Monday, 30 June 2025

BOCORAN dari KUBUR

No: 1.331.06.06-2025 Disuguhkan: M. Syarif Arbi. Seingatku waktu sekolah di “es er” dulu (masuk 1956 tamat 1962) tidak mengenal ujian semester, ujian diadakan sewaktu-waktu, masa itu disebut “ulangan”, soal2 ulangan ditulis di papan tulis hitam (black board) dengan kapur tulis, oleh Bapak/Ibu guru. Murid menjawab di batu tulis dengan alat tulis namanya Grip (kedua bahan itu dibagikan gratis), tapi batu tulisnya tidak boleh dibawa pulang, sedang Grip dibawa pulang, diasah, diberi gagang dll (tergantung kreasi tiap murid). Menghapus tulisan di batu tulis, ada yang membawa umbi batang anggrek, atau lainnya yang lembab (spon zaman itu belum dikenal). Adapun pas ulangan, keesokan harinya, atau hari itu juga dibagikan hasilnya dengan nilai ditulis dengan angka besar dengan kapur, oleh guru. Sesudah itu batu tulis dikumpulkan kembali ke depan kelas meja guru, atau ditinggal di bangku masing2. Nilainya untuk sebagai bukti ke bunda di rumah, batu tulis yang tertulis nilainya, di tempel di pipi, angka terbalik itulah dipamerkan ke rumah, dapat nilai berapa hari itu. Perlu ditambahkan bahwa waktu sudah di kelas tiga “es er”, ada dibagikan buku2 berbagai mata pelajaran. Karena seingatku umumnya anak “es er” waktu itu, baru lancar membaca dan menulis rata2 setelah kelas tiga. Diajarkan menulis “halus kasar, tebal tipis”. Di kelas tiga “es er” mulai dikenal kertas buku tulis, ujian akhir seingatku sudah dengan menulis jawaban di atas kertas. (Bagi pembaca yang sezaman dengan ku misalnya di lain daerah “berkomentar silahkan” …. adalah baik, buat menambah cerita bagi generasi milenial sekarang, dimana mereka sudah ber HP dan ber Laptop). Barulah di kala “es em pe” pertengahan 1962 an, lebih dikenal lagi buku tulis bergaris. Naah baru di masa “es em pe” lah, “ulangan” dengan tertulis di atas kertas. Kebanyakan guru menulis soal di black board, atau ada juga yang mendiktekan. Jawaban dikumpulkan di depan kelas, siapa yang selesai duluan boleh keluar kelas, menunggu jam pelajaran berikutnya, atau kalau sudah jam terakhir, boleh pulang. Sulit untuk nyontek, karena meja guru tinggi posisi di depan kelas, gandeng dengan kursi. Perasaan waktu itu belum dikenal istilah “bocoran” soal. Sebab soal masih di “kepala” guru. Model Teknik guru memberikan soal2 sama ketika kami telah nyambung sekolah ke “es em aa”, jadi belum dikenal “bocoran soal”. Perlu ditambahkan di era zaman kami sekolah dulu, soal ujian “es er”, “es em pe” dan “es em aa”, sama seluruh Indonesia, jadi di buat di pusat. Naskah soal begitu tiba di suatu daerah diamankan sebagai dokumen negara. Belum pernah terdengar pula ada yang “Bocor” dibuka waktu ujian dalam keadaan masih tersegel. Dikenalnya istilah “bocoran” setelah kuliah di “es satu”, walaupun bocoran itu tak selama persis benar, tetapi membantu untuk focus menyiapkan diri, karena arah perkuliahan di “es satu” adalah fokus pada pemahaman dasar dan teori umum di bidang studi. Sehingga soal umumnya dengan kalimat: “Apakah”, “Sebutkan”, “Kerjakan”, Bagaimana dan jelaskan jawaban saudara”. Lanjut kuliah di “es dua”, saat2 mendekati ujian dikenal lagi yang mirip dengan “bocoran” istilahnya “CLUE” semacam petunjuk kira2 masalah apa yang akan diujikan, karena di strata “es dua” arah perkuliahan berupa “pendalaman spesifik bidang, penerapan teori, dan analisis lebih kompleks”. Ketika kuliah di “es tiga”, sepertinya “bocoran” maupun “Clue”, tidak begitu di nantikan oleh mahasiswa menjelang ujian, karena