Tuesday, 28 October 2025

PENGUNDUR MAUT

Disarikan: M. Syarif Arbi No: 1.368.11.10-2025 Meskipun kedatangan maut itu tak selamanya didahului menderita sakit, namun pada umumnya maut datang setelah seseorang menderita sakit. Orang kaya, walau dengan sebagian besar kekayaannya berusaha berobat agar sembuh dari penyakit, untuk mengurungkan kematian. Orang yang sedang berkuasa memerintahkan seluruh aparatnya mencarikan tabib mengobati penyakitnya, agar terhindar dari maut. Orang kaya dan orang berkuasa akan pergi berobat kemana saja, diseluruh antero dunia. Begitulah keadaaannya, setiap orang terutama orang kaya dan orang yang berkuasa akan berusaha untuk mengindari datangnya maut, jika sakit segera berobat. Berbicara soal berobat dari sudut pandang agama (islam) sangat dianjurkan; Dari Abi Ad-Darda' radhiyallahuanhu bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءُ فَتَدَاوُوا وَلَا تَتَدَاوُوا بِحَرَامٍ "Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat. Dan Dia menjadikan buat tiap-tiap penyakit ada obatnya. Maka, makanlah obat, tapi janganlah makan obat dari yang haram. (HR. Abu Daud) Sakit bukanlah mutlak sebagai jalan kematian. Sering kita saksikan dalam kenyataan, sang suami sudah sakit cukup lama, ternyata yang meninggal adalah si istri yang segar bugar, atau sebaliknya. Dengan demikian bahwa tidak selamanya maut didahului sakit. MAUT DI TINJAU DARI SUDUT ILMU PENGETAHUAN ATAU SAINS. Sains tidak mengenal konsep “taqdir”, tetapi mengkaji faktor yang mempengaruhi usia seseorang adalah: genetik, gaya hidup, pola makanan, dan kemajuan teknologi perawatan kesehatan. Dengan demikian tinjauan sains, kematian dapat ditunda secara relatif, dengan cara: teknologi penyembuhan penyakit, misalnya pemcangkokan organ tubuh, tindakan operasi. Rajin berolah raga, mengkonsumsi obat2 tertentu mencegah penyakit datang. Namun, semua upaya tersebut bukanlah sanggup mengelak dari maut, hanya melanjutkan kehidupan sementara, bukan menangguhkan maut secara mutlak. MAUT DIPANDANG DARI SUDUT FALSAFAH. Ahli falsafah sering melihat maut sebagai bahagian tak terpisah daripada kehidupan sesuatu yang tak dapat dihindari, beberapa filosof berbendapat: 1. Maut dalam Pandangan Falsafah Yunani Kuno: a. Socrates melihat maut bukan sebagai sesuatu yang harus ditakuti. Baginya, kematian adalah pemisahan jiwa daripada tubuh, dan jika seseorang hidup dengan baik dan berfalsafah dengan jujur, maka tiada apa yang perlu ditakutkan selepas mati. Dalam Apology, beliau berkata: “Kematian mungkin hanyalah tidur tanpa mimpi — atau perpindahan jiwa ke tempat lain.” b. Plato, Plato (murid Socrates) menekankan idea keabadian jiwa. Dunia material hanya bayangan dari dunia idea yang sejati. Maka, maut ialah pembebasan jiwa dari tubuh untuk kembali ke alam idea yang sempurna. c. Aristoteles, Aristoteles lebih empirikal. Jiwa menurutnya berkaitan dengan fungsi kehidupan; apabila tubuh tidak lagi hidup, jiwa juga tidak dapat bertahan. Maka, maut ialah pengakhiran bentuk kehidupan — bukan perjalanan rohani seperti dalam Plato. 2. Maut dari sudut Pandangan filosof Timur (Hindu-Buddha) a. Hindu, Kematian ialah satu fasa dalam kitaran samsara (kelahiran semula). Jiwa (ātman) tidak mati; ia berpindah ke bentuk lain mengikut karma. Tujuan tertinggi ialah moksha, yaitu pembebasan dari kitaran kelahiran dan kematian. b. Buddha. Tiada jiwa kekal (anatta), tetapi tenaga kehidupan berterusan melalui sebab-akibat (karma). Kematian bukan pengakhiran, tetapi perubahan bentuk eksistensi. Pembebasan tertinggi ialah nirvana — padamnya keinginan dan penderitaan. 3. Maut menurut Pandangan Falsafah Islam: • Filsafat Islam (seperti Ibn Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Mulla Sadra) menempatkan maut dalam konteks perjalanan ruh menuju Tuhan. • Ibn Sina (Avicenna): Jiwa manusia adalah entiti rohani yang kekal; kematian hanya pemisahan dari tubuh material. • Al-Ghazali: Maut bukan kemusnahan, tapi perpindahan ke alam yang lebih hakiki (akhirat). • Mulla Sadra: Jiwa mengalami proses penyempurnaan; kematian adalah tahap evolusi rohani menuju kesempurnaan wujud. MAUT DARI SUDUT PANDANG AGAMA (ISLAM). Dalam Islam, maut (kematian) adalah ketetapan Allah (taqdir). Firman Allah dalam Surah Al-Munafiqun ayat 11: وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا ۚ وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ “Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan”. Dalam pada itu Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda: وعن ثوبان رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يرد القدر إلا الدعاء ولا يزيد في العمر إلا البر Dari Tsauban berkata: Rasulullah bersabda: Tidak ada yang dapat mengelakkan taqdir kecuali doa dan tidak ada yang bisa memperpanjang umur kecuali perbuatan baik. (HR Hakim dan Ahmad). Berangkat dari hadist diatas, dalam Islam dimungkinkan untuk merubah taqdir akan maut atau mengundurkan maut dengan 2 (dua) jalan yaitu: PERTAMA; dengan senantiasa berdo’a untuk dipanjangkan usia, karena do’a dapat merubah taqdir. Oleh karena itu ada baiknya diamalkan do’a sebagai berikut: اَللّٰهُمَّ طَوِّلْ عُمُوْرَنَا وَصَحِّحْ أَجْسَادَنَا وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا وَثَبِّتْ إِيْمَانَنَا وَأَحْسِنْ أَعْمَالَنَا وَوَسِّعْ أَرْزَقَنَا وَإِلَى الخَيْرِ قَرِّبْنَا وَعَنِ الشَّرِّ اَبْعِدْنَا وَاقْضِ حَوَائِجَنَا فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ "Ya Allah, panjangkan umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkan iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkan kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." KEDUA; Taqdir tentang usia dapat diubah dalam artian diperpanjang atau diundurkan kehadiran maut, dengan perbuatan2 baik misalnya: rajin bersedekah, selalu menyambung silaturahim, aktif dalam linkungan untuk keamanan dan kesejahteraan masyarakat, jika masih hidup orang tua berbhakti kepada kedua orang tua. Kalau orang tua sudah meninggal selalu mendo’akan mereka, serta pebuatan2 baik lainnya. Khusus do’a kepada kedua ORTU ku, ketika berdo’a saban usai shalat selalu kubayangkan pengorbanan serta perjuangan ayah bundaku membesarkan kami anak2 mereka, selanjutkan kumohon agar dipanjang usiaku agar masih ada orang yang mendo’akan kedua orang tuaku, kerena setelahku meninggal nanti belum tentu generasi anak cucuku mengingat ayah bundaku. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 7 Jumadil Awal 1447H. 28 Oktober 2025.

