Seusai shalat Jum’at di sebuah masjid seorang jamaah
menghampiri khatib dan mengemukakan sesuatu. Kebetulan masjid di bilangan
Jakarta Pusat itu saya dipercaya sebagai Pembina. Itulah sebabnya kalau saya
pas Jum’atan di masjid tersebut, saya ikut beramah tamah sebentar dengan khatib
di dekat mimbar setelah selesai shalat.
“Maaf ustadz, saya ini bukan ulama” (maksudnya mungkin dianya bukan ahli ilmu
agama atau bukan ustadz) tanya salah seorang jamaah tersebut. “sama saja pak,
saya juga baru belajar”, jawab si khatib merendah. “Tadi Ustazd di rakaat
pertama membaca surat Al-A’la, di rakaat kedua ustadz membaca akhir surat
Al-Baqarah”, kata jamaah tadi bertanya. Ustadz ini mungkin tak menduga pertanyaan
ini. “Kenapa rupanya pak”, tanya si ustadz. “Setahu saya bahwa adab menggunakan
ayat yang dibaca dalam shalat itu sesuai urutan dalam Al-Qur’an, mohon
penjelasan” ujar jamaah penanya.
Ada sedikit jeda, belum ditanggapi oleh ustadz apa
yang dikemukakan jamaah tersebut. Karena Ustadz pengganti yang dikirim ustadz
sesuai jadwal itu, belum menjawab, untuk menyamankan suasana, kutengahi, dengan
komentar menetralkan kedua belah pihak. Kataku: “Kan surat yang dibaca adalah
surat yang mudah bagi imam”. Selanjutnya saya katakan “Memang saya pernah dengar apa yang Bapak
katakan (jamaah yang nanya), bahkan di kampung saya ada anekdot”. “Bagaimana
anekdotnya” tukas ustadz dan jamaah tadi, hampir serentak. Kuceritakan: seorang
imam terlanjur membaca di rakaat pertama surat An-nas. Karena surat An-nas
sudah surat terakhir, maka ketika sujud di rakaat pertama, diapun sempat
terpikir, rakaat kedua harus membaca surat apa. Maka diapun lama sekali
sujudnya sambil mikir dan akhirnya diputuskan bergeser ke pintu disebelah kiri
yang hanya kurang lebih tiga hasta dari mihrab mushalla kecil itu setempat
dikenal dengan nama “Langgar”.
Sebelumnya, perlu saya ceritakan bahwa Langgar kecil
itu berupa bangunan rumah panggung yang tidak begitu tinggi dari tanah. Pintu
dimaksudkan sebagai ventilasi, agar angin semilir dapat masuk, meskipun tanpa
kipas angin, dibuat berupa sebuah pintu di kiri atau di kanan mihrab yang
dibuka kalau shalat dimulai.
Akhirnya si imam muda ini, dengan pertimbangan telah
salah memilih surat dirakaat pertama, dimana hal itu menurut pemahamannya
selama ini adalah salah, maka dari pada salah berlanjut, yang bersangkutan
memilih, bergeser perlahan-lahan ke arah pintu dan nekad meninggalkan jamaah
beberapa orang dibelakang di shalat magrib itu, iapun pergi menyelinap di malam
yang sudah mulai gelap di desa. Karena begitu lamanya sujud, maka ada jamaah
yang curiga, kemudian mencoba memiringkan mukanya untuk melihat ke arah tempat
pengimaman. Kaget dia begitu dilihatnya imam sudah tidak ada ditempat, iapun
langsung bangkit dan setengah berteriak “imam kita hilang”.
Si ustadz dan seorang jamaah yang bertanya tadi
tersenyum renyah mendengar cerita saya tadi. Suasanapun menjadi rileks. Saya
ulangi ini hanya anekdot untuk menegaskan pendapat sebagian orang, betapa
pentingnya urutan surat yang dibaca dalam rakaat shalat tentu saja untuk shalat-shalat
yang bacaannya dijaharkan.
Selanjutnya mari kita coba mencari jawaban tentang
pertanyaan seorang jamaah seusai shalat Jum’at 29 Agutus 2014 di sebuah masjid
besar di kawasan Jakarta Pusat dengan jamaah lebih dari 2000 orang itu. Sebelum
mendapatkan jawaban pertanyaan tersebut, mari kita simak terlebih dahulu hadits-hadits
yang ada hubungannya dengan pertanyaan seorang jamaah tersebut:
1- عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي
قَتَادَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ اْلأُوْلَيَيْنِ مِنْ صَلاَةِ الظُّهْرِ
بِفَاتِحَةِ
اْلكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ يُطَوِّلُ فِي اْلأُولَى وَيُقَصِّرُ فِي
الثَّانِيَةِ وَيُسَمِّعُ اْلآيَةَ أَحْيَانَا. [رواه البخاري في كتاب الآذان، 1:
91]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abdullah bin Abu Qatadah dari ayahnya, ia berkata: Nabi saw pernah membaca
dalam dua rakaat pertama pada shalat dzuhur surat al-Fatihah dan dua surat.