arah perkuliahan merupakan “Penelitian orisinal untuk menghasilkan pengetahuan baru atau solusi inovatif di bidangnya”. Begitulah agaknya hidup di dunia ini, ditinjau dari sudut ujian disekolahan, dimana dikenal istilah “bocoran”, dikenal istilah “Clue”. Lantas bagaimana setelah diri ini masuk kubur, apakah yang akan dialami di sana, apakah masih ada ujian. Semua kita yakin bahwa tak seorangpun diantara pembaca nanti tidak akan mengalami “alam kubur” itu. Apakah secara wajar JASAD dikubur nanti di dalam tanah, atau JASAD ditelan laut karena kecelakaan transportasi, atau JASAD jatuh di hutan rimba kecelakaan penerbangan tak ditemukan jasadnya, atau jasad di bakar menjadi abu, semuanya teristilahkan masuk ke “alam kubur”. Jasad hancur, namun Jiwa atau Ruh tetap hidup di “alam kubur”. Dalam kesempatan ini, mari kita mengintip sedikit beberapa “bocoran” apa yang akan dialami RUH di “alam kubur”. Bagi mereka yang percaya hari akhirat, percaya alam kubur, ada dibocorkan oleh Al-Qur’an apa yang akan terjadi. Bahwa “alam kubur” merupakan tempat menunggu untuk datangnya hari akhir, menentukan apakah diri ini masuk ke surga atau masuk neraka, tidak disebut tempat di tengah surga dan neraka. Di alam kubur itu sudah diperlihatkan apakah diri termasuk kelompok yang masuk surga atau masuk neraka. Jika awak termasuk kelompok yang akan masuk neraka maka bocorannya adalah: Bocoran Pertama: Di dalam kubur nanti ada sebagian Jiwa yang menyesal dalam memilih teman setia yang tingkah laku, anjurannya (yang tidak baik) ketika di dunia. Sehingga diapun menyesal dengan mengucapkan: “Wahai, celaka aku! Sekiranya dulu ketika di dunia aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab-ku, temanku itulah yang ikut mempengaruhiku, sehingga aku menjadi pendosa dengan kekafiran dan kemusyrikan.” Tertera dalam surat Al-Furqan ayat 28 يٰوَيْلَتٰى لَيْتَنِيْ لَمْ اَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا ۝٢.. “Oh, celaka aku! Sekiranya (dahulu) aku tidak menjadikan si fulan sebagai teman setia”. Bocoran Kedua: Menyesal tidak taat kepada Allah sehingga diperlihatkan wajah mereka dibolak- balikkan di dalam neraka, merekapun berkata: يَقُوْلُوْنَ يٰلَيْتَنَآ اَطَعْنَا اللّٰهَ وَاَطَعْنَا الرَّسُوْلَا۠ “Wahai, kiranya dahulu saat di dunia kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul, niscaya kami tidak akan tersiksa.” (seperti tersurat pada surat Al-Ahzab ayat 66) Bocoran ketiga: Ada jiwa yang minta, kalau di dunia dulu jadi tanah saja. يٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرٰبً “Oh, seandainya saja aku menjadi tanah.” (QS An-Naba' Ayat 40) Bocoran keempat: Minta kembali ke dunia untuk tidak mendustakan Allah فَقَالُوْا يٰلَيْتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِاٰيٰتِ رَبِّنَا وَنَكُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ………..” “--- mereka berkata, “Seandainya kami dikembalikan (ke dunia), tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, dan kami menjadi orang-orang mukmin.” (QS Al-An‘am Ayat 27) Bocoran kelima: Minta dihidupkan untuk bersedekah dan menjadi orang shaleh رَبِّ لَوْلَآ أَخَّرْتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ. ……………” “………."Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh". (Al-Munafiqun ayat 10). Semoga bocoran2 ini, menjadikan kita insyaf, belum terlambat untuk bertaubat dan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, menjadi insan yang bertaqwa. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 30 Juni 2025, 4 Muharram 1447H.