Friday, 24 October 2025

JODOH

Disarikan: M. Syarif Arbi No: 1.367.10.10-2025 Secara bahasa, jodoh berarti pasangan yang sepadan atau cocok. Jadi; dalam arti secara umum untuk manusia, jodoh adalah orang yang serasi dapat berupa partner kerja, tempat bekerja yang sesuai dengan kemampuan dan keinginan. Jika Jodoh dipahami sebagai pasangan hidup (suami - istri) maka “kini” jodoh ditemukan melalui proses perkenalan, kecocokan, barulah pernikahan. Masa lalu banyak orang tua sudah menjodohkan anak2 mereka malah belum lahir, misalnya kedua orang tua berjanji “kalau anak saya terlahir lelaki dan anakmu perempuan kita jodohkan”. Di masa generasi uyut2 dari kita2 yang sekarang, jodoh kebanyakan dicarikan orang tua (nenek kakek kita). Sekarangpun masih terjadi kalau anak2 dari ortu masa kini sudah berumur belum ketemu jodoh, orang tua mereka berikhtiar untuk mencarikan jodoh anaknya, karena memang salah satu kewajiban orang tua, selain membekali ilmu pengetahuan dunia dan akhirat untuk anak2 nya, juga adalah mengantarkan anak2 mereka berumah tangga. Setiap orang diyakini telah ditaqdirkan jodohnya (dalam artian pasangan hidup) sejak sebelum lahir, namun manusia tetap harus berusaha, berdoa, dan memperbaiki diri untuk mendapatkan jodoh yang baik. Walaupun jodoh merupakan taqdir, namun perlu dikaji tentang kecocokan emosional, kesamaan nilai, komunikasi yang nyambung, dan komitmen antara dua individu yang akan berumah tangga. Jodoh bukan sekedar ditemukan, tetapi juga dibangun melalui usaha dan pemahaman satu sama lain. Dengan demikian, jodoh (suami – istri) idealnya adalah pasangan yang sepadan dan cocok secara lahir maupun batin untuk menjadi pasangan hidup. Barulah dapat dikatakan sebagai taqdir; apabila perjodohan atau masalah apapun yang dialami masih terjadi juga, walau sudah menghindar karena sejak semula sudah diduga akan tidak mengenakkan. Sebaliknya baru dapat dikatakan taqdir, apabila perjodohan atau cita2 apapun tetap tidak terlaksana juga, walaupun telah berusaha maksimal untuk memperolehnya karena sangat digandrungi atau dicintai. Kalau sudah “terjadi apa yang tidak diinginkan” atau “tidak terjadi apa yang diinginkan” sebagaimana disebutkan kalimat diatas, maka orang beriman seharusnyalah menerima apa saja yang ditaqdirkan Allah dengan berpedoman bahwa apa yang diberikan Allah adalah yang terbaik, merifer kepada firman Allah dalam surat Al Baqarah 216: وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَࣖ ۝٢١٦ …” “………Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”. Dari sekilas paparan di atas, sehubungan dengan para ortu seputar perjodohan anak2 mereka. Ketika kedua belah pihak ortu sudah sampai ke keadaan harus mencarikan jodoh anak2nya baik melalui media persahabatan sesama ortu maupun dengan sarana lainnya. Kedua anak yang akan mereka jodohkan haruslah saling diperkenalkan terlebih dahulu walaupun dalam waktu singkat, dalam rangka menjajagi kecocokan emosional, nilai, komunikasi serta komitmen dua individu yang akan dijodohkan seperti dikemukakan di atas. Mereka harus saling mengenal, harus dipertemukan, kedua belah pihak harus diberi kesempatan setidaknya untuk berdialog, walau dengan didampingi kedua ortu mereka. Kalaulah terjadi kondisi, kedua ortu sudah mencapai semacam persamaan persepsi, tetapi setelah salah satu pihak mengunjungi pihak yang lain, maka anak yang akan dipekenalkan itu menjauh, tidak berkenan menemui, atau menemui hanya sekedar basa-basi (apa boleh buat). Tentu salah satu pihak menjadi paham bahwa PDKT tidak perlu dilanjutkan, karena pihak yang dikunjungi tidak merespon. Pernah terjadi pihak ortu anak perempuan telah sepakat dengan ortu anak lelaki. Keduanya berada di kota yang berbeda, salah satunya di Jakarta. Diatur ketemuan di lobby suatu hotel. Dalam pertemuan, kedua keluarga besar, di lobby hotel tersebut si anak lelaki mengajak untuk makan malam di salah satu restorant, dengan maksud mengajak berkenalan lebih jauh melalui dialog2. Ajakan tersebut ditolak oleh keluarga pihak perempuan. Anak lelaki ajukan lagi agar pihak ortu perempuan mengundurkan sehari kepulangan ke kota mereka, agar nanti keesokan harinya berkenaan hari libur dapat bersama-sama jalan2 di kota Jakarta. Tentu maksud anak lelaki itu agar dapat mengenal lebih jauh tentang kecocokan emosional, komunikasi, persepsi dll. Tawaran tersebut tidak dapat dipenuhi ortu pihak perempuan, walaupun anak perempuannya bersedia bertahan di Jakarta agak sehari. Anak lelaki jadinya tidak bersedia melanjutkan hubungan, karena menilai pihak keluarga perempuan tidak bersedia negosiasi, dapat dianggap mau menang sendiri. Beginilah secuil rekaman kecil dari kasus2 perjodohan, dari sekian banyak yang telah dan akan terjadi dalam serba-serbi masalah perjodohan sepasang anak manusia lelaki dan perempuan. Dalam ajaran Islam, taqdir berarti ketetapan Allah, terhadap segala sesuatu yang telah, sedang dan akan terjadi di alam semesta. Secara umum, taqdir dibagi menjadi 2 (dua) jenis: PERTAMA; Taqdir MUBRAM (تقدير مبرم), Taqdir yang pasti dan tidak bisa diubah oleh manusia. Disebut juga taqdir AZALI yaitu: Ketetapan Allah atas segala hal sebelum penciptaan. Taqdir Mubram atau taqdir Azali, merupakan ketetapan Allah yang sudah final di Lauh Mahfuzh sejak sebelum penciptaan langit dan bumi. Tidak akan berubah walau manusia berusaha menghindarinya. Seperti; Kematian seseorang (waktu dan tempatnya). Jenis kelamin ketika lahir. Siapa ayah dan ibu yang melahirkan seseorang, di bangsa apa seseorang dilahirkan. Terbit dan terbenamnya matahari. KEDUA; Taqdir MU‘ALLAQ (تقدير معلق). Takdir yang tergantung pada sebab atau usaha manusia — bisa berubah dengan doa, amal shaleh, atau perbuatan tertentu. Allah telah menetapkan sesuatu jika seseorang melakukan sebab tertentu. Ada juga yang menyebut sebagai taqdir IKHTIARI, karena jika ia berdoa, berusaha atau berbuat baik, maka Allah akan mengubah keadaan hidupnya. Misalnya; rezeki berlimpah karena giat berusaha dan rajin bersedekah. Keselamatan karena doa dan tawakal. Begitupun agaknya taqdir tentang usia, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: لَا يَرُدُّ القَضَاءَ إلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي العُمُرِ إلَّا البِرُّ “Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali kebajikan.” -----  Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-Qadar, bab “Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa” (no. 2139), dari hadits Salman radhiyallahu ‘anhu. Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah As-Sahihah (no. 154) dan dalam Sahih Al-Jami’ (no. 7687). Terkait jodoh kedua anak manusia nampaknya mungkin sangat dominan merupakan taqdir Taqdir Mu‘allaq (تقدير معلق) atau taqdir ikhtiari. والله أعلمُ بالـصـواب Semoga Allah mengentengkan jodoh, bagi anak lelaki dan perempuan yang belum menemukan jodoh mereka. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 3 Jumadil Awal 1447H. 24 Oktober 2025.