Beliau membaca surat yang panjang pada rakaat pertama dan membaca surat yang
pendek pada rakaat kedua, dan kadang-kadang memperdengarkan kepada kami dalam
membaca ayat.” [HR. al-Bukhari dalam Kitab al-Adzan, I: 91]
2- عَنْ أَبِي قَتَادَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِنَا فَيَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ
فِي الرَّكْعَتَيْنِ اْلأُولَيَيْنِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ
وَيُسْمِعُنَا اْلآيَةَ أَحْيَانًا وَكَانَ يُطَوِّلُ الرَّكْعَةَ اْلأُولَى مِنْ
الظُّهْرِ وَيُقَصِّرُ الثَّانِيَةَ وَكَذَلِكَ فِي الصُّبْحِ. [رواه مسلم، كتاب
الصلاة: 210]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Qatadah, ia berkata: Pernah Rasulullah saw shalat bersama kami. Dalam
shalat dzuhur dan asar, pada dua rakaat pertama, beliau membaca surat
al-Fatihah dan dua surat (lainnya), dan kadang-kadang beliau memperdengarkan
bacaan ayat. Beliau memperpanjang (bacaan ayat) pada rakaat pertama dan
memperpendek (bacaan ayat) pada rakaat kedua, demikian pula dalam shalat
shubuh.” [HR. Muslim dalam Kitab ash-Shalah: 210]
3- عَنْ سَعِيدِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ
أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ
فِي رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فِي اْلأُولَى مِنْهُمَا اْلآيَةَ الَّتِي فِي
الْبَقَرَةِ، قُولُوا آمَنَّا بِاللهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا إِلَى آخِرِ
اْلآيَةِ وَفِي اْلأُخْرَى آمَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ.
[أخرجه النسائي، جـ: 2، كتاب الصلاة: 100]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Said bin Yasar, Ibnu Abbas memberitahu bahwa Rasulullah saw pada dua
rakaat dalam shalat fajar, pada rakaat pertama membaca ayat yang ada dalam
surat al-Baqarah قُولُوا آمَنَّا بِاللهِ وَمَا
أُنْزِلَ إِلَيْنَا(QS.
al-Baqarah {2}: 136) hingga akhir ayat dan pada rakaat lainnya (kedua) membaca
ayat آمَنَّا بِاللهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا
مُسْلِمُونَ(QS. Ali Imran
{3}: 52).”[Ditakhrijkan oleh an-Nasa'i, Juz II, Kitab ash-Shalah: 100]
4- عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ السَّائِبِ قَرَأَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اْلمُؤْمِنُونَ فِي الصُّبْحِ حَتَّى إِذَا جَاءَ
ذِكْرُ مُوسَى وَهَارُونَ أَوْ ذِكْرُ عِيسَى أَخَذَتْهُ سَعْلَةً فَرَكَعَ .
وَقَرَأَ عُمَرُ فِي الرَّكْعَةِ اْلاُولَى بِمِائَةِ وَعِشْرِينَ آيَةً مِنَ
اْلبَقَرَةِ. وَفِي الثَّانِيَةِ بِسُورَةِ مِنَ اْلمَثَانِي. وَقَرَأَ
اْلأَحْنَفُ بِاْلكَهْفِ فِي اْلاُولَى وَفِي الثَّانِيَةِ بِيُوسُفَ أَوْ يُونُسَ
... [أخرجه البخاري، كتاب الآذان: 93]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abdullah bin as-Saib, dalam shalat shubuh Nabi saw membaca surat
al-Mukminun, hingga ketika sampai pada penyebutan kata "Musa wa
Harun" atau "Isa", beliau terkena batuk lalu rukuk. Dan Umar pada
rakaat pertama membaca seratus dua puluh ayat dari surat al-Baqarah dan pada
rakaat kedua membaca surat al-Matsani (surat yang kurang dari seratus ayat).
Adapun al-Ahnaf membaca surat al-Kahfi pada rakaat pertama dan surat Yusuf atau
Yunus pada rakaat kedua.” [Ditakhrijkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Adzan:
93]
5- عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّهُ قَالَ لِمَرْوَانَ
يَا أَبَا عَبْدِ الْمَلِكِ أَتَقْرَأُ فِي الْمَغْرِبِ بِقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ
وَإِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ قَالَ نَعَمْ. [أخرجه النسائي، جـ: 2: 175]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Zaid bin Tsabit, ia berkata kepada Marwan: Hai Abu Abdul Malik apakah
engkau membaca قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ(QS. al-IkhlasH) dan إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ(QS. al-Kautsar)? Ia menjawab: Ya.”[Ditakhrijkan oleh an-Nasa'i,
Juz II: 175]
6- عَنْ زِيَادِ بْنِ عِلاَقَةَ قَالَ سَمِعْتُ عَمِّي
يَقُولُ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصُّبْحَ
فَقَرَأَ فِي إِحْدَى الرَّكْعَتَيْنِ وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ
نَضِيدٌ. [أخرجه النسائي، جـ: 2، كتاب الصلاة: 163]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Ziyad bin Alaqah, ia berkata: Saya mendengar Umar berkata: Saya bersama
Rasulullah saw shalat shubuh, ketika itu pada salah satu dari dua rakaat beliau
membaca وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ
نَضِيدٌ(QS. Qaf {50}:
10).”[Ditakhrijkan oleh an-Nasa'i, Juz II, Kitab ash-Shalah: 163]
7- عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ الْبَرَاءِ قَالَ كُنَّا
نُصَلِّي خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ فَنَسْمَعُ
مِنْهُ اْلآيَةَ بَعْدَ اْلآيَاتِ مِنْ سُورَةِ لُقْمَانَ وَالذَّارِيَاتِ. [رواه
النسائي]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Ishaq dari al-Barra', ia berkata: Kami shalat dzuhur di belakang Nabi
saw, kemudian kami mendengar dari suara beliau, ayat demi ayat dari surat
Luqman dan adz-Dzariyat.” [Ditakhrijkan oleh an-Nasa'i, Juz II, Kitab
ash-Shalah: 163]
Penjelasan:
1. Hadis pertama dan kedua (dari Abdullah bin Qatadah),
menjelaskan bahwa Nabi saw membaca surat yang lebih panjang pada rakaat pertama
daripada surat yang dibaca pada rakaat kedua, baik pada shalat dzuhur, isya'
maupun pada shalat shubuh.
