Wednesday, 1 October 2025

Berbicara TAK Bermanfaat

Dirangkai: M. Syarif Arbi No: 1.358.01.10-2025 Pada artikel sebelumnya sudah dipublish tentang “Bohong” , “Bergunjing”, “Adu domba”, “Ngomong kasar dan ucapan kotor” serta “Mengolok-olok”. Dengan demikian dari 7 (tujuh) perihal ngomong yang tidak disuka Rasulullah Muhammad ﷺ , masih akan diberbicarakan 1 (satu) topik lagi yaitu: “Sumpah palsu”, إِنْ شَاءَ اللَّهُ akan menyusul. Dikesempatan ini dibicarakan tentang “Berbicara Tak Bermanfaat”. Manusia normal dapat berbicara umumnya pada usia 9 – 12 bulan, kebanyakan anak2, kata pertama mereka ucapkan; "bunda" atau "ayah", “mamah”, “papah”. Terus berlanjut…..; si anak akan mengucapkan kata2 yang kadang belum berupa kalimat utuh, dikampungku anak dalam periode ini disebut “ngoceh”. Di usia 2 tahunan barulah anak2 sanggup merangkai kalimat bermakna, sejalan dengan dirinya memiliki kosakata yang memadai. Memang demikianlah adanya anak manusia, sejak dilahirkan; Allah anugerahi yang pertama; diberikan kemampuan “mendengar”, kedua; kemampuan “melihat” dan ketiga; kemampuan “berpikir”. وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Surat An-Nahl Ayat 78). Setelah menjadi manusia dewasa terdapat beragam “model” gaya orang berbicara dapat dikelompokkan model bicara yang positif dan model bicara yang negatif. Model bicara yang positif: 1. Jujur; Mengatakan yang sebenarnya, tidak berbohong, menyampaikan pendapat apa adanya meski tidak menyenangkan. 2. Sopan; Menggunakan kata-kata yang santun dan menghormati lawan bicara, sering menggunakan kata misalnya: “maaf”, “tolong”, dan “terima kasih”. 3. Bijaksana; Mampu memilih kata-kata yang tepat sesuai situasi dan kondisi, dalam uacapannya tidak langsung menyalahkan saat ada masalah. 4. Terbuka; Mau mendengarkan dan menerima pendapat orang lain, tidak memaksakan pendapat sendiri. 5. Empatik; Mampu memahami perasaan orang lain saat berbicara, menggunakan ucapan yang menenangkan ketika terjadi masalah yang rumit, bawaannya menyampaikan dengan kata-kata yang lembut. 6. Percaya diri; Berani mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan tenang dan jelas. Sanggup berbicara di depan umum tanpa ragu-ragu. 7. Konsisten; Satunya kata dengan perbuatan, tidak plin-plan termasuk dalam mengambil keputusan. Bukan “pagi tempe sore kedele”, atau “sen kiri belok kanan”. 8. Berbobot; Apa yang dibicarakan tidak bertele-tele, singkat, padat dan isinya bermanfaat serta aplikatif. Disampaikan dengan hati2, penuh perhitungan. Model berbicara yang negatif: 1. Bohong; Menyampaikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan. 2. Kasar; Menggunakan kata-kata yang menyakitkan atau tidak sopan. 3. Sombong; Merendahkan orang lain saat berbicara. 4. Memotong Pembicaraan; Tidak menghargai orang yang sedang berbicara. 5. Tertutup; Tidak mau mendengarkan atau menerima kritik dan saran. 6. Banyak bicara (Cerewet); Berbicara terus-menerus tanpa memberi ruang pada orang lain. Ada yang mengistilahkan “bawel”, atau “merepet” 7. Gosip/Mengadu Domba; Menyebarkan informasi negatif tentang orang lain. 8. Tak bermanfaat; Pembicaraan tidak ada isinya, bertopik hal-hal yang tidak bermanfaat. Terbatas ruang tulis, maka yang diungkap lebih jauh dalam tulisan ini sesuai judulnya yaitu “Bicara Tak Bermanfaat”, karena berbicara tak bermanfaat menimbulkan berbagai dampak negatif, baik bagi diri sendiri maupun orang lain, sekurang-kurangnya sebagai berikut: 1. Membuang Waktu dan Energi; Waktu yang seharusnya digunakan untuk hal berguna malah terbuang untuk omongan kosong. Energi mental dan emosional bisa terkuras tanpa hasil. 2. Menimbulkan Konflik atau Kesalahpahaman; Ucapan yang tidak perlu bisa menyinggung orang lain, memancing emosi, atau menimbulkan salah paham. Bisa memperkeruh suasana, apalagi jika disampaikan tanpa berpikir matang. 3. Mengurangi wibawa dan kepercayaan; Orang yang banyak bicara tanpa isi cenderung dianggap tidak bijak atau tidak bisa dipercaya. 4. Mengganggu Konsentrasi dan Fokus; Terlalu banyak bicara bisa mengalihkan fokus dari tugas utama. Menyebabkan pikiran jadi tidak produktif atau terbiasa melantur. 5. Memperbanyak Kesalahan; Semakin banyak bicara yang tak bermanfaat, semakin besar peluang untuk berbohong, ghibah, atau menyakiti orang lain tanpa sadar. Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda: وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَــقُلْ خَــــيْرًا أَوْ لِيَـصـــمُــتْ “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” [HR Bukhari] 6. Menghambat Pertumbuhan Diri; Kebiasaan bicara yang tidak bermanfaat bisa menghambat refleksi diri, mendengarkan, dan belajar dari orang lain. Orang bijak lebih banyak mendengarkan dan merenung sebelum berbicara. Semoga sebagai orang yang beriman dapat memelihara diri, jangan sampai awak menjadi orang yang gemar “Berbicara Tak Bermanfaat” karena setiap kata yang terucap tercatat dengan baik oleh malaikat yang mengawal kita, yang kelak di akhirat akan dipertanggung jawabkan; sebagaimana diingatkan Allah dalam Surat Qaf Ayat 18: مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 8 Rabiul Akhir 1447H. 1 Oktober 2025.

Friday, 26 September 2025

Mengolok-olok

Dirangkai: M. Syarif Arbi No: 1.357.09.09-2025 Pada artikel sebelumnya sudah di publish tentang “Bohong” , “Bergunjing”, “Adu domba”, serta “Ngomong kasar dan ucapan kotor”. Dengan demikian dari 7 (tujuh) perihal ngomong yang tidak disuka Rasulullah Mauhammad ﷺ , masih akan diberbicarakan 2 (dua) topik lagi yaitu: “Bicara yang tak manfaat, “Sumpah palsu”, إِنْ شَاءَ اللَّهُ akan menyusul. Dikesempatan ini dibicarakan tentang “Mengolok-olok”. Mengolok-olok ialah tindakan mengejek, atau menyindir seseorang secara tidak sopan dengan maksud membuat orang tersebut merasa malu, tersinggung, atau direndahkan. Tak jarang mengolok-olok tersusun dalam redaksi pujian, tetapi pujian itu bernuansa untuk menjatuhkan, istilah populer “Ngenyek”. Pointnya bahwa mengolok-ngolok digunakan dalam konteks merendahkan orang lain, baik melalui ucapan, tindakan, atau mimik wajah. Sangat tegas Allah melarang perilaku mengolok-olok (lihat Surah Al-Hujurat ayat 11) يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”. Allah dan Rasul-Nya tak suka kepada orang beriman mengolok-ngolok karena: Pertama: Mengolok-olok akan merendahkan martabat orang lain, betapa rendahnyapun status sosial seseorang dalam masyarakat, tidak sudi jika martabatnya direndahkan. Walau kadang mereka tak sanggup menyanggah, apalagi membalas, hanya merasa teriris didalam hati. Kedua: Mengolok-olok merupakan cikal bakal permusuhan dan kebencian, tidak sedikit perlakuan penganiayaan bahkan sampai ke pembunuhan asal mulanya dari saling mengolok. Dendam disimpan suatu saat terjadilah balas dendam. Dendam dan permusuhan, Merusak pertemanan dan persaudaraan, Menyebarkan budaya saling menghina dan meremehkan. Berujung terputusnya silaturahim yang dilarang Allah dan Rasul-Nya: الَّذِيْنَ يَنْقُضُوْنَ عَهْدَ اللّٰهِ مِنْۢ بَعْدِ مِيْثَاقِهٖۖ وَيَقْطَعُوْنَ مَآ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖٓ اَنْ يُّوْصَلَ وَيُفْسِدُوْنَ فِى الْاَرْضِۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ ۝٢٧ “(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan (silaturahmi), dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi”. (Al-Baqarah 27) وَالَّذِيۡنَ يَنۡقُضُوۡنَ عَهۡدَ اللّٰهِ مِنۡۢ بَعۡدِ مِيۡثَاقِهٖ وَيَقۡطَعُوۡنَ مَاۤ اَمَرَ اللّٰهُ بِهٖۤ اَنۡ يُّوۡصَلَ وَيُفۡسِدُوۡنَ فِى الۡاَرۡضِ‌ۙ اُولٰۤٮِٕكَ لَهُمُ اللَّعۡنَةُ وَلَهُمۡ سُوۡۤءُ الدَّارِ Dan orang-orang yang melanggar janji Allah setelah diikrarkannya, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah agar disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi; mereka itu memperoleh kutukan dan tempat kediaman yang buruk (Jahanam). (Ar-Ra’d 25) وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ رضي الله عنه قالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّه صلى الله عليه و سلم : “لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ” يَعْنِي: قَاطِعَ رَحِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. Dari shahabat Jubair bin Muth‘im r.a. ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang memutus silaturahmi.” (Muttafaqun ‘alaih, HR Bukhāri & Muslim). Ketiga: Melukai hati dan harga diri orang lain. Banyak orang karena keadaannya tidak sanggup mengungkapkan terluka hatinya karena di olok-olok, risiko bagi pengolok yang belum termaafkan di dunia, di akhirat nanti akan dipertanggung jawabkan (lihat hadits orang yang “bangkrut”). Keempat: Pihak pengolok-olok merasa diri lebih baik dari pihak yang di olok2, hal ini bentuk kesombongan yang jelas tak disuka oleh Rasulullah Muhammad ﷺ, mari dipetik salah satu hadits tentang sombong: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ "Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi. Ada seseorang yang bertanya, 'Bagaimana dengan seseorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?' Beliau menjawab, 'Sesungguhnya Allah Swt. itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain." (HR. Muslim). Oleh karena itu, marilah kita menjaga diri dari perilaku mengolok-ngolok, sebab akan berdampak merusak hubungan sesama manusia dalam masyarakat selama hidup didunia ini, selanjutnya kelak akan terbawa sampai ke perhitungan dosa pahala di yaumil hisab. Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari segala perbuatan yang tidak disukai Allah dan Rasul-Nya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 4 Rabiul Akhir 1447H. 26 September 2025.

