Perjalanan
anak manusia, sejak kecil hingga dewasa dan tua. Kadang semasa kecil dilingkungan
keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama. Wajar kalau si anak menjadi anak
yang saleh sejak masa kanak-kanak sampai tua. Akan tetapi keadaan hidup
sesorang tidak belangsung hanya dilingkungan keluarganya. Dapat saja semasa
anak-anak dilingkungan keluarga, setelah remaja kerena tuntutan keadaaan, dapat
saja kerena meneruskan sekolah, dapat saja karena mengadu peruntungan untuk
merubah nasib, yang bersangkutan lepas dari keluarganya pindah ke tempat/kota
lain. Dalam proses itulah kadang, seorang anak yang tadinya taat menjalankan
ajaran agama, dikarenakan berbagai sebab tidak dapat lagi menjalankan ibadah
seperti ketika di kampung. Pada bulan Ramadhan tidak lagi berpuasa, karena lingkungan semuanya tidak berpuasa. Selama di kampung
hampir setiap waktu shalat berjamaah di masjid, semenjak di rantau tidak lagi,
kerena masjid jauh dari tempat kediaman. Kadang juga shalat pun belang bonteng.
Jadi setiap anak manusia, mungkin saja terjadi mengalami seperti ini:
1.
Semasa kanak-kakak taat beribadah, selama masih
berada dilingkungan orang tua. Lingkungan keluarga mengkondisikan taat ibadah.
Suasana tempat tinggal demikian rupa bernuasa agamis, suara azan menggema
setiap waktu, pengajian dan ceramah keagamaan setiap hari terdengar dari corong
masjid.
2.
Setelah agak dewasa, karena sesuatu sebab
menurun kualitas ibadahnya, lantaran tidak lagi di Lingkungan keluarga.
Keseharian disibukkan urusan dunia, jauh dari lingkungan bernuasa agama, masjid
jauh dari tempat bermukim, ceramah mengenai pengisi rohani sudah tidak lagi
sering di dengar. Yang ada setiap hari perbincangan, bagaimana mencapai sukses
duniawi, mengejar karier dan bagaimana mempertahankan kehidupan agar mewah dan
nanti tak akan kekurangan suatu apa.
3.
Pada masa mapan/tua kembali menjadi orang yang
saleh. Ini orang yang beruntung. Kembalinya orang ini menjadi orang saleh,
karena semasa kecil sudah dibekali oleh Ortu mereka, dengan pendidikan agama dan
latihan serta diiringi dengan contoh. Ia sadar kembali setelah rasa badan
semakin susah dikendalikan kemauan. Maunya menikmati makanan enak, uangpun
cukup untuk membelinya, tapi ternyata sudah banyak yang dipantangkan,
disarankan oleh dokter tidak lagi boleh dimakan. Kepengennya berjalan cepat
ternyata kaki sudah tak sejalan lagi dengan kehendak. Badan sudah sakit disini
dan sakit disitu. Pada saat ini orangpun sadar bahwa sebentar lagi jalan ini
akan berujung. Tidak ada pilihan lain selain
harus menambah bekal untuk kedunia sana, dimana disana nanti tidak laku
lagi rupiah dan dolar, tidak ada harganya lagi emas dan intan berlian. Ketika
inilah orangpun yang sadar, menjadi
sadar. Ingat ketika kecil pernah diajarkan Ortu beribadah. Mulai suka
mendengarkan tauziah agama, mulai aktif kemasjid, walau sudah tertatih-tatih.
Rukuk tidak lagi dapat membukuk sampai pinggang datar, sujud sudah tak tahan
lagi lama, rasanya mata mau keluar. Duduk tahyat sudah tak dapat lagi kaki
kakan ditekuk jarinya, lantaran terkena asam urat. Shalat terpaksa duduk, sebab
kalau berdiri tempat pijakan serasa bergoyang.
4.
Pada masa mapan/tua belum sempai kembali menjadi
orang yang taat, keburu berakhir hayat, ini adalah kelompok orang ytang merugi.
Ini kelompok orang-orang yang menunda nunda untuk beibadah, walau sebenarnya
dianya punya modal untuk melaksanakan ibadah, kerena sudah mendapatkan
bimbingan dari Ortu mereka. Semboyan kelompok ini, nantilah kalau sudah tua,
kalau sudah pensiun nanti, akan razin ibadah. Eee taunya belum sempat pensiun
dari pekerjaaan, sudah dipensiun tinggal di dunia.
5.
Yang paling beruntung tentunya, orang yang
semasa muda taat beribadah, istikamah sampai akhir hayat tetap beribadah. Orang
ini tidak terpengaruh oleh Lingkungan, tempat dimana dia berada, walaupun
tempat tersebut tidak bernuasa ibadah. Bahkan orang ini dimana dia bermukim
menjadi pelopor orang beribadah. Apa yang didapat dari Ortunya semasa kecil
terus dipegangnya sampai jiwa terpisah dari raga.