Sunday, 29 June 2025

PENYESALAN tidak BERBUAT

No: 1.330.05.06-2025 Dirangkum: M. Sayrif Arbi Penyesalan karena tidak berbuat (inaction regret) sering kali membekas lebih mendalam dan bertahan lebih lama dibandingkan penyesalan karena telah melakukan tindakan. Ada kata2 bijak di komunitas penduduk tepian sungai “lebih mulia karam dikayuh dari pada karam ditambatan”. Arti ungkapan tersebut adalah; “lebih terhormat bilamana gagal setelah berbuat, ketimbang gagal belum melakukan sesuatu pencegahan”. Beberapa jenis-jenis penyesalan karena tidak berbuat yang umum dialami orang: 1. Penyesalan karena tidak mengejar peluang. Dalam hal tersedia peluang tapi tidak dimanfaatkan, padahal syarat2 untuk melaksanakan peluang tersebut tersedia. Setelah berjalan waktu dikemudian hari orang lain yang memanfaatkan peluang tersebut sukses besar. Diri menyesali karena dimasa lalu, terlalu banyak pertimbangan sehingga tidak berani mengambil risiko. Sementara orang lain/teman sebaya yang dapat kesempatan yang sama, berani mengambil risiko berhasil dalam kehidupannya. . 2. Penyesalan karena tidak menyatakan perasaan. Salah satu contoh: Tidak mengungkapkan perasaan, ketika sekian tahun yang lalu itu sebenarnya……., Tidak berbicara saat ada kesempatan, dikemudian hari muncullah “ber-andai2, penyesalan, sedangkan waktu telah berlalu tak dapat diputar balik. 3. Penyesalan karena tidak membela diri atau tidak membela orang lain Ketika melihat ketidak adilan, atau diri sendiri diperlakukan tidak adil, tidak melakukan pembelaan diri. Bila ketidak adilan itu berlaku untuk orang lain tidak melakukan pembelaan. Bila kezaliman terkena untuk diri sendiri; menyerah-pasrah, tidak membela diri. Setelah peristiwa berlalu timbul penyesalan karena bila dilakukan pembelaan, mungkin tidak terjadi kejadian yang tidak mengenakkan seperti dialami kini. Sesungguhnya ketika melihat kezaliman atau kemungkaran seharusnya segera bersikap, sebagai acuan: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ "Jika di antara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu, dan jika kamu tidak cukup kuat untuk melakukannya, maka gunakanlah lisan, namun jika kamu masih tidak cukup kuat, maka ingkarilah dengan hatimu karena itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR Muslim). Barang siapa seperti pada case butir “3” diatas, mengambil sikap yang ke tiga, maka terkelompok selemah-lemahnya iman. 4. Penyesalan karena tidak mengambil tindakan untuk perubahan. Umpamanya; Tidak segera pindah ke bidang usaha baru, ketika usaha yang sekarang sedang lesu. Atau tidak pindah kerja ke tempat kerja yang baru, ketika ditempat kerja yang sekarang kariernya mandek. Kini diripun menyesal setelah diujung perjalanan hidup. 5. Penyesalan karena tidak belajar atau berkembang Semasa muda dulu tidak melanjutkan pendidikan, tidak mencari ketrampilan2. Kini menyaksikan taman2 dulu yang melanjutkan pendidikan mempunyai kedudukan baik dalam masyarakat, sukses dalam hidup. Pengaruh buat diri, merasa tertinggal dan kurang percaya diri, minder, malu ketemu teman2 seangkatan dulu. 6. Penyesalan karena tidak menghabiskan waktu dengan orang terdekat Ketika diusia produktif, demi mengejar karier, demi mengejar sukses, tidak menyediakan waktu yang cukup untuk anak2, untuk istri, untuk bersilaturahim menunjukkan perhatian dan bhakti kepada orang tua. Melewatkan momen penting bersama teman2 sekolah, tidak bersedia hadir manakala diundang reuni. Dampaknya adalah: • Penyesalan setelah anak2 dewasa, bilamana perilaku, sopan santun dan sikap kebathinan anak2 jauh melenceng dari yang diharapkan. Karena ternyata perhatian Ortu semasa anak dalam pertumbuhan demikian menentukan perilaku si anak setelah dewasa. • Istri atau suami yang kurang mendapat perhatian, mengurangi keharmonisan rumah tangga, sering terjadi hal-hal yang kurang enak disebut di tulisan ini. • Penyesalan tidak berbhakti kepada orang tua, akan sangat menyesal setelah orang tua meninggal dunia. Biasanya bila seorang anak tidak berbhakti kepada orang tuanya, pembalasannya langsung diterima di dunia ini, anak2nya kelak juga tidak akan berbhakti kepadanya, beruntung kalau tidak durhaka. • Jika tak mau bersilaturahim dengan teman-teman dekat, teman2 sekolah, teman2 sepermainan semasa kecil, berakibat di nilai sombong. Bila awak mengalami kesulitan kadang tak ada yang peduli. Penyesalan datang bila kesulitan menghampiri diri. Pembaca, dengan mengetahui hal2 yang memungkinkan untuk menyesal karena tidak berbuat di atas, maka mudah2an masing2 diri dapat berikhtiar maksimal agar tidak menyesal dikemudian hari, karena ada ungkapan “Sesal Dahulu Pendapatan Sesal Kemudian Kekecewaan”. Sebagai insan yang beriman, bahwa manusia wajib untuk ikhtiar berbuat demi kesuksesan akan tetapi ketentuan Allah lah yang akan terjadi. مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَاۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ ۝٢٢ “Tidak ada bencana (apa pun) yang menimpa di bumi dan tidak (juga yang menimpa) dirimu, kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah”. (Al-Hadid ayat 22) Juga Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ “Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash). Semoga Allah memberi petunjuk agar kita semua berbuat (beramal) dengan amal yang terbaik, sebelum jiwa terpisah dari raga. Agar tidak menyesal dikemudian hari, baik di dunia terutama di akhirat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 29 Juni 2025, 3 Muharram 1447H

