Thursday, 17 July 2025

PENDUSTA apakah PEMBOHONG dan PEMBUAL

No: 1.337.06.07-2025 Disusun: M. Syarif Arbi. Bahasa bangsa kita ini demikian kaya akan kosakata. Contoh “Perkataan tidak benar”, dapat dikemukakan dengan begitu banyak kata yaitu: Pendusta, Pembohong, Pembual, Pengibul, Pendabul dan banyak lagi….. apa lagi dimasukkan penuturan berbagai daerah di negeri kita ini. Kita ambil saja tiga kata: Bualan, Bohong dan Dusta, pengertiannya beda tipis, tapi ada bedanya. Untuk menyerderhanakan pengertian dalam tulisan ini “bohong dan dusta” dianggap saja mirip pengertiannya, kecuali “bualan”. Bualan: Bercerita, sesuatu yang tidak sebenarnya, pihak yang mendengar cerita sudah mengetahui isi cerita tidak benar. Berbual ini kadang digunakan untuk mengisi waktu untuk bersenda gurau. Pelakunya disebut “Pembual”, kegiatannya disebut “berbual”, produknya disebut “bualan”. Didaerah tertentu si Pembual kadang jadi terkenal, banyak yang menyenangi, terutama kalau pas di suasana santai, mengisi waktu, sangat disuka ketika ronda malam di kampung. Namun hati2 berbual; jangan sampai memilih topik berbual adalah dusta, karena ada dusta membuat orang tertawa yang tidak disukai Rasulullah: Dari Bahz bin Hakim, ia berkata bahwa ayahnya, Hakim telah menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, وَيْلٌ لِلَّذِى يُحَدِّثُ فَيَكْذِبُ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ “Celakalah bagi yang berbicara lantas berdusta hanya karena ingin membuat suatu kaum tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Daud no. 4990 dan Tirmidzi no. 3315. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan) Bahwa Rasulullah juga pernah bercanda; dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: إِنِّي لأَمْزَحُ , وَلا أَقُولُ إِلا حَقًّا “Aku juga bercanda namun aku tetap berkata yang benar.” (HR. Thobroni dalam Al Kabir 12: 391. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih dalam Shahih Al Jaami’ no. 2494).” Oleh karena itu gunakanlah topik candaan, namun tetap dalam kebenaran, bukan “dusta”, karena dusta ada unsur menipu, menyatakan sesuatu yang tidak benar dikatakan se-olah2 benar, kadang dipertahankan bahwa dustanya itu benar. Boleh saja membuat candaan namun sekadar layaknya garam yang dibutuhkan untuk membuat rasa enak pada makanan. Terlalu berlebih dalam bercanda jadi tidak enak, seperti kebanyakan menggarami masakan, malah keasinan. لاَ تُكْثِرُ الضَّحَكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحَكِ تُمِيْتُ القَلْبَ “Janganlah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati.” (Shahih Al Jami’ no. 7435, dari Abu Hurairah) Bohong: Ucapan atau pernyataan yang tidak sesuai kenyataan. Janji yang tidak ditepati juga termasuk dalam kelompok “Bohong”. Pelakunya disebut “pembohong”, apa yang dilakukannya disebut “kebohongan”. Seorang ingin mendapatkan sesuatu, menjanjikan akan …………. kalau nantinya dia dapatkan, setelah dapat,…. janji itu tidak dipenuhi, ini adalah wujud dari “bohong”. Dilain contoh; seorang pedagang, ketika seorang pembeli menawar barang dagangannya, lantas mengatakan kepada calon pembeli “ini tadi sudah ditawar sekian oleh pembeli lain barusan lewat, saya belum lepas”, padahal belum ada pembeli lain yang nawar seperti yang disebutnya itu. Ini bentuk kebohongan yang sering kita jumpai di pasar. Tak kurang berjibun kebohongan juga terjadi didalam masyarakat…………, pembaca lebih banyak dapat membuat contoh, karena mengalami sendiri mendengar/menerima kebohongan, silahkan ………..buat di dalam hati. Dusta: Ucapan atau pernyataan yang tidak benar dengan maksud menipu. Lebih berkonotasi religius atau moral, sering digunakan dalam konteks agama, etika atau sastra. Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang membahas tentang dusta dan berbohong, salah satunya surat An-Nahl ayat 105 yang berbunyi: اِنَّمَا يَفۡتَرِى الۡـكَذِبَ الَّذِيۡنَ لَا يُؤۡمِنُوۡنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ‌ۚ وَاُولٰۤٮِٕكَ هُمُ الۡكٰذِبُوۡنَ “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong.” Selain itu, Rasulullah ﷺ juga menegaskan untuk ummat-nya agar menjauhi dari perilaku berbohong: عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا وَعَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا Dari Abu Wail dari Abdullah ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda: “Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong dan terbiasa dalam kebohongan hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai seorang pembohong. Dan hendaklah kalian jujur, sebab jujur menggiring kepada kebaikan, dan kebaikan akan menggiring kepada surga. Dan sungguh, jika seseorang berlaku jujur dan terbiasa dalam kejujuran hingga di sisi Allah ia akan ditulis sebagai orang yang jujur.” Orang yang suka berbohong sudah dipastikan azab yang pedih oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT telah berfirman, فِىۡ قُلُوۡبِهِمۡ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًا ۚ وَّلَهُمۡ عَذَابٌ اَلِيۡمٌۙۢ بِمَا كَانُوۡا يَكۡذِبُوۡنَ “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta.” (Q.S. Al-Baqarah: 10) Semoga Allah memelihara diri kita masing2 dari berbohong dan berdusta, agar tidak mengundang murka Allah di dunia ini dan di akhirat nanti. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 17 Juli 2025, 21 Muharram 1447H.

Monday, 14 July 2025

Kemampuan Marah

No: 1.336.05.07-2025 Dirangkaikan: M. Syarif Arbi. Marah merupakan potensi yang dimiliki oleh manusia, sama seperti senang, sedih, takut, jijik, cinta dan benci. Dalam kadar tertentu, marah adalah reaksi yang normal dan sehat sebagai bentuk pertahanan diri. Namun, marah yang tidak terkendali bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain, baik secara emosional maupun fisik. Marah adalah reaksi emosional yang muncul ketika seseorang merasa terganggu, tersakiti, diperlakukan tidak adil, atau kecewa terhadap sesuatu atau seseorang. Emosi ini biasanya ditandai dengan perasaan tidak senang yang kuat, dan bisa muncul dalam bentuk ekspresi wajah, kata-kata kasar, atau tindakan agresif. Ada juga orang yang kalau marah malah diam. Marah2an dapat dikelompokkan: Marahan antar orang, marahan orang perorangan kepada institusi, marahan antar institusi, marahan antar kelompok masyarakat. Marah seseorang kepada keadaan yang terjadi, marah kelompok masyarakat kepada suatu kebijakan yang dirasakan tidak adil dsbnya. Kondisi diri ketika sedang marah, berpikir akan menjadi tidak logis, sehingga orang yang sedang marah cenderung: sulit memilih kata-kata yang tepat, mudah tersulut dan menyimpang dari topik, mengulang-ulang pernyataan, menggunakan bahasa kasar atau menyakitkan, tidak jarang terjadi pihak yang marah menyerang pribadi orang/pihak yang dimarahi. Idealnya kalau memungkinkan; ketika menghadapi “kemarahan” marilah diikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya perihal “marah”: الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ۝١٣٤ “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemarahannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan”. (Ali Imran 134) Dari Mu'adz bin Anas Al-Juhani RA, Rasulullah SAW bersabda: مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ. "Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai." (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah). Kalau diri dalam posisi marah, sebaiknyalah sebisa mungkin mengamalkan petunjuk Allah dan Rasul-Nya tersebut diatas. Akan tetapi bila kita dalam posisi menerima atau mendengar orang sedang mencurahkan kemarahannya, atau kita justru yang terkena marah, ayok kita cari tau bagaimana sikap yang harus diambil. Pertama: Tetap Tenang dan Jangan Terpancing: Jaga emosi dan hindari membalas dengan amarah, Tarik napas dalam-dalam, fokus pada ketenangan diri. Kedua; Dengarkan dengan Empati, biarkan orang yang marah mengungkapkan perasaan tanpa langsung menyelanya. Ketiga: Tunjukkan bahwa kita yang dimarahi mendengarkan, misalnya dengan anggukan atau kalimat seperti "Saya mengerti perasaanmu." Keempat: Hindari menyalahkan atau membantah Langsung, sebab orang marah emosi sedang tinggi, logika sulit diterima. Membantah justru bisa memperkeruh. Tahan untuk membela diri, tunggu sampai suasana lebih tenang. Kelima; Gunakan nada bicara yang lembut, suara tenang bisa menurunkan intensitas kemarahan orang lain. Hindari kata-kata yang menyudutkan. Keenam: Beri ruang Jika dibutuhkan, umpamanya suasana terlalu panas, beri waktu untuk menenangkan diri. Dapat dikatakan: "Mungkin kita bisa lanjut bicara setelah kita sama-sama tenang." atau “Mari kita masuk kedalam” setelah di dalam ruangan atau rumah dipersilahkan duduk, tawari minum. Ketujuh: Fokus pada solusi, bukan masalah, sebaiknya setelah kemarahan reda, ajak bicara untuk mencari jalan keluar. Ketahuilah, bagaimanapun hebatnya seseorang marah, Durasi berceloteh saat marah, singkat dan meledak-ledak, banyak kasus beberapa orang hanya mampu mengeluarkan beberapa kalimat pendek, penuh emosi, dan bernada tinggi sebelum kehilangan kata-kata, selanjutnya berhenti. Ada pula kasus orang marah ngomong panjang-lebar tidak terkontrol, sering kali dengan isi yang tidak terstruktur, repetitif, dan didominasi oleh keluhan atau serangan verbal. Jadi, lamanya orang berbicara saat marah bisa berkisar dari hitungan detik hingga beberapa menit tergantung konteks dan tingkat kemarahan. Dalam realitas kehidupan ini, keadaan emosional marahan selalu kita temui, semoga kita dapat memposisikan diri sesuai petunjuk Allah dan Rasul-nya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 14 Juli 2025, 18 Muharram 1447H.