Sunday, 21 September 2025

Ngomong KASAR Berucap KOTOR

No: 1.355.07.09-2025 Oleh: M. Syarif Arbi Ngomong kasar dan ucapan kotor adalah dua produk lidah yang beda. Ngomong kasar, adalah penuturan yang kurang enak didengar. Dalam kondisi tertentu omongan yang biasa saja (tidak kasar) tetapi jadinya dinilai kasar kalau diucapkan dengan intonasi dan nada yang keras, dalam bahasa gaul di sebut “ngegas”. Sedang ucapan kotor merupakan penuturan lidah dengan redaksi yang tidak sopan, makian atau cacian (misalnya: "bodoh", "brengsek", menyebut hewan tertentu ditujukan kepada manusia, dll.), kata-kata yang merendahkan orang lain, ucapan berbau seksual yang dituturkan pada sikon tidak pantas. Pada artikel sebelumnya sudah di publish tentang “Bohong” dan “Bergunjing” serta “Adu domba”. Dengan demikian dari 7 (tujuh) perihal ngomong yang tidak disuka Rasulullah Mauhammad ﷺ , masih akan diberbicarakan 3 (tiga) topik lagi yaitu: “Mengolok-olok atau mengejek orang lain”. “Bicara yang tak manfaat, “Sumpah palsu”, إِنْ شَاءَ اللَّهُ akan menyusul. Di tulisan yang singkat ini, diutarakan “Ngomong kasar dan ucapan kotor”. Allah tidak menyukai perkataan kasar dan ucapan kotor, tersurat dalam surat An-Nisa ayat 148: لَا يُحِبُّ اللّٰهُ الۡجَــهۡرَ بِالسُّوۡٓءِ مِنَ الۡقَوۡلِ اِلَّا مَنۡ ظُلِمَ‌ؕ وَكَانَ اللّٰهُ سَمِيۡعًا عَلِيۡمًا‏ "Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Mahamendengar, Mahamengetahui." (QS. An-Nisa: 148) Rasulullah Muhammad ﷺ memberi petunjuk dalam Hadits diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud RA: لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانٍ وَلَا بِاللَّعَّانٍ وَلَا الْفَاحِشِ الْبَدِيءِ "Bukanlah seorang mukmin yang sempurna, yang suka mencaci, mengutuk, berbuat, dan berkata kotor." (HR Ahmad, Bukhari, dan Tirmidzi) Allah dan Rasulullah-Nya mengingatkan agar tidak ngomong kasar dan ucapan kotor karena akan berpengaruh negatif, terutama terhadap diri sendiri, dapat diinventarisir sebagai berikut: 1. Menunjukkan ketidakmampuan mengelola emosi seperti marah atau frustasi kadang hanya karena hal yang spele dan kecil. 2. Orang yang sering berucap kotor bisa dilabeli sebagai tidak sopan, kasar, atau tidak profesional. Ini berdampak menghambat peluang dalam karier, pendidikan, atau pergaulan sosial. 3. Ngomong kasar bisa menyakiti perasaan orang lain dan menimbulkan konflik, bahkan dengan orang terdekat seperti keluarga, teman, atau pasangan. 4. Banyak orang merasa tidak nyaman berinteraksi dengan seseorang yang sering ngomong kasar dan berucap kotor. Akibatnya, orang tersebut bisa dijauhi atau dikucilkan. Orang yang sering ngomong kasar seringkali tidak dihormati. 5. Di tempat kerja, komunikasi yang kasar bisa merusak reputasi profesional dan kepercayaan rekan kerja. Setiap istitusi umumnya menghindari mempromosikan anggotanya yang tidak bisa menjaga etika komunikasi. 6. Di dalam suatu keluarga, anak-anak mudah meniru. Orang tua yang sering berkata kasar, berucap kotor di dilingkungan keluarga, bisa memberikan contoh buruk buat anak mereka. Dalam banyak kasus, anak2 yang lahir dari keluarga yang orang tuanya sering ngomong kasar dan berucap kotor, akan meneruskan bila mereka berumah tangga nanti. Guna mengupayakan agar diri tidak termasuk orang yang suka “ngomong kasar dan berucap kotor” hendaklah: 1. Berpikir sebelum ngomong, terutama saat emosi. jangan sebaliknya ngomong dahulu baru kemudian dipikirkan. Yang didapat adalah penyesalan atau pembenaran. 2. Pilih kata yang lebih baik, dalam bahasa kita banyak kata yang maknanya sama tapi beda tingkat kesopanannya. Misalnya dalam tulisan ini “ngomong yang dibenci”, akan lebih halus bila kata “benci” diganti dengan kata “tidak disukai”. 3. Kesediaan menerima kritik/masukan dari orang lain, tentang cara kita ngomong dan berucap. Semoga kita semua terhidar dari perbuatan yang tidak disukai Allah dan Rasul-Nya, khususnya terhindar dari ngomong kasar, berucap kotor. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 22 September 2025, 29 Rabiul Awal 1447H.

Saturday, 20 September 2025

ADU DOMBA

No: 1.354.06.09-2025 Oleh: M. Syarif Arbi Adu domba, merupakan suatu istilah sebagai ungkapan, bukan berarti mengadu Domba (sejenis hewan), tetapi yang dimaksud adalah perilaku memecah belah dua pihak atau lebih dengan cara mengadu, menghasut atau memprovokasi dalam bahasa agama disebut “namimah”, agar mereka saling bermusuhan. Perbuatan ini merupakan salah satu dari 7 (tujuh) perbuatan yang tidak disukai oleh Rasulullah Muhammad ﷺ , dimana 2 (dua) diantaranya sudah kutulis yaitu; Bohong dan Bergunjing. Menghasut atau adu-domba sangat berbahaya dalam kehidupan sosial. Pertama, munculnya benih saling mencurigai di antara sesama. Kedua, jatuhnya nama baik dan martabat seseorang. Ketiga, terciptanya kekacauan, ketakstabilan, dan ketidakharmonisan dalam hubungan sosial. Oleh karena itu maka Allah mengingatkan: وَلَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِيْنٍۙ ۝١٠ هَمَّازٍ مَّشَّاۤءٍ ۢ بِنَمِيْمٍۙ ۝١١ “Janganlah engkau patuhi setiap orang yang suka bersumpah lagi berkepribadian hina, suka mencela, (berjalan) kian kemari menyebarkan fitnah (berita bohong)”. (Al-Qalam 10-11). Sementara itu, terdapat hadist diriwayatkan Ibnu Abbas: مَرَّ النَّبِيُّ بِحَائِطٍ مِنْ حِيْطَانِ الْمَدِيْنَةِ فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِيْ قُبُوْرِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ : يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ -ثُمَّ قَالَ- بَلَى [وَفِيْ رِوَايَةٍ: وَإِنَّهُ لَكَبِيْرٌ] كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ اْلآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ. “(Suatu hari) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebuah kebun di antara kebun-kebun di Madinah. Tiba-tiba beliau mendengar dua orang sedang disiksa di dalam kuburnya, lalu Nabi Muhammad ﷺ bersabda, “Keduanya disiksa, padahal tidak karena masalah yang besar (dalam anggapan keduanya), (“Padahal sesungguhnya ia adalah persoalan besar.”). Salah seorang di antaranya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan seorang lagi (karena) suka mengadu domba.”( Hadits riwayat Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 1/317.) Di hadist lain, risiko bagi yang suka mengadu-domba diingatkan oleh Rasulullah Muhammad ﷺ : عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ. Dari Hudzaifah RA, ia berkata, "Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Tidak masuk surga orang yang suka mengadu domba." (HR Muslim). Dalam interaksi pergaulan masyarakat, tidak jarang terjadi bentrokan, tawuran antar kelompok terjadi disebabkan adu-domba berupa berita (dikenal sekarang “hoak”), yang di olah oleh pihak pengadu-domba atau pihak penghasut. Bagi orang2 beriman, apabila menerima berita2 setajam apapun kadar ketidak enakannya, jangan langsung emosi lalu bertindak, hendaklah dilakukan pengecekan kebenaran berita itu, sesuai petunjuk Allah tersurat dalam surat Al-Hujurat ayat 6: يٰۤاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنۡ جَآءَكُمۡ فَاسِقٌ ۢ بِنَبَاٍ فَتَبَيَّنُوۡۤا اَنۡ تُصِيۡبُوۡا قَوۡمًا ۢ بِجَهَالَةٍ فَتُصۡبِحُوۡا عَلٰى مَا فَعَلۡتُمۡ نٰدِمِيۡنَ “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu”. Setelah menyimak petunjuk Allah dan Rasul-Nya tentang bahaya atau risiko “adu-domba”, serta sikap orang beriman ketika menerima berita “adu domba”, hendaklah dilakukan تَبَيَّنُوۡۤ (tabaiyun) pengecekan kebenaran berita tersebut. Agar tidak melakukan perlakuan yang tidak baik terhadap sesuatu kaum yang sebenarnya tidak bersalah, selanjutnya kemudian baru menyesal. Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari fitnah adu-domba. "اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْفِتْنِ ما ظَهَرَ مِنْهَا وَما بَطَنَ" آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 20 September 2025, 27 Rabiul Awal 1447H.