Tuesday, 17 June 2025

Karena Ketiadaan

No: 1.328.03.06-2025 Oleh : M. Sayrif Arbi Berpesanlah Nenek dari cucu2ku, ketika kupamiti akan pergi menjaring matahari pagi, menapaki jalan dengan berbekal kursi tongkat; “nanti beli telor, tepung Tapioka, tepung Beras, tepung Terigu dan sabun cuci cair”. Orderan sang Nenek tersebut kucacat di HP yang selalu kubawa tiap berjalan pagi, kalau tidak dicatat nanti ada yang kelewatan. Dua barang itu jadi keharusan untuk dibawa sudah dua tiga tahun belakangan ini bila ku olahraga berjalan pagi. Tongkat, bila dikembangkan akan jadi tempat duduk berkaki tiga, sangat membantu bila sudah agak kepayahan/kecapeaan, duduk istirahat sejenak di tempat aman. HP, untuk berjaga-jaga kalau2 ada masalah di jalan, untuk dapat memberi laporan ke rumah, misalnya tentang posisi dimana, untuk di jemput misalnya. Alhamdulillah sejuah ini HP belum dipergunakan untuk hal yang saya sebut terakhir, kalaupun digunakan untuk memberitahukan si Nenek tentang sesuatu, misalnya ketemu suatu komoditi yang tadinya tidak ada dalam catatan, apakah perlu dibeli. Ketika perjalanan menuju arah pulang, mampirlah aku di warung langganan untuk membeli bahan2 yang ada di dalam cacatan. Tongkatpun dikembangkan, lantas duduk di depan warung. Si ibu pemilik warung masih sedang sibuk menyukat 5 liter beras dari kotak beras jenis “pulen” kedalam kantong kresek hitam dilapis tiga. Selanjutnya ke kantong yang sama di masuk lagi 3 liter beras jenis “perak”. Dasar diri ini “Kepo”, kutanyakan kenapa di campur. Rupanya agar nasinya nanti tidak terlalu pulen dan juga tidak terlalu perak, demikian penjelasan ibu pembeli, di endors oleh ibu pemilik warung. Usai ibu yang membeli beras pulang, barulah aku dapat giliran pelayanan. Ibu pembeli beras tadi menyangking beras 8 liter itu, dengan mengucapkan “Ntar sore ya bu”, rupanya uang beras itu belum dibayar. Ku “Kepoi” lagi ini ibu warung, “Pernahkah ibu yang model begini lantas tidak bayar”. Cepat sekali ibu itu menjawab, “sudah seriiiing, bahkan kadang ada yang sudah sekian lama ndak bayar, lantas bila ketemu lagi bagaikan ndak pernah punya hutang, malah kita lagi yang malu nagihnya”. Aku jadi teringat kemenakanku yang buka juga warung kebutuhan pokok di pedalaman sana. Diawal-awal usaha, sering menemui pelanggan yang minta timbangkan gula, sukatkan beras, minta sekian saset kopi, garam dan lain2, setelah kemasan diterimanya, pelanggan mengatakan “dompet saya ketinggalan, sebentar nanti uangnya saya antarkan” atau dengan model yang mirip Ibu pembeli beras di atas. Oleh karena pengalaman2 itu, kemenakanku menyikapi hal ini dengan; membuat sekat agak tinggi antara dirinya dengan membeli, sehingga barang2 yang dikemas, untuk menyerahkannya harus melalu sekat tersebut dengan agak diangkat. Teknik ini sangat bermanfaat, setelah ditimbang, disukat dan dibungkus, kemudian di kemas, lantas ditentukan harganya, diminta uangnya. Bilamana uang diterima, barulah barang diangkat, diserahkan kepada pembeli. Jika terjadi pernyataan pembeli “bayar nanti” seperti di atas, maka barang belum diserahkan. Kalau barang sudah di tangan pembeli, ada perasaan tidak enak menariknya kembali. Demikian juga dikatakan ibu pemilik warung langgananku di pagi itu. Adapun siasat kemenakanku di pedalaman, kini dia merasa agak aman, sebab dengan barang masih di wilayah penjual, jika batal lebih mudah penanganannya. Kenapa pembeli ada yang nekat berbuat seperti dikisahkan di atas, akar masalahnya karena ketiadaan, karena kemiskinan. Sedangkan hidup harus tetap perlu makan, maka ikhtiar apapun dijalankan. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im: كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا Artinya: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.” Hadits tersebut setidaknya memiliki makna sebagai berikut: Keadaan serba kekurangan dapat menggodanya untuk melakukan kemaksiatan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam masyarakat, bisa saja terjadi ayah yang miskin melakukan perampokan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bisa pula terjadi, seorang ibu miskin karena tekanan ekonomi menjual diri demi menghidupi anak-anaknya. Membeli bahan2 makanan di warung dengan ngutang, kemudian tidak membayar, merupakan salah satu contoh perbuatan yang terpaksa dilakukan, karena ketiadaan, karena kemiskinan. Demikian pula seorang pemuda yang miskin, bisa saja nekat melakukan pencurian karena didorong keinginannya untuk meniru gaya hidup teman-temannya yang anak orang kaya. Mengingat beratnya godaan-godaan yang dialami orang-orang miskin, maka mereka harus pandai-pandai membentengi keimanannya dengan sabar dan syukur. Andaikan dapat dinasihatkan kepada saudara kita yang dalam ketiadaan, kekurangan dan kemiskinan tersebut dapat kita kutipkan surat Al-Zukhruf 32: نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا "Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.” (QS. Al-zukhruf: 32). Selanjutnya berikhtiar usaha yang halal, diiringi dengan berdo’a kepada Allah. Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan-Nya kepada saudara2 kita yang miskin dan juga untuk kita semuanya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 17 Juni 2025, 22 DzulHijjah 1446H