Rasulullah
Muhammad S.A.W. mengajarkan kepada ummat, bahwa latihlah anak untuk mengerjakan
shalat sejak umur 7 tahun, kemudian bila sudah sampai di usia 10 tahun, lakukan
hal yang agak keras untuk memastikan anak untuk menjalankan shalat. Pola asuh
shalat seperti ini, akan membekas kepada si anak sampai dia berada dirantau
orang, sampai dia menjelang tua dan bahkan sampai menjadi nenek-nenek dan kakek-kakek.
Pola inipun dia akan teruskan kepada anak keturunannya karena betapa membekas
kedalam relung hati. Terngiang ditelinganya, mana kala azan sumbuh
berkumandang, ayahnya ketika itu memanggil namanya dari luar kamar untuk
membangunkan dari lelapnya tidur. Ayah dan bundanya yang selalu menuntun ibadah
tersebut akan selalu dikenang, walau sudah lama berpindah alam. Ingat dia
ketika ayah dan bundanya membangunkannya makan sahur. Peristiwa itu setiap
subuh, setiap Ramadah selalu mengunjunginya, serasa ortu yang sudah meinggal
puluhan tahun baru saja kemarin rasanya bagi si anak yang kini sudah menjadi
tua. Pola asuh ini dilanjutkannya kepada anak-anak keturuan mereka, sehingga
berkesinambunganlah ibadah terus dilaksanakan ummat manusia sebagai halifah di
muka bumi ini.
Penuntunan
ibadah ini sangat dan sangat perlu kepada anak-anak kita karena, anak-anak
dalam persepsi agama bagi orang tua (ORTU) demikian pentingnya. Sehingga dalam
Al-Qur’an dilukiskan bahwa anak itu bagi ORTU berpotensi:
1.
Sebagai investasi. Potensi ini diinformasikan
oleh Allah pada surat Yasin (surat ke 36)
ayat 12.
(Sesungguhnya Kami menghidupkan
orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan
bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam
Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Yang kita tinggalkan dudunia ini, setelah kita meninggal, adalah
harta kekayaan dan juga anak keturunan. Bekas-bekas yang kita tinggalkan ini
akan tetap dituliskan untuk kita, bila bekas yang ditinggalkan tersebut
melaksanakan ibadah, bekas yang kita tinggalkan itu bermanfaat untuk ummat.
Jadi anak keturunan yang saleh akan menambah cacatan kebajikan kita walaupun
kita telah tiada.
2.
Sebagai pemicu kelalaian. Potensi anak dapat
menjadikan orang tua lalai kepada Allah, karena saking sibuknya mencarikan
nafkah untuk anak-anak mereka, bekerja tak kenal waktu untuk menggumpulkan
harta guna menjamin masa depan anak. Kesibukan membuat orang tua tidak sempat
ibadah, tidak sempat menjalankan perintah-perintah Allah dan bahkan ada juga
demi menggumpulkan harta untuk keperluan anak, rela melakukan hal yang
dilarang, seperti berbuat curang, mencari rezeki yang subhat dan menjurus ke
haram. Diingatkan Allah dalam Al-Qur’an surat Al Munafikun (surat 63) ayat 9.
(Hai orang-orang beriman,
janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi).
3.
Sebagai musuh. Potensi anak dapat menjadi musuh
seperti diingatkan Allah kepada kita melalui ayat 14 dari surat Taghabun (surat
64), berbunyi :
(Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya di
antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu*] maka berhati-hatilah kamu
terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni
(mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang).
|
[*]. Maksudnya: kadang-kadang isteri atau anak dapat
menjerumuskan suami atau ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak
dibenarkan agama.
4.
Sebagai cobaan. Surat At-Taghabun ayat 15 menyebutkan
bahwa anak akan menjadi cobaan buat para orang tua.
(Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu
hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar).
Tidak
semua orang tua beruntung, mempunyai anak yang mudah diarahkan, mudah diatur.
Kadang dapat anak yang maunya sendiri, orang tua berposisi “bagaikan ayam
beranak bebek”. Induknya maunya mengiring anak jalan di daratan, sedang
anak-anak pengennya bermain diair. Kalau
sudah begini orang tua betul-betul mendapat cobaan.
5.
Sebagai pembela, dengan mendo’akan orang tuanya
baik masih hidup apa lagi sesudah mati. Do’a anak yang saleh diterima Allah.
Sedangkan anak akan menjadi saleh bila sejak kecil sudah dibetuk. Allah
memerintahkan kepada setiap anak untuk mendo’akan Ortu mereka seperti dinukilkan
dalam Al-Qur’an ayat 24 dari surat Al-Isra. yang berbunyi.
(Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka
berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil)."
Semogalah kita menjadi orang-orang yang beruntung, masa tua dapat kita tutup dengan keberkahan usia, dapat dipergunakan semaksimal mungkin untuk beribadah kepada Allah S.W.T. sehingga berhak nantinya mendapatkan predikat Khusnul-Khatimah. Anak-anak keturunan kita menjadi saleh dan salehah. Orang tua kita yang telah berpulang kerahmatullah mendapatkan lindungan Rahmat Allah. Amien yarabbal ‘alamin. Barakallah fi kum. |
No comments:
Post a Comment