Tuesday, 21 October 2025

Ber-Tamu dan Menerima Tamu

Disajikan: M. Syarif Arbi No: 1.366.09.10-2025 Di negeri kita ini menyoal tentang bertamu dan menerima tamu di kediaman atau rumah, masing2 daerah ada semacam kearifan lokal yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Tak jarang ditemukan kearifan lokal dinilai baik disuatu daerah, di daerah lain belum tentu dianggap baik bahkan malah dianggap tidak sopan. Sekedar contoh; disatu daerah dipandang sangat menghormati tamu, jika tak lama tamu duduk langsung disuguhkan minuman ringan diikuti sekedar makanan kecil. Sebaliknya di suatu daerah menyuguhkan minuman dan kue2 kepada tamu yang baru saja sebentar duduk, malah dianggap si tuan rumah bermaksud agar durasi pertamuan dipersingkat, bahasa lain mengusir si tamu agar segera pulang. Pernah kami alami mengikuti arisan di suatu daerah, acara cukup lama, sejak pukul 9 an pagi sampai makan siang dan shalat dzuhur berjamaah. Seusai shalat, tuan rumah menghidangkan minuman yang berwarna kemerahan dari olahan sejenis kulit kayu, setempat dikenal dengan “Sepang”. Kolegaku dimana dianya adalah penduduk asli setempat membisikkan; “itu pertanda si tuan rumah menyuruh kita segera pamit pulang”. Perbedaan kearifan lokal per daerah itu, kadang membuat beda penafsiran ketika bertamu atau menjadi tuan rumah dalam rangka silaturahim antar sahahat, kenalan yang berbeda daerah. Misalnya kita bertamu. Pihak tamu datang suami istri membawa pula anak. Dimana ditenggarai tuan rumah yang dikunjungi juga masih lengkap suami istri dan juga mempunyai anak. Andaikan tuan rumah hanya suami dan istri yang menemani tamu ngobrol, tetapi tuan rumah tidak menghadirkan anak2 mereka untuk nimbrung di ruang tamu dalam ramah tamah itu, padahal anak2 mereka yang sebaya ada di rumah. Maka kondisi demikian, di daerah tertentu ditafsirkan bahwa si tuan rumah tidak berkenan anak2 mereka kelak menyambung pertemanan seperti halnya persahabatan ayah bunda mereka. Apa dan bagaimanapun kearifan lokal, haruslah diselaraskan dengan adab bertamu dan menerima tamu sesuai kaidah agama. Dalam Islam, menerima tamu adalah salah satu bentuk ibadah dan akhlak mulia yang sangat dianjurkan. Rasulullah Muhammad ﷺ dan para sahabat mencontohkan banyak teladan dalam hal ini. Berikut beberapa adab bertamu dan menerima tamu yang baik menurut ajaran Islam secara umum: PERTAMA; Tuan rumah menerima tamu dengan wajah ceria, ramah, bahasa populer sekarang “welcome”. Rasulullah Muhammad ﷺ pernah bersabda: « لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ ». “Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun (hanya) kamu bertemu dengan saudaramu dalam keadaan tersenyum.” (HR. Muslim). KEDUA; Mengucapkan Salam. Bagi pihak yang bertamu ketika sampai kerumah yang dikunjungi (kini biasanya telah konfirmasi) langsung mengucapkan salam kepada tuan rumah. Perintah ini betul2 wajib, ndak tanggung2 malah langsung diabadikan Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 27: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتًا غَيْرَ بُيُوْتِكُمْ حَتّٰى تَسْتَأْنِسُوْا وَتُسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَهْلِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ۝٢٧ “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Demikian itu lebih baik bagimu agar kamu mengambil pelajaran”. KETIGA: Bersikap hormat dan sopan. Baik tuan rumah maupun tamu haruslah menjaga sopan santun. Si tamu harus mengambil posisi duduk ditempat yang dipersilahkan si tuan rumah, tidak diperkenankan nyelonong masuk ke ruang lain tanpa dipersilahkan atau diijinkan tuan rumah. Dalam pada itu si tuan rumah harus menghormati tamunya seperti yang dihimbau oleh Rasulullah Muhammad ﷺ melalui hadits dari Abu Hurairah: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ "Barang siapa beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mempererat hubungan kekeluargaannya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengucapkan yang baik ataupun berdiam diri saja." (Muttafaq 'Alaih, HR Bukhari [10/373, 442] & Muslim [47]). Termasuk dalam kategori saling menghormati tuan rumah dan tamu adalah: • Tuan rumah menyuguhkan minuman, kalau ada makanan kecil untuk tamu yang berkunjung singkat. (dalam tulisan singkat ini sengaja tidak di bahas buat tetamu yang nginap). Sementara itu kalau dimungkinkan si tamu membawa oleh2 sekedarnya (dikenal dengan buah tangan). • Tuan rumah maupun tamu tidak bertanya hal yang pribadi yang bernuansa sensitive, baik mengenai diri maupun keluarga masing2. Hal itu membuat suasana menjadi akan tidak nyaman. • Tuan rumah harus dapat membuka pembicaraan agar suasana pertemuan tidak beku. Sang tamu maupun tuan rumah harus menahan diri, agar tidak memonopoli pembicaraan. KEEMPAT; Untuk pihak yang bertamu, hendaklah perhatikan durasi bertamu, harus peka terhadap gestur tubuh (body language) tuan rumah dan keluarganya, agar segera cepat pamit supaya tuan rumah tidak terganggu beristirahat dan mungkin ada keperluan lain. KELIMA; Bila suasana memungkinkan ketika tamu (lihat sikon tuan rumah dan rombongan tamu) disunahkan sebelum berpisah di pertemuan silaturahim itu, ditutup dengan tamu dan tuan rumah berdo’a: اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ “Ya Allah, berilah mereka berkah dalam segala yang telah Engkau rezekikan kepada mereka, ampunilah mereka dan sayangilah mereka’”. Diharapkan baik tamu dan tuan rumah sama2 mendapat apa yang diredaksikan dalam do’a tersebut. Demikian, sekelumit tentang adab bertamu dan menerima tamu, semoga Allah memberikan kebaikan bagi kita semua, baik yang bertamu maupun yang menerima tamu, karena bertamu dan menerima tamu merupakan salah satu ibadah yaitu menjalin silaturahim. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 29 Rabiul Akhir 1447H. 21 Oktober 2025.

Monday, 20 October 2025

MEMA’NAI BERDZIKIR

Disajikan: M. Syarif Arbi No: 1.365.08.10-2025 Berdzikir merupakan salah satu bentuk amal dalam agama Islam yang berarti mengingat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dengan menyebut nama-nama-Nya, memuji-Nya, serta mengingat kebesaran-Nya melalui ucapan dan hati dan juga perbuatan. Dzikir dilakukan dengan 3 (tiga) cara tersebut diatas, dengan: 1. Dzikir lisan, yaitu berdzikir diucapkan dengan mulut., 2. Dzikir Qalbi, yaitu mengingat Allah dalam hati, merenungi kebesaran-Nya., 3. Dzikir Fi’li (perbuatan): Menunjukkan ketaatan kepada Allah melalui tindakan, seperti shalat, menunaikan zakat, sedekah, berhaji, berumrah, aktivitas phisik dalam rangka ibadah dan harta. Untuk dzikir lisan dan qalbi contohnya: Tasbih: Subhanallah (Maha Suci Allah), Tahmid: Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah). Takbir: Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Tahlil: La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Istighfar: Astaghfirullah (Aku memohon ampun kepada Allah). Tujuan Berdzikir. PERTAMA; Mendekatkan diri kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى , misalnya ketika seseorang berdzikir dalam bentuk berdo’a, maka demikian dekatnya orang yang berdo’a itu dengan Allah (Surat Al-Baqarah Ayat 186): وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. Berdzikir dalam wujud shalat, ketika sujud: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُعَاءَ “Keadaan seorang hamba paling dekat dengan rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim no. 482) KEDUA; Menenangkan qalbu, jika seseorang sedang berdzikir lisan maupun dalam hati kalau berdzkir itu diresapi dengan betul2 konsentrasi hanya mengingat Allah, maka qalbu akan menjadi tenang/tentram seperti disebutkan dalam Al-Qur'an pada Surat Ar-Ra’ad Ayat 28: ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah qalbu menjadi tenteram”. KETIGA; Membersihkan dosa. Alamat yang tepat untuk memohon ampun atas dosa2, hanyalah kepada Allah. Sedangkan ampunan Allah diperoleh melalui bertaubat. Sarana bertaubat adalah dengan shalat/berdo’a, dimana shalat/do’a adalah salah satu bentuk dzikir. Seberapa banyak dan besarpun dosa seseorang kepada Allah semua akan diampuni Allah. (Surat Az-Zumar Ayat 53) ۞ قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ “Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. KEEMPAT; Menumbuhkan rasa syukur. Dzikir menumbuhkan rasa syukur (ref: Al-Baqarah: 152). فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِࣖ "Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku”. KELIMA; Membangun kesabaran. Orang yang tidak meninggalkan berdzikir dalam bentuk shalat maupun dzikir jenis lainnya, akan dengan sendirinya terbangun kesabarannya. Orang shalat akan sabar misalkan menghadapi cobaan; ada kesempatan berbuat melanggar perintah agama, dianya dapat membentengi diri dengan sabar. Dalam hal orang shalat dan tak putus berdzikir maka bila mendapat cobaan yang menyedihkan, diapun sanggup mengendalikan diri dengan sabar lantas mohon pertolongan kepada Allah ( lihat Surat Al Baqarah ayat 153). يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ "Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." KEENAM; Meningkatkan iman. Sebagai rangkuman setelah diraihnya tujuan yang PERTAMA sampai KELIMA dari berdzikir, bermuara menjadikan orang yang tak putus berdzikir dalam artian ketiga jenis dzikir tersebut diatas akan menjadi orang2 yang kuat iman dan taqwanya (ref : surat surat-Al-Ahzab-ayat 41-42) يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya”. “Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”. Semoga pembaca semua menjadi akhli dzikir meliputi semua jenis dzikir sehingga menjadi hamba Allah yang beriman dan bertaqwa. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 28 Rabiul Akhir 1447H. 20 Oktober 2025.