Friday, 11 July 2025

RISIKO mengkritik PENGUASA

No: 1.335.04.07-2025 Dirangkum: M. Syarif Arbi. Kritik adalah menyampaikan koreksi baik lisan maupun tertulis atas suatu perbuatan atau keadaan. Para pihak yang terlibat dalam kritik adalah: 1. “pihak yang dikritik”., 2. “pihak pengkritik”, dan 3. “pihak ketiga” yaitu orang2 yang menyaksikan/mendengarkan kritik”. Jenis kritik terdiri dari: 1. Kritik Konstruktif: Disampaikan dengan niat membangun, bertujuan memberi solusi atau saran perbaikan. Kritik konstruktif memungkinkan untuk didiskusikan guna pemahaman yang lebih dalam. Menghargai atau menilai karya prestasi pihak yang dikritik secara objektif. 2. Kritik Destruktif: Disampaikan dengan nada merendahkan pihak yang dikritik, tanpa memberi solusi, tujuan kritik sering kali cenderung menjatuhkan. 3. Kritik Asalan: Dikemukakan tidak didasarkan fakta, cenderung merupakan celaan, pengkritik akan menyampaikan celaan apa saja yang dilihatnya, apa saja yang didengarnya, pokoknya pihak yang dikritik selalu salah saja di mata pengkritik. Di ruang terbatas ini menarik dibicarakan “kritik kontruktif”, umumnya pengkritik adalah para pakar pada bidangnya, para ilmuan, atas dasar fakta dan pengetahuan, pengalaman yang mendalam. Tak jarang terjadi kritik ditujukan kepada para penguasa yang sedang berkuasa memerintah di suatu negeri. Para Nabi juga adalah penyampai2 kritik konstruktif kepada para penguasa, pihak2 yang berpengaruh, dan masyarakat kaumnya. Mereka mengkritik atas dasar ilmu yang diperolehnya melalui saluran wahyu petunjuk Allah. Para nabi dan rasul yang melakukan kritik dimaksud selalu menerima risiko2 yang ekstrim. Di tulisan ini di ambil contoh beberapa Nabi Utusan Allah: Nabi Musa a.s. mengkritik Fir’aun (Ramses II). Kritik utama dilakukan Nabi Musa kepada Fir’aun adalah karena Fir’aun mengaku sebagai Tuhan, Fir’aun berkuasa dengan zalim menindas rakyatnya. Meskipun Fir’aun sudah sedemikian sombong dan melampui batas, namun Nabi Musa dan Nabi Harun diperintahkan Allah untuk menyampaikan kritik tersebut tetap menggunakan adab yang baik (berkata lemah lembut) seperti tersurat dalam Al-Qur’an surat Taha 43-44: ٱذْهَبَآ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ إِنَّهُۥ طَغَىٰ فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ “Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut". Risiko yang dihadapi nabi Musa dan Harun serta para pengikutnya, akhirnya diburu untuk akan dihabisi, tetapi Allah menyelamatkan mereka; riwayatnya di abadikan dalam Al-Qur’an, pembaca silahkan lihat surat Al-Baqarah ayat 50. Selain itu, surat Asy-Syu'ara’ ayat 60-63 dikutip dibawah ini: فَاَ تۡبَعُوۡهُمۡ مُّشۡرِقِيۡ فَلَمَّا تَرٰۤءَا الْجَمْعٰنِ قَالَ اَصْحٰبُ مُوْسٰٓى اِنَّا لَمُدْرَكُوْنَ ۚ قَالَ كَلَّا ۗاِنَّ مَعِيَ رَبِّيْ سَيَهْدِيْنِ فَاَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنِ اضْرِبْ بِّعَصَاكَ الْبَحْرَۗ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيْمِ “Lalu (Fir‘aun dan bala tentaranya) dapat menyusul mereka pada waktu matahari terbit. Maka ketika kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, “Kita benar-benar akan tersusul.” Dia (Musa) menjawab, “Sekali-kali tidak akan (tersusul); sesungguhnya Tuhanku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar”. Nabi Ibrahim a.s. mengkritik Raja Namrud. Kritik Nabi Ibrahim kepada penguasa bernama Raja Namrud, menyembah berhala dan mengklaim dirinya mempunyai kekuasaan tertinggi. Sampai terjadi perdebatan antara nabi Ibrahim dan Raja Namrud termuat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah 258: أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبْرَٰهِۦمَ فِى رَبِّهِۦٓ أَنْ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحْىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحْىِۦ وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأْتِى بِٱلشَّمْسِ مِنَ ٱلْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ ٱلْمَغْرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan," orang itu berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. Ujungnya, karena kalah berdebat tetapi menang kekuasaan; risiko yang dihadapi Nabi Ibrahim, Raja Namrud memerintahkan membakar nabi Ibrahim. Disaat yang kritis Allah menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya dengan berfirman: قُلۡنَا يٰنَارُ كُوۡنِىۡ بَرۡدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبۡرٰهِيۡمَۙ‏ Kami (Allah) berfirman, "Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!" (Al-Anbiya ayat 69) Nabi Nuh a.s. mengkritik Perilaku Penguasa dan kelompok elit dari kaumnya. Kritik utama Nabi Nuh a.s mengenai: Kaumnya menyembah berhala dan meninggalkan ajaran tauhid. Mereka membuat dan menyembah patung-patung yang dinamai Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr ( lihat surat Nuh: 23). Ini adalah bentuk pelanggaran paling berat, yaitu menyekutukan Allah (syirik akbar). Nabi Nuh melakukan kritik melalui dakwahnya selama 950 tahun (lihat surat Al-Ankabut ayat 14), namun hanya sedikit yang mau mengikuti (sekitar 70 sampai 100 orang). Dalam rangka menghukum kaum Nuh yang ingkar, Allah menurunkan azab berupa banjir besar, sebelumnya Allah perintahkan Nabi Nuh membuat kapal (Surat HUD ayat 38-39), untuk menyelamatkan Nabi Nuh dan pengikutnya. Nabi Muhammad ﷺ mengkritik Penguasa Pemimpin Quraisy, khususnya Abu Jahal, Abu Lahab, dan lainnya. Kritik utama: Penyembahan berhala, ketidakadilan sosial, penindasan orang miskin. Risiko yang dialami Rasulullah Muhammad dan pengikutnya: Pemboikotan, intimidasi, selama 7 tahun. Puncaknya nabi Muhammad akan dibunuh, hingga akhirnya hijrah ke Yatsrib yang kini menjadi Madinah. Nabi Muhammad hijrah dari Mekah ke Madinah pada malam tanggal 27 Shafar, yang bertepatan dengan tanggal 12 September 622 Masehi. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-13 setelah kenabian beliau. Adapun ayat yang dibaca oleh Nabi Muhammad SAW saat meninggalkan rumah di malam itu, adalah surat Yasin ayat 9, yang berbunyi: وَجَعَلْنَا مِنْۢ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَّمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَاَغْشَيْنٰهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ “Dan Kami jadikan di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”. (QS. Yasin: 9) Sehingga dengan izin Allah, para pemuda pengepung rumah beliau, satupun tidak ada yang terbangun. Malam tanggal 27 Shafar itu Nabi Muhammad dan sahabatnya Abu Bakar bersembunyi sementara di Goa Tsur. Adalah manusiawi Abu Bakar merasa khawatir sebab ketika siang hari esoknya, para pemburu mereka sudah tampak kakinya di mulut Goa. Hal itu diabadikan Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah 40. (mempersingkat tulisan ini, ayat tersebut tidak dikutip seluruhnya) hanya: لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Begitulah, risiko2 yang dihadapi para Nabi-Nabi utusan Allah ketika mengkritik penguasa pada zaman mereka masing-2. Menegakkan kebenaran tidaklah mudah, penuh risiko, halangan dan rintangan. Belajar dari apa yang dialami oleh para Nabi Utusan Allah tersebut di atas, bahwa kebenaran akhirnya akan menemukan jalannya, akan berada diatas kebathilan. Semoga para penegak kebenaran yang sedang berjuang dibumi mana saja di dunia ini, selalu mendapatkan pertolongan Allah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 11 Juli 2025, 15 Muharram 1447H.

Tuesday, 8 July 2025

TERBUKA luka LAMA

No: 1.334.03.07-2025 Disusun: M. Syarif Arbi. Emosi dimungkinkan dua pengertian yaitu: emosi dalam pengertian positif dan emosi dalam pengertian negative. Emosi positif ialah: keadaan seseorang menerima kabar yang sangat membahagiakan sekaligus membangggakan contoh ketika lulus ujian sekolah, ketika berhasil mendapatkan hal yang sangat di idam2kan, ketika selamat dari suatu musibah, ketika diterima lamaran dll. Orang yang sedang emosi positif kadang seyum, tertawa terbahak-bahak tak sedikit ada yang menangis. Dikesempatan ini, dibatasi hanya mengetengahkan “Emosi dalam pengertian negative”. Orang yang sedang emosi dalam pengertian negatif, kadang tak berpikir panjang ketika terserang emosi, lalu ybs sulit mengontrol jiwaannya, sehingga meluncurlah kata-kata yang tidak baik, tak enak didengar. Seorang sedang dilanda emosi negatif, tidak dapat mengendalikan raganya, misalnya detak jantungnya meningkat, tangan dan kaki bergerak tak terkendali, terjadilah “piring terbang”, menbanting barang2 tak jarang pula menangis, sumpah serapah, ngedumel, dll. Seseorang yang sedang emosi, tidaklah berlangsung lama, tak mungkin seseorang emosian sampai berminggu-minggu, berbulan-bulan. Emosi baik yang positif maupun yang negative timbul karena adanya kejadian tertentu yang tidak biasanya terjadi. Emosi mempengaruhi pikiran dan memunculkan tindakan2 yang tidak terkontrol. Emosi mempengaruhi jiwa dan raga, seseorang yang sedang emosi negative misalnya; berkeringat, detak jantung naik, gigi mengkeret dengan kaki dan tangan dikencangkan, kaki di hentak-hentakkan, tangan dikepalkan, dll. Pemicu seseorang menjadi emosional yang bersifat negative, sangat beragam, tergantung pada latar belakang pribadi, pengalaman masa lalu, dan keadaan saat ini. Dapat di inventarisir ada 7 penyebab seseorang emosional yaitu: 1. Luka lama terusik., 2. Kena Kritik atau Penolakan., 3. Merasakan ketidak Adilan., 4. Merasa bersalah dan malu., 5. Ketika kondisi Kesehatan Labil., 6. Kebutuhan tidak terpenuhi., 7. Lingkungan yang tidak mengenakkan. Tak mungkin semua ke 7 penyebab itu dapat disajikan dalam satu nomor artikel, sebab space tersedia yang terbatas, selain itu juga membuat sebagian pembaca kurang tertarik dengan artikel yang panjang. Oleh karena itu dalam kesempatan ini hanya kubahas penyebab “Pertama”. LUKA LAMA TERUSIK. Terulang kembali keadaan serupa yang tidak mengenakkan. Misalnya dikhianati, ditolak, diungkit masa lalu diri yang kelam. Seorang adik curhat kepada kakaknya yang dianggapnya sebagai ganti Ortu mereka yang sudah tiada. Si adik curhat; bahwa anak2nya sering melawan dirinya bila di nasihati-nya….. Lantas si kakak yang menerima curhatan itu menjawab, dengan mengungkit “luka lama”. Si kakak bilang: “kamu dulu juga sering melawan bila mendiang ortu kita menasihati, ini akibatkannya, ibarat dagang kamu sekarang menerima keuntungan, anakmu membalaskan”. ……….. Betapa emosinya si adik lantas pergi meninggalkan rumah kakaknya tanpa pamit, perwujutan emosinya berupa; berbilang bulan si adik tidak bersilaturahim kerumah kakaknya yang sudah tergolong manula itu. Kakaknya pun kapok, sesudah itu tidak mau lagi mengungkit luka lama. Kasus ini menjadi pelajaran buat kita semua, bahwa tidak semestinya anak2 melawan ORTU, berkata-kata tidak mengenakkan kepada orang tua mereka. Bila kita bersikap tidak baik kepada orang tua kita, maka pada umumnya anak2 kita nanti juga akan tidak bhakti dan membantah bila kita beri nasihat. Si kakak teringat akan hadist: Balasan orang yang durhaka kepada orang tua disegerakan di dunia sebelum kematiannya. Termuat dalam hadits Rasulullah saw.: كُلُّ الذُّنُوبِ يُؤَخِّرُ اللَّهُ مِنْهَا مَا شَاءَ إِلَّا الْبَغْيَ وَقَطِيعَةَ الرَّحِمِ يُعَجِّلُهُ اللَّهُ لِصَاحِبِهِ قَبْلَ الْمَمَاتِ “Semua dosa diakhirkan balasannya oleh Allah sesuai kehendak-Nya kecuali dosa durhaka kepada orang tua. Dia akan menyegerakan balasan tersebut kepada pelakunya di dunia sebelum kematiannya, (HR Al-Hakim). Demikian banyak perintah Allah agar anak berbuat baik kepada ayah bundanya. 1. Surat Al Baqarah ayat 83: “……….……”وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَانًا …………………..” “……….dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak, …………..” 2. Surat Al Ahqaf ayat 15: “…… وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْس “ “Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya …………” 3. Surat Al Anam ayat 151: “………….. وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا. …………….” “………… berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa…….” 4. Surat Al Isra ayat 23: وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا ۝٢٣ “Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”. 5. Surat Al Isra ayat 24: وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ “Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil." 6. Surat Luqman ayat 14: وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu." Semoga, bagi kita yang masih mempunyai orang tua, dapat berbhakti kepada mereka dengan penuh hidmad dan hormat. Kalau ORTU sudah tiada dapat kita do’akan mereka, sesuai tuntunan agama. Mudah2an anak2 kita menjadi hamba Allah yang taqwa, menjadi anak shaleh dan shalihah, serta berbhakti kepada ORTU mereka. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 9 Juli 2025, 13 Muharram 1447H.

