2.
Allah menilai manusia bukan hanya dari perbuatan lahiriah, demikian juga bukan hanya dari ucapan di mulut, tetapi Allah menilai dari niat dan apa yang ada dalam hati. Memang menyoal soal membaca ayat2 Al-Qur’an seharusnyalah setiap diri memperlajari teknik membaca yang benar. Namun, tergantung kepada kemampuan masing2, tergantung kesempatan yang tersedia, tergantung kualitas guru yang mengajar.
Allah Tidak Membebani di Luar Kemampuan. Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 286 disebutkan:
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۗ لَهَا.........................." ࣖ
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...”
Setelah berusaha semampu mungkin untuk sefasih mungkin membaca Al-Qur’an misalnya Al Fatihah, maka serahkan kepada Allah. Titik beratnya adalah pengertiannya didalam hati. Menurut para ustadz yang fasih, bahwa salah ucapan akan salah arti. Bagi kita2 yang tidak fasih, tanamkan niat di dalam hati ketika membaca Al-Fatihah dengan arti yang benar.
Merujuk kepada sabda Nabi Muhammad ﷺ dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,"
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. ……………...” (HR. Bukhari dan Muslim)
Baik juga disimak dalam kaitan isi hati ketika membaca Al-Fatihah waktu shalat, firman Allah di Surat Fatir Ayat 38
إِنَّهُۥ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ. ………………”
“…………. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati”.
Ayat 38 surat Fatir diatas menunjukkan bahwa: Allah menilai ibadah kita (contoh dalam shalat membaca Al-Fatihah) yang paling utama keikhlasan dan apa yang ada di dalam hati, bukan sekedar yang diucapkan. katakanlah bacaan yang diucapkan misalnya tidak sesuai benar dengan kaidah yang ditentukan, namun kita sudah mengusahakan sebaik mungkin. Lalu terjemahkan sesuai maksud dari ayat. Karena Allah mengerti semua bahasa, semua isi hati.
Sebaliknya, bacaan demikian baik, lagunya merdu sahdu didengar, tapi terbetik dihati untuk pamer, actions agar dinilai fasih atau riya, ada kemungkinan tidak akan diterima oleh Allah. Karena itu, menjaga hati agar tetap bersih, ikhlas hanya karena Allah, dan jujur adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim.
“Allah menerima apa yang dimaksud meskipun salah mengucapkan” adalah pernyataan yang mengandung makna mendalam dalam konteks hubungan hamba dengan Allah, terutama dalam doa dan ibadah. Allah Maha Mengetahui isi hati manusia, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ
"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Surat Qaf: 16)
Jikalah boleh disimpulkan dari keterangan di atas maka: Niat lebih penting ketimbang lafaz. Jika seseorang niatnya benar namun lisannya tergelincir atau tidak sempurna, maka insya Allah, Allah tetap menerima amalnya. Contoh: Jika seseorang yang baru belajar membaca Al-Fatihah keliru melafalkannya, tetapi niat dan usahanya kuat, maka Allah tidak menyia-nyiakan amal tersebut.
Jika kesalahan pengucapan terjadi karena keterbatasan, bukan karena kesengajaan, maka itu bukan kesalahan yang menyebabkan dosa. Meskipun demikian: Kita tetap dianjurkan untuk belajar memperbaiki pengucapan atau bacaan dalam shalat. Pernyataan yang menyebutkan kalau salah membaca Al-Qur’an berdosa, agaknya membuat orang2 awam jadi takut membaca Al-Qur’an.
Sekecil apa pun kebaikan akan dicatat oleh Allah, dan tidak ada amal kebaikan yang sia-sia, meskipun tampak kecil atau tidak terlihat oleh manusia, termasuk ketika shalat masih salah dalam pengucapan, tetapi dihati diartikan sesuai dengan makna yang dibaca. Referensi akan pengertian ini adalah:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ
"Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah (atom), niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (QS. Az-Zalzalah: 7)
Marilah kita tingkatkan ketaatan dalam beribadah; shalat dan membaca Al-Qur’an, misalnyapun diri kita kurang fasih karena masa anak2 kita dulu bukan anak yang khusus belajar membaca Al-Qur’an, namun berusaha terus belajar memberbaiki bacaan kita masing-masing, Allah akan menerima amal kebaikan kita yang dilakukan dengan niat yang tulus ikhlas karena Allah.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 23 Agustus 2025, 29 Safar 1447H.