Saturday, 18 October 2025

QALBU yang KERAS

Disajikan: M. Syarif Arbi No: 1.364.07.10-2025 Di tulisan sebelum ini telah disinggung bahwa “qalbu” adalah abstrak (tidak teraba). Qalbu BUKAN “hati” dalam pegertian organ tubuh manusia terletak di rongga perut atas kanan, dibawah diafragma, dibawah rusuk, dimana untuk orang dewasa berat normalnya sekitar 1,2–1,5 kg, sedangkan ukurannya sekitar 13,5–14,5 cm dari atas ke bawah. Di tulisanku yang lalu kusebutkan “qalbu” yang dimaksudkan adalah dimaknakan sebagai hati nurani atau inti jiwa manusia, tempat bersemayamnya iman, niat, kesadaran, dan kecenderungan spiritual. Dilain sisi di qalbu juga terbersit/terlintas niat jahat, rencana berbuat dosa, mengatur siasat penipuan dan kecurangan. “Qalbu”; adalah tempat ketaqwaan dan kefasikan dimungkinkan terhimpun (Surat Asy-Syams Ayat 8) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. Qalbu tempat kecenderungan manusia berbuat baik dan ketergodaan berbuat jahat, apabila seseorang sering memperturutkan keinginan berbuat jahat, maka qalbu akan mengeras. Jika Qalbu sudah mengeras (قلب القاسي) maka seseorang tidak terpengaruh lagi dengan kebenaran, tidak dapat lagi disentuh oleh nasihat, tidak tergerak lagi untuk melakukan kebaikan. Qalbu seperti ini tertutup dari petunjuk Allah, cenderung pada maksiat, dan sulit menerima peringatan atau ilmu yang bermanfaat. Surat Al-Hajj Ayat 46 أَفَلَمْ يَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَآ أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى ٱلْأَبْصَٰرُ وَلَٰكِن تَعْمَى ٱلْقُلُوبُ ٱلَّتِى فِى ٱلصُّدُورِ “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai qalbu yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qalbu yang di dalam dada”. Dapat dipahamkan bahwa tanda2 qalbu seseorang sudah mengeras apabila: 1. Tidak terpengaruh oleh nasihat agama., 2. Meremehkan dosa, bahkan merasa biasa saja berbuat maksiat., 3. Berpaling dari kebenaran, meskipun sudah jelas., 4. Tak mau menerima masukan atau nasihat., 5. Cinta dunia yang berlebihan, dan lalai dari akhirat. 6, Tidak merasa bersalah ketika berbuat salah. Jika qalbu sudah mengeras maka kecelakaan besar bagi diri yang memiliki qalbu yang keras itu: فَوَيْلٌ لِّلْقَٰسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ. ………………” “…………..Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu qalbunya untuk mengingat Allah………..” (surat-az-zumar-ayat-22) Penyebab Qalbu Menjadi Keras: 1. Banyak berbuat dosa dan maksiat., 2. Lalai dari mengingat Allah (zikir)., 3. Terlalu cinta dunia dan melupakan akhirat., 4. Tidak pernah membaca atau mentadabburi Al-Qur’an., 5. Berkawan dengan orang yang buruk akhlaknya. Agar terhindar dari mengerasnya qalbu, hendaklah periksa diri adakah tanda2 tersebut di atas pada diri, hindari penyebabnya qalbu mengeras tersebut di atas. Inti pokoknya harus senantiasa mengingat Allah. Iringilah dengan do’a (telah dimuat di tulisan nomor sebelum ini). Perhatikan sabda Rasulullah Muhammad ﷺ: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي Dari Abdullah bin Dinar menuturkan bahwa sahabat Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah kalian banyak bicara tanpa ada berdzikir kepada Allah (menyebut nama Allah), karena banyak bicara tanpa ada berdzikir kepada Allah (menyebut nama Allah) akan membuat hati (qalbu) menjadi keras, dan orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang berhati (berqalbu) keras.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi nomor: 2335 dan al-Mundziri, dengan sanad yang hasan). Semoga Allah memeliharakan kita semua dari mengerasnya hati (qalbu), dengan ikhtiar menditeksi semua penyebab qalbu menjadi keras, sedini mungkin mengecek tanda2nya pada diri masing2, selanjutnya menghindarinya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 27 Rabiul Akhir 1447H. 19 Oktober 2025.

Thursday, 16 October 2025

Dosa MERUSAK Qalbu

Disajikan: M. Syarif Arbi No: 1.363.06.10-2025 Qalbu (قلب) secara harfiah diartikan "hati" berwujud non fisik (tak teraba). Dalam bahasa Indonesia, qalbu sering dimaknakan sebagai hati nurani atau inti jiwa manusia, tempat bersemayamnya iman, niat, kesadaran, dan kecenderungan spiritual. Dilain sisi di qalbu juga terbersit niat jahat, rencana berbuat dosa, mengatur siasat penipuan dan kecurangan, meskipun “si qalbu” tau bahwa semuanya itu adalah dosa tidak baik untuk dilakukan. Sesungguhnya qalbu dapat membedakan antara yang benar dan yang salah. Kata qalbu berasal dari akar kata ق ل ب yang berarti “berbolak-balik” atau “berubah-ubah”. Itulah sebabnya maka sifat qalbu manusia yang mudah berubah kadang taat,….. kadang lalai……; …..kadang ikhlas,……. kadang riya'. Allah memang menciptakan qalbu manusia itu berpontensi baik dan berpotensi jahat. (Surat Asy-Syams Ayat 8) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. Agar potensi فُجُورَ tidak dominan pada qalbu, Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan do’a: "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ وَالثَّبَاتِ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ وَطَاعَتِكَ" "Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami pada agama-Mu dan ketaatan kepada-Mu. "يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ" "Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu. Ketahuilah bahwa disetiap diri manusia dimungkinkan tempo2 akan bersemayam salah satu dari 3 (tiga jenis) qalbu sebagai berikut: 1. "Qalbin Salim" ( قَلْبٍ سَلِيْمٍ ) "hati yang selamat" atau "hati yang sehat". Wujud qalbin salam, adalah hati yang bersih, tenang, dan terhindar dari penyakit hati, sehingga membawa ketentraman bagi pemiliknya. 2. "qalbu mayyit" ( قَلْبٌ مَيِّتٌ ) "hati yang mati". Istilah ini merujuk pada hati yang tidak lagi peka terhadap kebenaran, tidak dapat mengenali Tuhannya, dan dikuasai oleh hawa nafsu. 3. "Qalbu Maridh" ( الْقَلْبُ مَرِيْضُ ); "hati yang sakit". Hati ini bisa beriman, tetapi bercampur memiliki banyak penyakit hati seperti iri, dengki, kemunafikan dan hasad. Mari kita interospeksi diri, dimanakah agaknya posisi qalbu diri ini masing2 dari 3 jenis qalbu diatas. Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwa qalbu adalah pusat terpenting dalam perilaku manusia. Dalam banyak hadits, beliau mengingatkan tentang hal-hal yang bisa merusak qalbu ada 6 (enam) perkara yaitu: 1. Berbuat dosa dan maksiat., 2. Terlalu Banyak Bicara yang Tidak Bermanfaat., 3. Makan Berlebihan., 4. Cinta Dunia dan Lupa Akhirat., 5. Lalai dari Zikir dan Membaca Al-Qur’an., 6. Dengki, Iri, dan Hasad. Di artikel singkat ini, dibicarakan perusak qalbu perkara pertama yaitu “berbuat dosa dan maksiat” sedang 5 (lima) perkara lainnya إِنْ شَاءَ اللَّهُ menyusul. PERTAMA, DOSA MENODAI QALBU. Rusaknya qalbu lantaran dosa dan maksiat, mari direnungkan firman Allah dan hadist sebabagi berikut: كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthaffifin: 14) Ayat di atas diterangkan dalam hadits: عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) » Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” ( HR. At Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, Ibnu Hibban (7/27) dan Ahmad (2/297). At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). KEDUA; DOSA MERUSAK JIWA DAN PERILAKU. Ketika qalbu rusak karena dosa maka: Niat menjadi tidak ikhlas. Mudah berbuat zalim. Sulit menerima nasihat. Tidak khusyuk dalam ibadah. Merasa tenang dalam maksiat. Sulit untuk taubat. Mudah terjebak dalam syahwat dan syubhat. Kehilangan rasa takut kepada Allah. Merasa aman dari azab Allah (padahal ini bahaya besar). Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ “Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599). Mudah2an kita semua sama2 mendapatkan perlindungan Allah dari dosa2 yang dapat merusak Qalbu. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 23 Rabiul Akhir 1447H. 16 Oktober 2025.