Monday, 7 July 2025

KETERLAJURAN berkata KASAR

No: 1.333.02.07-2025 Dirangkum: M. Syarif Arbi. Adalah wajar bila dalam hidup ini pernah ter jadi “keterlanjuran”. Setelah itu timbul perasaan kecewa atau sedih, menyesal. Dalam banyak hal keterlanjuran kita mengambil tindakan tertentu membawa dampak negatif, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Beberapa hal penting terkait penyesalan karena keterlanjuran; misalnya 1. Terlanjur mengucapkan kata2 kasar., 2. Terlanjur mengambil kepetusan tergesa-gesa., 3. Terlanjur meninggalkan seseorang. Terdapat 3 penyebab terjadinya keterlanjuran yang menimbulkan penyesalan yaitu; 1. Bertindak sebelum berpikir panjang., 2. Bertindak berdasarkan emosi dan 3. Bertindak sebelum mengumpulan informasi yang akurat. Lagi-lagi karena keterbatasan ruang tulis, di nomor ini hanya disuguhkan tentang “Keterlanjuran mengucapkan kata-kata kasar” Untuk menghindari keterlanjuran mengucapkan kata2 kasar, hendaklah sebelum berkata-kata terlebih dahulu dipikirkan. Jangan sebaliknya, berkata-kata dulu baru dipikirkan kemudian. Ketahuilah bahwa “kalimat belum terucap masih milik kita, kelimat sudah terucap sudah milik orang”. Rasulullah saw. bersabda: من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فليقل خيرا او ليصمت “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia berkata baik atau diam.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah) Alqur’an Surat Qaaf ayat 18: مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلَّا لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ ۝١٨ Tidak ada suatu kata pun yang terucap, melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat). Ada 6 langkah yang seyogyanya dilakukan sebelum ber-kata2. Pertama; Pertimbangkan apakah yang akan dikatakan adalah: sesuatu yang benar, sesuatu yang akan membantu diri atau orang lain, sesuatu yang bakal menginspirasi, apakah perlu untuk dikatakan dan apakah cukup sopan untuk dikatakan. Kadang ada yang kita katakan belum tentu benar, misalnya dalam memberikan saran kepada orang yang lebih tua, nasihat kepada teman sebaya, atau orang yang lebih muda. Jika diperkirakan kata2 yang diucapkan akan membantu, menginspirasi serta memang perlu untuk disampaikan, setelah dikaji dengan cermat, dilakukan atas dasar pengalaman dan perhitungan maka katakanlah dengan baik dan sopan. Misalnya dengan pembukaan “menurut hemat saya atas dasar pengalaman yang lalu-lalu ……….”. Kedua; Perlu di ketahui tujuan berkata-kata. Apakah maksud mengatakan, apa saja yang akan dikatakan, misalnya berupa saran, memberi nasihat, atau pernyataan atau melarang dll. Apa tujuan sesungguhnya, akan bertujuan untuk kebaikan, atau tujuan mencelakakan. Manusia yang baik, adalah yang berkata-kata dengan tujuan baik, karena: لِيَجْزِيَ الَّذِيْنَ اَسَاۤءُوْا بِمَا عَمِلُوْا وَيَجْزِيَ الَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا بِالْحُسْنٰىۚ . ………………..” “…………….. (Dengan demikian) Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Dia akan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga)”. (An-Najm ayat 31) Ketiga; Pertimbangan Waktu dan Situasi. Meskipun kata-kata yang harus disampaikan itu penting sekaligus benar, namun perlu dipertimbangkan tempat penyampaikan, waktu menyampaikannya. Tidak sedikit kejadian, perkataan yang baik, perkataan yang benar karena kurang tepat waktu dan tempat penyampaiannya membuahkan hasil yang mengecewakan, menjadi penyesalan. Keempat; Timbang rasa. Hendaklah ketika akan mengatakan sesuatu, di bayangkan kalau diri kita menerima kata2 seperti yang akan kita katakan nanti, bagaimana perasaan kita. Diri kita dengan orang lain adalah identic, bila didiri kita kata2 itu menusuk perasaan, nicaya orang lainpun demikian adanya. Kelima; Pemilihan kata dan intonasi. Bahasa Indonesia begitu banyak kata2 yang walaupun maknanya sama tetapi jika digunakan kata2 tertentu akan terasa sopan dan tidak menyinggung penerima kata2 itu. Demikian juga intonasi dalam mengatakan berpengaruh besar terhadap suasana hati dari penerima kata2. Sering terjadi kesalah pahaman karena salah pemilihan kata dan intonasi ketika berkata-kata. Keenam; Biasakan diri untuk tetap tenang. Tidak langsung berbicara, bila menghadapi suatu masalah, terutama kalau diri sedang menerima suatu kabar mendadak, sedang capek, sedang terburu-buru, apalagi sedang emosi. Tenangkanlah dulu diri, misalnya menarik napas dalam2, beristighfar dan ikhtiar lainnya agar menjadi tenang. Dengan mengetahui pertimbangan untuk berkata-kata tersebut di atas, semoga kita dapat mengendalikan lidah kita untuk hanya berkata-kata yang baik dan yang benar serta permanfaat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 7 Juli 2025, 11 Muharram 1447H.

Friday, 4 July 2025

MARAH merasa tidak ADIL

No: 1.332.01.07-2025 Disuguhkan: M. Syarif Arbi. Sepertinya sesabar apapun setiap orang pernah marah, hanya saja ekspresi marahnya saja yang berbeda. Mungkin orang yang sabar; marahnya hanya ditunjukkan dengan perubahan wajah, lantas kemarahannya tidak dilahirkan, tersimpan di dalam hati. Dalam pada itu ada orang yang begitu marah, meletup-letup, habis marah selesai, dirinyapun puas, tinggallah orang yang menerima marahnya kadang menyimpan di dalam hati. Bagi orang taqwa terdapat peringatan Allah agar dapat “menahan Amarah” “………………. وَالۡكٰظِمِيۡنَ الۡغَيۡظَ …….” ……… orang yang menahan kemarahan ………….” (QS Ali Imran 134) Menahan bukanlah berarti tidak boleh, tergantung sebabnya. Sangat beragam penyebab marah, tergantung pada kepribadian, pengalaman, situasi, lingkungan, budaya. Boleh juga diinventarisir penyebab seseorang menjadi marah. Setidaknya ada 10 penyebab orang menjadi marah yaitu: 1. Ketidak adilan., 2. Dilecehkan,, 3. Frustasi,. 4. Dikhianati., 5. Kesalahpahaman., 6. Ketidaksabaran., 7. Merasa tidak didengarkan., 8. Kelelahan fisik atau mental., 9. Lingkungan yang tidak nyaman., 10. Pengalaman Masa lalu. Keterbatasan ruang tulis, tidak semua penyebab yang sepuluh itu dapat dipaparkan di nomor ini, diambil saja salah satu penyebab marah yaitu: Ketidakadilan. Sedangkan Ketidakadilan dapat pula dibagi menjadi: Ketidakadilan Sosial, Ketidakadilan Ekonomi, Ketidakadilan Hukum, Ketidakadilan Gender, Ketidakadilan Politik dan Ketidakadilan Rasial atau Etnis. Menyingkat tulisan, pada artikel ini hanya ditulis Ketidakadilan Sosial. Ketidakadilan Sosial, terjadi ketika distribusi sumber daya, peluang, dan hak tidak merata dalam masyarakat. Misalnya: Diskriminasi terhadap kelompok minoritas, Ketimpangan pendidikan antara daerah kota dan desa, Pelayanan kesehatan yang tidak merata. Seorang penduduk disuatu desa ngomel2 panjang lebar di sebuah rumah makan, begitu dia tau aku bersama anakku dari Jakarta, maklum disebuah desa kecil, pendatang seperti kami dengan mudah diketahui. Belasan tahun lalu aku mengantar anakku tugas dokter PTT di sebuah desa terpencil. Omelan bapak yang kebetulan sama2 makan di rumah makan itu tentang layanan kesehatan. Dikatakannya bahwa di Jakarta, bila ada orang sakit pelayanannya begitu baik, diantar mobil ambulan langsung ke depan pintu rumah sakit dan dengan segera mendapat layanan petugas kesehatan. Rupanya bapak ini sering nonton tayangan di TV, lalu dia bandingkan dengan bagaimana pelayanan Kesehatan di desanya. Disebutkan dalam marahnya bahwa Ibu2 kebelet akan melahirkan dibawa menggunakan sampan, kadang harus “merojol” dalam perahu sebelum sampai ke Bidan di Kecamatan. Lanjut omelannya; belum lagi ada orang sakit yang harus dimasukkan di karung goni, kemudian dipikul dengan gandar bambu yang ditusukkan ke karung goni ini menuju ke PUSKESMAS. “Pada hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”. tambah bapak tersebut dengan penuh semangat. Begitulah salah satu contoh pelampiasan kemarahan, salah seorang penduduk desa yang merasa belum diperlakukan adil. Dianya rupanya sering melihat di tayangan TV, dan itu terjadinya di kota besar seumpama Jakarta. Bapak itu agaknya menyaksikan sinetron di TV, dia tidak melihat kenyataan sebenarnya, banyak juga orang di Jakarta yang sakit mendadak, harus sabar menunggu pesanan taxi, atau kadang naik Bajay menuju ke UGD. Walaupun harus diakui bahwa di kota2 besar pelayanan kesehatan relative lebih baik ketimbang di desa terpencil. Begitu luasnya wilayah negeri ini, sehingga masih luaamaa sekali baru dapat didistribusikan sumber daya, fasilitas dan peluang ke seluruh penjuru tanah air, apalagi desa-2 terpencil. Kami yang mendengar omelan itu tak sanggup berkomentar apapun. Tidak pula kami jelaskan keadaan yang sebenarnya terjadi di Jakarta. Kami sadar, kami sebagai orang baru di desa itu, reaksi kami; hanya sesekali manganggukkan kepala saja. Besar kemungkinan, bapak yang marah2 itu sudah mengetahui bahwa anak saya adalah dokter PTT di desa mereka, dokter baru di Puskesmas Kecamatan. Ybs merasa kami adalah alamat yang tepat untuk menumpahkan amarahnya atas ketidakadilan yang dirasakannya. Boleh jadi dianya pernah menyaksikan atau mengalami sanak saudaranya yang dibawa sampan untuk melahirkan atau dibawa dengan karung goni seperti diceritakan di atas. Berbekal dengan sikap harus diambil terhadap orang sedang marah, kami memilih, menunjukkan empati, dengan tanpa menyela apa yang dia sampaikan. Sehabis bapak itu menyampai uneg2nya kami alihkan pembicaraan, dengan mengajak berkenalan, menanyakan alamat tempat tinggal ybs. dan pembicaraan ringan lainnya. Suasana selanjutnya menjadi dingin, bahkan ybs mempersilahkan berkunjung ke rumahnya yang rupanya tak terlalu jauh dari rumah makan tersebut. Memang manusia bila mengalami/melihat ketidakadilan, adalah wajar kecewa, bagi yang sanggup melampiaskan kekecewaan itu terekspresi menjadi “marah”. Masalahnya agar isi marah itu efektif, untuk merubah keadaan ketidakadilan itu, alamat marah ditujukan haruslah tepat. Bapak dalam cerita ini, tak tau kemana marahnya paling tepat dialamatkan, yang ditemuinya adalah seorang dokter baru yang akan tugas di desanya, ketemu di rumah makan. Semoga keadilan sosial di negeri ini semakin hari semakin baik, sehingga terwujud “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 4 Juli 2025, 8 Muharram 1447H.