Monday, 16 June 2025

PERLU BERBICARA

Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.327.02.06-2025 Ternyata bahwa manusia “normal” hidup ini bukan hanya perlu makan, bukan hanya perlu minum dan bukan hanya sangat perlu bernafas, tetapi juga sangat berkeperluan dengan “berbicara” atau “ngomong”. Studi yang diterbitkan di University of Arizona misalnya; menemukan bahwa wanita di usia dewasa awal hingga menengah perlu berbicara rata-rata 21.845 kata per hari, sementara pria perlu berbicara 18.570 kata. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita cenderung perlu berbicara lebih banyak daripada pria. Peneliti Universitas Maryland, menemukan melalui pengujian sampel dari sepuluh anak laki-laki dan perempuan berusia antara tiga dan lima tahun. Hasilnya, anak-anak perempuan memiliki “protein bicara” (diistilahkan “FOXP2”) 30% lebih lebih banyak dibandingkan FOXP2 pada anak laki-laki. Dari dua penelitian yang dikutip di atas, bahwa perempuan lebih banyak kebutuhan berbicaranya dalam setiap hari. Penelitian juga menunjukkan kalau perempuan senang mengobrol sejak usia muda. Anak perempuan belajar berbicara lebih awal dan lebih cepat dibanding anak laki-laki. Anak perempuan memiliki kosakata yang lebih banyak dan berbagai jenis kalimat dibandingkan anak laki-laki dalam usia yang sama. Keperluan berbicara buat diri masing2, alhamdulillah sebagian sudah kita penuhi dengan melakukan berbicara dalam shalat. Ketika shalat ada yang sudah menghitung MINIMAL dipergunakan kata: Shalat subuh kata yang dipergunakan sekitar 290 kata, shalat Zuhur 580 kata, shalat Ashar 580 kata, shalat Maghrib 435 kata, shalat Isya juga 580 Kata. Total penggunaan kata MINIMAL jika shalat 5 waktu itu di kerjakan = 2.465 kata. Guna menyederhanakan perhitungan, rata2 setiap rakaat shalat dikeluarkan perkataan minimal 145 kata. Jika shalat tahajud 8 rakaat dan shalat witir 3 rakaat total sebanyak 11 rakaat x 145 maka minimal mempergunakan 1.595 kata. Digabungkan shalat wajib dan shalat tahajud dan witir = 4.060 kata. Bilamana ditambahkan lagi dengan sunat Dhuha 8 x 145 kata = 1.160. Kitapun sampai pada pergunaan kata 5.220. Shalat rawatib untuk mengiringi shalat 5 waktu total 18 rakaat (10 muakkad + 8 ghairu muakkad) jika per rakaaat miniman 145 kata maka 2.610. sehingga untuk keseluruhan shalat kita telah mengkonsumsi sebanyak 7.830 kata. Disadari bahwa tidak semua kaum muslimin dan kaum muslimat mengamalkan kesemua shalat sampai ke seluruh shalat2 sunat tersebut di atas, dengan demikian untuk memudahkan pemaparan artikel ini baik dibagi pelaku shalat menjadi: Pertama; Hanya melaksakan shalat wajib maka mereka telah melaksanakan shalat sebanyak 17 rakaat x 145 kata = 2.465 kata. Kedua; Disamping melaksanakan shalat 5 waktu juga melaksanakan shalat rawatib yang muakkad 10 rakaat, sehingga mereka melaksanakan shalat sehari semalam 27 rakaat x 145 kata = 3.915 kata. Ketiga; Melaksanakan shalat rawatib seluruhnya baik muakkad maupun ghairu muakkad shingga total sehari semalam shalatnya 35 rakaat x 