Tuesday, 14 October 2025

GAYA dan perilaku SOK

Disajikan: M. Syarif Arbi No: 1.362.05.10-2025 Bahasa Gaul di gunakan sehari-hari sering didengar istilah "Sok" yang digunakan untuk menyatakan seseorang berpura-pura atau berlagak seperti ……. sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai kenyataannya. Terminology agama Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ). Misalnya berpura-pura mengerti, padahal sebenarnya belum atau tidak mengerti. Seringkali ketika berdialog dengan seseorang, dapat diketahui lawan bicara apakah mengerti atau pura2 mengerti. Seorang karyawan atau buruh ketika atasannya atau mandornya melintas, berpura-pura sibuk, padahal volume pekerjaannya biasa saja bahkan sangat minim. Pernah terjadi dalam suatu pertemuan arisan, bapak “A” berdekatan dengan seorang teman yaitu bapak “B” yang ngomongnya cepat dan tak jelas, semua rekan segroup sudah hapal dengan teman yang satu ini, tentang cara bicaranya itu. Ketika pak “B” bercerita, teman duduk dikursi sebelahnya, pak “A” mengangguk-angguk. Bapak yang lebih senior pada saat ambil makanan, berbisik ke Pak “A”, “bapak tadi ngerti yang diceritakan pak “B”. Bapak “A” menjawab “ndak mengerti”, Senior tadi meneruskan pertanyaannya “tapi kok nganggung-angguk”. jawab pak “A”, “sekedar diplomasi”. Disini konotasi “Sok” lain Iagi, “diplomasi” dengan tujuan agar bapak “B” yang bercerita tadi menjadi puas. Toh masalahnya tidak terlalu signifikan, bukan merupakan suatu kebijakan atau suatu keputusan yang berdampak dengan tugas pekerjaan, diyakini tidak berpengaruh kepada banyak orang. Tetapi dalam hal2 yang berujung kepada masalah sirius, berdampak untuk orang banyak, maka sangat tidak baik untuk berlaku “SOK”, misalnya Sok Pintar, berpura-pura pintar akhirnya akan menyesatkan orang yang mempercayai apa yang disampaikannya. Dalam hal menyangkut pekerjaan peralatan teknis, misalnya memperbaiki peralatan elektronik jika diserahkan kepada orang yang sok pintar tadi, akan rusak berantakan peralatan tersebut, malah jadinya tidak berfungsi. Kalau kepada si “Sok Pintar” diserahi sebagai pemimpin, maka kita teringat dengan pesan Rasulullah Muhammad ﷺ dalam suatu hadist bahwa apabila suatu perkara atau jabatan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah terjadi kehancurannya. فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ “Apabila amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu (Arab Badui) bertanya, “Bagaimana hilangnya amanat itu?” Nabi saw menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR. Al-Bukhari). Hadits di atas mempertegas ketika peran-peran penting di tengah masyarakat diberikan pada sosok yang tidak memiliki kompetensi dan keahlian dalam memimpin, mengelola dan mengurus yang diistilahkan dengan “SOK” atau (Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ), maka kehancuran pun akan datang. Oleh karena itu jangan sampai meneyerahkan sesuatu urusan kepada orang yang Sok tau, atau orang yang sok pintar, apalagi urusan yang menyangkut kepentingan orang banyak. Bagi orang2 beriman, apabila dirinya akan dipercayai untuk menyelenggarakan urusan yang menyangkut ummat, sebelum menerima amanah tersebut , akan senantiasa mengukur diri apakah diri benar2 mempunyai keahlian sesuai yang diamanahkan dengan mengacu pada hadist tersebut diatas dan juga firman Allah: وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌۗ اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا ۝٣٦ “Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”. (Al-Isyra’ ayat 36) Pengertian SOK (Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ) dari ayat diatas: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Jangan mengatakan sesuatu yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku melihat apa yang tidak engkau lihat, jangan pula mengaku mendengar apa yang tidak engkau dengar, atau mengalami apa yang tidak engkau alami. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, adalah amanah dari Tuhanmu, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya, apakah pemiliknya menggunakan untuk kebaikan atau keburukan? Gaya berbicara, gaya hidup dan perilaku yang tidak disukai oleh Rasulullah Muhammad ﷺ telah dikemukakan dalam artikel sebelumnya yaitu banyak bicara yang sia-sia Ats-tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ), gaya bicara sombong dan membanggakan diri (Al-Mutasyaddiqqun (المُتَشَدِّقُونَ) dan terakhir yang ketiga SOK (Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ). Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua, agar menjadi orang2 yang TIDAK mempunyai gaya berbicara atau bertutur yang tidak disenangi oleh Rasulullah Muhammad ﷺ, utamanya bertutur yang dengan: gaya berbicara yang “sia-sia” dan bergaya berbicara “pongah atau sombong” dan bergaya berperilaku yang Sok atau (Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ). آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 21 Rabiul Akhir 1447H. 14 Oktober 2025.

