Saturday 25 September 2021

SOALNYA TERBIASA.

Pasien umumnya rela nunggu sblm dpt giliran dipanggil ke ruang periksa. Ibu Siti Maisyaroh merasa diri sdh lanjut usia, jalan sdh lamban bertongkat, telingapun sdh mulai sayup pendengaran. Khawatir bila di panggil tdk segera datang lantaran tak kedengaran, ibu ini ambil posisi duduk pas dekat pintu praktik dokter. Apalagi ini ibu tdk ada yg nemani, anak2 pada kerja semua, tadi ke RS di drop. Nanti bila udh selesai W.A. direncanakan di jemput. Susterpun mulai memanggil pasien, RS tsb. Pemanggilan pasien ngadap dokter tdk menggunakan sistem nomor, tapi memanggil nama. Pasien yg dipanggil berarti status/berkas sudah tersedia di ruang dokter. Ada lagi aturan lain, bila pasien tlh di panggil, bbrp kali blm datang, nanti kalau datang akan di undur stlh 3 (tiga) pasien selesai konsultasi dokter. Stlh selesai pasien ke 5 (lima), susterpun memanggil nama Ibu "Siti Maisyaroh........" berulang bbrp kali. Tapi tak ada pasien yg muncul. Lantas dilewati sampai 3 pasien, suster ngulang lagi "ibu Siti Maisyaroh" untuk ke dokter, bbrp kali panggilan tak ada yg muncul. Langsung proses 3 (tiga) pasien lagi. Kini pasien sdh mulai sepi...... Suster mulai tertarik dg seorang nenek kira2 atas 70an, dari tadi duduk dekat pintu tak bergeming. Suster: "Ibu dari tadi saya lihat duduk di sini, mau berobat??". Dijawab "Iya, ....... tapi dari tadi saya blm dipanggil". Suster: "Nama ibu siapa???". Dengan tegas ibu itu menjawab: " bu IROT suster". Suster masuk ke ruangan dibalik2nya berkas yg masih ada di ruang dokter tak nemukan status pasien bernama "IROT". Diskusi suster ke dokter yg sebentar lagi mau pergi praktik ke RS lain. Dokter katakan coba panggil ibu itu masuk. Dokter nanya si Ibu: "Ibu bawa KTP???". Sibuk si ibu nyari di tasnya, kemudian di serahkannya ke dokter. Di KTP tertulis jelas nama ibu itu persis dg salah satu status yg tinggal 3 berkas lagi di meja dokter. Pengobatanpun diproses. Untuk ke unit Farmasi dokter minta tolong suster mengantarnya. Persoalannya, ibu Siti Maisyaroh, dari kecil terbiasa di panggil dengan nama panggilan "IROT", diangkat dari nama timangan semasa kecil. Asal kata dari "Syaroh" berlanjut dipelesetkan ke "Aroh", lantas jadi enak dg "IROT". Berpuluh tahun terbiasa dg panggilan "IROT", Sampai tua di memori ybs akan merespond bila disebut "IROT". Itulah masalah KebiAsaan mengalahkan KeBISAAN. Siapapun dpt melakukan sesuatu, tapi tdk akan lancar atau otomatis bila tidak latihan, tidak karena TERBIASA. Ibu "IROT" tdk terbiasa di panggil dg "Siti Maisyaroh". Telinga beliau tdk otomatis respond. Jadi ku teringat akan sebuah hadits, bahwa nanti ketika menghadapi syakaratul maut orang yg akhir kalimatnya mengucapkan لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ akan masuk surga. مَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ دَخَلَ الجَنَّةَ ”Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘lailaha illallah’, maka dia akan masuk surga” (HR. Abu Daud). Tidak semua orang sanggup mengucapkan kalimat itu di akhir hayat kalau tidak TERBIASA setiap hari mengucapkannya. Kalau diukur bisa, diukur sanggup semua orang sanggup berucap seperti itu. Tapi dalam situasi tertentu, antara lain di waktu kesadaran sdh menurun menghadapi maut yg TERBIASA diucapkanlah akan terucap. Oleh karena itulah latihlah lidah bergerak untuk ucapan لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ Istiwewanya, bergetarnya lidah untuk ucapan ini dpt dilakukan tanpa membuka bibir. Syukurnya paling tidak kita sdh terbiasa melatih diri mengucapkan kalimat ini saban hari, setidaknya dlm shalat wajib. Semoga akhir hayat kita tertutup dengan kalimat لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن بارك الله فيكم M. Syarif Arbi. Jakarta, 17 Safar 1443 H. 25 September 2021. (847.09.21).

No comments:

Post a Comment