145 kata = 5.075 kata. Keempat; Selain seluruh shalat butir “3” juga shalat tahajud dan witir 11 rakaat maka total shalat dalam sehari semalam 46 rakaat x 145 kata = 6.670 kata. Kelima; Ada juga yang melaksanakan seluruh shalat wajib dan sunnah di butir “4” termasuk dhuha 8 rakaat maka total shalat sehari semalam 54 rakaat x 145 kata = 7.830 kata. Sedangkan muslimat yang masih “subur” ada hari2 yang tidak melaksanakan shalat, sehingga tidak sama dengan kaum pria muslim. Jadi berarti kaum muslimat tidak dapat mencapai jumlah kata maksimal ketika shalat seperti kaum pria. Sedangkan wanita atas dasar penelitian diatas harus mengkonsumsi kata per hari lebih besar dari kaum pria. Menarik kita hitung kebutuhan kata per hari yang telah dikonsumsi oleh PRIA muslim melalui shalat dengan kriteria kelompok shalat di atas: Kelompok “1”,sudah (2.465 : 18.570) x 100 = 13,27% masih kurang 86,73%. Kelompok “2”,sudah (3.915 : 18.570) x 100 = 21,08% masih kurang bicara 78,92%. Kelompok “3”,sudah (5.075 : 18.570) x 100 = 27,32% masih kurang bicara 72,68%. Kelompok “4”, sudah (6.670 : 18.570) x 100 = 35,91% masih kurang bicara 63,09%. Kelompok “5”, sudah (7.830 : 18.570) x 100 = 42,16% masih kurang bicara 57,84%. Berarti untuk mencukupi konsumsi berbicara saban hari, bagi pria kelompok-kelompok tersebut di atas, harus dilengkapi dengan berbicara kepada keluarga, berbicara dengan teman setempat bekerja. Kalau masih belum cukup juga, sebaiknyalah melengkapinya dengan berdzikir. Kalaulah setiap usai shalat 5 waktu yang setelah mengetahui perhitungan ini, membaca lagi: astaghfirullah, subhanallah 33 x, alhamdulillah 33 kali dan allahuakbar 33 kali serta do’a2, tentu rata2 bertambah 150 kata lagi lah per waktu, jadi dapat tambahan lagi 750 han kata per hari. Itupun masih jauh kekurangannya. Dari paparan ini, maka dapat dimaklumi bila kaum wanita lebih banyak memerlukan kebutuhan berbicara, dalam sehari dibanding kaum pria. Maka dapat dipahami jika kaum wanita lebih banyak berbicara, kadang harus digunakan untuk ngerumpi dan lain sebagainya, karena kebutuhan hidup untuk berbicara kaum wanita lebih banyak dari kaum pria. Dari informasi di atas, dapat dipetik kesan bahwa agar hidup ini sehat melalui dipenuhinya kebutuhan akan “ngomong” atau kebutuhan akan “bicara”, disamping harus istiqamah melakukan shalat, juga harus rajin berdzikir. Bila tidak akan terjadilah dorongan dari dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan biologis akan berbicara, sehingga dimungkinkan terjadi banyak berbicara yang tidak bermanfaat dan sia2. Misalnya ngrumpi, berghibah dan lain sebagainya yang mendatangkan dosa. Allah mengatakan bahwa orang beriman yang beruntung itu adalah: وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”, (Surat Al-Mu’minun Ayat 3) Semoga Allah menjadikan kita hamba2nya yang dapat memenuhi kebutuhan “berbicara” kebutuhan “ngomong” selain shalat dan berdzikir, dengan berbicara yang bermanfaat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta,(20 Dzulhijjah 1446 H)/(16 Juni 2025)