Thursday, 9 October 2025

GAYA Bicara PONGAH

Dirangkum: M. Syarif Arbi No: 1.361.04.10-2025 Pongah adalah sifat atau sikap seseorang yang sombong, angkuh, atau merasa diri lebih hebat dari orang lain. Orang yang pongah biasanya merendahkan orang lain dan tidak mau menerima kritik atau masukan. Kepongahan tersebut diimplemen tasikan seseorang; dapat berupa sikap, tingkah laku, pamer, juga dalam “gaya bicara”. Di artikel singkat ini mari dilihat sejenak perkara “Gaya bicara Pongah” disebut dalam istilah agama Islam Al-Mutasyaddiqqun (المُتَشَدِّقُونَ). Pada umumnya orang yang terserang penyakit Al-Mutasyaddiqun adalah seseorang setelah dirinya meraih kesuksesan, atau kejayaan dalam kehidupan. Digunakan istilah “pada umumnya”, karena tidak sedikit juga orang2 yang sukses, orang berharta, orang terkenal dalam masyarakat, yang rendah hati, tidak bergaya bicara pongah atau sombong. Teman2 ku di Surabaya (ketika aku masih bertugas di sana), ada yang ungkapkan candaan; “udah miskin…… sombong”. Selain itu ada juga yang mengungkapkan candaan; “udahlah miskin….. masa’ ….. sombong saja ndak boleh”. Apa benar ada orang miskin yang sombong ???. Tentu sombong dalam batasan pengertian di awal tulisan ini, orang miskin tak akan bergaya bahasa pongah atau sombong, namun kalau sombong diartikan secara luas, boleh jadi orang miskinpun ada diantaranya dapat dikelompokkan sebagai orang2 yang pongah atau sombong (إِنْ شَاءَ اللَّهُ harus dibicarakan tersendiri). Tanda2 orang yang berbicara dengan gaya bicara pongah atau sombong adalah: • Bicara dibuat-buat dengan bahasa tinggi agar terlihat pintar atau berkelas, supaya terkesan ilmiah, tanpa menyesuaikan audience yang dihadapi berbicara. • Nada bicara merendahkan lawan bicara, tidak berpantang menyinggung kelemahan pribadi lawan bicara. Kadang dalam perdebatan si pongah menanyakan “apakah anda sudah belajar …………, sudah membaca ………….” . Jika lawan berdebat tidak menjawab atau mengatakan belum, maka “pembicara pongah” akan mengatakan itulah sebabnya anda tidak mengetahui,…. dengan konotasi merendahkan. • Sering kali menunjukkan arogansi atau keangkuhan. Dalam pikirannya orang lain tidak selevel dengan dirinya. Sikap pongah atau sombong tidak disukai orang lain, bahkan sesama orang pongahpun tidak suka dengan orang pongah. Oleh karena itu tidak mungkin ada paguyuban sesama orang pongah (sombong), karena sesama pongah saling menyanggah, sesama orang sombong sering berselisih omong. Ketidak senangan orang terhadap orang sombong baik diabadikan dalam pantun berikut: Sauh dipanen dengan penjuluk. Alpukat mateng dagingnya lembut. Jauh dicela orang, dengan telunjuk. Dekat dicibir orang, berisyarat mulut. Allah dan Rasulnya; tidak menyukai orang pongah (sombong), begitu banyak dalam Al-Qur’an penegasan tentang sombong atau pongah; untuk menyederhanakan tulisan ini dipetik satu diantaranya: اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ ………………” “…………….Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (Luqman ayat 18) Rasulullah Muhammad ﷺ tidak menyukai orang yang bergaya bicara yang pongah-sombong atau Al-Mutasyaddiqqun (المُتَشَدِّقُونَ), disebutkan dalam hadits bersamaan dengan menyebutkan Ats-tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ) seperti yang telah dipetik pada artikel sebelum ini dibawah judul “Bertutur Sia-Sia”. No: 1.360.03.10-2025. dengan bunyi hadits sbb: وَإِنَّ مِنْ أَبْغَضِكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدِكُمْ مِنِّي يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ. “Sesungguhnya, di antara orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari kiamat adalah: - tsar-tsarun [Banyak Bicara yang Sia-Sia)]; - mutasyaddiqun [Gaya Bicara Sombong dan Membanggakan Diri]; dan - mutafaihiqun [Gaya Bicara yang Sok dan Angkuh].” Dari 3 (tiga) gaya bicara atau bertutur yang dibenci Rasulullah Muhammad ﷺ tersebut, 2 (dua) gaya bicara sudah diketengahkan; yang pertama yaitu “Ats-Tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ)”, sedangkan kedua sekarang dibicarakan: “Mutasyaddiqun”, sedangkan yang ke tiga “mutafaihiqun”. إِنْ شَاءَ اللَّهُ dikesempatan yang akan datang. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua, agar menjadi orang2 yang TIDAK mempunyai gaya berbicara atau bertutur yang tidak disenangi oleh Rasulullah Muhammad ﷺ, utamanya bertutur yang sudah d bicarakan yaitu: gaya berbicara yang “sia-sia” dan bergaya berbicara “pongah atau sombong”. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 16 Rabiul Akhir 1447H. 9 Oktober 2025.

Tuesday, 7 October 2025

Bertutur Sia-Sia

Dirangkum: M. Syarif Arbi No: 1.360.03.10-2025 Banyak gaya berbicara setiap orang, justru merupakan indentitas diri masing2. Tak salah jika manusia dikelompokkan dalam kemampuannya berbicara atau bertutur kata menjadi: Kelompok Pertama: “Doyan berbicara”, kelompok ini disebut juga dengan istilah “Komunikatif”, mudah berkomunikasi, terbuka dalam menyampaikan pikiran atau perasaan. Dalam setiap kesempatan berusaha untuk dapat tampil sebagai pembicara. Istilah lain kelompok ini disebut juga “Ramah”. Kelompok Kedua: “Berbicara seperlunya”, sering diistilahkan kelompok “Asertif” mampu menyampaikan pendapat atau perasaan dengan tegas namun tetap menghormati orang lain, berbicara kalau memang diperlukan untuk berbicara. Jika orang di kelompok ini menyampaikan keberatannya disampaikan dengan santun tanpa menyinggung." Kelompok Ketiga: Irit bicara, kelompok ini baru berbicara jika ada yang memulai pembicaraan, atau ada orang bertanya. Menjawab pertanyaan dengan hati2 didasarkan fakta. Kelompok ini akan tak segan mengatakan “tidak tau”, kalau memang dirinya tidak tau, daripada memberikan informasi yang salah. Kelompok Keempat: Pemborong bicara, kalau ketemu orang kelompok ini, sulit untuk menyela omongannya, dianya memonopoli pembicaraan. Orang di kelompok ini serba tau, apapun topik yang dibicarakan orang lain, langsung “disambarnya”, dengan mengucapkan biasanya: “tidak begitu…………. mestinya begini……… dstnya”. Orang seperti ini dikampungku disebut “TUA SEHARI”. Kalau berbeda pendapat dengan orang lain, misalnya berdebat; jangankan kalah, seri saja dia tak sudi. Kota Ketapang ditepi sungai. Ditepinya banyak orang mandi. Si “tua sehari” punya perangai. Kalah tak mau, seripun tak sudi. Kelompok Kelima: Banyak bicara, kadang isi pembicaraannya sia-sia alias tak bermanfaat tak jarang merupakan hoaks diistilahkan dalam agama Islam “Ats-Tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ)” – Banyak Bicara yang Sia-Sia. Tanda2 kelompok ini: 1. Banyak bicara secara berlebihan tanpa manfaat. Isinya gosip, komentar tidak semestinya, misalnya melihat orang lewat, lalu ngomentari pakainnya norak, pokoknya orang lain ada saja cela dan cacatnya. Bergurau melampaui batas. Gemar menyidir orang. Membanding orang lain secara negatif. 2. Suka berbicara terus-menerus tanpa kontrol, tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyela pembicaraannya. 3. Dalam kesempatan berbincang dalam kelompok atau mengobrol dengan orang lain, dianya mendominasi pembicaraan demi menunjukkan kehebatannya berbicara, banyaknya pengalamannya, jauh perjalanannya, dlsbgnya. 4. Sering kali tidak mempertimbangkan kebenaran atau dampak ucapannya. Dari lima kelompok di atas, kiranya masing2 kita dapat mengevaluasi diri di kelompok mana gerangan diri ini berada. Bagi orang beriman berusahalah jangan sampai termasuk kelompok yang ke lima. Perlu direnungkan ayat 1 dan 3 surat Al- Mu’minun, dan ayat 2-3 surat As-Saff. وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”. (Al- Mu’minun ayat 3) Ayat ini dalam konteks ayat 1 surat Al-Mu’minun dimana Allah menyebutkan قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,” (Al-Mu’minun ayat 1) Orang beriman itu akan beruntung antara lain jika menjauhkan diri dari perkataan yang sia-sia. Kalau orang yang suka memproduksi perkataan sia-sia berarti dianya akan rugi. Selanjutnya perhatikan juga surat As-Saff ayat 2 dan 3. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (As-Saff ayat 2) كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (As-Saff ayat 2). Pembawaan atau gaya bicara dengan penuturan yang isinya sia-sia ini termasuk salah satu dari 3 (tiga) gaya bicara yang tidak disukai atau dibenci oleh Rasulullah Muhammad ﷺ melalui sabda beliau: وَإِنَّ مِنْ أَبْغَضِكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدِكُمْ مِنِّي يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ. “Sesungguhnya, di antara orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari kiamat adalah: - tsar-tsarun [orang-orang yang banyak bicara (dengan sombong)]; - mutasyaddiqun [orang-orang yang meninggikan diri atas orang lain melalui ucapannya]; dan - mutafaihiqun [orang-orang yang berbicara dengan penuh kesombongan].” [H.R. At-Tirmidzi (2018)]. Dari 3 (tiga) gaya bicara atau bertutur yang dibenci Rasulullah Muhammad ﷺ tersebut, dikempatan ini baru diketengahkan yang pertama yaitu “Ats-Tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ)”, sedangkan “Mutasyaddiqun”, dan “mutafaihiqun”. إِنْ شَاءَ اللَّهُ dikesempatan yang akan datang. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua, agar menjadi orang2 yang TIDAK mempunyai gaya berbicara atau bertutur yang tidak disenangi oleh Rasulullah Muhammad ﷺ, utamanya bertutur yang sia-sia. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 15 Rabiul Akhir 1447H. 7 Oktober 2025. Dirangkum: M. Syarif Arbi No: 1.360.03.10-2025 Banyak gaya berbicara setiap orang, justru merupakan indentitas diri masing2. Tak salah jika manusia dikelompokkan dalam kemampuannya berbicara atau bertutur kata menjadi: Kelompok Pertama: “Doyan berbicara”, kelompok ini disebut juga dengan istilah “Komunikatif”, mudah berkomunikasi, terbuka dalam menyampaikan pikiran atau perasaan. Dalam setiap kesempatan berusaha untuk dapat tampil sebagai pembicara. Istilah lain kelompok ini disebut juga “Ramah”. Kelompok Kedua: “Berbicara seperlunya”, sering diistilahkan kelompok “Asertif” mampu menyampaikan pendapat atau perasaan dengan tegas namun tetap menghormati orang lain, berbicara kalau memang diperlukan untuk berbicara. Jika orang di kelompok ini menyampaikan keberatannya disampaikan dengan santun tanpa menyinggung." Kelompok Ketiga: Irit bicara, kelompok ini baru berbicara jika ada yang memulai pembicaraan, atau ada orang bertanya. Menjawab pertanyaan dengan hati2 didasarkan fakta. Kelompok ini akan tak segan mengatakan “tidak tau”, kalau memang dirinya tidak tau, daripada memberikan informasi yang salah. Kelompok Keempat: Pemborong bicara, kalau ketemu orang kelompok ini, sulit untuk menyela omongannya, dianya memonopoli pembicaraan. Orang di kelompok ini serba tau, apapun topik yang dibicarakan orang lain, langsung “disambarnya”, dengan mengucapkan biasanya: “tidak begitu…………. mestinya begini……… dstnya”. Orang seperti ini dikampungku disebut “TUA SEHARI”. Kalau berbeda pendapat dengan orang lain, misalnya berdebat; jangankan kalah, seri saja dia tak sudi. Kota Ketapang ditepi sungai. Ditepinya banyak orang mandi. Si “tua sehari” punya perangai. Kalah tak mau, seripun tak sudi. Kelompok Kelima: Banyak bicara, kadang isi pembicaraannya sia-sia alias tak bermanfaat tak jarang merupakan hoaks diistilahkan dalam agama Islam “Ats-Tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ)” – Banyak Bicara yang Sia-Sia. Tanda2 kelompok ini: 1. Banyak bicara secara berlebihan tanpa manfaat. Isinya gosip, komentar tidak semestinya, misalnya melihat orang lewat, lalu ngomentari pakainnya norak, pokoknya orang lain ada saja cela dan cacatnya. Bergurau melampaui batas. Gemar menyidir orang. Membanding orang lain secara negatif. 2. Suka berbicara terus-menerus tanpa kontrol, tidak memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menyela pembicaraannya. 3. Dalam kesempatan berbincang dalam kelompok atau mengobrol dengan orang lain, dianya mendominasi pembicaraan demi menunjukkan kehebatannya berbicara, banyaknya pengalamannya, jauh perjalanannya, dlsbgnya. 4. Sering kali tidak mempertimbangkan kebenaran atau dampak ucapannya. Dari lima kelompok di atas, kiranya masing2 kita dapat mengevaluasi diri di kelompok mana gerangan diri ini berada. Bagi orang beriman berusahalah jangan sampai termasuk kelompok yang ke lima. Perlu direnungkan ayat 1 dan 3 surat Al- Mu’minun, dan ayat 2-3 surat As-Saff. وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”. (Al- Mu’minun ayat 3) Ayat ini dalam konteks ayat 1 surat Al-Mu’minun dimana Allah menyebutkan قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,” (Al-Mu’minun ayat 1) Orang beriman itu akan beruntung antara lain jika menjauhkan diri dari perkataan yang sia-sia. Kalau orang yang suka memproduksi perkataan sia-sia berarti dianya akan rugi. Selanjutnya perhatikan juga surat As-Saff ayat 2 dan 3. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?” (As-Saff ayat 2) كَبُرَ مَقْتًا عِندَ ٱللَّهِ أَن تَقُولُوا۟ مَا لَا تَفْعَلُونَ “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (As-Saff ayat 2). Pembawaan atau gaya bicara dengan penuturan yang isinya sia-sia ini termasuk salah satu dari 3 (tiga) gaya bicara yang tidak disukai atau dibenci oleh Rasulullah Muhammad ﷺ melalui sabda beliau: وَإِنَّ مِنْ أَبْغَضِكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدِكُمْ مِنِّي يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ. “Sesungguhnya, di antara orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari kiamat adalah: - tsar-tsarun [orang-orang yang banyak bicara (dengan sombong)]; - mutasyaddiqun [orang-orang yang meninggikan diri atas orang lain melalui ucapannya]; dan - mutafaihiqun [orang-orang yang berbicara dengan penuh kesombongan].” [H.R. At-Tirmidzi (2018)]. Dari 3 (tiga) gaya bicara atau bertutur yang dibenci Rasulullah Muhammad ﷺ tersebut, dikempatan ini baru diketengahkan yang pertama yaitu “Ats-Tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ)”, sedangkan “Mutasyaddiqun”, dan “mutafaihiqun”. إِنْ شَاءَ اللَّهُ dikesempatan yang akan datang. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua, agar menjadi orang2 yang TIDAK mempunyai gaya berbicara atau bertutur yang tidak disenangi oleh Rasulullah Muhammad ﷺ, utamanya bertutur yang sia-sia. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 15 Rabiul Akhir 1447H. 7 Oktober 2025.