Monday, 30 June 2025

BOCORAN dari KUBUR

No: 1.331.06.06-2025 Disuguhkan: M. Syarif Arbi. Seingatku waktu sekolah di “es er” dulu (masuk 1956 tamat 1962) tidak mengenal ujian semester, ujian diadakan sewaktu-waktu, masa itu disebut “ulangan”, soal2 ulangan ditulis di papan tulis hitam (black board) dengan kapur tulis, oleh Bapak/Ibu guru. Murid menjawab di batu tulis dengan alat tulis namanya Grip (kedua bahan itu dibagikan gratis), tapi batu tulisnya tidak boleh dibawa pulang, sedang Grip dibawa pulang, diasah, diberi gagang dll (tergantung kreasi tiap murid). Menghapus tulisan di batu tulis, ada yang membawa umbi batang anggrek, atau lainnya yang lembab (spon zaman itu belum dikenal). Adapun pas ulangan, keesokan harinya, atau hari itu juga dibagikan hasilnya dengan nilai ditulis dengan angka besar dengan kapur, oleh guru. Sesudah itu batu tulis dikumpulkan kembali ke depan kelas meja guru, atau ditinggal di bangku masing2. Nilainya untuk sebagai bukti ke bunda di rumah, batu tulis yang tertulis nilainya, di tempel di pipi, angka terbalik itulah dipamerkan ke rumah, dapat nilai berapa hari itu. Perlu ditambahkan bahwa waktu sudah di kelas tiga “es er”, ada dibagikan buku2 berbagai mata pelajaran. Karena seingatku umumnya anak “es er” waktu itu, baru lancar membaca dan menulis rata2 setelah kelas tiga. Diajarkan menulis “halus kasar, tebal tipis”. Di kelas tiga “es er” mulai dikenal kertas buku tulis, ujian akhir seingatku sudah dengan menulis jawaban di atas kertas. (Bagi pembaca yang sezaman dengan ku misalnya di lain daerah “berkomentar silahkan” …. adalah baik, buat menambah cerita bagi generasi milenial sekarang, dimana mereka sudah ber HP dan ber Laptop). Barulah di kala “es em pe” pertengahan 1962 an, lebih dikenal lagi buku tulis bergaris. Naah baru di masa “es em pe” lah, “ulangan” dengan tertulis di atas kertas. Kebanyakan guru menulis soal di black board, atau ada juga yang mendiktekan. Jawaban dikumpulkan di depan kelas, siapa yang selesai duluan boleh keluar kelas, menunggu jam pelajaran berikutnya, atau kalau sudah jam terakhir, boleh pulang. Sulit untuk nyontek, karena meja guru tinggi posisi di depan kelas, gandeng dengan kursi. Perasaan waktu itu belum dikenal istilah “bocoran” soal. Sebab soal masih di “kepala” guru. Model Teknik guru memberikan soal2 sama ketika kami telah nyambung sekolah ke “es em aa”, jadi belum dikenal “bocoran soal”. Perlu ditambahkan di era zaman kami sekolah dulu, soal ujian “es er”, “es em pe” dan “es em aa”, sama seluruh Indonesia, jadi di buat di pusat. Naskah soal begitu tiba di suatu daerah diamankan sebagai dokumen negara. Belum pernah terdengar pula ada yang “Bocor” dibuka waktu ujian dalam keadaan masih tersegel. Dikenalnya istilah “bocoran” setelah kuliah di “es satu”, walaupun bocoran itu tak selama persis benar, tetapi membantu untuk focus menyiapkan diri, karena arah perkuliahan di “es satu” adalah fokus pada pemahaman dasar dan teori umum di bidang studi. Sehingga soal umumnya dengan kalimat: “Apakah”, “Sebutkan”, “Kerjakan”, Bagaimana dan jelaskan jawaban saudara”. Lanjut kuliah di “es dua”, saat2 mendekati ujian dikenal lagi yang mirip dengan “bocoran” istilahnya “CLUE” semacam petunjuk kira2 masalah apa yang akan diujikan, karena di strata “es dua” arah perkuliahan berupa “pendalaman spesifik bidang, penerapan teori, dan analisis lebih kompleks”. Ketika kuliah di “es tiga”, sepertinya “bocoran” maupun “Clue”, tidak begitu di nantikan oleh mahasiswa menjelang ujian, karena arah perkuliahan merupakan “Penelitian orisinal untuk menghasilkan pengetahuan baru atau solusi inovatif di bidangnya”. Begitulah agaknya hidup di dunia ini, ditinjau dari sudut ujian disekolahan, dimana dikenal istilah “bocoran”, dikenal istilah “Clue”. Lantas bagaimana setelah diri ini masuk kubur, apakah yang akan dialami di sana, apakah masih ada ujian. Semua kita yakin bahwa tak seorangpun diantara pembaca nanti tidak akan mengalami “alam kubur” itu. Apakah secara wajar JASAD dikubur nanti di dalam tanah, atau JASAD ditelan laut karena kecelakaan transportasi, atau JASAD jatuh di hutan rimba kecelakaan penerbangan tak ditemukan jasadnya, atau jasad di bakar menjadi abu, semuanya teristilahkan masuk ke “alam kubur”. Jasad hancur, namun Jiwa atau Ruh tetap hidup di “alam kubur”. Dalam kesempatan ini, mari kita mengintip sedikit beberapa “bocoran” apa yang akan dialami RUH di “alam kubur”. Bagi mereka yang percaya hari akhirat, percaya alam kubur, ada dibocorkan oleh Al-Qur’an apa yang akan terjadi. Bahwa “alam kubur” merupakan tempat menunggu untuk datangnya hari akhir, menentukan apakah diri ini masuk ke surga atau masuk neraka, tidak disebut tempat di tengah surga dan neraka. Di alam kubur itu sudah diperlihatkan apakah diri termasuk kelompok yang masuk surga atau masuk neraka. Jika awak termasuk kelompok yang akan masuk neraka maka bocorannya adalah: Bocoran Pertama: Di dalam kubur nanti ada sebagian Jiwa yang menyesal dalam memilih teman setia yang tingkah laku, anjurannya (yang tidak baik) ketika di dunia. Sehingga diapun menyesal dengan mengucapkan: “Wahai, celaka aku! Sekiranya dulu ketika di dunia aku tidak menjadikan si fulan itu teman akrab-ku, temanku itulah yang ikut mempengaruhiku, sehingga aku menjadi pendosa dengan kekafiran dan kemusyrikan.” Tertera dalam surat Al-Furqan ayat 28 يٰوَيْلَتٰى لَيْتَنِيْ لَمْ اَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا ۝٢.. “Oh, celaka aku! Sekiranya (dahulu) aku tidak menjadikan si fulan sebagai teman setia”. Bocoran Kedua: Menyesal tidak taat kepada Allah sehingga diperlihatkan wajah mereka dibolak- balikkan di dalam neraka, merekapun berkata: يَقُوْلُوْنَ يٰلَيْتَنَآ اَطَعْنَا اللّٰهَ وَاَطَعْنَا الرَّسُوْلَا۠ “Wahai, kiranya dahulu saat di dunia kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul, niscaya kami tidak akan tersiksa.” (seperti tersurat pada surat Al-Ahzab ayat 66) Bocoran ketiga: Ada jiwa yang minta, kalau di dunia dulu jadi tanah saja. يٰلَيْتَنِيْ كُنْتُ تُرٰبً “Oh, seandainya saja aku menjadi tanah.” (QS An-Naba' Ayat 40) Bocoran keempat: Minta kembali ke dunia untuk tidak mendustakan Allah فَقَالُوْا يٰلَيْتَنَا نُرَدُّ وَلَا نُكَذِّبَ بِاٰيٰتِ رَبِّنَا وَنَكُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ………..” “--- mereka berkata, “Seandainya kami dikembalikan (ke dunia), tentu kami tidak akan mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, dan kami menjadi orang-orang mukmin.” (QS Al-An‘am Ayat 27) Bocoran kelima: Minta dihidupkan untuk bersedekah dan menjadi orang shaleh رَبِّ لَوْلَآ أَخَّرْتَنِىٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُن مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ. ……………” “………."Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh". (Al-Munafiqun ayat 10). Semoga bocoran2 ini, menjadikan kita insyaf, belum terlambat untuk bertaubat dan taat kepada perintah Allah dan Rasul-Nya, menjadi insan yang bertaqwa. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 30 Juni 2025, 4 Muharram 1447H.

Sunday, 29 June 2025

PENYESALAN tidak BERBUAT

No: 1.330.05.06-2025 Dirangkum: M. Sayrif Arbi Penyesalan karena tidak berbuat (inaction regret) sering kali membekas lebih mendalam dan bertahan lebih lama dibandingkan penyesalan karena telah melakukan tindakan. Ada kata2 bijak di komunitas penduduk tepian sungai “lebih mulia karam dikayuh dari pada karam ditambatan”. Arti ungkapan tersebut adalah; “lebih terhormat bilamana gagal setelah berbuat, ketimbang gagal belum melakukan sesuatu pencegahan”. Beberapa jenis-jenis penyesalan karena tidak berbuat yang umum dialami orang: 1. Penyesalan karena tidak mengejar peluang. Dalam hal tersedia peluang tapi tidak dimanfaatkan, padahal syarat2 untuk melaksanakan peluang tersebut tersedia. Setelah berjalan waktu dikemudian hari orang lain yang memanfaatkan peluang tersebut sukses besar. Diri menyesali karena dimasa lalu, terlalu banyak pertimbangan sehingga tidak berani mengambil risiko. Sementara orang lain/teman sebaya yang dapat kesempatan yang sama, berani mengambil risiko berhasil dalam kehidupannya. . 2. Penyesalan karena tidak menyatakan perasaan. Salah satu contoh: Tidak mengungkapkan perasaan, ketika sekian tahun yang lalu itu sebenarnya……., Tidak berbicara saat ada kesempatan, dikemudian hari muncullah “ber-andai2, penyesalan, sedangkan waktu telah berlalu tak dapat diputar balik. 3. Penyesalan karena tidak membela diri atau tidak membela orang lain Ketika melihat ketidak adilan, atau diri sendiri diperlakukan tidak adil, tidak melakukan pembelaan diri. Bila ketidak adilan itu berlaku untuk orang lain tidak melakukan pembelaan. Bila kezaliman terkena untuk diri sendiri; menyerah-pasrah, tidak membela diri. Setelah peristiwa berlalu timbul penyesalan karena bila dilakukan pembelaan, mungkin tidak terjadi kejadian yang tidak mengenakkan seperti dialami kini. Sesungguhnya ketika melihat kezaliman atau kemungkaran seharusnya segera bersikap, sebagai acuan: مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ "Jika di antara kamu melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tanganmu, dan jika kamu tidak cukup kuat untuk melakukannya, maka gunakanlah lisan, namun jika kamu masih tidak cukup kuat, maka ingkarilah dengan hatimu karena itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR Muslim). Barang siapa seperti pada case butir “3” diatas, mengambil sikap yang ke tiga, maka terkelompok selemah-lemahnya iman. 4. Penyesalan karena tidak mengambil tindakan untuk perubahan. Umpamanya; Tidak segera pindah ke bidang usaha baru, ketika usaha yang sekarang sedang lesu. Atau tidak pindah kerja ke tempat kerja yang baru, ketika ditempat kerja yang sekarang kariernya mandek. Kini diripun menyesal setelah diujung perjalanan hidup. 5. Penyesalan karena tidak belajar atau berkembang Semasa muda dulu tidak melanjutkan pendidikan, tidak mencari ketrampilan2. Kini menyaksikan taman2 dulu yang melanjutkan pendidikan mempunyai kedudukan baik dalam masyarakat, sukses dalam hidup. Pengaruh buat diri, merasa tertinggal dan kurang percaya diri, minder, malu ketemu teman2 seangkatan dulu. 6. Penyesalan karena tidak menghabiskan waktu dengan orang terdekat Ketika diusia produktif, demi mengejar karier, demi mengejar sukses, tidak menyediakan waktu yang cukup untuk anak2, untuk istri, untuk bersilaturahim menunjukkan perhatian dan bhakti kepada orang tua. Melewatkan momen penting bersama teman2 sekolah, tidak bersedia hadir manakala diundang reuni. Dampaknya adalah: • Penyesalan setelah anak2 dewasa, bilamana perilaku, sopan santun dan sikap kebathinan anak2 jauh melenceng dari yang diharapkan. Karena ternyata perhatian Ortu semasa anak dalam pertumbuhan demikian menentukan perilaku si anak setelah dewasa. • Istri atau suami yang kurang mendapat perhatian, mengurangi keharmonisan rumah tangga, sering terjadi hal-hal yang kurang enak disebut di tulisan ini. • Penyesalan tidak berbhakti kepada orang tua, akan sangat menyesal setelah orang tua meninggal dunia. Biasanya bila seorang anak tidak berbhakti kepada orang tuanya, pembalasannya langsung diterima di dunia ini, anak2nya kelak juga tidak akan berbhakti kepadanya, beruntung kalau tidak durhaka. • Jika tak mau bersilaturahim dengan teman-teman dekat, teman2 sekolah, teman2 sepermainan semasa kecil, berakibat di nilai sombong. Bila awak mengalami kesulitan kadang tak ada yang peduli. Penyesalan datang bila kesulitan menghampiri diri. Pembaca, dengan mengetahui hal2 yang memungkinkan untuk menyesal karena tidak berbuat di atas, maka mudah2an masing2 diri dapat berikhtiar maksimal agar tidak menyesal dikemudian hari, karena ada ungkapan “Sesal Dahulu Pendapatan Sesal Kemudian Kekecewaan”. Sebagai insan yang beriman, bahwa manusia wajib untuk ikhtiar berbuat demi kesuksesan akan tetapi ketentuan Allah lah yang akan terjadi. مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَاۗ اِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ ۝٢٢ “Tidak ada bencana (apa pun) yang menimpa di bumi dan tidak (juga yang menimpa) dirimu, kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sesungguhnya hal itu mudah bagi Allah”. (Al-Hadid ayat 22) Juga Sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ “Allah mencatat takdir setiap makhluk 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash). Semoga Allah memberi petunjuk agar kita semua berbuat (beramal) dengan amal yang terbaik, sebelum jiwa terpisah dari raga. Agar tidak menyesal dikemudian hari, baik di dunia terutama di akhirat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 29 Juni 2025, 3 Muharram 1447H