Wednesday, 20 August 2025
SUSUK
No: 1.346.06.08-2025
Disusun: M. Syarif Arbi
Begitu kaya pengertian “penggalan kata2” bahasa Indonesia, ambil saja kata “Susuk”. Kata susuk dapat berarti pengembalian. Jika belanja di warung menggunakan uang kertas, jumlah belanjaan Rp 75 ribu mengunakan pecahan Rp 100 ribu, maka yang punya warung me “nyusuk” atau mengembalikan kepada pembeli Rp 25 ribu. Uang Rp 25 ribu itu disebut susuk.
Suatu pagi, ibu rumah tangga minta kepada ART nya agar mengolah telur dadar dengan empat butir telur dicampur irisan daun bawang, dengan pesan nanti telur dadarnya di iris menjadi 8 (delapan) potong. Di meja makan, dadar telah diiris sesuai pesanan, tapi ternyata setiap bagian irisan tidak benar2 terpisah. Bertanyalah salah seorang anggota keluarga yang ikut sarapan; “kenapa irisannya tak terputus?”. Si Ibu menjawab: “mungkin mbaknya mengiris dengan susuk”. Susuk disini berarti alat dapur untuk membolak-balik gorengan.
Guna menjaga posisi sanggul dan juga memperindah tampilan sanggul, digunakan pula suatu alat yang disebut “tusuk konde”. Tidak jarang tusuk konde ini dihiasi pula pernak-pernik gemerlapan sejenis manik2 kecil yang memantulkan sinar. Seseorang akan merasa lebih anggun bila tampil berkonde dengan tusuk konde yang menarik. Kata “tusuk”, mirip dengan kata “susuk”, bahkan memang di suatu daerah ada yang mengistilahkan “tusuk konde” dengan “susuk konde”.
Adalagi pengertian “SUSUK” berupa benda kecil seperti “jarum emas”, “jarum perak”, “berlian”, atau logam lainnya dimasukkan ke dalam tubuh seseorang secara ghaib atau spiritual untuk tujuan tertentu. Budaya ini sudah dikenal lama, konon bukan di Indonesia saja, tetapi juga di negara2 Asia tenggara lainnya.
Susuk dipercaya bisa memberikan berbagai manfaat tergantung niat dan jenisnya, seperti:
• Memikat lawan jenis / daya tarik (pengasihan)
• Menambah kepercayaan diri
• Melindungi diri dari bahaya
• Meningkatkan karisma atau pesona
• Keberuntungan dalam karier, bisnis, atau dunia hiburan
Pemasangan susuk biasanya dilakukan oleh dukun, paranormal, atau praktisi spiritual. Dalam praktiknya, susuk tidak selalu terlihat secara fisik bisa secara metafisik (ghaib), atau ditanam dengan doa/mantra tanpa pembedahan nyata. Dengan menyakini bahwa “susuk” tersebut mempunyai “kekuatan” atau “manfaat” seperti tersebut di point di atas. Oleh karena itulah dalam pandangan Islam, susuk umumnya dilarang karena dianggap mengandung syirik (menyekutukan Tuhan), karena melibatkan kekuatan supranatural selain Allah. Praktik susuk sering kali mengandung unsur sihir, sebagai ajaran setan dan perbuatan kufur.
Mantera dan jampi2 ini adalah dianologkan dengan apa yang dibaca oleh setan-setan dimasa Nabi Sulaiman seperti diabadikan dalam Al-Qur’an:
وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَۚ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَۗ
“Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa Kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kufur, tetapi setan-setan itulah yang kufur. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia, yaitu Harut dan Marut, ………………..” (Al-Baqarah: 102)
Selanjutnya setan berkata bahwa dia akan mempengaruhi manusia agar mengubah ciptaan Allah. Dimuat dalam Al-Qur’an: Surat An-Nisa Ayat 119
وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ ٱلْأَنْعَٰمِ وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَتَّخِذِ ٱلشَّيْطَٰنَ وَلِيًّا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِينًا
“Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata”.
Memasang susuk termasuk mengubah ciptaan Allah untuk tujuan yang tidak dibenarkan, yakni agar terlihat lebih cantik, menarik, atau memiliki kekuatan tertentu secara ghaib. Lain soalnya dengan memasang RING pada seseorang yang mengalami penyumbatan pembuluh darah jantung, tujuannya untuk menjadi sehat, mencegah serangan jantung.
Demikian kisah tentang “susuk” yang dihadirkan ke ruang baca anda, mudah2an ada manfaatnya.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 20 Agustus 2025, 26 Safar 1447H.
Sunday, 17 August 2025
ANEKA ILMU
No: 1.345.05.08-2025
Disusun: M. Syarif Arbi
Allah menurunkan ilmu ke dunia melalui berbagai cara, salah satu diantaranya melalui kitab-kitab suci dan melalui wahyu yang diberikan kepada para nabi dan rasul. Secara umum, ada 4 (empat) kitab utama yang diyakini sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada manusia: Taurat melalui nabi Musa, Zabur melalui nabi Daud, Injil melalui nabi Isa, dan Al-Quran melalui nabi Muhammad.