Saturday, 4 October 2025

SUMPAH PALSU

Dirangkai: M. Syarif Arbi No: 1.359.02.10-2025 Pada 6 (enam) artikel sebelumnya sudah dipublish tentang “Bohong” , “Bergunjing”, “Adu domba”, “Ngomong kasar dan ucapan kotor”, “Mengolok-olok” dan “Bicara Tak Bermanfaat”. Dengan demikian dari 7 (tujuh) perihal ngomong yang tidak disuka Rasulullah Muhammad ﷺ , satu lagi akan dikemukakan dalam tulisan ini yaitu: “Sumpah Palsu”. Sumpah palsu menimbulkan risiko2 bagi pelakunya baik dari segi hukum, moral, maupun sosial. Berikut adalah rincian dari risiko-risikonya: Pertama; Risiko Hukum. Sumpah palsu ketika memberikan keterangan palsu dibawah sumpah di depan pengadilan merupakan tindak pidana di banyak negara. Di Indonesia, ancaman hukuman 7 tahun sampai 9 tahun. (KUHP pasal 242). Dapat dipidana “Sumpah palsu” apabila memberi sumpah palsu dalam sidang pengadilan (sebagai saksi) atau memberi keterangan palsu saat membuat akta otentik, surat pernyataan, dll. Kedua; Risiko BERDOSA Allâh Azza wa Jalla menyebut sumpah palsu dengan menggunakan nama-Nya dengan istilah menukar janji Allâh dan sumpah dengan harga yang sedikit. Allâh Azza wa Jalla berfirman: إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَٰئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allâh dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allâh tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih”. [Ali Imrân/3: 77] Ketiga; Merugikan orang lain. Sumpah palsu dapat menjerumuskan orang lain ke dalam masalah hukum secara tidak adil. Bila sumpah palsu ini untuk urusan pengadilan. Di zaman masih hidup Rasulullah Muhammad ﷺ, sangat menghormati kesaksian dibawah sumpah dalam pengadilan. Meskipun sumpah itu ternyata palsu yang selanjutya berdampak merugikan orang lain. Hal mana pernah kutulis pada artikel nomor 664 tahun 2020 dibawah judul “Nilai SUMPAH di KESAKSIAN”. Tulisan tersebut terinspirasi tafsir Al-Azhar Prof. Dr. Hamka Juzu 7 hal 78-84. Sekilas kukutip artikelku nomor 664 tahun 220 tersebut: Quote: Di dalam perjalanan bisnis dari Madinah ke Syam; Budail bin Abu Maryam dari bani Sahm, menderita sakit, lalu dia menulis surat wasiat dan ia memasukkan surat itu ke dalam barang-barang dagangannya. Budail berwasiat kepada dua orang rekan seperjalanannya agar menyampaikan barang dagangannya kepada keluarganya. Budail pun meninggal dunia dalam perjalanan. Dua orang teman tersebut bukan beragama Islam bernama "Tamim ad Dary" dan "‘Adi bin Bada". Sebelum barang diterima oleh keluarga Budail, dua orang berlainan agama tadi membuka ikatan barang-barang tsb. dan mengambil sebagiannya. Setelah itu dibungkus kembali dan diserahkan kepada keluarga Budail. Keluarga Budail terkejut ketika bungkusan dibuka jumlah barang tidak sesuai dengan yang tertera di dalam surat yang ditulis Budail, yang diletakkan di dalam bungkusan tanpa diketahui oleh kawan Budail yang dititipi tadi. Dua orang kawan Budail tadi tidak mengakui dan berdalih tidak mengetahui barang dalam bungkusan itu berkurang. Untuk menyelesaikan kasus tsb. keluarga Budail mengadu kepada Rasulullah Muhammad ﷺ. Perkarapun digelar, pengadilan dipimpin Rasulullah Muhammad ﷺ di dalam masjid sesudah shalat Ashar dengan mendengarkan tuntutan keluarga Budail dan kesaksian dua orang penerima amanah. Dibawah sumpah setelah mereka sembahyang menurut agamanya kedua pembawa amanah tidak mengakui; mereka menyangkal telah menggelapkan sebuah peti kecil yang dituntut keluarga Budail. Nabi Muhammad ﷺ memutuskan perkara; beliau percaya dan berpegang teguh akan sumpah dan saksi. Dua orang beragama lain teman seperjalanan niaga, almarhum Budail dalam kesaksian dibawah sumpah dalam sidang, TIDAK mengakui sebagian harta diduga mereka gelapkan. Nabi Muhammad ﷺ memutuskan tuntutan keluarga Budail tidak terbukti atas dasar kesaksian pemegang AMANAH di bawah SUMPAH. Un Quote Setelah beberapa lama, ditemukan Peti itu di pemilik terakhir di Makkah, mengaku membelinya dari "Tamim ad Dary" dan "‘Adi bin Bada", seharga 1.000 dirham Dengan bukti baru tersebut, jelaslah bahwa peti itu benar dititipkan oleh Budail untuk keluarganya, tidak disampaikan. Namum pengadilan Rasulullah ﷺ menghormati “sesaksian dibawah sumpah”. Walaupun sumpah itu palsu, dengan demikian sumpah palsu merugikan pihak yang mencari keadilan. Keputusan pengadilan menjadi tidak adil karena sumpah palsu. Semoga para pembaca sekalian, terhindar dari risiko terkait sumpah palsu, baik sebagai pihak yang bersumpah maupun yang terdampak karena sumpah palsu. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 12 Rabiul Akhir 1447H. 4 Oktober 2025.

