Friday, 5 September 2025

Agar Ber Jum’atan Tak Sia-Sia

No: 1.350.02.09-2025 Disusun: M. Syarif Arbi Menyoal shalat berjamaah; fakta di masyarakat kita menunjukkan bahwa shalat yang paling banyak jamaahnya selain shalat ied (shalat hari raya) adalah shalat jum’at, menyusul shalat maghrib. Adapun jamaah shalat isya, zuhur dan ashar tidak sebanyak jamaah shalat maghrib. Apalagi shalat subuh, dibanyak masjid jamaah shalat subuh sedikit dibanding waktu2 yang lain, kebanyakan jamaahnya pra lansia atau lansia. Pada shalat jum’at, ada diantara jamaah yang tidak rutin shalat lima waktu, namun memilih setiap juma’at tidak ketinggalan shalat. Inilah kelompok yang disebut “shalat pekanan”. Ini pula sebabnya maka shalat jum’at jamaahnya banyak, tak jarang masjid2 sampai harus menggelar tempat shalat dihalaman masjid. Teringat pengakuan jujur seorang teman, dimana sudah pernah kuangkat dalam tulisanku terdahulu, bahwa dirinya terlahir dari keluarga yang tidak taat menjalankan shalat. Ketika kuliah merantau di kota besar, sebab di kampung halamannya ketika itu belum ada sambungan sekolah sesudah es em aa. Kawan2 se kosan, saban jum’at ngajak shalat jum’at, maka iapun ikutan shalat jum’at. Hanya shalat jum’at, shalat lima waktu tidak dilaksakan. Suatu ketika khatib membawakan topik khutbah menyentuh kalbu ybs, sehingga membuat dianya menjadi taat shalat dan takut meninggalkan shalat. Alhamdulillah diujung masa kuliahnya dia menjadi orang yang taat shalat 5 waktu, bukan hanya shalat jum’at. Bahkan tak lama setelah lulus kuliah, ketika sudah mampu berusaha mendapatkan uang lalu berhaji. Pengakuan temanku yang apa adanya ini, dari seorang yang semula hanya “shalat pekanan” atau shalat sepekan sekali, menjadi orang yang taat menjalankan perintah agama, jadinya dapat dipahamkan kenapa jamaah ketika mengikuti shalat jum’at diharuskan menenuhi beberapa ketentuan agar ibadah jum’atnya tidak sia-sia. Adapun ketentuan2 itu diantaranya adalah: 1. Dilarang berbicara, harus mendengarkan khutbah dengan khusyuk., 2. Menghadapkan pandangan ke Khatib., 3. Tidak bermain-main, tidak membaca HP atau tidak sibuk sendiri., 4. Merenungkan isi khutbah, untuk meningkatkan diri menjadi taqwa. PERTAMA: Dilarang berbicara …….. Saat khutbah tengah berlangsung, jamaah Jum’at dianjurkan untuk diam dan mendengarkan khutbah yang disampaikan oleh khatib. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist Rasulullah ﷺ berikut ini; إذَا قُلْت لِصَاحِبِك أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ "Jika engkau mengatakan kepada temanmu, ‘diamlah!’, di hari Jumat, sedangkan khatib berkhutbah, maka engkau telah melakukan perbuatan menganggur (tiada guna). (HR Muslim). Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda: إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ . وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ “Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata sia-sia.”(HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851). KEDUA: Menghadapkan pandangan ke Khatib. Khutbah Jum’at adalah bagian dari ibadah yang menggantikan dua rakaat dalam shalat Zuhur. Maka, khutbah itu sendiri dianggap setara pentingnya dengan ibadah shalat. Menghadap ke khatib menunjukkan keseriusan dan perhatian terhadap isi khutbah. Pesan disampaikan dalam khutbah, berisi pengingat untuk bertaqwa, serta nasihat-nasihat agama. Konsekuensi tidak memperhatikan khutbah; seperti berbicara atau memainkan sesuatu, akan membuat ibadah Jum’at menjadi sia-sia. Banyak sekali terlihat jamaah shalat jum’at demikian santainya ketika khatib sedang berkhutbah, misalnya duduk dengan posisi santai memeluk lulut, akhirnya kepalanya tertunduk, berlanjut terdegar dengkurannya. Duduk dalam posisi yang tidak memperhatikan khotib berkhutbah dengan “memeluk lutut” tersebut tidak diperkenankan. lihat Hadits dari Sahl bin Mu’adz dari bapaknya (Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy), ia berkata: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْحُبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ “Rasulullah ﷺ melarang dari duduk dengan memeluk lutut pada saat imam sedang berkhutbah.” (HR. Tirmidzi no. 514 dan Abu Daud no. 1110. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan) KETIGA: Tidak bermain, membaca HP atau sibuk sendiri. Belakangan ini, tidak jarang kita melihat jamaah shalat jum’at ketika khatib sedang berkhutbah, dianya menyempatkan diri membaca pesan WA di HP nya. Sedangkan ketentuan seperti disebutkan diatas bahwa sebagai jamaah jum’at, ketika khatib berkhutbah, jamaah tidak boleh melakukan kegiatan apapun, termasuk menghitung tasbih, apalagi membaca pesan dan HP. Dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا “Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela) ” (HR. Muslim no. 857) KEEMPAT: Merenungkan isi khutbah, untuk meningkatkan diri menjadi taqwa. Merenungkan isi khutbah Jum’at memiliki banyak manfaat, baik dari segi spiritual, sosial, maupun pribadi. Beberapa manfaat utamanya: 1. Meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan, membantu memperdalam pemahaman terhadap ajaran agama Islam. 2. Membentuk akhlak menjadi lebih baik. Khutbah Jum’at sering mengangkat tema-tema moral dan etika, seperti kejujuran, tanggung jawab, sabar, dan saling tolong-menolong. 3. Meningkatkan Kesadaran Sosial, membantu seseorang menjadi lebih peduli terhadap lingkungan sosial, memperkuat ukhuwah Islamiyah, dan termotivasi untuk berkontribusi positif dalam masyarakat. 4. Menghindari lalai dalam ibadah agar tidak terjebak rutinitas. 5. Menjadi Sumber Motivasi dan Inspirasi, kadang khutbah menyampaikan kisah-kisah teladan dari para Nabi atau sahabat. Kisah2 tsb dapat me motivasi diri untuk bersabar dalam ujian hidup dan tetap semangat dalam menjalani kehidupan. 6. Membantu Evaluasi Diri (Muhasabah). Dengan merenungkan isi khutbah, jamaah dapat membandingkan isi khutbah dengan keadaan diri sendiri. Apakah sudah menjalankan ajaran agama dengan benar? Apa yang harus diperbaiki? Ini sangat bermanfaat untuk pertumbuhan pribadi dan spiritual. Seperti halnya seorang teman yang diangkat dalam tulisan ini, karena merenungkan isi khutbah sekali waktu dia mendengarkan dan merenungkan khutbah yang mengubah dirinya menjadi lebih baik. “……… إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ……………….” “……….Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri………….” (Ar-Ra’ad ayat 11) Harapan kita dari jum’at ke jum’at akan menambah kualitas iman dan taqwa, seperti yang selalu dipesankan para khatib jum’at. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 6 September 2025, 13 Rabiul Awal 1447H.

No comments:

Post a Comment