Tuesday, 17 June 2025

Karena Ketiadaan

No: 1.328.03.06-2025 Oleh : M. Sayrif Arbi Berpesanlah Nenek dari cucu2ku, ketika kupamiti akan pergi menjaring matahari pagi, menapaki jalan dengan berbekal kursi tongkat; “nanti beli telor, tepung Tapioka, tepung Beras, tepung Terigu dan sabun cuci cair”. Orderan sang Nenek tersebut kucacat di HP yang selalu kubawa tiap berjalan pagi, kalau tidak dicatat nanti ada yang kelewatan. Dua barang itu jadi keharusan untuk dibawa sudah dua tiga tahun belakangan ini bila ku olahraga berjalan pagi. Tongkat, bila dikembangkan akan jadi tempat duduk berkaki tiga, sangat membantu bila sudah agak kepayahan/kecapeaan, duduk istirahat sejenak di tempat aman. HP, untuk berjaga-jaga kalau2 ada masalah di jalan, untuk dapat memberi laporan ke rumah, misalnya tentang posisi dimana, untuk di jemput misalnya. Alhamdulillah sejuah ini HP belum dipergunakan untuk hal yang saya sebut terakhir, kalaupun digunakan untuk memberitahukan si Nenek tentang sesuatu, misalnya ketemu suatu komoditi yang tadinya tidak ada dalam catatan, apakah perlu dibeli. Ketika perjalanan menuju arah pulang, mampirlah aku di warung langganan untuk membeli bahan2 yang ada di dalam cacatan. Tongkatpun dikembangkan, lantas duduk di depan warung. Si ibu pemilik warung masih sedang sibuk menyukat 5 liter beras dari kotak beras jenis “pulen” kedalam kantong kresek hitam dilapis tiga. Selanjutnya ke kantong yang sama di masuk lagi 3 liter beras jenis “perak”. Dasar diri ini “Kepo”, kutanyakan kenapa di campur. Rupanya agar nasinya nanti tidak terlalu pulen dan juga tidak terlalu perak, demikian penjelasan ibu pembeli, di endors oleh ibu pemilik warung. Usai ibu yang membeli beras pulang, barulah aku dapat giliran pelayanan. Ibu pembeli beras tadi menyangking beras 8 liter itu, dengan mengucapkan “Ntar sore ya bu”, rupanya uang beras itu belum dibayar. Ku “Kepoi” lagi ini ibu warung, “Pernahkah ibu yang model begini lantas tidak bayar”. Cepat sekali ibu itu menjawab, “sudah seriiiing, bahkan kadang ada yang sudah sekian lama ndak bayar, lantas bila ketemu lagi bagaikan ndak pernah punya hutang, malah kita lagi yang malu nagihnya”. Aku jadi teringat kemenakanku yang buka juga warung kebutuhan pokok di pedalaman sana. Diawal-awal usaha, sering menemui pelanggan yang minta timbangkan gula, sukatkan beras, minta sekian saset kopi, garam dan lain2, setelah kemasan diterimanya, pelanggan mengatakan “dompet saya ketinggalan, sebentar nanti uangnya saya antarkan” atau dengan model yang mirip Ibu pembeli beras di atas. Oleh karena pengalaman2 itu, kemenakanku menyikapi hal ini dengan; membuat sekat agak tinggi antara dirinya dengan membeli, sehingga barang2 yang dikemas, untuk menyerahkannya harus melalu sekat tersebut dengan agak diangkat. Teknik ini sangat bermanfaat, setelah ditimbang, disukat dan dibungkus, kemudian di kemas, lantas ditentukan harganya, diminta uangnya. Bilamana uang diterima, barulah barang diangkat, diserahkan kepada pembeli. Jika terjadi pernyataan pembeli “bayar nanti” seperti di atas, maka barang belum diserahkan. Kalau barang sudah di tangan pembeli, ada perasaan tidak enak menariknya kembali. Demikian juga dikatakan ibu pemilik warung langgananku di pagi itu. Adapun siasat kemenakanku di pedalaman, kini dia merasa agak aman, sebab dengan barang masih di wilayah penjual, jika batal lebih mudah penanganannya. Kenapa pembeli ada yang nekat berbuat seperti dikisahkan di atas, akar masalahnya karena ketiadaan, karena kemiskinan. Sedangkan hidup harus tetap perlu makan, maka ikhtiar apapun dijalankan. Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Na’im: كَادَ اْلفَقْرُ أَنْ يَكُوْنَ كُفْرًا Artinya: “Kemiskinan itu dekat kepada kekufuran.” Hadits tersebut setidaknya memiliki makna sebagai berikut: Keadaan serba kekurangan dapat menggodanya untuk melakukan kemaksiatan guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam masyarakat, bisa saja terjadi ayah yang miskin melakukan perampokan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Bisa pula terjadi, seorang ibu miskin karena tekanan ekonomi menjual diri demi menghidupi anak-anaknya. Membeli bahan2 makanan di warung dengan ngutang, kemudian tidak membayar, merupakan salah satu contoh perbuatan yang terpaksa dilakukan, karena ketiadaan, karena kemiskinan. Demikian pula seorang pemuda yang miskin, bisa saja nekat melakukan pencurian karena didorong keinginannya untuk meniru gaya hidup teman-temannya yang anak orang kaya. Mengingat beratnya godaan-godaan yang dialami orang-orang miskin, maka mereka harus pandai-pandai membentengi keimanannya dengan sabar dan syukur. Andaikan dapat dinasihatkan kepada saudara kita yang dalam ketiadaan, kekurangan dan kemiskinan tersebut dapat kita kutipkan surat Al-Zukhruf 32: نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا "Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.” (QS. Al-zukhruf: 32). Selanjutnya berikhtiar usaha yang halal, diiringi dengan berdo’a kepada Allah. Semoga Allah senantiasa memberikan pertolongan-Nya kepada saudara2 kita yang miskin dan juga untuk kita semuanya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 17 Juni 2025, 22 DzulHijjah 1446H

Monday, 16 June 2025

PERLU BERBICARA

Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.327.02.06-2025 Ternyata bahwa manusia “normal” hidup ini bukan hanya perlu makan, bukan hanya perlu minum dan bukan hanya sangat perlu bernafas, tetapi juga sangat berkeperluan dengan “berbicara” atau “ngomong”. Studi yang diterbitkan di University of Arizona misalnya; menemukan bahwa wanita di usia dewasa awal hingga menengah perlu berbicara rata-rata 21.845 kata per hari, sementara pria perlu berbicara 18.570 kata. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita cenderung perlu berbicara lebih banyak daripada pria. Peneliti Universitas Maryland, menemukan melalui pengujian sampel dari sepuluh anak laki-laki dan perempuan berusia antara tiga dan lima tahun. Hasilnya, anak-anak perempuan memiliki “protein bicara” (diistilahkan “FOXP2”) 30% lebih lebih banyak dibandingkan FOXP2 pada anak laki-laki. Dari dua penelitian yang dikutip di atas, bahwa perempuan lebih banyak kebutuhan berbicaranya dalam setiap hari. Penelitian juga menunjukkan kalau perempuan senang mengobrol sejak usia muda. Anak perempuan belajar berbicara lebih awal dan lebih cepat dibanding anak laki-laki. Anak perempuan memiliki kosakata yang lebih banyak dan berbagai jenis kalimat dibandingkan anak laki-laki dalam usia yang sama. Keperluan berbicara buat diri masing2, alhamdulillah sebagian sudah kita penuhi dengan melakukan berbicara dalam shalat. Ketika shalat ada yang sudah menghitung MINIMAL dipergunakan kata: Shalat subuh kata yang dipergunakan sekitar 290 kata, shalat Zuhur 580 kata, shalat Ashar 580 kata, shalat Maghrib 435 kata, shalat Isya juga 580 Kata. Total penggunaan kata MINIMAL jika shalat 5 waktu itu di kerjakan = 2.465 kata. Guna menyederhanakan perhitungan, rata2 setiap rakaat shalat dikeluarkan perkataan minimal 145 kata. Jika shalat tahajud 8 rakaat dan shalat witir 3 rakaat total sebanyak 11 rakaat x 145 maka minimal mempergunakan 1.595 kata. Digabungkan shalat wajib dan shalat tahajud dan witir = 4.060 kata. Bilamana ditambahkan lagi dengan sunat Dhuha 8 x 145 kata = 1.160. Kitapun sampai pada pergunaan kata 5.220. Shalat rawatib untuk mengiringi shalat 5 waktu total 18 rakaat (10 muakkad + 8 ghairu muakkad) jika per rakaaat miniman 145 kata maka 2.610. sehingga untuk keseluruhan shalat kita telah mengkonsumsi sebanyak 7.830 kata. Disadari bahwa tidak semua kaum muslimin dan kaum muslimat mengamalkan kesemua shalat sampai ke seluruh shalat2 sunat tersebut di atas, dengan demikian untuk memudahkan pemaparan artikel ini baik dibagi pelaku shalat menjadi: Pertama; Hanya melaksakan shalat wajib maka mereka telah melaksanakan shalat sebanyak 17 rakaat x 145 kata = 2.465 kata. Kedua; Disamping melaksanakan shalat 5 waktu juga melaksanakan shalat rawatib yang muakkad 10 rakaat, sehingga mereka melaksanakan shalat sehari semalam 27 rakaat x 145 kata = 3.915 kata. Ketiga; Melaksanakan shalat rawatib seluruhnya baik muakkad maupun ghairu muakkad shingga total sehari semalam shalatnya 35 rakaat x 145 kata = 5.075 kata. Keempat; Selain seluruh shalat butir “3” juga shalat tahajud dan witir 11 rakaat maka total shalat dalam sehari semalam 46 rakaat x 145 kata = 6.670 kata. Kelima; Ada juga yang melaksanakan seluruh shalat wajib dan sunnah di butir “4” termasuk dhuha 8 rakaat maka total shalat sehari semalam 54 rakaat x 145 kata = 7.830 kata. Sedangkan muslimat yang masih “subur” ada hari2 yang tidak melaksanakan shalat, sehingga tidak sama dengan kaum pria muslim. Jadi berarti kaum muslimat tidak dapat mencapai jumlah kata maksimal ketika shalat seperti kaum pria. Sedangkan wanita atas dasar penelitian diatas harus mengkonsumsi kata per hari lebih besar dari kaum pria. Menarik kita hitung kebutuhan kata per hari yang telah dikonsumsi oleh PRIA muslim melalui shalat dengan kriteria kelompok shalat di atas: Kelompok “1”,sudah (2.465 : 18.570) x 100 = 13,27% masih kurang 86,73%. Kelompok “2”,sudah (3.915 : 18.570) x 100 = 21,08% masih kurang bicara 78,92%. Kelompok “3”,sudah (5.075 : 18.570) x 100 = 27,32% masih kurang bicara 72,68%. Kelompok “4”, sudah (6.670 : 18.570) x 100 = 35,91% masih kurang bicara 63,09%. Kelompok “5”, sudah (7.830 : 18.570) x 100 = 42,16% masih kurang bicara 57,84%. Berarti untuk mencukupi konsumsi berbicara saban hari, bagi pria kelompok-kelompok tersebut di atas, harus dilengkapi dengan berbicara kepada keluarga, berbicara dengan teman setempat bekerja. Kalau masih belum cukup juga, sebaiknyalah melengkapinya dengan berdzikir. Kalaulah setiap usai shalat 5 waktu yang setelah mengetahui perhitungan ini, membaca lagi: astaghfirullah, subhanallah 33 x, alhamdulillah 33 kali dan allahuakbar 33 kali serta do’a2, tentu rata2 bertambah 150 kata lagi lah per waktu, jadi dapat tambahan lagi 750 han kata per hari. Itupun masih jauh kekurangannya. Dari paparan ini, maka dapat dimaklumi bila kaum wanita lebih banyak memerlukan kebutuhan berbicara, dalam sehari dibanding kaum pria. Maka dapat dipahami jika kaum wanita lebih banyak berbicara, kadang harus digunakan untuk ngerumpi dan lain sebagainya, karena kebutuhan hidup untuk berbicara kaum wanita lebih banyak dari kaum pria. Dari informasi di atas, dapat dipetik kesan bahwa agar hidup ini sehat melalui dipenuhinya kebutuhan akan “ngomong” atau kebutuhan akan “bicara”, disamping harus istiqamah melakukan shalat, juga harus rajin berdzikir. Bila tidak akan terjadilah dorongan dari dalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan biologis akan berbicara, sehingga dimungkinkan terjadi banyak berbicara yang tidak bermanfaat dan sia2. Misalnya ngrumpi, berghibah dan lain sebagainya yang mendatangkan dosa. Allah mengatakan bahwa orang beriman yang beruntung itu adalah: وَٱلَّذِينَ هُمْ عَنِ ٱللَّغْوِ مُعْرِضُونَ “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”, (Surat Al-Mu’minun Ayat 3) Semoga Allah menjadikan kita hamba2nya yang dapat memenuhi kebutuhan “berbicara” kebutuhan “ngomong” selain shalat dan berdzikir, dengan berbicara yang bermanfaat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta,(20 Dzulhijjah 1446 H)/(16 Juni 2025)

