Sekitar 100 negara di dunia ini menggunakan sidik jari
sebagai alat penyeledikan forensik. Sidik jari masih dianggap alat yang paling
akurat untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan. Bentuk sidik jari setiap
manusia memang sangat khas. Di dunia ini tidak ada dua manusia yang sidik
jarinya sama. Semua sidik jari manusia berbeda. Perubahan fisik manusia,
ternyata tidak mengubah sidik jarinya. Menurut yang saya dengar di TV bahwa
kemungkinan untuk terjadinya Sidik Jari yang sama, bagi manusia adalah 1
berbanding 6 milyard. Sedangkan penghuni dunia sampai per Juli 2014 7,2 milyard, jadi hampir tidak ada manusia yang
mempunyia Sidik Jari yang sama. Jadi hanya dimungkinkan 2 orang yang mempunyai
Sidik Jari yang sama. Bisa terjadi yang bersidik jari yang sama sudah lebih
dahulu meninggal ratusan, ribuan tahun lalu.
Dalam penyelidikan forensic modern, sidik jari mulai
digunakan tahun 1915, bersamaan dengan dibentuknya International Association
for Identification (IAI). Kemudian di tahun 1977 IAI mulai memberlakukan
standar sertifikasi untuk para penguji sidik jari.
Sekitar tahun 1870, antropolog asal Prancis, Alphonse
Bertillon mendorong penggunaan sistem identifikasi berdasar ciri khas tulang
organ tubuh tertentu. Sistem ini lebih masuk akal karena tulang khas seseorang
juga tidak mudah untuk diubah. Pada 30 tahun pertama setelah penemuannya,
sistem ini diterima dalam proses identifikasi pelaku kriminal.
Namun, sistem ini dipertanyakan di tahun 1903 saat seorang
bernama Will West dituntut di Leavenworth, Kansas, Amerika Serikat. Berdasar
cerita yang dituliskan onin.com, dia dituntut karena memiliki bentuk tulang
khas yang sama dengan tersangka pelaku kejahatan bernama William West. Ternyata
memang Will dan William West memang kembar.
Dari kasus inilah kemudian identifikasi pelaku kejahatan
menggunakan bentuk tulang yang khas tidak lagi digunakan. Saat diteliti sidik
jarinya, barulah ketahuan bahwa Will West dan William West adalah dua orang
berbeda meski mereka terlahir kembar.
Sidik jari telah dikenal sejak masa prasejarah. Banyak
sekali peninggalan masa prasejarah yang menunjukkan adanya penggunaan sidik
jari sebagai tanda khas seseorang. Namun baru di awal abad ke-20, sidik jari
digunakan secara modern untuk mengidentifikasi korban maupun pelaku kejahatan.
Al Qur’an lebih 14 abad yang lalu telah menginformasikan
bahwa manusia yang pernah hidup di bumi ini, Allah mampu menyusun kembali ujung jari-jari
manusia yang telah mati milyaran tahun lalu menjadi sempurna kembali. "Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan
mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun
(kembali) ujung jari-jarinya dengan sempurna." (Al Qur'an, Surat
75, Al Qiyamah ayat 3-4)
3. Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali)
tulang belulangnya?
4. Bahkan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari
jemarinya dengan sempurna
Sidik jari memiliki keunikan tersendiri dari organ fisik
manusia. Sidik jari setiap orang adalah khas bagi dirinya sendiri. Setiap orang
yang hidup atau pernah hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang
unik dan berbeda dari orang lain.
Keunikan sidik jari ini baru ditemukan manusia di
akhir abad ke-19. Padahal sebelumnya, orang menganggap sidik jari hanya sebagai
lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna khusus. Namun dalam Al Qur'an, Allah
merujuk kepada sidik jari seperti disebut di atas, yang sedikitpun tak menarik
perhatian orang waktu itu sampai abad ke 19. Ilmu pengetahuan barulah mulai
abad ke 19 mengarahkan perhatian pada arti penting sidik jari, yang ternyata mampu untuk mengungkapkan berbagai masalah
kejahatan, sehingga membebaskan tuduhan kepada orang yang tidak berbuat criminal
dan menghukum yang tepat kepada yang bersalah.
Satu persatu informasi Al Qur’an yang semula hanya
diterima dengan iman, sekarang mulai terkuak. Ummat yang hidup sezaman dengan
nabi, iman mereka begitu mantab diantaranya dengan menyaksikan sndiri mukzijat.
Kini kita ummat yang hidup sudah lebih empat belas abad dari zaman Rasulullah,
Alhamddulillah iman seharusnya semakin mantab, dengan semakin terkuaknya
rahasia informasi Al Qur’an. Salah satu contoh lain adalah dalam surat Al-Jatsyiah
ayat 29 di informasikan bahwa ada sejenis buku yang dapat bercerita tentang apa
yang kita lakukan.
Sejak dikenalnya cara menulis, orang sudah mengenal
buku. Sepanjang diketahui sebelum ditemukan teknologi rekaman dan akhirnya
computer, orang sama sekali tidak menyangka bahwa ada buku atau sesuatu benda
yang dapat bercerita, sebagaimana layaknya manusia. Masihkah kita ragu bahwa
apapun yang kita katakan, apapun yang kita perbuat, semuanya akan terekam tidak
satupun terlewatkan. Rekaman itu berupa yang dilambangkan oleh Allah dalam Al
Qur’an Surat Al Jatsiah ayat 29 “Kitab yang dapat membacakan/menuturkan………”.
29. (Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang
menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat
apa yang telah kamu kerjakan."
Teknologi sekarang dengan satuan Giga Bite atau Mega
Bite atau apapun namanya ukurannya, diawal era computer peralatan penyimpan
data masih besar kemasannya. Kini alat penyimpan data itu sudah semakin kecil
sanggup menyimpan data terdiri dari suara gambar dan aksara, semuanya dapat
direkam begitu banyak. Itu alat penyimpan data buatan manusia, bagaimana dengan
alat yang dibuat oleh Allah. Alat itu telah diinformasikannya dalam Al Qur’an,
masihkan kita tidak percaya dengan kebenaran Al’Qur’an. Tentu seluruh kehidupan
kita, seluruh perbuatan kita, seluruh ucapan kita, sekecil apapun akan terekam
dalam “Flash Disk” buatan Allah yang maha sempurna, dan kemudian akan
menurturkan dan memperlihatkan kembali video kehidupan kita yang hanya sekedar
60 sampai seratusan tahun.
Jangankan perbuatan sedangkan ucapan saja tetap
tercatat dalam catatan Allah, salah satu contoh ucapan Nabi Ibrahim ketika
orang bertanya tentang kekayaannya berupa hewan ternak“Kepunyaan
Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku
serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku,
niscaya akan aku serahkan juga.” Ibnu
Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi
Ibrahim itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji Iman
dan Taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan
putranya, yang kala itu masih berusia 7 tahun.
Pesan kita buat siapa saja, terutama
pemimpin-pemimpin negeri, hendaklah hati-hati dalam berucap, hati-hati dalam
berjanji, sebab setiap kata terekam disisi Allah, bakal dimintai pertanggungan
jawab bukan saja di akhirat nanti, di dunia inipun pertanggungan jawab itu,
pembuktian itu sudah harus dibuktikan.
No comments:
Post a Comment