Thursday, 18 September 2025

BERGUNJING

No: 1.353.05.09-2025 Oleh: M. Syarif Arbi Dari 7 (tujuh) topik omongan yang tidak disukai oleh Rasulullah Muhammad ﷺ, telah ku publish tentang “berbohong”. Sedangkan yang 6 (enam) lainnya: “Bergunjing”, “Adu Domba”, “Ucapan kotor dan kasar”, Mengolok-olok atau mengejek orang lain”. “Bicara yang tak manfaat, “Sumpah palsu”, إِنْ شَاءَ اللَّهُ akan ditulis satu persatu di kesempatan mendatang. Sebagai umat Rasulullah Muhammad ﷺ kiranya sepantasnyalah menghindari ngomong yang tidak disukai oleh Beliau. Di kesempatan ini dipublish mengenai bergunjing. Bergunjing, atau sering disebut juga ghibah, adalah membicarakan keburukan atau aib orang lain di belakang orang tergunjing. Bergunjing adalah merupakan dosa besar. Allah melarang bergunjing termuat dalam surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut: يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّۖ اِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ اِثْمٌ وَّلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَّعْضُكُمْ بَعْضًاۗ اَيُحِبُّ اَحَدُكُمْ اَنْ يَّأْكُلَ لَحْمَ اَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ تَوَّابٌ رَّحِيْمٌ "Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." Dalam pada itu sejumlah hadits tentang perihal bergunjing ini diantaranya dikutipkan: لما عٌرج بى مررت بقوم لهم اظفار من نحاس يخمشون وجوههم و صدورهم فقلت :من هؤلاء يا جبريل؟ قال: هؤلاء الذين يأكلون لحوم الناس و يقعون فى أعراضهم. "Ketika saya dimikrajkan, saya melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga sedang mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya: 'Siapakah mereka ini wahai Jibril? Jibril menjawab: Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (gibah) dan melecehkan kehormatan mereka'." (HR. Abu Daud No. 4878, sahih) مَنْ رَدَّ عِرْضَ أَخِيْهِ رَدَّ اللهُ عَنْ وَجْهِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ "Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti." (HR. At Tirmidzi No. 1931) Tak sedikit bahaya bergunjing yang mungkin ditemui oleh si peng-gunjing, setidaknya terdapat 3 (tiga) hal: PERTAMA: GUNJING MENGHAPUS PAHALA, MENAMBAH DOSA. Dari sudut pandang agama, selain seperti telah dikemukakan diatas dari ayat Al-Qur’an dan beberapa hadits yang telah dikutip. Amal ibadah penggunjing akan diberikan kepada orang yang digunjing, sebagai bentuk balasan keadilan di akhirat, karena gunjing merupakan kezaliman oleh penggunjing kepada yang digunjing. Jika tidak memiliki cukup pahala, dosa orang yang digunjing akan dibebankan kepada si penggunjing. Merujuk pada hadits Rasulullah Muhammad ﷺ, terkait dengan orang muflis (bangkrut) عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ ». قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ Dari Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya : “Tahukah kalian siapakah orang orang yang bangkrut itu?” Para sahabat _rodiyallahu ‘anhum_menjawab, “Orang yang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang pada hari kiamat datang membawa pahala sholat, puasa, dan zakat, namun dia juga membawa dosa mencaci maki si A, menuduh zina si B tanpa bukti, memakan hartanya si C, membunuh si D, dan memukul si E. karena itu, sebagian pahala amal kebajikannya diberikan kepada mereka. Jika pahala kebajikannya sudah habis, sedangkan belum selesai urusannya maka dosa orang yang dianiaya diberikan kepadanya. Kemudian dia dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim). KEDUA: GUNJING MERUSAK HUBUNGAN SOSIAL. Bergunjing menimbulkan fitnah, permusuhan, dan perpecahan. Isi gunjingan kadang belum tentu keadaan yang sebenarnya, dalam hal isi gunjingan tidak benar, maka tergolong fitnah. Jika isi gunjingan sampai ke telinga pihak yang digunjing padahal tidak benar maka terjadi permusuhan dan perpecahan. Umpamanyapun isi gunjingan itu benar hal demikian itu sesungguhnya tetap dilarang oleh agama. Nabi Muhammad ﷺ bahwa, ketika beliau ditanya tentang menggunjing beliau bersabda, ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ “Engkau membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang ia tidak suka (bila itu dibicarakan)” Ada yang bertanya, : قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى “Bagaimana bila yang aku katakan itu memang benar ada pada saudaranya ?” Beliau menjawab. إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ “Jika memang benar bahwa yang kau katakan itu ada padanya, berarti engkau telah menggunjingnya, jika itu tidak ada padanya, berarti engkau telah berdusta tentangnnya” Hadits Riwayat Muslim dalam Al-Birr Wash Shilah (2589) Bila salah seorang teman sekerja atau teman dalam masyarakat diketahui suka bergunjing, akan menghilangkan kepercayaan antar teman, saudara, atau rekan kerja. Juga pergunjingan dapat menjadi pemantik konflik yang besar, kadang hanya karena hal kecil yang dibicarakan dalam pergunjingan. KETIGA: GUNJING BERDAMPAK PSIKOLOGIS. Orang yang suka bergunjing sering merasa gelisah, lantaran khawatir isi gunjingannya tersingkap. Umumnya penggunjing disebabkan iri hati terhadap orang yang digunjingnya. Dalam hal hasil gunjingannya tidak menyebabkan pengaruh apapun bagi orang yang digunjingnya yang bersangkutan akan kesal, kecewa, resah dan gelisah. Jika diketahui oleh pihak tergunjing, dapat menyebabkan luka batin, depresi, atau trauma sosial, mempengaruhi hubungan silaturahim. Baik dikutip larangan iri hati. وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain……...” (An-Nisa Ayat 32) Sungguh tidak mudah memelihara diri dari perilaku bergunjing, namun sebagai ikhtiar dapat diupayakan dengan menjaga lisan, dan pikirkan: “Apakah diri kita sendiri rela jika digunjing?”. Sibukkan diri dengan hal-hal produktif. Bergaul dengan orang-orang yang shaleh. Minta maaf jika terlanjur bergunjing, dan mohon ampun kepada Allah. Kita berdo’a semoga Allah memelihara kita dari perbuatan bergunjing, sehingga terselamatkan dari bahaya bergunjing di dunia sampai ke akhirat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 18 September 2025, 25 Rabiul Awal 1447H.

Wednesday, 17 September 2025

SEBAB BOHONG tak DISUKAI

No: 1.352.04.09-2025 Kreasi: M. Syarif Arbi Malanjutkan tulisanku sebelumnya berjudul “BOHONG omongan yang TAK DISUKA”, sepertinya perlu dijelaskan kenapa Rasulullah ﷺ sangat membenci perbuatan berbohong, karena disebabkan berbohong; terdapat 5 (lima) hal yang bakal terjadi yaitu: 1. Merusakkan akhlak., 2. Membawa ke kejahatan., 3. Menghilangkan kepercayaan. 4. Merupakan sifat munafik. 5. Menjerumuskan diri ke Neraka. PERTAMA: BOHONG MERUSAK AKHLAK. Nabi Muhammad ﷺ diutus ke dunia ini, tugas utamanya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Sebagaimana firman Allah: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ “Dan tiadalah Kami mengutus kamu Muhammad, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (QS Al-Anbiya’: 107). Salah satu tanda seseorang yang berakhlak baik adalah jujur, tidak gemar berbohong. Seseorang yang pembohong akan berbohong lagi guna menutupi kebohongan sebelumnya, sehingga merusak akhlak. KEDUA: BOHONG MEMBAWA KEPADA KEJAHATAN. Kebohongan akan melekat pada diri pembohong terus menerus tak jarang untuk berbohong harus menipu berbuat kejahatan lainnya. Berbohong adalah langkah awal kepada lebih banyak keburukan dan kejahatan. ,وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ……. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’” (HR Ahmad, Buhari-Muslim) KETIGA: BOHONG MENGHILANGKAN KEPERCAYAAN. Berbohong, menyebabkan hilangnya kepercayaan antara manusia. Dalam masyarakat, sekali seseorang dikenali sebagai pembohong, sukar untuk dipercayai lagi. Ada pepatah “sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tak percaya”. Surat Ali ‘Imran Ayat 118 berikut; tentang orang2 yang tak henti2nya berbuat kemudharatan, antara lain tidak segan2 berbuat kebohongan/kedustaan, kepada mereka jangan diberi kepercayaan. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَتَّخِذُوا۟ بِطَانَةً مِّن دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا۟ مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ ٱلْبَغْضَآءُ مِنْ أَفْوَٰهِهِمْ وَمَا تُخْفِى صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ ۚ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ ٱلْءَايَٰتِ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْقِلُونَ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya”. KEEMPAT: BOHONG MERUPAKAN SIFAT MUNAFIK. Rasulullah ﷺ bersabda: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثَ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَ إِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَ إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ "Dari Abu Huraiah Ra. dari Nabi ﷺ bersabda, 'Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: Apabila berkata ia berbohong, dan apabila berjanji, ia tidak menepati, dan apabila dipercaya, ia berkhianat'." (HR. Bukhari dan Muslim). KELIMA: BOHONG MENJERUMUSKAN DIRI KE NERAKA. Mulut adalah anggota badan yang memungkinkan memproduk kebohongan (bagi orang tidak bisu), karenanya mulut paling banyak menjerumuskan manusia ke neraka. سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ فَقَالَ تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ وَسُئِلَ عَنْ أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ فَقَالَ الْفَمُ وَالْفَرْجُ Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, maka Rasulullah ﷺ pun menjawab, "Takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia". Dan ketika ditanya tentang sesuatu yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka, maka Rasulullah saw menjawab, "Mulut dan kemaluan". (HR Tirmidzi) Bohong yang mungkin kelihatan kecil di dunia akan tetapi dapat saja menjadi azab besar di akhirat, terutama jika ia menyakiti orang lain atau merusakkan nama baik orang. Allah menggolongkan orang-orang yang suka berbohong sebagai orang yang tidak beriman kepada ayat2 Allah. Melalui firman-Nya dalam surah An-Nahl ayat 105 yang berbunyi: إِنَّمَا يَفْتَرِى ٱلْكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰذِبُونَ “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta”. Dengan diketahui sebab kenapa bohong tidak disukai Rasulullah ﷺ , juga sebagian besar manusia tidak menyenangi manusia pembohong. Mudah2an kita semua senantiasa dipeliharakan Allah untuk dapat memelihara lidah dari memproduk kebohongan. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 17 September 2025, 24 Rabiul Awal 1447H.