Wednesday, 1 October 2025

Berbicara TAK Bermanfaat

Dirangkai: M. Syarif Arbi No: 1.358.01.10-2025 Pada artikel sebelumnya sudah dipublish tentang “Bohong” , “Bergunjing”, “Adu domba”, “Ngomong kasar dan ucapan kotor” serta “Mengolok-olok”. Dengan demikian dari 7 (tujuh) perihal ngomong yang tidak disuka Rasulullah Muhammad ﷺ , masih akan diberbicarakan 1 (satu) topik lagi yaitu: “Sumpah palsu”, إِنْ شَاءَ اللَّهُ akan menyusul. Dikesempatan ini dibicarakan tentang “Berbicara Tak Bermanfaat”. Manusia normal dapat berbicara umumnya pada usia 9 – 12 bulan, kebanyakan anak2, kata pertama mereka ucapkan; "bunda" atau "ayah", “mamah”, “papah”. Terus berlanjut…..; si anak akan mengucapkan kata2 yang kadang belum berupa kalimat utuh, dikampungku anak dalam periode ini disebut “ngoceh”. Di usia 2 tahunan barulah anak2 sanggup merangkai kalimat bermakna, sejalan dengan dirinya memiliki kosakata yang memadai. Memang demikianlah adanya anak manusia, sejak dilahirkan; Allah anugerahi yang pertama; diberikan kemampuan “mendengar”, kedua; kemampuan “melihat” dan ketiga; kemampuan “berpikir”. وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Surat An-Nahl Ayat 78). Setelah menjadi manusia dewasa terdapat beragam “model” gaya orang berbicara dapat dikelompokkan model bicara yang positif dan model bicara yang negatif. Model bicara yang positif: 1. Jujur; Mengatakan yang sebenarnya, tidak berbohong, menyampaikan pendapat apa adanya meski tidak menyenangkan. 2. Sopan; Menggunakan kata-kata yang santun dan menghormati lawan bicara, sering menggunakan kata misalnya: “maaf”, “tolong”, dan “terima kasih”. 3. Bijaksana; Mampu memilih kata-kata yang tepat sesuai situasi dan kondisi, dalam uacapannya tidak langsung menyalahkan saat ada masalah. 4. Terbuka; Mau mendengarkan dan menerima pendapat orang lain, tidak memaksakan pendapat sendiri. 5. Empatik; Mampu memahami perasaan orang lain saat berbicara, menggunakan ucapan yang menenangkan ketika terjadi masalah yang rumit, bawaannya menyampaikan dengan kata-kata yang lembut. 6. Percaya diri; Berani mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan tenang dan jelas. Sanggup berbicara di depan umum tanpa ragu-ragu. 7. Konsisten; Satunya kata dengan perbuatan, tidak plin-plan termasuk dalam mengambil keputusan. Bukan “pagi tempe sore kedele”, atau “sen kiri belok kanan”. 8. Berbobot; Apa yang dibicarakan tidak bertele-tele, singkat, padat dan isinya bermanfaat serta aplikatif. Disampaikan dengan hati2, penuh perhitungan. Model berbicara yang negatif: 1. Bohong; Menyampaikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan. 2. Kasar; Menggunakan kata-kata yang menyakitkan atau tidak sopan. 3. Sombong; Merendahkan orang lain saat berbicara. 4. Memotong Pembicaraan; Tidak menghargai orang yang sedang berbicara. 5. Tertutup; Tidak mau mendengarkan atau menerima kritik dan saran. 6. Banyak bicara (Cerewet); Berbicara terus-menerus tanpa memberi ruang pada orang lain. Ada yang mengistilahkan “bawel”, atau “merepet” 7. Gosip/Mengadu Domba; Menyebarkan informasi negatif tentang orang lain. 8. Tak bermanfaat; Pembicaraan tidak ada isinya, bertopik hal-hal yang tidak bermanfaat. Terbatas ruang tulis, maka yang diungkap lebih jauh dalam tulisan ini sesuai judulnya yaitu “Bicara Tak Bermanfaat”, karena berbicara tak bermanfaat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, sekurang-kurangnya sebagai berikut: 1. Membuang Waktu dan Energi; Waktu yang seharusnya digunakan untuk hal berguna malah terbuang untuk omongan kosong. Energi mental dan emosional bisa terkuras tanpa hasil. 2. Menimbulkan Konflik atau Kesalahpahaman; Ucapan yang tidak perlu bisa menyinggung orang lain, memancing emosi, atau menimbulkan salah paham. Bisa memperkeruh suasana, apalagi jika disampaikan tanpa berpikir matang. 3. Mengurangi wibawa dan kepercayaan; Orang yang banyak bicara tanpa isi cenderung dianggap tidak bijak atau tidak bisa dipercaya. 4. Mengganggu Konsentrasi dan Fokus; Terlalu banyak bicara bisa mengalihkan fokus dari tugas utama. Menyebabkan pikiran jadi tidak produktif atau terbiasa melantur. 5. Memperbanyak Kesalahan; Semakin banyak bicara yang tak bermanfaat, semakin besar peluang untuk berbohong, ghibah, atau menyakiti orang lain tanpa sadar. Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda: وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” [HR Bukhari] 6. Menghambat Pertumbuhan Diri; Kebiasaan bicara yang tidak bermanfaat bisa menghambat refleksi diri, mendengarkan, dan belajar dari orang lain. Orang bijak lebih banyak mendengarkan dan merenung sebelum berbicara. Semoga sebagai orang yang beriman dapat memelihara diri, jangan sampai awak menjadi orang yang gemar “Berbicara Tak Bermanfaat” karena setiap kata yang terucap tercatat dengan baik oleh malaikat yang mengawal kita, yang kelak di akhirat akan dipertanggung jawabkan; sebagaimana diingatkan Allah dalam Surat Qaf Ayat 18: مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 8 Rabiul Akhir 1447H. 1 Oktober 2025.