Sup
enak jika di hidangkan di dalam pispot, walaupun pispot baru dibeli belum
pernah dipakai, mungkin anda enggan walau sekedar mencicipi sop itu. Demikian
juga segala macam hal dalam hidup ini, kadang cara mempengaruhi hasil akhir. Suatu
ketika sorang tamu tak bersedia menikmati makanan, karena pihak pemilik rumah
ketika mempersilahkan tamunya makan, dengan kata-kata yang kurang sopan menurut
istiadat yang dianut si tamu. Pada kenyataan pergaulan, intonasi suara juga
merupakan cara yang perlu diperhatikan agar lawan bicara kita tidak
tersinggung.
Itulah
salah satu keistemewaan manusia, dari mahluk lainnya. Jika binatang konon kata
para ahlinya, mereka berbicara sesama dengan tingi rendah suara, dengan gerekan
anggota tubuh. Benar juga, kucing sesama kucing di mana-mana, suara mereka
berkomunikasi ya begitulah. Tentang bagaimana suara kucing itu, manusia
menirukannya tergantung bahasa penuturnya. Orang Indonesia di seluruh Nusantara,
bunyi kucing sama, yaitu “ngeong” atau “meong”. Tapi beda untuk penutur bahasa
Inggris; jadinya “Miu”, mungkin bahasa mempengaruhi telinga. Mungkin untuk
kambing ada kekhususan, seluruh Nusantara bunyi kambing “embeeek”, tapi ada di
daerah yang bunyi kambing agak lain, tapi ya mirip; “Ambiieek”.
Itulah
manusia, diciptakan bukan hanya punya jasmani dan ronahi, tetapi juga punya
perasaan dan naluri. Sedangkan perasaan, masing-masing orang berbeda pula kadar
kepekaan dan kehalusannya, ditentukan dimana dia dibesarkan. Lantas, …. agama
memang memberikan panduan untuk pergaulan antar ummat manusia. Boleh dibilang
agama apa saja mengatur pekerti khususnya adab bergaul antar ummat manusia.
Saya tak tau persis agama lain, tetapi yang jelas agama yang kuanut memberikan
banyak contoh untuk menjaga perasaan orang. Misalnya pasan Nabi Muhammad
“Hendak lah berkata yang baik, kalau tidak dapat berkata yang baik lebih baik
diam”. Allah kasi arahan dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 70 “ya ayuhal
ladzi na amanut taqullah wawulu qaulan sadidan” (“Hai orang-orang yang beriman
bertaqwalah kepada Allah dan salalulah katakan
perkataan yang benar”) selanjutnya dalam surat Al-Baqarah 263 “Kaulum Ma’rufun
wamaghfiratun khairun min sadakatin yat banguha adzan, wallahu ghaniuyun halim”
Perkataan yang baik dan pempberian maaf adalah lebih baik dari pada sedekah
yang di iringi ungkit-ungkit atau menyebut-nyebutnya, Allah Maha Kaya lagi Maha
Penyantun.
Contoh
lain untuk menjaga perasaan orang perseorangan dalam kelompok. Suatu hari
selesai shalat berjamaah di masjid,
salah seorang jamaah mengundang makan dirumahnya. Rupanya sahibul bait
menyembelih Onta untuk daging hidangan makan bersama itu. Disuasana setelah
makan, sambil berbincang/beramah tamah, tercium bau yang kurang sedap dalam
ruangan itu. Agaknya salah seorang hadirin dalam ruangan itu “buang angin” atau
“kentut”. Hadirin jadi pandang pandangan, hampir-hampir saja mereka menutup
hidung dengan jarinya. Tapi, sekali lagi tapi, demi menjaga perasahaan yang
“buang angin”, tak seorangpun memencet hidungnya dengan jari. Sehingga sampai
hilang aroma tak sedap itu tak seorangpun tau siapa yang memproduksi bau
tersebut, jadi bau itu tetap belum dapat diduga “siapa orangtuanya” atau “bin
siapa”.
Selesai
kenduri itu, akan dilanjutkan shalat berjamaah, disinilah nampak kebijakan atau
kerifan Nabi dalam menyelesaikan suatu masalah, agar tidak seorangpun menjadi
malu, agar tidak seorangpun hancur perasaannya. Nabi sebelum bangkit dari duduk
di rumah tempat makan bersama itu, mengumumkan “Karena kita makan daging Onta,
maka kita harus ber whudu kembali”. Dengan pengumuman itu maka semua jamaah
mengambil whudu lagi, termasuk tentunya orang yang batal whudunya karena
“kentut”. Hikmah yang dapat diambil adalah, bahwa nabi tak hendak mempermalukan
si pemilik “kentut”. Kalaulah tak diumumkan semua harus berwhudu kembali karena
makan daging Onta, maka yang kentut akan kelihatan, karena dialah yang akan ber
whudu. Atau kalau diapun tak tahan menanggung baban malu didunia, maka dia tak
juga ber whudu dan tentunya shalatnya akan dilaksanakan tanpa whudu dan tak
sah.
Begitulah
contoh kecil yang di contohkan Nabi Muhammad untuk ummat manusia, agar jangan
sampai menyinggung perasaan orang. Apalagi dengan kata-kata yang kasar. Mungkin
maksud orang yang berkata kasar tadi baik, dia jujur, dia pekerja keras untuk
memajukan orang-orang yang dipimpinnya, tetapi kembali kita ke judul tulisan
ini “CARA mempengaruhi Hasil”. Karena cara ngomongnya kasar, orang kesinggung
berat, mungkin sebagai bawahan dia terpaksa laksanakan juga perintah yang kasar
itu, tapi bukan dengan keihlasan, melainkan penuh gerutu dan kedongkolan, sudah
barang pasti hasilnya tidaklah akan maksimal. Walahu ‘alam bishawab.
No comments:
Post a Comment