Tuesday, 16 September 2025

BOHONG omongan yang TAK DISUKA

No: 1.351.03.09-2025 Disuguhkan: M. Syarif Arbi Terdapat 7 (tujuh) topik omangan yang tidak disukai oleh Rasulullah Muhammad ﷺ yaitu: 1. Bohong., 2. Bergunjing., 3, Adu Domba., 4. Ucapan kotor dan kasar., 5. Mengolok-olok atau mengejek orang lain., 6. Bicara yang tak manfaat., 7. Sumpah palsu. Sebagai umat Rasulullah Muhammad ﷺ yang memandang bahwa Rasulullah adalah suri teladan yang sempurna dalam ucapan maupun perbuatan, kiranya kaum muslimin dan muslimat wajib menghindari ngomong yang tidak disukai oleh Beliau. Ayok kita kenal lebih jauh butir2 topik omongan yang tidak disukai Rasulullah Muhammad ﷺ dimaksud; nanum karena terbatasnya ruang tulis, khusus nomor ini hanya ditulis tentang “Berkata Bohong”. Rasulullah sangat membenci kebohongan dan menyebutnya sebagai ciri kemunafikan. Padahal kini banyak kebohongan justru sebagai sarana untuk meraih kesuksesan mendapatkan simpati orang yang dibohongi. Kebohongan sudah menjadi kelaziman sebagian pebisnis dan sebagain pedagang guna meraih keuntungan. Rasulullah Muhammad ﷺ menjadikan kejujuran sebagai dasar dari setiap kebaikan, sebagaimana sabda beliau: عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا “Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang selalu jujur dan mencari kejujuran akan ditulis oleh Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah sifat bohong, karena kebohongan membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa ke neraka.Orang yang selalu berbohong dan mencari-cari kebohongan akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong” (HR. Muslim). Orang2 yang tidak suka bohong atau jujur merupakan sebab mereka dibangkitkan nanti dihari akhir bersama para Nabi, bersama orang-orang syahid, dan bersama orang-orang shaleh. Tidak ada kemuliaan yang lebih tinggi dari ini. Allah swt. berfirman: وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا “Dan Barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya (Qs. an-Nisa’: 69) Bohong meskipun tidak disuka oleh Rasulullah Muhammad ﷺ , namun ada juga pengecualiannya; dalam istilah agama Islam disebut juga "bohong yang dibolehkan" (الْكَذِبُ الْمَبَاحُ). Adalah situasi di mana berbohong tidak dianggap dosa karena ada tujuan yang lebih besar atau maslahat di baliknya. Yaitu: 1. Bohong untuk mendamaikan orang yang berselisih., 2. Bohong dalam peperangan., 3. Bohong untuk menjaga keharmonisan suami-istri misalnya; Suami berkata pada istrinya, “Masakan kamu paling enak,” padahal sebenarnya biasa saja, tapi tujuannya agar istri senang dan rumah tangga harmonis., 4. Bohong kepada anak masih kecil ketika si anak menanyakan sesuatu yang belum pantas diketahuinya, dengan jawaban yang tidak pulgar karena ybs belum saatnya mengetahui. Merujuk kepada hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (1939) dan Abu Dawud (4921): عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ رضي الله عنها قَالَتْ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَا يَحِلُّ الْكَذِبُ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ : يُحَدِّثُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ لِيُرْضِيَهَا ، وَالْكَذِبُ فِي الْحَرْبِ ، وَالْكَذِبُ لِيُصْلِحَ بَيْنَ النَّاسِ ) . والحديث صححه الألباني في صحيح الترمذي . “Dari Asma’ binti Yazid radhiyallahu ‘anha, ia berkata: ”Rasulullah ﷺ bersabda,’Berbohong itu tidak halal dilakukan kecuali dalam tiga keadaan: seorang suami berbicara kepada istrinya agar istrinya itu ridha, dan berbohong dalam perang dan berbohong dalam rangka memperbaiki hubungan di antara manusia.” Topik omongan yang tidak disukai oleh Rasulullah Muhammad ﷺ sebanyak 6 jenis lagi إِنْ شَاءَ اللَّهُ akan menyusul. Mudah2an Allah memeliharakan lidah kita dari ngomong yang tidak disukai Rasul-Nya, diantaranya “ngomong bohong” yang tidak halal. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 16 September 2025, 23 Rabiul Awal 1447H.

Friday, 5 September 2025

Agar Ber Jum’atan Tak Sia-Sia

No: 1.350.02.09-2025 Disusun: M. Syarif Arbi Menyoal shalat berjamaah; fakta di masyarakat kita menunjukkan bahwa shalat yang paling banyak jamaahnya selain shalat ied (shalat hari raya) adalah shalat jum’at, menyusul shalat maghrib. Adapun jamaah shalat isya, zuhur dan ashar tidak sebanyak jamaah shalat maghrib. Apalagi shalat subuh, dibanyak masjid jamaah shalat subuh sedikit dibanding waktu2 yang lain, kebanyakan jamaahnya pra lansia atau lansia. Pada shalat jum’at, ada diantara jamaah yang tidak rutin shalat lima waktu, namun memilih setiap juma’at tidak ketinggalan shalat. Inilah kelompok yang disebut “shalat pekanan”. Ini pula sebabnya maka shalat jum’at jamaahnya banyak, tak jarang masjid2 sampai harus menggelar tempat shalat dihalaman masjid. Teringat pengakuan jujur seorang teman, dimana sudah pernah kuangkat dalam tulisanku terdahulu, bahwa dirinya terlahir dari keluarga yang tidak taat menjalankan shalat. Ketika kuliah merantau di kota besar, sebab di kampung halamannya ketika itu belum ada sambungan sekolah sesudah es em aa. Kawan2 se kosan, saban jum’at ngajak shalat jum’at, maka iapun ikutan shalat jum’at. Hanya shalat jum’at, shalat lima waktu tidak dilaksakan. Suatu ketika khatib membawakan topik khutbah menyentuh kalbu ybs, sehingga membuat dianya menjadi taat shalat dan takut meninggalkan shalat. Alhamdulillah diujung masa kuliahnya dia menjadi orang yang taat shalat 5 waktu, bukan hanya shalat jum’at. Bahkan tak lama setelah lulus kuliah, ketika sudah mampu berusaha mendapatkan uang lalu berhaji. Pengakuan temanku yang apa adanya ini, dari seorang yang semula hanya “shalat pekanan” atau shalat sepekan sekali, menjadi orang yang taat menjalankan perintah agama, jadinya dapat dipahamkan kenapa jamaah ketika mengikuti shalat jum’at diharuskan menenuhi beberapa ketentuan agar ibadah jum’atnya tidak sia-sia. Adapun ketentuan2 itu diantaranya adalah: 1. Dilarang berbicara, harus mendengarkan khutbah dengan khusyuk., 2. Menghadapkan pandangan ke Khatib., 3. Tidak bermain-main, tidak membaca HP atau tidak sibuk sendiri., 4. Merenungkan isi khutbah, untuk meningkatkan diri menjadi taqwa. PERTAMA: Dilarang berbicara …….. Saat khutbah tengah berlangsung, jamaah Jum’at dianjurkan untuk diam dan mendengarkan khutbah yang disampaikan oleh khatib. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadist Rasulullah ﷺ berikut ini; إذَا قُلْت لِصَاحِبِك أَنْصِتْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ "Jika engkau mengatakan kepada temanmu, ‘diamlah!’, di hari Jumat, sedangkan khatib berkhutbah, maka engkau telah melakukan perbuatan menganggur (tiada guna). (HR Muslim). Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda: إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ . وَالإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ “Jika engkau berkata pada sahabatmu pada hari Jum’at, ‘Diamlah, khotib sedang berkhutbah!’ Sungguh engkau telah berkata sia-sia.”(HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851). KEDUA: Menghadapkan pandangan ke Khatib. Khutbah Jum’at adalah bagian dari ibadah yang menggantikan dua rakaat dalam shalat Zuhur. Maka, khutbah itu sendiri dianggap setara pentingnya dengan ibadah shalat. Menghadap ke khatib menunjukkan keseriusan dan perhatian terhadap isi khutbah. Pesan disampaikan dalam khutbah, berisi pengingat untuk bertaqwa, serta nasihat-nasihat agama. Konsekuensi tidak memperhatikan khutbah; seperti berbicara atau memainkan sesuatu, akan membuat ibadah Jum’at menjadi sia-sia. Banyak sekali terlihat jamaah shalat jum’at demikian santainya ketika khatib sedang berkhutbah, misalnya duduk dengan posisi santai memeluk lulut, akhirnya kepalanya tertunduk, berlanjut terdegar dengkurannya. Duduk dalam posisi yang tidak memperhatikan khotib berkhutbah dengan “memeluk lutut” tersebut tidak diperkenankan. lihat Hadits dari Sahl bin Mu’adz dari bapaknya (Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy), ia berkata: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنِ الْحُبْوَةِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالإِمَامُ يَخْطُبُ “Rasulullah ﷺ melarang dari duduk dengan memeluk lutut pada saat imam sedang berkhutbah.” (HR. Tirmidzi no. 514 dan Abu Daud no. 1110. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan) KETIGA: Tidak bermain, membaca HP atau sibuk sendiri. Belakangan ini, tidak jarang kita melihat jamaah shalat jum’at ketika khatib sedang berkhutbah, dianya menyempatkan diri membaca pesan WA di HP nya. Sedangkan ketentuan seperti disebutkan diatas bahwa sebagai jamaah jum’at, ketika khatib berkhutbah, jamaah tidak boleh melakukan kegiatan apapun, termasuk menghitung tasbih, apalagi membaca pesan dan HP. Dalam hadits riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا “Barangsiapa yang berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian ia mendatangi (shalat) Jum’at, kemudian (di saat khutbah) ia betul-betul mendengarkan dan diam, maka dosanya antara Jum’at saat ini dan Jum’at sebelumnya ditambah tiga hari akan diampuni. Dan barangsiapa yang bermain-main dengan tongkat, maka ia benar-benar melakukan hal yang batil (lagi tercela) ” (HR. Muslim no. 857) KEEMPAT: Merenungkan isi khutbah, untuk meningkatkan diri menjadi taqwa. Merenungkan isi khutbah Jum’at memiliki banyak manfaat, baik dari segi spiritual, sosial, maupun pribadi. Beberapa manfaat utamanya: 1. Meningkatkan Keimanan dan Ketaqwaan, membantu memperdalam pemahaman terhadap ajaran agama Islam. 2. Membentuk akhlak menjadi lebih baik. Khutbah Jum’at sering mengangkat tema-tema moral dan etika, seperti kejujuran, tanggung jawab, sabar, dan saling tolong-menolong. 3. Meningkatkan Kesadaran Sosial, membantu seseorang menjadi lebih peduli terhadap lingkungan sosial, memperkuat ukhuwah Islamiyah, dan termotivasi untuk berkontribusi positif dalam masyarakat. 4. Menghindari lalai dalam ibadah agar tidak terjebak rutinitas. 5. Menjadi Sumber Motivasi dan Inspirasi, kadang khutbah menyampaikan kisah-kisah teladan dari para Nabi atau sahabat. Kisah2 tsb dapat me motivasi diri untuk bersabar dalam ujian hidup dan tetap semangat dalam menjalani kehidupan. 6. Membantu Evaluasi Diri (Muhasabah). Dengan merenungkan isi khutbah, jamaah dapat membandingkan isi khutbah dengan keadaan diri sendiri. Apakah sudah menjalankan ajaran agama dengan benar? Apa yang harus diperbaiki? Ini sangat bermanfaat untuk pertumbuhan pribadi dan spiritual. Seperti halnya seorang teman yang diangkat dalam tulisan ini, karena merenungkan isi khutbah sekali waktu dia mendengarkan dan merenungkan khutbah yang mengubah dirinya menjadi lebih baik. “……… إِنَّ اللهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ……………….” “……….Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri………….” (Ar-Ra’ad ayat 11) Harapan kita dari jum’at ke jum’at akan menambah kualitas iman dan taqwa, seperti yang selalu dipesankan para khatib jum’at. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 6 September 2025, 13 Rabiul Awal 1447H.