2. Hadis ketiga dari Sa'id bin Yasar menjelaskan bahwa
ketika shalat fajar, beliau membaca ayat tidak dari permulaan surat, yaitu
al-Baqarah (2): 136, dan Ali Imran (3): 52.
3. Hadis tersebut diperkuat dengan hadis No. 6 dari Ziyad
bin Alaqah, yang menjelaskan bahwa Nabi saw membaca ayat dari ayat 10 surat
Qaf.
4. Demikian pula hadis yang ke tujuh dari Abu Ishaq,
menjelaskan bahwa Nabi saw membaca sebagian dari surat Luqman dan surat
adz-Dzariyat. Kami memahami bahwa Nabi saw tidak membaca dari permulaan surat,
sebab hadis tersebut tidak menjelaskan bahwa beliau membacanya dari permulaan.
5. Hadis keempat menjelaskan bahwa Ahnaf (shahabat Nabi
saw) membaca surat al-Kahfi pada rakaat pertama dan membaca surat Yusuf atau
Yunus pada rakaat kedua. Al-Kahfi surat ke-18, sedangkan Yusuf surat ke-12 dan
Yunus surat ke-10.
6. Hadis tersebut diperkuat dengan hadis ke lima dari
Zaid bin Tsabit bahwa Abdul Malik (sahabat Nabi) membaca Qul Huwallahu Ahad
(QS. al-Ikhlas, surat ke-112) kemudian membaca surat al-Kautsar, surat ke-108,
pada rakaat kedua.
7. Telah diusahakan mencari hadits lainnya, tetapi belum ketemu hadits:
a. Yang melarang atau mewajibkan untuk membaca surat yang
lebih panjang pada rakaat pertama dalam shalat.
b. Yang mewajibkan membaca dari permulaan surat dalam
shalat maupun di luar shalat.
c. Yang mewajibkan membaca surat-surat secara urut
seperti urutan kitab Al-Qur’an dalam shalat. Seperti yang ku kisahkan pada
anekdot di atas.
Kesimpulan:
1. Diperbolehkan (mubah) membaca surat secara tidak
berurutan pada rakaat-rakaat dalam shalat.
2. Diperbolehkan (mubah) membaca ayat tidak dari
permulaan surat, baik pada shalat wajib maupun pada shalat sunnah.
3. Disunnahkan membaca surat yang lebih panjang pada
rakaat pertama, namun diperbolehkan (mubah) membaca ayat yang lebih pendek pada
rakaat pertama.
Demikian bahasan mengenai masalah urutan surat dari
Al-Qur’an yang dibaca oleh imam dalam shalat berjamaah terutama pada
shalat-shalat yang di jaharkan. Bahwasanya ilmu agama ini sangat luas, mungkin
sidang pembaca menemukan lagi dalil-dalil yang malah justru tidak sama dengan
kesimpulan di atas, atau menguatkan pemahaman imam langgar yang kukisahkan di
atas, silahkan, untuk memperkaya pemahaman kita. Semoga dapat menjadikan acuan
buat kita semua, wallahu ‘alam bishawab.
yang jelas tidak sampai membatalkan shalat seseorang
ReplyDeleteSaya di tegur karna saat mnjadi imam, saya membaca surah yg lebih pendek pada raka'at ke dua
ReplyDeleteSaya juga kena tegur.. Karena di rakaat pertama dannke dua tidak sesuai urutan sholat.. Hmmm.. Penasaran.. Alhamdulillah ketemu blog ini.. Trimakasih pencerahannya.
ReplyDeleteBolehkah sholat . Rokaat pertama setelah baca Fatihah. Surratnya annas
ReplyDeleteAne juga ditegur anak krn membacansuratnya tidak berurutan, penasaran juga akhirnya 🤣🤣
ReplyDeleteAlhamdulillah ketemu blog ini, soalnya aku tiap terawih di komen bapak ku gara membaca surat nya gak berurutan dalam Al-Qur'an
ReplyDelete