Selain itu, ada juga suhuf (lembaran-lembaran wahyu) yang diturunkan kepada nabi-nabi lain, seperti Suhuf nabi Syits 50 lembar, Suhuf nabi Idris 30 lembar, dan suhuf nabi Ibrahim 10 lembar. Jumlah total kitab dan suhuf yang diturunkan Allah diperkirakan mencapai 104.
Isi dari kitab-kitab dan suhuf-suhuf tersebut adalah petunjuk dan cahaya bagi manusia untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat, serta mengajarkan tentang tauhid mengesakan Allah.
Ilmu yang diturunkan Allah itu, dikembangkan oleh ummat manusia melalui jalur penelitian, percobaan2 sehingga ditemukanlah ilmu2 baru yang pada pokoknya ilmu itu dapat dipergunakan untuk kehidupan di dunia ini. Secara umum, ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah pengetahuan yang disusun secara sistematis dan dapat diverifikasi melalui penelitian dan observasi. Ini mencakup pemahaman tentang dunia dan segala sesuatu di dalamnya, yang diperoleh melalui berbagai metode, termasuk pengamatan, studi, dan percobaan.
Dari uraian singkat di atas maka ilmu dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian besar yaitu:
1. Ilmu agama, bagi umat Islam ilmu ini merupakan fardhu ‘ain, yang wajib dimiliki oleh setiap pemeluknya, setidaknya tentang bagaimana beribadah, mengetahui perintah dan larangan Allah dan rasul Allah. Tentang apa saja harus diimani, tentang bagaimana syarat2 sebagai pemeluk Islam. Melalui ilmu agama diinformasikan bahwa diri ini datang dari mana dan datang ke dunia ini untuk apa dan setelah itu nanti akan kemana. Memperdalam ilmu agama malah lebih diutamakan dari berperang jihad di jalan Allah, seperti diisyaratkan Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah Ayat 122:
۞ وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”.
2. Ilmu dunia, bagi ummat Islam ilmu ini merupakan fardhu kifayah, artinya apabila salah satu, atau sebagian orang sudah memilikinya, memperlajarinya, maka seluruh orang lainnya tidak lagi menanggung dosa.
Misalnya ilmu kedokteran, tidak semua orang diwajibkan memiliki pengetahuan tentang kedokteran, biarlah para dokter yang mengembangkan terus ilmu tentang kesehatan itu, tak perlu semua orang menjadi dokter.
Ilmu tentang mempertahankan negara, sudah terwakili oleh kesatuan2 militer dalam berbagai bidang; darat, laut, dan udara. Biarlah militer yang menguasai ilmunya.
Begitu juga keamanaan kehidupan masyarakat sehingga bebas dari gangguan keamanan dari pencuri, perampok, pembegal, preman dan segala macam kejahatan. Ilmunya diserahkan memperlajari dan mengembangkannya pada pihak Polisi.
Demikian juga segala cabang ilmu pengetahuan di dunia yang lain (Ilmu: ekonomi, politik, sosial dan budaya serta bahasa) ini bersifat fardu kifayah. Sehingga terjadilah pembagian bidang kegiatan karena masing2 orang memilih mendalami ilmu yang disukainya. Memperdalam setiap ilmu dunia, dengan ilmu dunia ini untuk berbuat baik kepada sesama manusia. Justru merupakan perintah Allah dalam surat Al-Qashash ayat 77:
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ٧٧
“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
3. Ilmu untuk membahayakan kehidupan, jenis ilmu ini secara umum diharamkan, dalam hal tertentu malah diwajibkan. Misalnya ilmu persenjataan; menjadi haram kalau dengan kemampuan membuat persenjataan pemusnah masal, menciptakan peralatan membuat kerusakan dimuka bumi maka pengembangan ilmu demikian menjadi haram.
وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ………………………..”
(surat Al-Qashash ayat 77)
“janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Sedangkan apabila pengembangan ilmu itu, untuk mempertahankan diri dari musuh yang akan menyerang bangsa, maka ilmu tersebut wajib dikembangkan.
Surat Al-Anfal Ayat 60
وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ ٱلْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”.
Kiranya di usianya yang ke 80 ini Allah menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang rakyatnya tinggi ilmu agamanya sehingga menjadi insan2 yang taqwa. Mudah2an Allah menjadikan warga bangsa Indonesia sanggup memiliki ilmu dan teknologi yang akan memakmurkan bangsa. Semoga negeri ini mampu membangun kekuatan Angkatan Bersenjata yang canggih menghadapi ancaman dari negara lain.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 17 Agustus 2025, 23 Safar 1447H.