Saturday, 14 June 2025

ENAM manfaat SHALAT

Oleh : M. Syarif Arbi. No: 1.326.01.06-2025 Shalat; sekurang-kurangnya mempunyai enam manfaat bagi pengamalnya yaitu: 1. Menjadi sarana untuk memohon Pertolongan Allah. 2. Mendekatkan diri kepada Allah. 3. Mendapatkan ketenangan Jiwa. 4. Mencegah perbuatan keji dan mungkar. 5. Menghapus dosa. 6. Merupakan Indentitas pemeluk Islam. Sebagai referensi sehingga dapat di susun enam manfaat tersebut, adalah sebagai berikut: Pertama: Menjadi sarana untuk memohon pertolongan kepada allah. وَٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلْخَٰشِعِينَ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (Surat Al-Baqarah Ayat 45) يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Surat Al-Baqarah Ayat 153) Perbuatan yang harus dilakukan untuk mendapatkan pertolongan Allah kuncinya adalah “shalat yang khusyu’, dan sabar” Kedua; Mendekatkan diri kepada allah (taqarrub ilallah) Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُعَاءَ “Keadaan seorang hamba paling dekat dengan rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim no. 482) Oleh karena itu, adalah sangat dianjurkan bila shalat sendiri, misalnya shalat sunat tahajud, ketika sujud banyaklah berdo’a. Tetapi jika menjadi imam pada shalat berjamaah, hendaknya sujud yang wajar2 saja, karena diantara makmum ada yang ingin segera selesai, lantaran ada keperluan. Ada juga makmum yang bila sujud berlama-lama akan meluap isi lambungnya, apalagi di subuh hari senin dan kamis, banyak orang yang berpuasa. Ketika Sahur dianya mengakhirkan sahur (ambil pahala sunat), lantas perutnya sedang penuh; diajak sujud berlama-lama akan terdorong keluar isi sahurnya. Ketiga: Mendapatkan ketenangan jiwa الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ ۝٢٨ (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram. Al-Qur’an: (QS. Ar-Ra’d: 28) Shalat adalah bentuk dzikir (mengingat Allah) paling sempurna. Rutin melakukannya membantu mengurangi kecemasan, stres, dan memberikan ketenangan jiwa. Keempat: Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar. اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِۗ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ ۝٤٥ Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut: 45) Dua hal yang diperintahkan dalam surat Al-Ankabut 45 di atas; Membaca Al-Qur’an dan Shalat; itulah kunci mencegah perbuatan keji dan mungkar. Kelima: Menghapus dosa Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا » “Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667) Keenam: Merupakan Identitas muslim. Meninggalkan shalat telah Nabi namakan dengan kesyirikan. بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ وَالإِيْمَانِ الصَّلَاةُ فَإِذَا تَرَكَهَا فَقَدْ أَشْرَكَ “Pemisah Antara seorang hamba dengan kekufuran dan keimanan adalah shalat. Apabila dia meninggalkannya, maka dia melakukan kesyirikan.” (HR. Ath Thobariy dengan sanad shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targib wa At Tarhib no. 566). Semoga kita semua menjadi orang yang melaksanakan shalat dengan istiqamah, dalam keadaan apapun juga, sehingga memperoleh enam manfaat tersebut di atas. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 14 Juni 2025 19 Dzulhijjah 1446H

Monday, 14 April 2025

AYAT DI BACA dalam SHALAT

Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.325.06.04-2025 Durasi turunnya Al-Qur'an ke permukaan bumi ini kurang lebih sepanjang 23 tahun. Ada juga beberapa ulama yang menyebutkan 22 tahun, 22 bulan, 2 hari. Al-Qur'an yang tersusun dalam mushaf yang ada sekarang, tidak disusun berdasarkan urutan turunnya surah-surah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw. Susunan seperti sekarang ini disusun seperti petunjuk Allah melalui malaikat Jibril turun ke bumi mendatangi Nabi Muhammad saw setiap malam di bulan Ramadhan untuk bertadarus Al-Qur’an bersamanya. Dalam sebuah riwayat dikatakan: عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ Dari Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw adalah manusia yang paling lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril As menemuinya, dan adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Qur’an. Sungguh Rasulullah Saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus” (HR. Bukhari) Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi bertadarus (membaca dan mempelajari) Al-Qur’an bersama Jibril selama bulan Ramadhan. Selama tadarus ini, Jibril memberitahu letak dan urutan setiap ayat. Hadits ini menjadi dalil bagi golongan ulama yang meyakini bahwa urutan ayat dan surat Al-Qur’an adalah tauqifi yaitu berdasarkan tuntunan dari Nabi atas petunjuk Allah melalui malaikat Jibril. Jibril mengkhatamkan Al-Qur’an setahun sekali bersama Nabi setiap bulan Ramadhan, sedangkan pada tahun dimana Rasulullah meninggal, Beliau mengkhatamkan Al-Qur’an dua kali bersama Jibril. Tersusunlah urutan dalam mushaf seperti sekarang, diawali Al-Fatihah sebagai surat Pertama dan An-Nas sebagai surat terakhir surat ke 114. Ketika shalat Jahar berjamah di masjid2, imam akan membaca ayat2 setelah Al-Fatihah dengan ayat2 yang dianya hafal (mudah baginya). sejalan dengan petunjuk Allah untuk mendirikan shalat: “……………. فَٱقْرَءُوا۟ مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ ۚ وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ ………………….” “…………, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur’an dan dirikanlah sembahyang,………………” (Al-Muzzammil 20) Tidak ada kewajiban untuk membaca surat-surat dalam shalat secara berurutan sesuai urutan mushaf Usmani di Al-Qur’an seperti sekarang, meskipun demikian, membaca surat atau ayat yang sesuai urutan di Al-Qur’an dianjurkan. Di beberapa masjid misalnya; ada imam di shalat Jahar (utamanya isya atau subuh), di rakaat pertama setelah Al-Fatihah, membaca ayat 190 s/d ayat 194 (lima ayat) surat Ali Imran. Pada rakaat ke dua setelah membaca Al-Fatihah imam memilih membaca surat Al-Baqarah ayat 184 s/d 186 (tiga ayat). Sedangkan surat Ali Imran berdasarkan urutan mushaf Al-Qur’an sekarang adalah surat KETIGA, surat Al-Baqarah di urutan surat KEDUA. Jadi lebih dahalu surat Al-Baqarah. Demikian juga jika kita mengacu kepada surat mana yang lebih dahulu turun ke bumi diterima Rasulullah, surat Al-Baqarah pada urutan ke 87, surat Ali Imran di urutan ke 89. Tetap saja Al-Baqarah lebih dahulu diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad saw dari pada surat Ali Imran. Sehubungan dengan adanya sebagian pihak yang berpendapat, sebaiknya memilih bacaan ayat Al-Qur’an (utamanya shalat Jahar) diurut di rakaat pertama surat yang lebih dahulu turun, atau surat yang lebih dahulu dimuat dalam mushaf, barulah menyusul di rakaat kedua ayat2 dari surat yang lebih belakangan turun, atau tersusun diurutan belakangan dimuat di dalam mushaf. Misalnya dalam yang dicontohkan di atas, kalau mengacu kepada pendapat di alenia ini maka imam sebaiknya membaca surat Al-Baqarah 184 s/d 186 di rakaat pertama, pada rakaat kedua menyusul surat Ali Imran 190 s/d 194. Di beberapa daerah dan beberapa masjid, jika imam membaca surat yang lebih belakangan di rakaat pertama, pada rakaat kedua membaca surat yang lebih dahulu, misalnya di balik Ali Imran di rakaat pertama, Al-Baqarah di rakaat kedua, maka sesudah shalat, ada sebagian jamaah yang berbisik-bisik, imamnya membaca ayat terbalik. Jamaah yang bisik2 ini umumnya dianya belum mendapatkan informasi bahwa tidak ada kewajiban untuk membaca ayat dalam shalat secara berurutan. Namun agaknya untuk menghindarkan fitnah, sebaiknya memilih ayat yang dibaca secara berurutan. Bagi pihak yang berpendapat sebaiknya ayat2 dibaca sesuai urutan surat berargumentasi: 1. Setidaknya telah mengikuti tata letak surat yang diajarkan Allah melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah dalam tadarus Ramadhan. 2. Baginya merasa bahwa lebih mudah mengingat (menghafal) ayat2 tersebut karena berurutan. Juga mengikuti petunjuk surat Al-Muzzammil 20, dimana “membaca ayat yang mudah bagimu”. Sedangkan bagi yang berpendapat, boleh saja di baca untuk ayat dalam shalat tidak berurutan, karena tidak ada perintah (dalam hadits), misalnya mewajibkan harus membaca ayat dalam shalat secara berurutan. Titik berat pendapat ini pada Al-Muzzammil 20 (Bacalah ayat yang mudah). Demikian sekilas info semoga bermanfaat dan yang penting kita utamanya menghindari fitnah dalam kebersamaan berjamaah. Semoga Allah senantiasa mempersatukan kita semua, menerima amal ibadah kita. وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 15 Syawal 1446H, 14 April 2025

Wednesday, 9 April 2025

KELUARGA SAMAWA

Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.322.03.04-2025 Acap kali kita mendengar ucapan yang disampaikan orang kepada kedua mempelai, ketika menghadiri suatu acara pernikahan “semoga SAMAWA” merupakan singkatan dari “Sakinah, Mawaddah, Warrahmah”. Sakinah berarti ketenangan, ketenteraman, kedamaian, atau keamanan. Dalam konteks pernikahan, sakinah menggambarkan kondisi harmonis dan damai yang dirasakan oleh pasangan suami istri. Kata Sakinah termuat dalam Al-Qur’an misalnya dalam Surat Al- Fath ayat 4. هُوَ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ لِيَزْدَادُوْٓا اِيْمَانًا مَّعَ اِيْمَانِهِمْ ۗوَلِلّٰهِ جُنُوْدُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًاۙ “Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi, dan Allah Maha Mengetahui, Maha bijaksana”. Mawaddah berarti kasih sayang, cinta, atau harapan. Merujuk pada perasaan cinta terhadap sesuatu dan harapan untuk melihatnya terwujud. Mawaddah sering dikaitkan dengan kata-kata sakinah dan warrahmah dalam konsep sakinah mawaddah warahmah. Ketiga kata ini antara lain dimuat dalam Al-Qur'an surat Ar-Rum ayat 21: وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”. Untuk mendapatkan keluarga “Sakinah, Mawaddah, dan Warrahmah”, ada beberapa persyaratan dan prinsip yang perlu diterapkan oleh setiap anggota keluarga: PERTAMA; Keluarga harus ditegakkan dalam bingkai taqwa. Ketaatan terhadap ajaran agama adalah dasar dari kehidupan keluarga yang penuh keberkahan. Setiap anggota keluarga, baik suami, istri, maupun anak2, harus menjaga hubungan mereka dengan Allah dengan melaksanakan ibadah secara konsisten. Surat Al-Anfal Ayat 29 يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن تَتَّقُوا۟ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَانًا وَيُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ ذُو ٱلْفَضْلِ ٱلْعَظِيمِ “Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. KEDUA; Bertutur kata yang baik. Suami – Istri harus saling menghargai, saling menghormati, mudah memaafkan (sebab manusia tak luput dari berbuat salah). Tidak terdengar ucapan2 kasar, bila terjadi masalah diselesaikan dengan saling memberikan masukan yang baik, atas dasar keseteraan (tidak ingin menang sendiri), keputusan disetujui bersama. Dari suami – istri yang rukun, tidak terjadi pertengkaran, yang keluar dalam tutur kata mereka kalimat2 menyenangkan, maka akan terbangun keluarga yang penuh kasih sayang. Anak2 keturunan keluarga yang demikian ini akan berkepribadian lembut, santun dalam bersikap, sopan dalam berlaku, enak terdengar bila bertutur. Sebaliknya bila suami – istri penuh dengan kata2 kasar, carut marut dan makian, maka anak2 keturunannya akan meniru, karena rumah tangga adalah tempat belajar yang utama. Al-Baqarah Ayat 263: ۞ قَوْلٌ مَّعْرُوْفٌ وَّمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّنْ صَدَقَةٍ يَّتْبَعُهَآ اَذًىۗ وَاللّٰهُ غَنِيٌّ حَلِيْمٌ ۝ “Perkataan yang baik dan pemberian maaf itu lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun”. KETIGA; Saling melindungi. Setiap anggota keluarga harus merasa aman, nyaman, dan dilindungi dari segala bentuk kekerasan fisik maupun emosional. Diwujudkan dalam cara berbicara yang lembut ( seperti syarat kedua), memberikan dukungan, dan membantu satu sama lain ketika menghadapi masalah. Dengan sendirinya tidak terjadi KDRT. …هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ… "… “Mereka (para istri) adalah pakaian bagi kalian (para suami), dan kalian adalah pakaian bagi mereka………”(QS Al-Baqarah : 187) Pakaian berfungsi sebagai pelindung, berfungsi sebagai penutup aurat dalam keseharian berarti istri harus menutupi aib suami, sebaliknya suami juga harus dapat menjaga dan melindungi aib istri. Konsekwensi sebagai pakaian, tentu sering kotor oleh karena itu wajar selalu harus dicuci dalam pengertian ini harus saling mengingatkan untuk tetap bersih, selalu siap dan enak dipakai kembali. KEEMPAT; Menyadari fungsi masing-masing. Suami dan istri harus saling memahami dan menghargai peran masing-masing dalam keluarga. Suami bertanggung jawab sebagai pemimpin keluarga, sedangkan istri sebagai pendamping yang setia. Kedua peran ini harus dijalani dengan penuh tanggung jawab dan kesadaran, untuk menciptakan keseimbangan dalam rumah tangga. Demikian juga nantinya kalau sudah mempunyai anak2 keturunan, ketika anak2 sudah mulai mengerti, setiap anak2 sudah diberikan peran dalam rumah tangga sesuai tingkat pertumbuhan usianya dan jenis kelaminnya. “…………………..اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ “Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab atas para perempuan (istri)……..” (An-Nisa ayat 34) “…………….وَلَهُنَّ مِثْلُ ٱلَّذِى عَلَيْهِنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ. …………………………..” “…………… Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf……………” (Al-Baqarah-ayat-228) KELIMA; Komunikasi terbuka dan baik. Komunikasi yang baik dan terbuka antara suami-istri, dan juga anak-anak (sesuai pertumbuhan/kecerdasan mereka). Semua perasaan, pendapat, dan masalah keluarga harus dapat dibicarakan dengan bijaksana tanpa ada yang disembunyikan. Komunikasi yang buruk sering kali menjadi sumber masalah dalam rumah tangga. Penting untuk menciptakan suasana terbuka dan saling mendengarkan. Termasuk mengenai sumber pendapatan dan pengeluaran pembiayaan. Adalah tidak baik, bila seorang suami atau istri merahasiakan darimana diperoleh sumber pendapatan dan dimana disimpan. Sangat tidak baik bila salah satu pihak ( suami – atau istri) merahasiakan kemana disalurkannya penghasilannya (antara lain misalnya mengirimi orang tua). Tak elok bila merahasiakan dimana tempat disimpannya tabungan dan depositonya. Antara lain segi negatif merahasiakan simpanan akan bermasalah bila meninggal dunia, belum sempat menceritakan di bank mana menyimpan uang. Al-Qur'an mengajarkan etika dan cara berkomunikasi yang baik, menekankan penggunaan kata-kata yang baik, lembut, dan jujur, serta pentingnya mendengarkan dengan penuh perhatian dan menghormati orang lain. Terbatasnya ruang tulis, Enam (6) teknik berkomunikasi petunjuk Al-Qur’an dalam artikel ini hanya disebutkan jenisnya, sedangkan referensi ayat masing2 jenis hanya dicantumkan “nama surat dan ayat ke.. “ dengan tanpa menyalin ayat yang berkenaan secara utuh. Enam (6) Teknik berkomunikasi tsb adalah: 1. Qaulan Sadida (perkataan yang benar) lihat (QS. Al- Ahzab ayat 70) 2. Qaulan Ma’rufa (perkataan yang baik) lihat (QS. Al-Baqarah ayat 235) 3. Qaulan Layyina (perkataan yang lemah lembut) lihat (QS. Thaha ayat 44) 4. Qaulan Baligha (perkataan yang berbekas) lihat (QS. An- Nisa ayat 63) 5. Qaulan Karima (perkataan yang mulia) lihat (QS. Al-Isra’ ayat 23) 6. Qaulan Maisura.(perkataan yang pantas) lihat (QS. Al-Isra ayat 28) Semoga baik rumah tangga yang baru maupun rumah tangga para sepuh dapat dibangun menjadi keluarga yang SAMAWA, mengamalkan petunjuk2 Allah. وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 11 Syawal 1446H, 10 April 2025