Tuesday, 2 September 2025

KUALITAS AMAL

No: 1.349.01.09-2025 Disusun: M. Syarif Arbi Kualitas amal sangat penting, bukan hanya kuantitasnya. 6 (enam) sikap yang senantiasa harus dipelihara untuk menjaga kualitas amal yaitu: 1. Niat yang ikhlas., 2. Mengikuti Sunnah Rasulullah., 3. Menghindari Riya’ dan Ujub., 4. Menjaga Konsistensi dalam Beramal., 5. Memperbaiki Amal Secara Berkala., 6. Berusaha Menghindari Dosa dan Kesalahan. Mempersingkat tulisan, di nomor ini focus pada sikap pertama; “Niat yang Ikhlas”. Sikap2 penentu kualitas amal lainnya agar tatap dapat mempertahankan makna judul artikel, di singgung serba sedikit. PERTAMA: Niat Yang Ikhlas. Semua amal harus dimulai dengan niat yang tulus karena Allah. Jika amal dilakukan untuk tujuan selain Allah, seperti riya' (pamer), maka amal tersebut kehilangan nilai dan pahala. Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907 Dalam kontek Niat Ikhlas, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an bahwa amal perbuatan yang baik itu harus disertai dengan niat yang ikhlas (Surah Az-Zumar ayat 2): فَٱعْبُدِ ٱللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ. ………….” -------------"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan (mengikhlaskan) ketaatan kepada-Nya”. Ayat ini memerintahkan manusia untuk menyembah dan beribadah dengan niat yang murni hanya kepada Allah SWT. Dalam Surah Al-Bayyinah Ayat 5 Allah juga menekankan tentang keikhlasan وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ ۝٥ “Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar)”. KEDUA: Mengikuti Sunnah Rasulullah SAW. Setiap amal ibadah atau perbuatan baik harus dilakukan sesuai dengan petunjuk dan contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Ini termasuk cara beribadah, berinteraksi dengan orang lain, bahkan dalam hal-hal kecil seperti berbicara dan bertindak. Allah menciptakan manusia untuk ibadah. Ibadah itu mesti mengikuti contoh Rasulullah, sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718). Dalam riwayat lain disebutkan: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718). KETIGA: Menjaga Konsistensi dalam Beramal Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan amal secara konsisten, meskipun sedikit, selama itu dilakukan dengan ikhlas dan sesuai syariat. Rasulullah bersabda: أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ “Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang rutin dilakukan meskipun sedikit”. (HR. Riwayat Bukhori dan Muslim) KEEMPAT: Menghindari Riya’ dan Ujub Agar amal tidak kehilangan kualitasnya, penting untuk selalu memeriksa diri agar tidak terjerumus dalam riya' (amal untuk dilihat orang lain) dan ujub (merasa bangga dengan amal sendiri). Allah menegaskan dalam Al-Qur'an agar kita tidak mengharapkan pujian manusia dalam beramal. وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ ۝١٨ “Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri”. (Lukman ayat 18) KELIMA: Memperbaiki Amal Secara Berkala. Menjaga kualitas amal juga berarti terus-menerus memperbaiki niat, cara beramal, dan keikhlasan dalam melakukan amal. Ini bisa dilakukan dengan muhasabah (introspeksi diri) secara rutin agar amal yang dilakukan lebih baik dari waktu ke waktu. Umar radhiallahu anhu mengatakan: وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا “Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi]. KEEMAN: Berusaha Menghindari Dosa dan Kesalahan. Agar amal diterima oleh Allah, kita juga harus berusaha menjauhi dosa dan selalu memohon ampunan kepada-Nya, agar amal yang dilakukan tidak ternoda dengan dosa. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan: إِنَّ الْمُؤْمِنَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَأَنَّهُ قَاعِدٌ تَحْتَ جَبَلٍ يَخَافُ أَنْ يَقَعَ عَلَيْهِ ، وَإِنَّ الْفَاجِرَ يَرَى ذُنُوبَهُ كَذُبَابٍ مَرَّ عَلَى أَنْفِهِ “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosanya seakan-akan ia duduk di sebuah gunung dan khawatir gunung tersebut akan menimpanya. Sedangkan seorang yang fajir (yang gemar maksiat), ia akan melihat dosanya seperti seekor lalat yang lewat begitu saja di hadapan batang hidungnya.” Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam kitab Shahihnya no. 6308. Semoga Allah menjadikan kita semua dapat meningkatkan kualitas amal kita. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 2 September 2025, 9 Rabiul Awal 1447H.

Wednesday, 27 August 2025

GETARAN HATI

No: 1.348.08.08-2025 Disusun: M. Syarif Arbi “HATI” manusia dapat diartikan secara konkrit (berwujud) dan secara abstrak (tidak berwujud). Secara berwujud, hati manusia berbentuk seperti kerucut, atau segitiga, memiliki warna coklat kemerahan, organ ini berada dalam tubuh manusia dan berukuran sekitar sebesar kepalan tangan orang dewasa. Secara tidak berwujud “HATI”; kira2 yang cocok diartikan sebagai “perasaan”. Dikesempatan ini dibicarakan tentang hati sebagai “Perasaan”, dimana si hati memungkinkan dapat BERGETAR. “Hati bergetar” dalam konteks perasaan, itu biasanya berarti reaksi emosional yang kuat, dapat dirinci dalam 4 (empat) kondisi: PERTAMA; Tersentuh oleh sesuatu pemandangan, kondisi seseorang, atau keadaan yang mengharukan, tak jarang orang sampai menangis. Diikuti orang yang hatinya bergetar akan berbuat sesuatu kebaikan, kalau memungkinkan dengan apa yang ada pada dirinya, atau mendorong orang lain berbuat kebaikan untuk meredakan hal yang membuat dia sampai terharu dan menangis itu. Sekurang-kurangnya berdo’a sebagai tanda berempati. Seperti ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah: مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ “Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya pada hari kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat." KEDUA; Takut atau cemas terhadap sesuatu yang mengkhawatirkan, membahayakan. Bergetarnya hati dalam kondisi ini kadang terasa sampai dada berdegub keras, denyut nadi meninggi, gemetar, pucat. Dalam case tertentu, buat individu tertentu, dapat saja terjadi pingsan. Dalam konteks takut dan cemas ada baiknya diamalkan doa Nabi Muhammad saw yang termaktub dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas r.a: عن أنس بن مالك قال : كان النبي صلى الله عليه وسلّم يقول : اللّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُبِكَ مِنَ الهَمِّ وَالحَزَنِ, والعَجْزِ وَاْلكَسَلِ، وَالجُبْنِ وَالبُخْلِ، وضَلْعِ الدَّينِ, وغَلَبةِ الرِّجَال. “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat gelisah (pesimis), sedih, malas, kikir, pengecut, terlilit hutang, dan keganasan orang lain." KETIGA; Tidak jarang terjadi hati bergetar ketika membaca tulisan sastra, atau mendengar lantunan lagu atau untaian pembacaan puisi. Ada orang yang ketika membaca tulisan sastra, larut dalam alur cerita, jika ceritanya menyedihkan hatinya bergetar ikut terharu dan terisak menangis. Jika jalan cerita menggelikan hati, lantas sambil membaca si pembaca tertawa terpingkal-pingkal sendiri. Begitu pula hati ikut bergetar menjiwai lirik dalam lagu atau paparan kalimat dalam puisi. Kata-kata yang indah, bila dirangkai dengan hati, bisa menembus batas logika dan menyentuh sisi terdalam jiwa. Kata yang indah dapat membangkitkan semangat yang redup, mengobati luka yang tak tampak, menyuarakan rasa yang tak terucap, Dan menghidupkan harapan di tengah keputus-asaan, membuat orang riang ditengah kesedihan. Oleh karena itu Allah memberi petunjuk kepada para juru dakwah agar menggunakan “Qaulan Baligha (perkataan yang berbekas)” اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ يَعْلَمُ اللّٰهُ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُلْ لَّهُمْ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ قَوْلًا ۢ بَلِيْغًا “Mereka itulah orang-orang yang Allah ketahui apa yang ada di dalam hatinya. Oleh karena itu, berpalinglah dari mereka, nasihatilah mereka, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya.” (QS. An- Nisa ayat 63) KEEMPAT; Tersadar secara spiritual. "Hati bergetar" dikaitkan dengan rasa takut atau tunduk kepada Allah, seperti disebutkan dalam Al-Qur'an: اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللّٰهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ اٰيٰتُهٗ زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَّعَلٰى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَۙ ۝٢ "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal." (Al-Anfal: 2). Kesadaran spiritual seseorang sehingga bergetar hatinya ketika disebut nama Allah dan bertambah iman bila mendengar dibacakan ayat-ayat Allah, itu adalah merupakan salah satu tanda bahwa pemilik hati adalah orang beriman. Semoga ummat manusia di dunia ini sanggup merespon getaran hati masing2, sehingga terciptakan hamparan kebaikan di seluruh dunia ini, tidak terjadi lagi penindasan suatu bangsa kepada bangsa lain yang menggetarkan hati seperti terjadi di Palestina. Semoga para pejabat, para usahawan yang sukses memahami getaran hati masing2 sehingga memahami penderitaan rakyat. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 27 Agustus 2025, 3 Rabiul Awal 1447H.