Saturday, 16 August 2025
GALAU
Soratan lampu membuat silau.
Berpapasan mobil di tanjakkan.
Bagaimana hati takkan galau.
Banyak aturan yang nyusahkan.
Bekerja pagi sampai petang.
Letih dan cepek tidak dipikir.
Dulu aman simpanan di bank.
Kini tidak aktif akan di blokir.
Dulu investasi baik, berujud tanah.
Sekarang investasi jadinya bimbang.
Walau sertifikatnya sudah genah.
Bila dianggurkan konon akan hilang.
Pandan tumbuh berbaris baris.
Seratnya bagus, dibuat tali.
Mendiang pahlawan kini menangis.
Juriatnya seolah terjajah kembali.
Bila hari raya sudah mendekat.
Banyak rumah siapkan juadah.
Pengangguran makin meningkat.
Mencari kerja tidaklah mudah.
Bagaimana diri tak kan gelisah.
Mengais rejeki siang dan malam.
Lapangan kerjaan sangatlah susah.
Kecuali dibantu oleh orang dalam.
Sapi ditambat talinya membelit
Baru saja si sapi menarik bajak.
Perkonomian rakyat semakin sulit.
Ditambah muncul aneka pajak.
Belati walau sering dipegang.
Jangan diniat untuk bertarung.
Hati galau bawa sembahyang.
Disitu tempat iman bergantung.
Thursday, 14 August 2025
PUTUS ASA
No: 1.344.04.08-2025
Disusun: M. Syarif Arbi.
Putus Asa adalah keadaan mental atau emosional ketika seseorang merasa kehilangan harapan, semangat, atau kepercayaan diri untuk menghadapi atau menyelesaikan suatu masalah. Pertanda seseorang sedang mengalami Putus Asa terdapat 4 (empat) indikator yang saling berhubungan yaitu: 1. Emosional., 2. Pikiran., 3. Perilaku., dan 4. Spiritual.
Tanda Emosional: 1. Merasa tidak berguna atau kehilangan harga diri., 2. Kehilangan harapan bahwa keadaan akan membaik., 3. Selalu sedih, murung, atau putus harapan., 4. Sering menangis tanpa alasan yang jelas., 5. Marah atau mudah tersinggung, bahkan karena hal-hal kecil.
Tanda Pikiran: 1. Pikiran negatif terus-menerus seperti "Aku tidak akan pernah bisa," atau "Semuanya sia-sia."., 2. Muncul pikiran ingin menyerah, bahkan pada hal-hal yang dulu penting., 3. Berpikir untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri. (Ini adalah tanda serius dan butuh bantuan segera.)
Tanda Perilaku: 1. Menarik diri dari lingkungan sosial, keluarga, atau teman., 2. Tidak peduli pada penampilan atau kebersihan diri., 3. Tidak punya motivasi untuk bekerja, belajar, atau melakukan kegiatan sehari-hari., 4. Tidur berlebihan atau sulit tidur., 5. Makan terlalu sedikit atau berlebihan.
Tanda Spiritual: 1. Merasa jauh dari Allah., 2. Tidak mau berdo’a atau sudah malas beribadah., 3 Merasa dosanya terlalu besar sehingga Allah tak akan mengampuni lagi.
Terbatasnya ruang tulis, maka dibatasi bahasan tentang indikator Putus Asa berupa tanda spiritual saja.
ad.1. MERASA JAUH DARI ALLAH.
Hendaklah setiap insan beriman tidak berputus asa akan nikmat Alah sehingga menjauhkan diri dari Allah. Larangan berputus asa dengan menjauhkan diri dari Allah termuat dalam Al-Qur’an
وَلَا تَا۟يْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَٰفِرُونَ. …………………….”
“…………..dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(Yusuf-ayat-87).
ad. 2. TIDAK MAU BERDO’A ATAU SUDAH MALAS BERIBADAH.
Kenyataan sebenarnya; ditahun 1992 seorang kerabat dari kota kelahiranku datang ke Jakarta dirujuk dari rumah sakit setempat, dengan penyakit hati mengeras sudah hampir 25%. Ketika dihadapkan ke dokter ahli sesuai penyakitnya, diminta mengecek lagi kondisi hati si pasien, ternyata sekarang pengerasannya sudah mendekati 50%.
Dokter menginginkan agar dapat memberitahukan hal tersebut kepada keluarganya. Tapi tak seorangpun keluarganya yang bersedia menghadap dokter. Lantas kamilah yang diminta mewakili keluarga. Dokter memberitahukan agar sebaiknya segera pulang saja ke kampung halaman, karena keadaan pasien sudah “tipis harapan untuk hidup”, sebab pengerasan hati yang bersangkutan semakin hari semakin meluas (di rumah sakit asal hampir 25%, kini sudah mendekati 50%). “Ini saya resepkan obat untuk dibawa pulang” ujar dokter.