Monday, 7 April 2025

Sinyal TUBUH akan ditinggalkan RUH

Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.321.02.04-2025 Tidak seorang pun yang dapat memprediksi kapan ajal datang menjemput. Tidak sedikit orang yang lamaaa…. sakit, belum tiba ajalnya bertahan hidup lalu sembuh kembali. Sementara itu ada orang tanpa sakit, tau2 meninggal dunia. Wajar jika manusia berikhtiar untuk mencari tau apa sajakah "sinyal tubuh akan di tinggalkan Ruh". Berangkat dari firman Allah: وَيَسْــئَلُوْنَكَ عَنِ الرُّوْحِ ۗ قُلِ الرُّوْحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّيْ وَمَاۤ اُوْتِيْتُمْ مِّنَ الْعِلْمِ اِلَّا قَلِيْلًا "Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh, katakanlah, "Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 85) Ada peluang untuk manusia mencari tau tentang Ruh; dari akhir ayat dikutip diatas dimana manusia diberitahu Allah, diberi sedikit ilmu mengenai Ruh. Berbekal dari pengetahuan yang sedikit tentang ruh itu, tentu halal-halal saja kalau ada pihak2 dengan keakhlian tertentu memprediksi kapan ruh akan meninggalkan jasad, ketika seseorang masih dalam keadaan tidak berbaring sakit, tidak mengidap suatu penyakit. Ditemukan juga dalam Al-Quran, perihal ruh setiap manusia antara lain di dua ayat dikutip dibawah ini: Surat Al-An’am Ayat 60: وَهُوَ ٱلَّذِى يَتَوَفَّىٰكُم بِٱلَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُم بِٱلنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَىٰٓ أَجَلٌ مُّسَمًّى ۖ ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ “Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan”. Surat Az-Zumar Ayat 42: ٱللَّهُ يَتَوَفَّى ٱلْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَٱلَّتِى لَمْ تَمُتْ فِى مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ ٱلَّتِى قَضَىٰ عَلَيْهَا ٱلْمَوْتَ وَيُرْسِلُ ٱلْأُخْرَىٰٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. Berarti ketika tidur, Ruh berpisah sementara dengan jasad, dikembalikan lagi ketika kita terbangun. Ayat-ayat diatas menginfrormasikan bagaimana Allah memegang kehidupan dan kematian manusia, serta peran tidur sebagai suatu bentuk "kematian kecil" yang memisahkan sementara antara jiwa dan tubuh. Dalam pengertian lain, bahwa sebetulnya setiap diri, setiap hari mati. Kalau ajal belum tiba dihidupkan kembali ketika bangun dari tidur. Saban kita bangun tidur bersamaan dengan itu kita memulai kehidupan baru lagi. Jasad kita yang kemarin sejatinya sudah mati, berganti dengan jasad kita yang baru hari ini sekaligus menua………. selanjutnya jasad kita besok, wajah kita besok, bukan lagi wajah kita kemarin, seterusnya makin menua. Karena perubahannya sangat tipis, maka tidak terasa…….. tau2 sudah tua, tau2 pipi sudah kempot, mata sudah bergayut, dibawah mata sudah ada bulan sabit. Anak yang ketika lahirnya kita saksikan, tau2 kini sudah berbadan tegap. Tau2 dia sudah menjadi pengusaha, tau2 sudah tua juga. Istri kita/ suami kita sepembaringan, tau2 sudah jadi Kakek, sudah jadi seorang Nenek. Tua belum tentu sebagai sinyal sudah dekat dengan Tubuh kan ditinggalkan RUH, sebab banyak yang muda lebih duluan berpulang, daripada yang tua. Namun ada beberapa sinyal utamanya bagi LANSIA tentang tidak berapa lama lagi Ruh akan meninggalkan Jasad diantaranya: 1. Menurunnya nafsu makan berkepanjangan, makanan2 ketika dulu jadi favorit dilidah tidak terasa enak lagi, sehingga makan menjadi sedikit, diiringi berat badan menyusut. Ternyata takaran rezeki manusia sejak lahir sampai Ruh meninggalkan Jasad sudah ditentukan Allah. Secara rinci setiap jenis makanan sudah ditetapkan volumenya. Misalnya nasi sekian ton, garam sekian kwintal, gula sekian ton dan seterusnya. Jika diri jadi nya harus mulai berpantang garam, mungkin jatah garam awak sudah hampir habis. Jika diri harus berhenti mengkonsumsi gula, mungkin dulu masa muda sudah kebanyakan makan gula, maka jatah rezeki gula tinggal sedikit. Daging ayam sudah tak selera, bertanda rezeki daging ayam sudah menipis dll……….. contoh (pembaca silahkan mengkreasikannya). Dari Abi Umamah Radhiyallahu anhua bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: «Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: أيُّها النَّاسُ اتَّقوا اللَّهَ وأجملوا في الطَّلبِ فإنَّ نفسًا لن تموتَ حتَّى تستوفيَ رزقَها وإن أبطأَ عنْها “Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Allah dan berbuat baiklah dalam mencari (rezeki). Karena sesungguhnya suatu jiwa tidak akan pernah meninggal dunia hingga ia menghabiskan (seluruh) rezekinya, walaupun terlambat datangnya” (HR Ibnu Majah: 2144). 2. Pelupa; Teman lama yang tadinya ingat betul namanya, ketika ketemu tidak ingat lagi walau sudah dicoba mengingatnya dengan mencari insial dari A – Z. Tak jarang wajah dan suaranya masih ada dalam memori. Ini pertanda bahwa Ruh sebagai sumber energi untuk mengeluarkan ingatan, sudah tidak melekat kuat lagi dengan Jasad. 3. Mudah letih; kemampuan organ2 tubuh sudah mulai melemah, pertanda sebentar lagi akan kehabisan fungsinya, tibalah saatnya nanti Ruh meninggalkan jasad. 4. Rawan terkena penyakit; Jejer duduk dengan orang Flu gampang tertular, bila mulai sakit penyembuhannya lama. 5. Tak tahan perubahan Iklim. Ganti musim langsung kena penyakit, terpapar gerimis langsung pilek, beda dengan masa muda dulu, tahan berbagai cuaca. Butir 3, 4 dan 5, kita jadinya kembali seperti bayi lagi, lemah, mudah terserang penyakit, tak tahan perubahan cuaca. Bunda kita menggendong kita masih bayi dengan hati2, dibalut selimut tebal, diberi koplok empuk agar tak mudah masuk angin. Benar2 keadaan orang tua lanjut usia yang tak lama lagi Ruhnya meninggalkan Jasad, kembali seperti bayi lagi. Seperti diungkapkan Al-Qur’an surat Yasin Ayat 68: وَمَن نُّعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِى ٱلْخَلْقِ ۖ أَفَلَا يَعْقِلُونَ “Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?” Begitulah,…………..semoga Allah memberikan kearifan kepada kita agar setiap saat memahami “Sinyal Tubuh akan ditinggalkan RUH”, yang setiap saat dapat saja terjadi. Dengan demikian senantiasa menyiapkan diri untuk bekal ke akhirat nanti. وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 9 Syawal 1446H, 8 April 2025

Thursday, 3 April 2025

Sesudah RAMADHAN

Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.320.01.04-2025 Tujuan shaum Ramadhan adalah "Taqwa". Untuk mencapai tujuan tersebut dengan sabar dan perjuangan telah dilakukan. Mempuasakan perut, lidah, mata, telinga, dan raga serta hati. Bagaimana kadar ketaqwaan masing2 individu, diri sendiri merasakannya dan Allah saja yang mengetahui. Andaikanlah “Taqwa” itu diumpamakan sebuah bangunan, membangun suatu bangunan, jauh lebih mudah dari pada merawat bangunan. Banyak bangunan2 terutama bangunan sarana umum, belum lama diresmikan pemakaiannya, sudah banyak yang nampak berantakan kurang terawat. Begitu pula agaknya bangunan taqwa yang telah kita wujudkan melalui shaum Ramadhan jika tidak dirawat, di bulan2 sesudah Ramadhan akan mulai berkurang. Untuk melakukan perawatan ketaqwaan yang sudah diperoleh di bulan Ramadhan haruslah terus menerus melakukan kebiasaan pada bulan Ramadhan dengan istiqamah: 1. Selama Ramadhan rajin melaksanakan qiyamul lail berjamaah di masjid, ditambah shalat tahajud. Setelah Ramadhan juga sekurangnya kebiasaan itu diteruskan berupa shalat tahajud. 2. Selama Ramadhan tiap hari baca Al-Qur'an ada yang mentarget khatam lebih dari sekali. Sesudah Ramadhan kebiasaan itu diteruskan sekurangnya 2 bulan sekali khatam. Al-Qur'an standar 604 halaman. Kalau 2 bln sekali khatam yaaah targetkanlah 10-11 halaman perhari. Saban habis shalat 2 halaman. 3. Rajin sedekah dan infak di bulan Ramadhan setiap subuh ke masjid, terawih ke masjid masukkan ke kotak amal. Sesudah Ramadhan lanjutkan sekurangnya di jatah tiap hari infak ke kotak amal, misalnyapun jumlahnya kecil tapi rutin. 4. Biasanya selain zakat fitrah, moment Ramadhan mengeluarkan zakat mal. Nah sesudah Ramadhan bantu orang susah semampunya, baik dengan tenaga fikiran dan harta. 5. Selama Ramadhan sanggup mempuasakan: a. Perut; yang halal saja tidak dimasukkan ke perut, sesudah Ramadhan harus mampu menghindari mencari rezeki yang haram. b. Mulut; juga tetap memelihara lidah dari berbicara yang tak berfaedah. c. Mata; dari melihat yang diharamkan, d. Telinga; terpelihara dari mendengar yang tak baik, e. Anggota tubuh; raga tidak terbawa menuju tempat maksiat f. Hati; bersih dari berpikir negatif. Enam kesanggupan dapat dilakukan di bulan Ramadhan ini hendaklah dapat dipertahankan semaksimal mungkin sesudah Ramadhan. Justru hasil shaum Ramadhan terlihat perwujudan pengamalannya sesudah bulan Ramadhan. Pokoknya hasil latihan selama Ramadhan untuk menjaga "taqwa" yang telah terbangun di bulan Ramadhan secara istiqamah diteruskan. Jangan sampai seperti perumpamaan yang diinformasikan Allah surat An-Nahl 92 berikut ini: وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّتِيْ نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْۢ بَعْدِ قُوَّةٍ اَنْكَاثًا "Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali". Sudah dengan tekun ibadah Ramadhan, dijalani; "ibadah yang sudah terpintal baik, mengurai kembali setelah Ramadhan usai". Naudzubillahi mindzalik. تقبل الله منا و منكم صيامنا و صيامكم جعلنا الله وإياكم من العائدين و الفائزين كل عام و أنتم بخير Semoga Allah SWT menerima ibadah (puasa) kita, Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang kembali (dalam keadaan suci) dan termasuk orang orang yang mendapatkan kemenangan, dan semoga Anda semuanya senantiasa dalam kebaikan setiap tahun. Selamat Idul Fitri 1446 H. mohon maaf lahir dan bathin. وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 4 Syawal 1446H, 3 April 2025

