Monday 13 June 2022

AKHIR MENENTUKAN

Beberapa saat tengah adzan dzuhur berkumandang, sebuah mobil lumayan mewah masuk di halaman parkir sebuah apotik. Tak berapa lama keluar seorang pria muda sekitar 30an dengan pakaian rapi, kemeja lengan panjang kelihatannya bermerk mahal, berdasi, tapi di kakinya ketika turun dari mobil memakai sandal jepit. Rupanya si pemuda, bukan bermaksud mampir ke apotik, ia titipkan mobil ke tukang parkir selanjutnya menyeberang jalan menuju masjid. Kami suami istri sedang nunggu penebusan obat di sebuah apotik langganan ex kantorku. Di apotik itu, sepanjang resep berasal dari dokter keluarga, kami tidak perlu merogoh kocek asalkan obat di resep terdaftar obat yang dibolehkan/ditanggung dan plafond tersedia masih meng cover. Ketika itu belum era BPJS. Karena mungkin masih lama antri resep kami, diriku juga memilih untuk menyeberang jalan yang dibatasi oleh selokan besar menuju masjid, untuk ikut shalat dzuhur, istriku harus mengalah menunggu, kalau-kalau nanti giliran dipanggil. Istriku mengisahkan dalam perjalanan kami pulang dari Jakarta Timur ke Jakarta Pusat itu, bahwa sepeninggalku shalat dzuhur tadi ada seorang ibu duduk dekat istriku di ruang tunggu apotik, mengomentari tentang pemuda yang memparkir mobil yang kukisahkan di atas. Komentarnya begini: “Bukan main pemuda itu; sudah Muda, Ganteng, Kaya, Taat ibadah pula. Sangat beda dengan tetangga saya, Udah Tuwek, Jelek, Melarat dan membelakang kelangit lagi” (mungkin maksudnya tidak taat ibadah dan melanggar aturan agama). Kumulai membahas kasus pemuda itu dengan mengajak istri untuk merenung bahwa kehidupan manusia ini dari muda sampai tua, sampai tutup usia dapat dikelompokkan: 1.Ada manusia, sejak muda sampai tua terus dalam iman dengan demikian amalnya baik terus, istiqamah beribadah, insya Allah; akhir hayat “husnul khatimah”. 2.Adalagi manusia, semasa muda beriman dan beramal baik, taat ibadah; karena sesuatu sebab masa menjelang tua terpengaruh membuat iman melorot dan akhirnya menutup usia dalam keadaan kemerosotan iman. Wallahu ‘alam bishawab, apakah ybs mengakhiri hidup tergolong “su’ul khatimah” 3.Ada juga manusia, semasa muda beriman dan beramal baik, ibadah taat, semasa pertengahan usia karena pindah kediaman lantaran pekerjaan, merantau atau sebab lainnya; pengaruh lingkungan membuat merosot imannya dan tak sempat beramal baik, tak dapat beribadat. Untunglah semasa tua sebelum wafat sempat tobat dan kembali menjadi orang shaleh. 4.Ada pula manusia, semasa muda belum mengenal iman, belum mengenal ibadah, belum melakukan perbuatan baik. Masa menjelang tutup usia, sempat bertobat dan menjadi orang yang beriman kuat dan beramal shaleh. Termasuk manusia yang type mana awak ini, diri sendiri dan Allah-lah yang maha mengetahuinya. Dikelompok manapun yang penting kondisikanlah diri ini di akhir hayat dalam keadaan dipuncak iman dan di ibadah yang maksimal serta istiqamah karena: وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6607) Pernah kami mempunyai teman sekantor dulu, semasa awal-awal saya kenal tergolong bukan ahli ibadah, tak jauh dianya dari meja mengadu nasib, tangannya tak jauh dari mencekek botol. Tapi Subhanallah, menjelang tutup usia berubah menjadi orang yang taat ibadah, sama sekali melepaskan diri dari duduk dimeja judi dan tidak lagi mengenal leher botol yang biasanya ia cekek. Terakhir kudengar temanku itu sudah tutup usia dan dalam keadaan istiqamah dalam ibadah dan imannya. Inikah yang dimaksud dalam hadits: إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّهُ لَمِنْ أَهْلِ النَّارِ ، وَيَعْمَلُ فِيمَا يَرَى النَّاسُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا “Sungguh ada seorang hamba yang menurut pandangan orang banyak mengamalkan amalan penghuni surga, namun berakhir menjadi penghuni neraka. Sebaliknya ada seorang hamba yang menurut pandangan orang melakukan amalan-amalan penduduk neraka, namun berakhir dengan menjadi penghuni surga. Sungguh amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR. Bukhari, no. 6493) Jadi siapapun kita, tidak dapat memastikan nantinya seseorang akan bagaimana nanti, dan yang menentukan adalah kehidupan terakhir. Lebih ekstrim lagi ditentukan pada saat lepasnya roh dari jasmani atau sering disebut dengan “sakaratul maut”. Seperti hadist berikut: عَنْ مُعَاذَ بْنِ جَبَلٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ آخِرَ كَلَامِهِ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله دَخَلَ الْجَنَّة Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ‘Siapa pun yang akhir ucapannya (ketika menjelang ajal) kalimat La ilaha illallah maka ia masuk surga’.” H.R. Imam Abu Daud. Semoga kita semua ditakdirkan Allah menjadi orang-orang yang dapat menjalani hidup ini dengan iman dan amal shaleh sejak sekarang sampai akhir hayat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ M. Syarif Arbi. Jakarta, 14 Dzulkaidah 1443 H. 14 Juni 2022. (975.06.22)

No comments:

Post a Comment