Dengan berat hati anjuran dokter sudah menyuruh pulang itu kami sampaikan, kendati tidak disampaikan bahwa “sudah tipis harapan”. Namun dengan dokter ahli sesuai penyakit tersebut di Jakarta sudah “angkat tangan”, agaknya si pasien faham bahwa harapan kesembuhannya sudah sangat tipis. Yang bersangkutan selama menanti kepulangan ke kampung halaman, kami lihat di rumah kami melakukan dzikir dan shalat. Shalat malam dan shalat dhuha, membaca Al-Qur’an. Begitu pula setibanya di kampung halaman, frekuensi ibadah dan do’a ditingkatkannya.
Yang terjadi adalah, 3 bulan kemudian, perasaan badan ybs semakin enak. Setelah di cek kembali di rumah sakit setempat, Alhamdulillah hatinya yang tadinya sudah mengeras 50% itu semakin membaik, dan lambat laun jadi normal kembali. Sampai tulisan ini kuturunkan ketika kami pulang kampung Mei 2025 yang lalu pasien yang tahun 1992 yang lalu dinyatakan sudah “tipis harapan” itu masih sehat afiat dalam arti sehatnya manusia yang sudah usia “seventy up”.
Al-Qur’an bagi setiap diri mengalami kesulitan memberikan arahan:
“……………. وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِۗ”
“Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. ………..” (Al-Baqarah 45)
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٣
“Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Al- Baqarah 153)
ad. 3. MERASA DOSANYA TERLALU BESAR.
Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya, masalah hidup yang menderanya, dikarenakan dosanya terlalu besar sehingga tidak mungkin diampuni Allah lagi. Ybs-pun berputus asa, tidak lagi mau berdo’a dan beribadah serta berikhtiar, karena menganggap dosanya tak mungkin diampuni Allah, karenanya percuma beribadah dan berdo’a. Padahal Allah senantiasa mengampuni dosa hamba-Nya yang datang kepada-Nya untuk memohon ampun dan menyesali dosanya. Tersurat pada Az-Zumar 53, bahkan berputus asa terhadap rahmat Allah termasuk larangan:
قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ ٥٣
“Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Demikian, pembaca sekalian, yang sekarang sedang dililit masalah juga yang sedang menderita suatu penyakit, jangan berputus asa, teruslah berikhtiar, beribadah, bertawakal dan berdo’a. Insya Allah bagi yang sedang sakit Allah akan mengangkat penyakitnya, bagi yang bermasalah hidup, Allah memberikan jalan keluar terbaik.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 14 Agustus 2025, 19 Safar 1447H.
Sunday, 10 August 2025
TAWAKAL dan PASRAH
No: 1.343.03.08-2025
Disusun: M. Syarif Arbi.
Tawakal (توكل) berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah, setelah melakukan usaha (ikhtiar) semaksimal mungkin. Tawakal bukan berarti pasrah tanpa melakukan apa-apa, melainkan: Melakukan usaha yang wajar dan sesuai kemampuan. Setelah itu, menyerahkan hasilnya kepada Allah, karena Allah yang menentukan segala sesuatu.
Misalnya; Seorang pelajar belajar sungguh-sungguh untuk ujian, lalu berdo’a dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Seorang pedagang memulai berdagang sepagi mungkin, jujur, berdo’a, selanjutnya berserah diri kepada Allah atas hasil penjualannya. Seorang petani bercocok tanam sesuai Teknik yang terbaik, pemupukan yang benar, berdo’a lalu dia serahkan keberhasilan pertaniannya kepada Allah.
Secara singkat dapat didefinisikan “Tawakal adalah Ikhtiar ditambah do’a dan pasrah pada ketentuan Allah”
Dengan demikian orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah:
Mengutamakan ikhtiar maksimal dan berdo’a, sebelum menyerahkan diri segalanya kepada Allah. Tidak hanya pasrah tanpa usaha. Ia berusaha sekuat tenaga dengan cara yang halal dan terbaik, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah. Bertawakal menerima apapun hasilnya dengan lapang dada, karena percaya semua yang Allah tetapkan pasti ada hikmahnya. Tidak menggantungkan harapan kepada manusia atau benda, tapi hanya kepada Allah.
فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ ١٥٩. …………………”
“……………………., apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal”. (Ali Imran 159).