Saturday, 23 August 2025

Yang dinilai di HATI Bukan di MULUT

No: 1.347.07.08-2025 Disusun: M. Syarif Arbi Bila mengikuti pengajian khusus mengenai cara membaca Al-Qur’an (Tahsin Al-Qur'an atau Tahsinul Qur'an), bagi kita yang sedari kecil bukan ikutan belajar di sekolah agama (kini disebut pesantren), terus terang rasanya kurang “PE DE” bila diminta maju menjadi imam shalat berjamaah di masjid untuk shalat maghrib, isya dan subuh. Bagi kita yang tidak belajar khusus membaca Al-Qur’an dari kecil, kalau pun sekarang baru mulai mempelajarinya, sudah sulit membuat lidah lentur menyesuaikannya, pepatah dikampung kami “kalau sudah Aur susah dilentur”. Lidah ini sudah terpola, dimana ketika masih kecil diajar ngaji, sesuai aksen daerah kita masing2, strata kualitas gurupun beragam. Seringkali terjadi adalah “kadang2”, …. sekali lagi “kadang2”,……… ada yang mengklaim bacaan yang diajarkan guru merekalah yang paling pas, paling tepat, paling sesuai kaidah membaca Al-Qur’an. Menarik sebuah kisah yang ditulis Ustadz Umaruddin Masdar dipublish di medsos, secara singkat kita kutip. Bahwa konon seorang ustadz muda membatalkan niatnya berguru kepada Syaikh Abu Said Abul Khair, seorang tokoh sufi yang berumah di tengah-tengah padang pasir. Pembatalan dikarenakan ketika mendengar Syaikh Abu Said Abul Khair sedang mengaji, bacaan Al-Fatihah nya, menurut ustadz muda ini kurang fasih. Ustadz muda itu pergi tanpa permisi, begitu ia keluar halaman rumah Syaikh Abu Said Abul Khair, ia dihadang oleh seekor singa padang pasir. Karena ketakutan, ustadz muda itu balik kanan, di belakangnya juga ada seekor singa. Akhirnya, ustadz muda itu menjerit keras karena ketakutan. Begitu mendengar teriakan dari luar, Syaikh Abu Said Abul Khair segera keluar meninggalkan majelisnya. Ia menatap kedua ekor singa dan berkata kepada singa-singa itu: “Wahai singa, bukankah sudah aku bilang padamu jangan pernah kalian mengganggu para tamuku.” Sungguh ajaib, kedua singa lalu duduk bersimpuh di hadapan Syaikh Abul Khair. Sang sufi Abul Khair lalu mengelus-elus telinga kedua singa itu dan menyuruhnya pergi. Setelah kedua hewan buas itu pergi, ustadz muda itu merasa keheranan. “Bagaimana Anda dapat menaklukkan singa-singa yang begitu liar itu?” tanya ustadz muda. “Anak muda, selama ini aku sibuk memperhatikan urusan hatiku. Bertahun-tahun aku berusaha menata hati hingga aku tidak sempat berprasangka buruk kepada orang lain. Untuk kesibukanku menaklukkan hatiku ini, Allah SWT telah menaklukkan seluruh alam semesta kepadaku. Semua binatang buas di sini termasuk singa padang pasir yang buas itu, semua tunduk kepadaku,” jelas Abul Khair. Ustadz muda itu hanya terdiam dengan penuh rasa malu. Namun, di sisi lain ia begitu mengagumi karomah yang dimiliki oleh Syaikh Abul Khair. “Engkau tahu kekuranganmu, wahai anak muda?” kata Abul Khair. “Tidak wahai guru,” jawab si Ustadz muda itu. “Selama ini engkau sibuk memperhatikan hal-hal lahiriah hingga nyaris lupa memperhatikan hatimu, karena itu engkau takut kepada seluruh alam semesta,” jelas Abul Khair. Ustadz muda itu akhirnya mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia menetapkan hatinya untuk menjadi murid Syaikh Abul Khair. Dapat dipetik dari kisah ini khusus mengenai “cara membaca ayat2 Al-Qur’an” bahwa kadang ada orang menyalahkan bacaan orang lain, tak jarang menyalahkan itu hanya membanding dengan apa yang diajarkan oleh gurunya masing2. Allah menilai manusia bukan hanya dari perbuatan lahiriah, demikian juga bukan hanya dari ucapan di mulut, tetapi Allah menilai dari niat dan apa yang ada dalam hati. Memang menyoal soal membaca ayat2 Al-Qur’an seharusnyalah setiap diri memperlajari teknik membaca yang benar. Namun, tergantung kepada kemampuan masing2, tergantung kesempatan yang tersedia, tergantung kualitas guru yang mengajar. Allah Tidak Membebani di Luar Kemampuan. Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 286 disebutkan: لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۗ لَهَا.........................." ࣖ “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...” Setelah berusaha semampu mungkin untuk sefasih mungkin membaca Al-Qur’an misalnya Al Fatihah, maka serahkan kepada Allah. Titik beratnya adalah pengertiannya didalam hati. Menurut para ustadz yang fasih, bahwa salah ucapan akan salah arti. Bagi kita2 yang tidak fasih, tanamkan niat di dalam hati ketika membaca Al-Fatihah dengan arti yang benar. Merujuk kepada sabda Nabi Muhammad ﷺ dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,," “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. ……………...” (HR. Bukhari dan Muslim) Baik juga disimak dalam kaitan isi hati ketika membaca Al-Fatihah waktu shalat, firman Allah di Surat Fatir Ayat 38 إِنَّهُۥ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ. ………………” “…………. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala isi hati”. Ayat 38 surat Fatir diatas menunjukkan bahwa: Allah menilai ibadah kita (contoh dalam shalat membaca Al-Fatihah) yang paling utama keikhlasan dan apa yang ada di dalam hati, bukan sekedar yang diucapkan. katakanlah bacaan yang diucapkan misalnya tidak sesuai benar dengan kaidah yang ditentukan, namun kita sudah mengusahakan sebaik mungkin. Lalu terjemahkan sesuai maksud dari ayat. Karena Allah mengerti semua bahasa, semua isi hati. Sebaliknya, bacaan demikian baik, lagunya merdu sahdu didengar, tapi terbetik dihati untuk pamer, actions agar dinilai fasih atau riya, ada kemungkinan tidak akan diterima oleh Allah. Karena itu, menjaga hati agar tetap bersih, ikhlas hanya karena Allah, dan jujur adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang Muslim. “Allah menerima apa yang dimaksud meskipun salah mengucapkan” adalah pernyataan yang mengandung makna mendalam dalam konteks hubungan hamba dengan Allah, terutama dalam doa dan ibadah. Allah Maha Mengetahui isi hati manusia, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an: وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ "Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya." (Surat Qaf: 16) Jikalah boleh disimpulkan dari keterangan di atas maka: Niat lebih penting ketimbang lafaz. Jika seseorang niatnya benar namun lisannya tergelincir atau tidak sempurna, maka insya Allah, Allah tetap menerima amalnya. Contoh: Jika seseorang yang baru belajar membaca Al-Fatihah keliru melafalkannya, tetapi niat dan usahanya kuat, maka Allah tidak menyia-nyiakan amal tersebut. Jika kesalahan pengucapan terjadi karena keterbatasan, bukan karena kesengajaan, maka itu bukan kesalahan yang menyebabkan dosa. Meskipun demikian: Kita tetap dianjurkan untuk belajar memperbaiki pengucapan atau bacaan dalam shalat. Pernyataan yang menyebutkan kalau salah membaca Al-Qur’an berdosa, agaknya membuat orang2 awam jadi takut membaca Al-Qur’an. Sekecil apa pun kebaikan akan dicatat oleh Allah, dan tidak ada amal kebaikan yang sia-sia, meskipun tampak kecil atau tidak terlihat oleh manusia, termasuk ketika shalat masih salah dalam pengucapan, tetapi dihati diartikan sesuai dengan makna yang dibaca. Referensi akan pengertian ini adalah: فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ "Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah (atom), niscaya dia akan melihat (balasan)nya." (QS. Az-Zalzalah: 7) Marilah kita tingkatkan ketaatan dalam beribadah; shalat dan membaca Al-Qur’an, misalnyapun diri kita kurang fasih karena masa anak2 kita dulu bukan anak yang khusus belajar membaca Al-Qur’an, namun berusaha terus belajar memberbaiki bacaan kita masing-masing, Allah akan menerima amal kebaikan kita yang dilakukan dengan niat yang tulus ikhlas karena Allah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 23 Agustus 2025, 29 Safar 1447H.

Wednesday, 20 August 2025

SUSUK

No: 1.346.06.08-2025 Disusun: M. Syarif Arbi Begitu kaya pengertian “penggalan kata2” bahasa Indonesia, ambil saja kata “Susuk”. Kata susuk dapat berarti pengembalian. Jika belanja di warung menggunakan uang kertas, jumlah belanjaan Rp 75 ribu mengunakan pecahan Rp 100 ribu, maka yang punya warung me “nyusuk” atau mengembalikan kepada pembeli Rp 25 ribu. Uang Rp 25 ribu itu disebut susuk. Suatu pagi, ibu rumah tangga minta kepada ART nya agar mengolah telur dadar dengan empat butir telur dicampur irisan daun bawang, dengan pesan nanti telur dadarnya di iris menjadi 8 (delapan) potong. Di meja makan, dadar telah diiris sesuai pesanan, tapi ternyata setiap bagian irisan tidak benar2 terpisah. Bertanyalah salah seorang anggota keluarga yang ikut sarapan; “kenapa irisannya tak terputus?”. Si Ibu menjawab: “mungkin mbaknya mengiris dengan susuk”. Susuk disini berarti alat dapur untuk membolak-balik gorengan. Guna menjaga posisi sanggul dan juga memperindah tampilan sanggul, digunakan pula suatu alat yang disebut “tusuk konde”. Tidak jarang tusuk konde ini dihiasi pula pernak-pernik gemerlapan sejenis manik2 kecil yang memantulkan sinar. Seseorang akan merasa lebih anggun bila tampil berkonde dengan tusuk konde yang menarik. Kata “tusuk”, mirip dengan kata “susuk”, bahkan memang di suatu daerah ada yang mengistilahkan “tusuk konde” dengan “susuk konde”. Adalagi pengertian “SUSUK” berupa benda kecil seperti “jarum emas”, “jarum perak”, “berlian”, atau logam lainnya dimasukkan ke dalam tubuh seseorang secara ghaib atau spiritual untuk tujuan tertentu. Budaya ini sudah dikenal lama, konon bukan di Indonesia saja, tetapi juga di negara2 Asia tenggara lainnya. Susuk dipercaya bisa memberikan berbagai manfaat tergantung niat dan jenisnya, seperti: • Memikat lawan jenis / daya tarik (pengasihan) • Menambah kepercayaan diri • Melindungi diri dari bahaya • Meningkatkan karisma atau pesona • Keberuntungan dalam karier, bisnis, atau dunia hiburan Pemasangan susuk biasanya dilakukan oleh dukun, paranormal, atau praktisi spiritual. Dalam praktiknya, susuk tidak selalu terlihat secara fisik bisa secara metafisik (ghaib), atau ditanam dengan doa/mantra tanpa pembedahan nyata. Dengan menyakini bahwa “susuk” tersebut mempunyai “kekuatan” atau “manfaat” seperti tersebut di point di atas. Oleh karena itulah dalam pandangan Islam, susuk umumnya dilarang karena dianggap mengandung syirik (menyekutukan Tuhan), karena melibatkan kekuatan supranatural selain Allah. Praktik susuk sering kali mengandung unsur sihir, sebagai ajaran setan dan perbuatan kufur. Mantera dan jampi2 ini adalah dianologkan dengan apa yang dibaca oleh setan-setan dimasa Nabi Sulaiman seperti diabadikan dalam Al-Qur’an: وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَۚ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَۗ “Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa Kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kufur, tetapi setan-setan itulah yang kufur. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia, yaitu Harut dan Marut, ………………..” (Al-Baqarah: 102) Selanjutnya setan berkata bahwa dia akan mempengaruhi manusia agar mengubah ciptaan Allah. Dimuat dalam Al-Qur’an: Surat An-Nisa Ayat 119 وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ ءَاذَانَ ٱلْأَنْعَٰمِ وَلَءَامُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ ٱللَّهِ ۚ وَمَن يَتَّخِذِ ٱلشَّيْطَٰنَ وَلِيًّا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُّبِينًا “Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata”. Memasang susuk termasuk mengubah ciptaan Allah untuk tujuan yang tidak dibenarkan, yakni agar terlihat lebih cantik, menarik, atau memiliki kekuatan tertentu secara ghaib. Lain soalnya dengan memasang RING pada seseorang yang mengalami penyumbatan pembuluh darah jantung, tujuannya untuk menjadi sehat, mencegah serangan jantung. Demikian kisah tentang “susuk” yang dihadirkan ke ruang baca anda, mudah2an ada manfaatnya. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 20 Agustus 2025, 26 Safar 1447H.