Saturday, 14 June 2025

ENAM manfaat SHALAT

Oleh : M. Syarif Arbi. No: 1.326.01.06-2025 Shalat; sekurang-kurangnya mempunyai enam manfaat bagi pengamalnya yaitu: 1. Menjadi sarana untuk memohon Pertolongan Allah. 2. Mendekatkan diri kepada Allah. 3. Mendapatkan ketenangan Jiwa. 4. Mencegah perbuatan keji dan mungkar. 5. Menghapus dosa. 6. Merupakan Indentitas pemeluk Islam. Sebagai referensi sehingga dapat di susun enam manfaat tersebut, adalah sebagai berikut: Pertama: Menjadi sarana untuk memohon pertolongan kepada allah. وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (Surat Al-Baqarah Ayat 45) يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Surat Al-Baqarah Ayat 153) Perbuatan yang harus dilakukan untuk mendapatkan pertolongan Allah kuncinya adalah “shalat yang khusyu’, dan sabar” Kedua; Mendekatkan diri kepada allah (taqarrub ilallah) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُعَاءَ “Keadaan seorang hamba paling dekat dengan rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim no. 482) Oleh karena itu, adalah sangat dianjurkan bila shalat sendiri, misalnya shalat sunat tahajud, ketika sujud banyaklah berdo’a. Tetapi jika menjadi imam pada shalat berjamaah, hendaknya sujud yang wajar2 saja, karena diantara makmum ada yang ingin segera selesai, lantaran ada keperluan. Ada juga makmum yang bila sujud berlama-lama akan meluap isi lambungnya, apalagi di subuh hari senin dan kamis, banyak orang yang berpuasa. Ketika Sahur dianya mengakhirkan sahur (ambil pahala sunat), lantas perutnya sedang penuh; diajak sujud berlama-lama akan terdorong keluar isi sahurnya. Ketiga: Mendapatkan ketenangan jiwa الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ ۝٢٨ (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram. Al-Qur’an: (QS. Ar-Ra’d: 28) Shalat adalah bentuk dzikir (mengingat Allah) paling sempurna. Rutin melakukannya membantu mengurangi kecemasan, stres, dan memberikan ketenangan jiwa. Keempat: Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar. اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ ۝٤٥ Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut: 45) Dua hal yang diperintahkan dalam surat Al-Ankabut 45 di atas; Membaca Al-Qur’an dan Shalat; itulah kunci mencegah perbuatan keji dan mungkar. Kelima: Menghapus dosa Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا » “Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667) Keenam: Merupakan Identitas muslim. Meninggalkan shalat telah Nabi namakan dengan kesyirikan. بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ “Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566). Semoga kita semua menjadi orang yang melaksanakan shalat dengan istiqamah, dalam keadaan apapun juga, sehingga memperoleh enam manfaat tersebut di atas. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 14 Juni 2025 19 Dzulhijjah 1446H