Pasrah dalam bahasa Indonesia berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada sesuatu, biasanya kepada Tuhan atau kekuatan yang lebih besar, dengan penerimaan dan keyakinan bahwa segala sesuatu akan berjalan sesuai kehendak-Nya. Pasrah juga dapat diartikan sebagai sikap menerima takdir atau keadaan dengan lapang dada, tanpa adanya penolakan atau perlawanan, serta disertai dengan keyakinan bahwa hasil akhirnya akan baik.
Tawakal berbeda dengan “Pasrah” atau “Pasrah tanpa reserve” yaitu seseorang dari awal orang yang “pasrah tanpa reserve” itu sudah menyerah dengan keadaan, tidak diikuti ikhtiar, mungkin saja ybs ber do’a, kemudian berserah diri terima apapun yang terjadi. Dengan kalimat “yang terjadi terjadilah”. Mungkin kira2 persamaan “Pasrah tanpa reserve” samalah dengan "Pasrah bongkokan" dalam bahasa Jawa adalah idiom yang berarti menyerahkan diri sepenuhnya atau berserah diri secara total kepada orang yang dipercaya, terutama dalam menghadapi suatu masalah atau problem yang rumit. Ini bukan hanya sekedar menyerah, tetapi lebih pada sikap mempercayakan sepenuhnya hasil akhir kepada pihak lain yang dianggap mampu.
Berserah diri tanpa usaha atau “Pasrah tanpa reserve” dianggap sebagai bentuk kemalasan dan tidak sesuai dengan ajaran agama. Agama mengajarkan keseimbangan antara berusaha semaksimal mungkin dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ. …………….”
“………………..Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Raad-ayat-11).
Peringatan di Ar-Raad 11 ini, tentunya ditujukan kepada kelompok manusia yang kesulitan hidup, harus berikhtiar maksimal serta berdo’a, jangan pasrah saja menerima nasib.
Sedangkan buat kelompok manusia yang kini keadaannya serba berkecukupan, kini sedang menerima nikmat yang besar dari Allah, maka juga diingatkan Allah agar berikhtiar berusaha mempertahankan keadaan kehidupannya dengan berhemat, hidup yang wajar tidak berfoya-foya, selalu taat kepada perintah Allah, jangan sombong dan takabur. seperti firman Allah berikut:
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَىٰ قَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۙ وَأَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(Al-Anfal-ayat-53).
Dari uraian diatas jelaslah bahwa ternyata senang dan susah, kaya dan miskin adalah permainan hidup di dunia. Oleh karena itu mudah2an Allah selalu membimbing kita semua, dalam keadaan apapun kondisi kita tetap dalam bingkai taqwa, dalam artian melaksanakan perintah Allah untuk tetap berikhtiar, berdo’a dan berserah diri kepada Allah.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 11 Agustus 2025, 16 Safar 1447H.
Saturday, 2 August 2025
Sayembara khusyuk
No: 1.342.02.08-2025
Dirangkum: M. Syarif Arbi
Konon kisah ini berawal, saat Rasulullah ﷺ tengah duduk-duduk di teras masjid Nabawi bersama para sahabat menanti waktu shalat tiba. Di tengah perbincangan, datanglah seorang suku Badui bertanya pada Rasulullah ﷺ, soal dirinya shalat yang tidak khusyuk, sering tercampuraduk dengan pikiran diluar shalat. Lalu orang itu pun bertanya pada Rasulullah ﷺ bagaimana cara supaya shalat menjadi khusyuk. *Kisah ini diceritakan Ustadz Muksin Matheer yang kemudian diterjemahkan A.R. Shohibul Ulum dalam buku Ali bin Abi Thalib.
Jujur kita akui, bahwa pertanyaan seorang suku Badui ini, mewakili sebagian besar problem dari diri kita masing2 ketika shalat. Kadang sudah diupayakan demikian rupa konsentrasi agar khusyuk, masih juga masuk hal2 diluar shalat. Kadang justru sesuatu yang tadinya dalam keadaan sebelum shalat sulit mengingatnya (misalnya lupa kunci tadi tertaroh dimana), lantas ketika shalat lalu terbayang, kemana tadi melangkah selanjutnya apa yang dilakukan, lantas ingatlah si kunci diletakkan dimana.