Sunday, 17 August 2025

ANEKA ILMU

No: 1.345.05.08-2025 Disusun: M. Syarif Arbi Allah menurunkan ilmu ke dunia melalui berbagai cara, salah satu diantaranya melalui kitab-kitab suci dan melalui wahyu yang diberikan kepada para nabi dan rasul. Secara umum, ada 4 (empat) kitab utama yang diyakini sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada manusia: Taurat melalui nabi Musa, Zabur melalui nabi Daud, Injil melalui nabi Isa, dan Al-Quran melalui nabi Muhammad. Selain itu, ada juga suhuf (lembaran-lembaran wahyu) yang diturunkan kepada nabi-nabi lain, seperti Suhuf nabi Syits 50 lembar, Suhuf nabi Idris 30 lembar, dan suhuf nabi Ibrahim 10 lembar. Jumlah total kitab dan suhuf yang diturunkan Allah diperkirakan mencapai 104. Isi dari kitab-kitab dan suhuf-suhuf tersebut adalah petunjuk dan cahaya bagi manusia untuk menjalani kehidupan di dunia dan akhirat, serta mengajarkan tentang tauhid mengesakan Allah. Ilmu yang diturunkan Allah itu, dikembangkan oleh ummat manusia melalui jalur penelitian, percobaan2 sehingga ditemukanlah ilmu2 baru yang pada pokoknya ilmu itu dapat dipergunakan untuk kehidupan di dunia ini. Secara umum, ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah pengetahuan yang disusun secara sistematis dan dapat diverifikasi melalui penelitian dan observasi. Ini mencakup pemahaman tentang dunia dan segala sesuatu di dalamnya, yang diperoleh melalui berbagai metode, termasuk pengamatan, studi, dan percobaan. Dari uraian singkat di atas maka ilmu dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian besar yaitu: 1. Ilmu agama, bagi umat Islam ilmu ini merupakan fardhu ‘ain, yang wajib dimiliki oleh setiap pemeluknya, setidaknya tentang bagaimana beribadah, mengetahui perintah dan larangan Allah dan rasul Allah. Tentang apa saja harus diimani, tentang bagaimana syarat2 sebagai pemeluk Islam. Melalui ilmu agama diinformasikan bahwa diri ini datang dari mana dan datang ke dunia ini untuk apa dan setelah itu nanti akan kemana. Memperdalam ilmu agama malah lebih diutamakan dari berperang jihad di jalan Allah, seperti diisyaratkan Allah dalam Al-Qur’an surat At-Taubah Ayat 122: ۞ وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. 2. Ilmu dunia, bagi ummat Islam ilmu ini merupakan fardhu kifayah, artinya apabila salah satu, atau sebagian orang sudah memilikinya, memperlajarinya, maka seluruh orang lainnya tidak lagi menanggung dosa. Misalnya ilmu kedokteran, tidak semua orang diwajibkan memiliki pengetahuan tentang kedokteran, biarlah para dokter yang mengembangkan terus ilmu tentang kesehatan itu, tak perlu semua orang menjadi dokter. Ilmu tentang mempertahankan negara, sudah terwakili oleh kesatuan2 militer dalam berbagai bidang; darat, laut, dan udara. Biarlah militer yang menguasai ilmunya. Begitu juga keamanaan kehidupan masyarakat sehingga bebas dari gangguan keamanan dari pencuri, perampok, pembegal, preman dan segala macam kejahatan. Ilmunya diserahkan memperlajari dan mengembangkannya pada pihak Polisi. Demikian juga segala cabang ilmu pengetahuan di dunia yang lain (Ilmu: ekonomi, politik, sosial dan budaya serta bahasa) ini bersifat fardu kifayah. Sehingga terjadilah pembagian bidang kegiatan karena masing2 orang memilih mendalami ilmu yang disukainya. Memperdalam setiap ilmu dunia, dengan ilmu dunia ini untuk berbuat baik kepada sesama manusia. Justru merupakan perintah Allah dalam surat Al-Qashash ayat 77: وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ۝٧٧ “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” 3. Ilmu untuk membahayakan kehidupan, jenis ilmu ini secara umum diharamkan, dalam hal tertentu malah diwajibkan. Misalnya ilmu persenjataan; menjadi haram kalau dengan kemampuan membuat persenjataan pemusnah masal, menciptakan peralatan membuat kerusakan dimuka bumi maka pengembangan ilmu demikian menjadi haram. وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ………………………..” (surat Al-Qashash ayat 77) “janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” Sedangkan apabila pengembangan ilmu itu, untuk mempertahankan diri dari musuh yang akan menyerang bangsa, maka ilmu tersebut wajib dikembangkan. Surat Al-Anfal Ayat 60 وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ ٱلْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُوا۟ مِن شَىْءٍ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. Kiranya di usianya yang ke 80 ini Allah menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang rakyatnya tinggi ilmu agamanya sehingga menjadi insan2 yang taqwa. Mudah2an Allah menjadikan warga bangsa Indonesia sanggup memiliki ilmu dan teknologi yang akan memakmurkan bangsa. Semoga negeri ini mampu membangun kekuatan Angkatan Bersenjata yang canggih menghadapi ancaman dari negara lain. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 17 Agustus 2025, 23 Safar 1447H.

Saturday, 16 August 2025

GALAU

Soratan lampu membuat silau. Berpapasan mobil di tanjakkan. Bagaimana hati takkan galau. Banyak aturan yang nyusahkan. Bekerja pagi sampai petang. Letih dan cepek tidak dipikir. Dulu aman simpanan di bank. Kini tidak aktif akan di blokir. Dulu investasi baik, berujud tanah. Sekarang investasi jadinya bimbang. Walau sertifikatnya sudah genah. Bila dianggurkan konon akan hilang. Pandan tumbuh berbaris baris. Seratnya bagus, dibuat tali. Mendiang pahlawan kini menangis. Juriatnya seolah terjajah kembali. Bila hari raya sudah mendekat. Banyak rumah siapkan juadah. Pengangguran makin meningkat. Mencari kerja tidaklah mudah. Bagaimana diri tak kan gelisah. Mengais rejeki siang dan malam. Lapangan kerjaan sangatlah susah. Kecuali dibantu oleh orang dalam. Sapi ditambat talinya membelit Baru saja si sapi menarik bajak. Perkonomian rakyat semakin sulit. Ditambah muncul aneka pajak. Belati walau sering dipegang. Jangan diniat untuk bertarung. Hati galau bawa sembahyang. Disitu tempat iman bergantung.

Thursday, 14 August 2025

PUTUS ASA

No: 1.344.04.08-2025 Disusun: M. Syarif Arbi. Putus Asa adalah keadaan mental atau emosional ketika seseorang merasa kehilangan harapan, semangat, atau kepercayaan diri untuk menghadapi atau menyelesaikan suatu masalah. Pertanda seseorang sedang mengalami Putus Asa terdapat 4 (empat) indikator yang saling berhubungan yaitu: 1. Emosional., 2. Pikiran., 3. Perilaku., dan 4. Spiritual. Tanda Emosional: 1. Merasa tidak berguna atau kehilangan harga diri., 2. Kehilangan harapan bahwa keadaan akan membaik., 3. Selalu sedih, murung, atau putus harapan., 4. Sering menangis tanpa alasan yang jelas., 5. Marah atau mudah tersinggung, bahkan karena hal-hal kecil. Tanda Pikiran: 1. Pikiran negatif terus-menerus seperti "Aku tidak akan pernah bisa," atau "Semuanya sia-sia."., 2. Muncul pikiran ingin menyerah, bahkan pada hal-hal yang dulu penting., 3. Berpikir untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri. (Ini adalah tanda serius dan butuh bantuan segera.) Tanda Perilaku: 1. Menarik diri dari lingkungan sosial, keluarga, atau teman., 2. Tidak peduli pada penampilan atau kebersihan diri., 3. Tidak punya motivasi untuk bekerja, belajar, atau melakukan kegiatan sehari-hari., 4. Tidur berlebihan atau sulit tidur., 5. Makan terlalu sedikit atau berlebihan. Tanda Spiritual: 1. Merasa jauh dari Allah., 2. Tidak mau berdo’a atau sudah malas beribadah., 3 Merasa dosanya terlalu besar sehingga Allah tak akan mengampuni lagi. Terbatasnya ruang tulis, maka dibatasi bahasan tentang indikator Putus Asa berupa tanda spiritual saja. ad.1. MERASA JAUH DARI ALLAH. Hendaklah setiap insan beriman tidak berputus asa akan nikmat Alah sehingga menjauhkan diri dari Allah. Larangan berputus asa dengan menjauhkan diri dari Allah termuat dalam Al-Qur’an وَلَا تَا۟يْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَٰفِرُونَ. …………………….” “…………..dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir".(Yusuf-ayat-87). ad. 2. TIDAK MAU BERDO’A ATAU SUDAH MALAS BERIBADAH. Kenyataan sebenarnya; ditahun 1992 seorang kerabat dari kota kelahiranku datang ke Jakarta dirujuk dari rumah sakit setempat, dengan penyakit hati mengeras sudah hampir 25%. Ketika dihadapkan ke dokter ahli sesuai penyakitnya, diminta mengecek lagi kondisi hati si pasien, ternyata sekarang pengerasannya sudah mendekati 50%. Dokter menginginkan agar dapat memberitahukan hal tersebut kepada keluarganya. Tapi tak seorangpun keluarganya yang bersedia menghadap dokter. Lantas kamilah yang diminta mewakili keluarga. Dokter memberitahukan agar sebaiknya segera pulang saja ke kampung halaman, karena keadaan pasien sudah “tipis harapan untuk hidup”, sebab pengerasan hati yang bersangkutan semakin hari semakin meluas (di rumah sakit asal hampir 25%, kini sudah mendekati 50%). “Ini saya resepkan obat untuk dibawa pulang” ujar dokter. Dengan berat hati anjuran dokter sudah menyuruh pulang itu kami sampaikan, kendati tidak disampaikan bahwa “sudah tipis harapan”. Namun dengan dokter ahli sesuai penyakit tersebut di Jakarta sudah “angkat tangan”, agaknya si pasien faham bahwa harapan kesembuhannya sudah sangat tipis. Yang bersangkutan selama menanti kepulangan ke kampung halaman, kami lihat di rumah kami melakukan dzikir dan shalat. Shalat malam dan shalat dhuha, membaca Al-Qur’an. Begitu pula setibanya di kampung halaman, frekuensi ibadah dan do’a ditingkatkannya. Yang terjadi adalah, 3 bulan kemudian, perasaan badan ybs semakin enak. Setelah di cek kembali di rumah sakit setempat, Alhamdulillah hatinya yang tadinya sudah mengeras 50% itu semakin membaik, dan lambat laun jadi normal kembali. Sampai tulisan ini kuturunkan ketika kami pulang kampung Mei 2025 yang lalu pasien yang tahun 1992 yang lalu dinyatakan sudah “tipis harapan” itu masih sehat afiat dalam arti sehatnya manusia yang sudah usia “seventy up”. Al-Qur’an bagi setiap diri mengalami kesulitan memberikan arahan: “……………. وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِۗ” “Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. ………..” (Al-Baqarah 45) يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ ۝١٥٣ “Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (Al- Baqarah 153) ad. 3. MERASA DOSANYA TERLALU BESAR. Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya, masalah hidup yang menderanya, dikarenakan dosanya terlalu besar sehingga tidak mungkin diampuni Allah lagi. Ybs-pun berputus asa, tidak lagi mau berdo’a dan beribadah serta berikhtiar, karena menganggap dosanya tak mungkin diampuni Allah, karenanya percuma beribadah dan berdo’a. Padahal Allah senantiasa mengampuni dosa hamba-Nya yang datang kepada-Nya untuk memohon ampun dan menyesali dosanya. Tersurat pada Az-Zumar 53, bahkan berputus asa terhadap rahmat Allah termasuk larangan: قُلْ يٰعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ ۝٥٣ “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Demikian, pembaca sekalian, yang sekarang sedang dililit masalah juga yang sedang menderita suatu penyakit, jangan berputus asa, teruslah berikhtiar, beribadah, bertawakal dan berdo’a. Insya Allah bagi yang sedang sakit Allah akan mengangkat penyakitnya, bagi yang bermasalah hidup, Allah memberikan jalan keluar terbaik. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 14 Agustus 2025, 19 Safar 1447H.

