Manusia
tidak dapat berelak harus berkomunikasi, sejak mulai lahir sampai akhir hayat.
Itu barang kali sebabnya maka Al-Qur’an sampai memberikan arah kepada manusia
tentang cara-cara berkomunikasi. Dibanyak ayat dapat dipetik, Allah memberitahukan
kepada ummat manusia bagaimana sebaiknya seseorang berkomunikasi dengan orang
lain antara lain caranya yaitu: SADIDA, BALIGHA, MA’RUFA, KARIMA, LAYINA DAN
MAY-SYURA.
Kumunikasi
tersebut terkait; ialah bagaimana caranya berkomunikasi ke seluruh pihak, yaitu:
·
komunikasi seorang komunikator dengan masyarakat
banyak,
·
komunikasi seorang komunikator dihadapan
orang yang sedang berjabatan tinggi,
·
komunikasi seorang komunikator kepada
audience yang strata pemahamannya heterogin,
·
komunikasi antara komunikator dengan
orang yang lebih tua,
·
komunikasi oleh komunikator dengan orang yang lebih muda, seperti misalnya
dengan anak-anak khususnya anak sendiri.
Dari
macam-macam model komunikasi tersebut, dalam tulisan ini sengaja baru saya
anggkat satah satu diantaranya. Mari kita perhatikan komunikasi dengan anak
sendiri oleh seorang Ibu kepada anaknya yang baru duduk di bangku kelas satu
SD.
Sepulang
dari sekolah dengan muka sedih si anak melapor pada bundanya: “soal matematiknya
sulit Bunda”. Dengan kelembutan seorang ibu si Ibunda menyahut: “Ya nanti Bunda
lihat, ganti baju dulu dan ayo kita makan”.
Setelah
makan diketahui bahwa kesulitan si anak adalah menjawab soal 3 ditambah 60. Si
anak telah diajari oleh gurunya 60 ditambah 3. Dia tau jumlahnya adalah 63.
Bundanya segera mengetahui masalah anaknya, bahwa tidak paham kalau dibalik.
Singkat
cerita segera ibunya memotong-motong lidi dibuat pendek-pendek sebanyak 100
lidi. Mula-mula praktek berhitung dengan yang selama ini sudah dipahami si anak
yaitu 60 buah lidi terdiri dari 6 ikat sepuluh lidi diletakkan di sebelah kiri
selanjutnya 3 buah lidi di sebelah kanan. Selanjutnya si anak disuruh
menyebutkan berapa jumlahnya. Dengan sigap si anak tentunya menyebutkan angka
pasti 63.
Kemudian
lidi yang tiga di letakkan di sebelah kiri sedangkan lidi yang 6 ikat sengaja
di jauhkan dulu (ditempatkan di belakang si ibu duduk dilantai), kemudian si
bunda meletakkan 6 ikat itu satu persatu disebelah kanan tumpukan yang tiga
tadi sampai enam. Si anak diminta ibunya menyebutkan berapa jumlahnya, disini
si anak dapat menyebutkan jumlah lidi adalah sebanyak 63. Tidak hanya itu saja;
yang tiga lidi di taroh di atas dan yang 60 di letakkan dibawahnya, juga
ditanyakan ke si anak berapa jumlahnya. Alhamdulillah si anak dapat mengatakn
jumlahnya ya tetap 63. Hal sama dilakukan yang 60 diletakkan di atas dan yang
tiga dibawah, anak itupun paham jumlahnya juga sama 63. Mulai saat itu
sitidaknya si anak memahami bahwa penjumlahan dua angka dibolak balik adalah
sama. Inilah barangkali yang dimaksud berkomunikasi dengan “May Syura”,
dimaksudkan surat Al Isra ayat 28.
May-syura;
terjemahannya kurang lebih “Dan
jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu
harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas”. Kata KUNCI : Pengertian dan Tak Tis, Contoh kecil dikemukakan di atas; seseorang
anak SD klas satu, nalarnya belum sampai, kalau letak angka yang dijumlah
dibalik saja sudah tidak memahami. Komunikatorlah yang harus mampu mencari
tak-tis untuk mimilih kata-kata yang pantas, sehingga pesan dapat tersampaikan
sekaligus dimengerti oleh yang diajak berkomunikasi. Diiringi dengan cara yang
tidak menyakitkan; istilah syar’ienya, berkomunikasi dengan “Ma’rufa
(Al-Baqarah 263). Anak tadi tentu akan kecewa dan ndak mau belajar lagi, bila
si Ibu menyahutnya dengan kata-kata yang menyakitkan misalnya; “masa’ gitu aja
kamu ngak bisa”. Tapi ini ibu cukup bijak, dan akan dikenang anaknya sampai
diapun menjadi orang tua lagi bagi anak-anaknya dan mungkin sampai dianya
menjadi nenek dan kakek buat cucu mereka. Semoga jadi bahan renungan untuk yang
masih punya momongan yang baru tumbuh. Wallahu ‘alam bishawab. Baraqallahu
fikum.
No comments:
Post a Comment