Pertanyaan orang Arab pedalaman (suku Badui) yang diajukan di majelis Rasulullah itu, sebelum Rasulullah ﷺ menjawab, Ali bin Abi Thalib (yang juga hadir di sana) berkata dengan tegas, "Shalat yang seperti itu tidak akan diterima Allah, dan Allah tidak akan memandang shalat seperti itu,"
Mendengar komentar Ali, Rasulullah ﷺ pun bertanya pada Ali: "Wahai Ali, apakah engkau mampu mengerjakan shalat 2 (dua) rakaat karena Allah semata tanpa terganggu dengan segala kesusahan, kesibukan, dan bisikan-bisikan yang melalaikan?" Ali menjawab dengan yakin: "Aku mampu melakukannya, Ya Rasulullah,"
Rasulullah ﷺ mempersilahkan Ali shalat 2 (dua) rakaat, sebelum Ali mengambil air wudhu untuk bersiap shalat, Rasulullah ﷺ tersenyum dan berkata: "Wahai Ali, jika engkau mampu melakukan shalat dengan khusyuk, aku akan memberimu surbanku kepadamu. Engkau bisa memilihnya, yang buatan Syam atau Yaman." Sebagaimana diketahui, kedua sorban tersebut dikenal memiliki kualitas terbaik.
Semua yang hadir, termasuk orang Badui tersebut, hampir yakin bahwa Ali memperoleh hadiah dari Rasulullah ﷺ. Sesudah Ali shalat, Rasulullah ﷺ pun bertanya, "Wahai Abu Hasan dan Husain, bagaimana pendapatmu? Bisakah engkau mengerjakannya dengan khusyuk dan sempurna?"
Ali menjawab: "Demi kebenaranmu, ya Rasulullah ﷺ," jawab Ali dengan murung. "Sesungguhnya aku telah melakukan rakaat pertama tanpa sedikitpun diganggu oleh kesibukan, kesusahan, dan bisikan apapun. Tetapi, ketika berada pada rakaat kedua, aku teringat akan janji engkau dan aku membatin, seandainya Rasulullah ﷺ memberikan sorban Yaman itu, tentulah lebih baik daripada sorban Syam itu,'"
"Demi hakmu, ya Rasulullah," katanya lagi. "Tidak seorang pun yang dapat mengerjakan shalat 2 (dua) rakaat dengan benar-benar murni karena Allah semata, dan ingatannya selalu terfokus kepada Allah,"
Mendengar itu, Rasulullah ﷺ menjawab dengan penuh kelembutan, "Wahai Abu Thurab (julukan Ali), sesungguhnya hal itu terjadi pula dengan yang lain. Sebab khusyuk itu diukur oleh sebatas kesempurnaan manusia. Terpenting, ketika pikiran terbawa pada urusan lain, cepat kembalikan pada shalatmu lagi,"
Terdapat beberapa kisah perihal pertanyaan tentang cara shalat khusyuk ini di kala Rasulullah masih ada, umumnya jawaban beliau adalah bahwa sangat sulit untuk melaksanakan shalat yang khusyuk seutuhnya 100% dari mulai takbir sampai salam.
Rasulullah ﷺ memberi petunjuk umum untuk khusyuk dalam shalat: "Dalam mengerjakan shalat, memang hendaknya seakan-akan kita mampu melihat dan berbicara dengan Allah. Tetapi kalaupun tidak mampu, asalkan ingat bahwa Allah melihat kita, itu sudah memadai," Rasulullah ﷺ bersabda:
أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tak melihat-Nya, (yakinlah) bahwa Dia (Allah) menyaksikanmu”. (HR. Bukhari & Muslim).
Mending kita masih tetap shalat walaupun disana-sini masih terlintas pikiran tentang hal2 diluar shalat. Daripada kita lantas memutuskan tidak shalat karena khawatir nanti terganggu pikiran2 diluar shalat, sehingga shalatnya tidak khusyuk. Bila keputusan kita tidak shalat karena khawatir tidak khusyuk, itulah yang ditunggu Setan, kerena keadaan tidak shalat ini Setan menjadi pemenang.
Dari waktu ke waktu masing2 diri berusaha untuk semakin baik dalam artian khusyuk beribadah kepada Allah, karena bila mengingat Allah (termasuk shalat) tidak khusyuk berlangsung begitu lama, maka lambat laun hati akan menjadi keras………. seperti diingatkan Allah dalam surat Al-Hadid Ayat 16:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ ٱلْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَٰسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua dalam beribadah termasuk shalat, menjadi khusyuk semaksimal mungkin, sesuai kemampuan kita sebagai manusia yang penuh dengan aneka problematika kehidupan.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 2 Agustus 2025, 8 Safar 1447H.
Friday, 1 August 2025
Do’a
No: 1.341.01.08-2025
Disusun: M. Syarif Arbi.
Manusia diciptakan Allah punya kecenderungan tergesa-gesa, makanya manusia jika berdo’a, maunya cepat terkabul.
خُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ مِنْ عَجَلٍ ۚ سَأُو۟رِيكُمْ ءَايَٰتِى فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ
“Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera”. (Surat Al-Anbiya Ayat 37)
Ternyata bahwa do’a itu, tidak mesti langsung terkabul, sebagai bahan banding dipetik keterkabulan do’a dari tiga Nabi berikut:
PERTAMA NABI ADAM.