Saturday, 29 March 2025

PUASA NABI MUSA

Edisi Ramadhan. Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.319.19.03-2025 Guide tour kami menuju Aqsha melalui gurun Sahara berkebangsaan Mesir, tetapi sangat fasih berbahasa Indonesia kecuali kata bangun diucapkannya “ban.. gun”. Kata itu berulang diucapkannya jika dalam perjalanan diantara kami banyak yang tertidur dan ada moment yang perlu dia kemukakan. Sekitar pukul 3 petang, matahari sudah redup, kembali “Mr Hamdi” guide yang ramah itu berseru “ban…. gun, ban ….. gun, ban ……. gun. sebentar lagi kita sampai di kaki gunung Sinai. Perjalanan panjang menjelajahi gurun Sahara 21 Juni tahun 2022 itu, lebih dari 13 jam. Rombongan kami sempat singgah menyaksikan maqam Nabi Harun dan Nabi Shalih. Di kaki gunung Sinai terlihat bekas tangan Samiri membuat sesembahan berupa anak lembu. Perjalanan antar benua ini dimulai pkl 7.30 dari Cairo (Africa). Finish pkl 21.30. di Kota Taba perbatasan Mesir - Palestina (Asia). Dua jam-an sebelum sampai ke kaki gunung Sinai Tour Leader dan Guide setempat, menawarkan untuk mendaki ke puncak gunung Sinai. Saya merupakan anggota rombongan tertua, langsung angkat tangan mendaftarkan diri, diikuti oleh beberapa orang lainnya. Pikirku sekalian “mandi biar basah”, sudah jauh2 perjalanan, sekalian, semua kesempatan harus diambil, untuk tambah pengalaman hidup. Pihak penyelenggara program akan memfasilitasi, kami2 yang akan naik ke gunung Sinai. Sedangkan rombongan lain akan terus dengan bis semula lanjut ke Taba (perbatasan Mesir dengan Palestina). Kami yang akan naik ke G. Sinai, setelah turun akan disediakan angkutan tersendiri melanjutkan perjalanan ke Taba. Sampai di kaki gunung diberikan penjelasan; untuk naik ke gunung tempat Nabi Musa menerima 10 perintah Tuhan itu harus menggunakan “Multi Moda Transport” (Pinjam istilah International Trade), yaitu dengan beberapa model angkutan. Mula2 naik sejenis “Angkot” ke stasiun ONTA. Pendaki kemudian akan diangkut dengan Onta entah berapa jarak tempuhnya (tergantung si Onta dan Jokinya). Selanjutnya tersedia tangga ke puncak gunung dengan 750 anak tangga. Untuk mendaki anak tangga itu bagi ku yang sudah 70 keatas ini tentu akan menggunakan model angkutan berikut lagi, yaitu “digendong”, bahasa kampungku “berambin” (nempel dibelakang seseorang dengan tangan kebahu orang yang menggendong, dan kaki melingkari pinggang penggendong). Akhirnya kuputuskan tidak ikutan naik ke G. Sinai. Lantas anggota rombongan yang juga tadinya angkat tangan, juga mengurungkan niatnya. Mentari sudah agak redup, kami serombongan utuh, naik bis melanjutkan perjalanan ke TABA. Sebenarnya di hati ini kepengin naik ke Gunung Tursina atau disebut juga Gunung Sinai itu, sebab Nabi Musa AS pernah bermunajad kepada Allah selama 40 hari dan BERPUASA di gunung itu, untuk mendapatkan 10 Perintah Tuhan. Sejatinya kepengin lihat dimana Nabi Musa berdiri menghadap Allah seperti diabadikan dalam Al-Qur’an Al- A’raf 143: وَلَمَّا جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِىٓ أَنظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِى وَلَٰكِنِ ٱنظُرْ إِلَى ٱلْجَبَلِ فَإِنِ ٱسْتَقَرَّ مَكَانَهُۥ فَسَوْفَ تَرَىٰنِى ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُۥ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبْحَٰنَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلْمُؤْمِنِينَ “Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". 10 Perintah Allah kepada ummat Nabi Musa, termuat dalam surat Al-An’am 151 s/d 153 diterima Nabi Musa di puncak Gunung Tursina (Sinai) itu: ۞ قُلْ تَعَالَوْا۟ أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُم مِّنْ إِمْلَٰقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلْفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا۟ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (Al-An’am 151) وَلَا تَقْرَبُوا۟ مَالَ ٱلْيَتِيمِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ يَبْلُغَ أَشُدَّهُۥ ۖ وَأَوْفُوا۟ ٱلْكَيْلَ وَٱلْمِيزَانَ بِٱلْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ وَإِذَا قُلْتُمْ فَٱعْدِلُوا۟ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ ٱللَّهِ أَوْفُوا۟ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (Al-An’am 152) وَأَنَّ هَٰذَا صِرَٰطِى مُسْتَقِيمًا فَٱتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِۦ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Al-An’am 153). Nabi Musa melakukan RITUAL PUASA ketika bermunajat di Gunung Tursina atau disebut juga Gunung Sinai itu selama 40 hari, tidak makan dan tidak minum. Tujuan puasa Nabi Musa untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam rangka menerima wahyu. Wahyu berupa perintah Allah yang begitu jelas tersurat pada ayat 151 s/d 153 Al-An’am di atas. 10 perintah Allah diterima langsung Nabi Musa di puncak Gunung Sinai bila dirinci sbb: 1. janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan ALLAH, 2. berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, 3. janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, 4. janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, 5. janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar, 6. janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. 7. sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. 8. apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), 9. penuhilah janji Allah. 10. Harus bersatu di Jalan Allah; dengan kalimat: “janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya”. Selain itu Allah menyatakan “Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya”. Mengingat beratnya medan menurut informasi guide, serta dari kaki gunung kami dapat melihat dan membayangkan tingginya gunung dan terjalnya Gunung Sinai itu, dengan berat hati keinginan tersebut diredam dalam2. Karena tenaga harus dipersiapkan untuk perjuangan masih panjang menuju Aqsha, bakal menghadapi gerbang masuk ke negeri yang dikuasai Israel, dikabarkan pengawasannya sangat ketat. Puasa yang kita lakukan saat ini tentu berbeda dengan syariat Nabi Musa, durasi puasa Nabi Musa selama 40 hari, sedangkan kita sekarang hanya sebulan. Ini membuktikan kebenaran surat Al-Baqarah ayat 183 bahwa ummat sebelum kita berpuasa. “………………. كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ …………………” “…………. sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu…….” Semoga puasa kita serta semua ibadah kita diterima Allah dan sesudah Ramadhan kita menjadi lebih baik, lebih bertaqwa. للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ .سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 29 Ramadhan 1446H, 29 Maret 2025

Friday, 28 March 2025

PUASA dan SHALAT Nabi ISA

Edisi Ramadhan. Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.318.18.03-2025 Allah berfirman kepada Nabi Isa, apakah beliau pernah mengaku Tuhan ? Secara lengkap termuat di dalam surat Al-Maidah ayat 116 وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَٰهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ ۖ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ ۚ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ ۚ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ “Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah? Isa menjawab, "Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakan maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib.” ( QS Al-Maidah : 116) Pertanyaan Allah tersebut, ada yang meriwayatkan terjadi pada waktu matahari sedang terbenam (yaitu waktu maghrib). Nabi Isa langsung mendirikan sholat sebanyak 3 rakaat. Tiap rakaat sholat Nabi Isa memiliki maksud yang berbeda: Rakaat pertama, bersyukur kepada Allah karena memaklumkan akan ketiadaan ke-Tuhanan pada dirinya. Rakaat kedua, bersyukur kepada Allah karena memaklumkan ketiadaan ke-Tuhanan pada diri ibunya (Maryam). Rakaat ketiga, untuk menetapkan ke-Tuhanan Allah Yang Maha Esa. Sehingga dengan peristiwa itu jadilah Nabi Isa adalah orang pertama mendirikan shalat Maghrib. Tentu saja teknik, syarat dan rukun shalatnya tidaklah sama dengan yang dilaksanakan ummat Islam sekarang. Shalat ummat Islam, dilakukan dengan mencontoh Nabi Muhammad saw: عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي»، رَوَاهُ البُخَارِيُّ. Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari) [HR. Bukhari, no. 628 dan Ahmad, 34:157-158] Nabi Isa juga berpuasa, selama 40 hari dan 40 malam di padang gurun sebelum memulai misinya, sebagai bentuk persiapan dan pengabdian kepada Tuhan. Kisah puasa 40 hari ini tidak secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an, Al-Qur’an menyebutkan bahwa puasa dilakukan juga oleh ummat sebelum Islam. “………………. كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ …………………” “…………. sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu…….” (Al-Baqarah 183) Sampai sekarang ummat Nasrani puasa 40 hari tidak boleh makan yang ada ruhnya. Berpuasa bagi ummat Islam tidak langsung diperintahkan Allah begitu Islam didakwahkan Rasulullah, akan tetapi pertama kalinya disyariatkan berpuasa pada tahun kedua Hijriah yakni, pada Senin, 10 Sya’ban tahun ke-2 Hijriah atau satu setengah tahun setelah Rasulullah SAW dan umatnya hijrah dari Makkah ke Madinah. Sebagaimana halnya shalat, berpuasa syariat Nabi Isa dengan apa yang dilakukan oleh ummat Nabi Muhammad saw berbeda syarat dan rukunnya. Syarat puasa bagi ummat Islam: Beragama Islam, Baligh atau sudah cukup umur, Berakal sehat dan waras, Sehat jasmani dan Rohani, Bukan termasuk musafir yang sedang melakukan perjalanan panjang dan jauh, Dalam keadaan yang suci dari hadas besar, Memiliki kemampuan dan kesanggupan untuk melaksanakan puasa. Rukun puasa bagi ummat Islam: Berniat berpuasa, Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. Puasa juga harus dijalankan dengan penuh kesadaran ibadah. Artinya, puasa bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menahan diri dari perkataan kasar, kebohongan, serta perbuatan dosa lainnya. Dengan kata lain; mempuasakan “perut”, “lidah”, “mata”, “telinga”, “raga” dan “hati”. Orang yang sakit, lanjut usia, ibu hamil, ibu menyusui, atau musafir (orang yang sedang dalam perjalanan jauh), mereka mendapatkan keringanan untuk tidak berpuasa. Semoga Shalat kita, Puasa kita, dan seluruh rangkaian kegiatan ibadah Ramadhan kita diterima Allah SWT. للَّهُمَّ رَبَّنَا تَـقَـبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَا مَنَا وَرُكُوْ عَنَا وَسُجُوْدَنَا وَقُعُوْدَنَا وَتَضَرُّ عَنَا وَتَخَشُّوْ عَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَ نَا يَا اَلله يَا رَبَّ الْعَا لَمِيْنَ .سُبْحَـٰنَ رَبِّكَ رَبِّ ٱلْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُون وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 28 Ramadhan 1446H, 28 Maret 2025