Segala
keistimewaan sebagai khalifah ditolak oleh Umar Ibn Abdul Aziz selama dia
menjadi halifah. Sesaat setelah diangkat menjadi halifah di masjid, dia memilih
pulang ke rumah sendiri, bukannya dia menuju istana kehalifahan yang selama ini
bersemayam halifah pendahulunya. Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang
tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas. Dalam kelelahan setelah mengurus jenazah
Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik yang digantinya, dia pulang berniat
untuk tidur.
Pada saat itulah
anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan
berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?".
Umar menjawab,
"Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan
ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini". "Jadi apa engkau akan buat
wahai ayah?", Tanya anaknya ingin tahu. Umar menjawab, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu
zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat".
Apa pula kata
anaknya mendengar jawaban ayahnya Amirul Mukminin yang baru itu “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih
hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggung-jawab
Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar Ibn Abdul
Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya
mendekatinya, beliau mengecup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan
dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku”.
Ini
adalah profil seorang yang berasal dari keturunan baik-baik atas kehendak dan
izin Allah menjadi anak yang baik pula. Umar bin Abdul Aziz, juga adalah
keturunan orang yang sangat baik dalam sejarah Islam. Neneknya walaupun berasal
dari keluarga miskin, tapi justru dinikahi kakeknya bernama “Asim” atas
perintah eyang buyutnya Umar bin Khattab.
Si
nenek diambil mantu oleh Umar bin Khattab, karena pada suatu malam, ketika
beliau ronda keliling/blusukan untuk mendengar keluhan rakyat. Beliau mendengar dialog seorang anak
perempuan dan ibunya, seorang penjual susu yang miskin. Kata ibu “Wahai
anakku, segeralah kita tambah air dalam susu ini supaya terlihat banyak sebelum
terbit matahari” Anaknya menjawab “Kita tidak boleh berbuat seperti
itu ibu, Amirul Mukminin melarang kita berbuat begini” Si ibu masih
mendesak “Tidak mengapa, Amirul Mukminin tidak akan tahu”. Balas si
anak “Jika Amirul Mukminin tidak tahu, tapi Tuhan Amirul Mukminin tahu”.
Umar yang mendengar kemudian menangis. Betapa mulianya hati anak gadis
itu. Ketika pulang ke rumah, Umar bin Khattab menyuruh anak
lelakinya, Asim menikahi gadis itu. Kata Umar, "Semoga
lahir dari keturunan gadis ini bakal pemimpin Islam yang hebat kelak yang akan
memimpin orang-orang Arab dan Ajam”. Asim yang taat tanpa banyak tanya
segera menikahi gadis miskin tersebut. Pernikahan ini melahirkan anak perempuan
bernama Laila yang lebih dikenal dengan sebutan Ummu Asim. Ketika dewasa Ummu
Asim menikah dengan Abdul-Aziz bin Marwan yang melahirkan Umar bin Abdul-Aziz.
Jadi memang mereka keturunan orang yang kuat imannya dan juga tentu saja dengan
ijin Allah meng ijabah do’a kakek buyutnya Umar bin Khattab.
Tidak
mengherankan, kalau di era pemerintahan Umar bin Abdul Azis selama 2 tahun 5
bulan dan 5 hari, pemerintahan Islam waktu itu demikian mendapatkan barokah
Allah. Dikabarkan tidak ada rakyat yang miskin, sehingga tak seorangpun yang
berhak menerima zakat. Harta zakat terkumpul di baital mal di umumkan barang
siapa saja yang memerlukan pembiayaan untuk kehidupan dan memulai kehidupan
misalnya menikah, dapat meminta bantuan dari baital mal. Tapi sebaliknya
pemimpinnya hidup dalam kesederhanaan, sangat sederhana. Dikisahkan sang
halifah ketika menjelang azalnya hanya mengenakan baju yang sederhana dan menurut
isterinya tak ada baju yang lebih baik untuk dapat mengganti baju beliau.
Yang dapat dipetik dari peristiwa ini adalah:
1. Betapa
seorang khalifah (pemimpin negara) yang ketika itu besar dan luas, dengan lega
hati menerima nasihat seorang bocah dan kebetulan anaknya sendiri. Beda dengan
sebagain kita sekarang, jika mendengar pendapat dari bocah, apalagi berupa
nasihat, sering kita mengatakan “Kau tau
apa, anak masih bau kencur, sok tau nasihati orang tua”. Begitu juga kalau
anda mendapat amanah jadi pemimpin dalam strata apapun, baik agaknya
ditauladani perilaku ini. Perhatikanlah nasihat orang apalagi yang menasihati
orang banyak.
2. Bahwa
ada benarnya keturunan orang baik, atas izin Allah menjadi hamba Allah yang
baik, walau semuanya memang atas kehendak Allah, sebab ada juga Nabi mempunyai
keturunan yang tergolong tidak mendapat kebiakan. Ini mungkin baik jadi suri
tauladan bagi para ORTU untuk memadankan/menjodohkan/pasangan anak-anak mereka.
3. Do’a,
yang baik, baik dimohonkan kepada Allah, semoga do’a itu diijbah Allah,
terbukti do’a Umar Ibn Khattab ketika menyuruh anaknya menikahi nenek Umar Ibn
Aziz dikabulkan Allah.
4. Kedaaan
di pemerintahan era halifah Umar Ibn Abdul Aziz, negara dalam keadaan aman
sentausa makmur, sampai-sampai tak ada seorangpun rakyat yang berhak menerima
zakat. Dibalik itu pejabat-pejabat negara hidup dalam kesederhanaan, di beri
contoh oleh sang kepala negara.
Pernah
pula kedengar penceramah mengisahkan ketika wafatnya Umar bin Abdul Aziz,
langsung kambing-kambing dan hewan yang diambil susunya, susu mereka serta
merta volumenya menurun. Jadi bahwa kemakmuran dan keberkahan diberikan Allah
terkait langsung dengan keadilan para pemimpinnya. Wallahu ‘alam bishawab.
No comments:
Post a Comment