Nabi Adam; berdo’a kepada Allah untuk bertobat baru terkabul setelah hampir sepertiga dari usianya. Usia Nabi Adam ada yang meriwayatkan 1.000 tahun ada juga yang meriwayatkan 930 tahun. Do’a Nabi Adam bertobat baru dikabulkan Allah setelah 300 tahun terus menerus berdo’a. Itupun setelah diajari Allah bagaimana caranya berdo’a, seperti tersurat pada Al-Baqarah 37:
فَتَلَقَّىٰٓ ءَادَمُ مِن رَّبِّهِۦ كَلِمَٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”.
Kalimat do’a bertobat yang diajarkan kepada Nabi Adam diabadikan Allah dalam surat Al-A’raf ayat 23:
رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ. …”
"Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi”
KEDUA; NABI IBRAHIM.
Nabi Ibrahim berdo’a memohon anak dengan do’a:
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (Surat As-Saffat Ayat 100)
Do’a Nabi Ibrahim ini barulah diijabah Allah setelah umur beliau 86 tahun, kurang lebih separo dari umur Nabi Ibrahim yang 175 tahun itu.
KETIGA; NABI AYYUB.
Nabi Ayyub ketika sakit juga berdo’a, walau do’anya tidak secara tegas minta disembuhkan, lebih condong berserah diri. Terkenal do’a beliau adalah:
اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَۚ
"(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". (Al-Anbiya 83)
Selama 18 tahun Nabi Ayyub sakit, dimulai usia 51 tahun, baru sembuh umur 69 tahun, sedangkan beliau tutup usia 93 tahun, ada yang meriwayatkan 140 tahun. Dengan demikian Nabi Ayyub; seperdelapan dari hidupnya menantikan do’anya terkabul.
Dari 3 (tiga) contoh para Nabi tersebut walaupun menunggu lama do’a mereka dikabulkan Allah. Sedang bagi kita orang awam do’a itu ada 3 (tiga) kemungkinan: Terkabul di dunia, disimpan untuk di akhirat, terhindar dari yang tidak baik.
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad, dari Abu Sa’id; derajat hasan).
Bagi kita2 yang sudah berusia “Seven Up” ini, sering melihat, bahwa ada teman2 sebaya kita yang kehidupkannya susah, padahal yang bersangkutan tergolong rajin berusaha dan ahli ibadah. Dimasa hidupnya boleh jadi dianya berdo’a, namun belum sempat tampak terkabul. Yang terjadi ketika ybs sudah tiada, kehidupan anak2 keturunannya yang “cemerlang”, “sukses”. Patut diduga bahwa sohib kita ini, do’anya tidak terkabul dimasa dia masih hidup, tetapi diijabah Allah untuk anak2 cucu2nya. Demikian juga bagi pembaca yang berbahagia, berkecukupan, hidup senang dan makmur, adalah sangat mungkin lantaran do’a mendiang ayah dan bunda. Karenanya sangat wajar bila sehabis shalat do’akanlah ayah dan bunda, nenek kakek kita semua. Demikian pula kemerdekaan yang kita alami sekarang ini, selain karena perjuangan nenek moyang kita ber abad2 yang lalu, tentu berkat do’a2 mereka para pahlawan pembela bangsa. Oleh karena itu di kesempatan yang baik di bulan Agustus ini sepantasnyalah kita mengheningkan cipta berdo’a untuk para pahlawan pejuang kemerdakaan Indonesia.
Mengacu pada hadits dipetik diatas, hendaklah kita terus berdo’a untuk kebaikan. Agar do’a terkabul berkaitan erat dengan adab, keyakinan, serta kondisi hati dan amal seorang hamba. Terdapat 8 (delapan) faktor yang dapat menyebabkan doa lebih mudah dikabulkan oleh Allah SWT:
1. Ikhlas kepada Allah., 2. Yakin akan terkabul., 3. Tidak tergesa-gesa., 4. Hindari makan minum rezeki yang haram., 5. Bertobat dari dosa., 6. Memilih waktu yang mustajab. 7. Khusyuk dan Tunduk kepada Allah. 8. Do’a dimulai dengan Pujian kepada Allah dan Shalawat kepada Nabi
Semoga Allah memberikan yang terbaik buat bangsa Indonesia. Merdeka dalam arti berdaulat serta terhormat. Adil dalam kemakmuran, makmur dalam keadilan.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن
Jakarta, 1 Agustus 2025, 7 Safar 1447H.
Subscribe to:
Posts (Atom)