Sunday, 10 August 2025

TAWAKAL dan PASRAH

No: 1.343.03.08-2025 Disusun: M. Syarif Arbi. Tawakal (توكل) berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah, setelah melakukan usaha (ikhtiar) semaksimal mungkin. Tawakal bukan berarti pasrah tanpa melakukan apa-apa, melainkan: Melakukan usaha yang wajar dan sesuai kemampuan. Setelah itu, menyerahkan hasilnya kepada Allah, karena Allah yang menentukan segala sesuatu. Misalnya; Seorang pelajar belajar sungguh-sungguh untuk ujian, lalu berdo’a dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Seorang pedagang memulai berdagang sepagi mungkin, jujur, berdo’a, selanjutnya berserah diri kepada Allah atas hasil penjualannya. Seorang petani bercocok tanam sesuai Teknik yang terbaik, pemupukan yang benar, berdo’a lalu dia serahkan keberhasilan pertaniannya kepada Allah. Secara singkat dapat didefinisikan “Tawakal adalah Ikhtiar ditambah do’a dan pasrah pada ketentuan Allah” Dengan demikian orang yang benar-benar bertawakal kepada Allah: Mengutamakan ikhtiar maksimal dan berdo’a, sebelum menyerahkan diri segalanya kepada Allah. Tidak hanya pasrah tanpa usaha. Ia berusaha sekuat tenaga dengan cara yang halal dan terbaik, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah. Bertawakal menerima apapun hasilnya dengan lapang dada, karena percaya semua yang Allah tetapkan pasti ada hikmahnya. Tidak menggantungkan harapan kepada manusia atau benda, tapi hanya kepada Allah. فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ ۝١٥٩. …………………” “……………………., apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal”. (Ali Imran 159). Pasrah dalam bahasa Indonesia berarti menyerahkan diri sepenuhnya kepada sesuatu, biasanya kepada Tuhan atau kekuatan yang lebih besar, dengan penerimaan dan keyakinan bahwa segala sesuatu akan berjalan sesuai kehendak-Nya. Pasrah juga dapat diartikan sebagai sikap menerima takdir atau keadaan dengan lapang dada, tanpa adanya penolakan atau perlawanan, serta disertai dengan keyakinan bahwa hasil akhirnya akan baik. Tawakal berbeda dengan “Pasrah” atau “Pasrah tanpa reserve” yaitu seseorang dari awal orang yang “pasrah tanpa reserve” itu sudah menyerah dengan keadaan, tidak diikuti ikhtiar, mungkin saja ybs ber do’a, kemudian berserah diri terima apapun yang terjadi. Dengan kalimat “yang terjadi terjadilah”. Mungkin kira2 persamaan “Pasrah tanpa reserve” samalah dengan "Pasrah bongkokan" dalam bahasa Jawa adalah idiom yang berarti menyerahkan diri sepenuhnya atau berserah diri secara total kepada orang yang dipercaya, terutama dalam menghadapi suatu masalah atau problem yang rumit. Ini bukan hanya sekedar menyerah, tetapi lebih pada sikap mempercayakan sepenuhnya hasil akhir kepada pihak lain yang dianggap mampu. Berserah diri tanpa usaha atau “Pasrah tanpa reserve” dianggap sebagai bentuk kemalasan dan tidak sesuai dengan ajaran agama. Agama mengajarkan keseimbangan antara berusaha semaksimal mungkin dan menyerahkan hasilnya kepada Allah. إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ. …………….” “………………..Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Ar-Raad-ayat-11). Peringatan di Ar-Raad 11 ini, tentunya ditujukan kepada kelompok manusia yang kesulitan hidup, harus berikhtiar maksimal serta berdo’a, jangan pasrah saja menerima nasib. Sedangkan buat kelompok manusia yang kini keadaannya serba berkecukupan, kini sedang menerima nikmat yang besar dari Allah, maka juga diingatkan Allah agar berikhtiar berusaha mempertahankan keadaan kehidupannya dengan berhemat, hidup yang wajar tidak berfoya-foya, selalu taat kepada perintah Allah, jangan sombong dan takabur. seperti firman Allah berikut: ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِّعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَىٰ قَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۙ وَأَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ “(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Anfal-ayat-53). Dari uraian diatas jelaslah bahwa ternyata senang dan susah, kaya dan miskin adalah permainan hidup di dunia. Oleh karena itu mudah2an Allah selalu membimbing kita semua, dalam keadaan apapun kondisi kita tetap dalam bingkai taqwa, dalam artian melaksanakan perintah Allah untuk tetap berikhtiar, berdo’a dan berserah diri kepada Allah. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 11 Agustus 2025, 16 Safar 1447H.

Saturday, 2 August 2025

Sayembara khusyuk

No: 1.342.02.08-2025 Dirangkum: M. Syarif Arbi Konon kisah ini berawal, saat Rasulullah ﷺ tengah duduk-duduk di teras masjid Nabawi bersama para sahabat menanti waktu shalat tiba. Di tengah perbincangan, datanglah seorang suku Badui bertanya pada Rasulullah ﷺ, soal dirinya shalat yang tidak khusyuk, sering tercampuraduk dengan pikiran diluar shalat. Lalu orang itu pun bertanya pada Rasulullah ﷺ bagaimana cara supaya shalat menjadi khusyuk. *Kisah ini diceritakan Ustadz Muksin Matheer yang kemudian diterjemahkan A.R. Shohibul Ulum dalam buku Ali bin Abi Thalib. Jujur kita akui, bahwa pertanyaan seorang suku Badui ini, mewakili sebagian besar problem dari diri kita masing2 ketika shalat. Kadang sudah diupayakan demikian rupa konsentrasi agar khusyuk, masih juga masuk hal2 diluar shalat. Kadang justru sesuatu yang tadinya dalam keadaan sebelum shalat sulit mengingatnya (misalnya lupa kunci tadi tertaroh dimana), lantas ketika shalat lalu terbayang, kemana tadi melangkah selanjutnya apa yang dilakukan, lantas ingatlah si kunci diletakkan dimana. Pertanyaan orang Arab pedalaman (suku Badui) yang diajukan di majelis Rasulullah itu, sebelum Rasulullah ﷺ menjawab, Ali bin Abi Thalib (yang juga hadir di sana) berkata dengan tegas, "Shalat yang seperti itu tidak akan diterima Allah, dan Allah tidak akan memandang shalat seperti itu," Mendengar komentar Ali, Rasulullah ﷺ pun bertanya pada Ali: "Wahai Ali, apakah engkau mampu mengerjakan shalat 2 (dua) rakaat karena Allah semata tanpa terganggu dengan segala kesusahan, kesibukan, dan bisikan-bisikan yang melalaikan?" Ali menjawab dengan yakin: "Aku mampu melakukannya, Ya Rasulullah," Rasulullah ﷺ mempersilahkan Ali shalat 2 (dua) rakaat, sebelum Ali mengambil air wudhu untuk bersiap shalat, Rasulullah ﷺ tersenyum dan berkata: "Wahai Ali, jika engkau mampu melakukan shalat dengan khusyuk, aku akan memberimu surbanku kepadamu. Engkau bisa memilihnya, yang buatan Syam atau Yaman." Sebagaimana diketahui, kedua sorban tersebut dikenal memiliki kualitas terbaik. Semua yang hadir, termasuk orang Badui tersebut, hampir yakin bahwa Ali memperoleh hadiah dari Rasulullah ﷺ. Sesudah Ali shalat, Rasulullah ﷺ pun bertanya, "Wahai Abu Hasan dan Husain, bagaimana pendapatmu? Bisakah engkau mengerjakannya dengan khusyuk dan sempurna?" Ali menjawab: "Demi kebenaranmu, ya Rasulullah ﷺ," jawab Ali dengan murung. "Sesungguhnya aku telah melakukan rakaat pertama tanpa sedikitpun diganggu oleh kesibukan, kesusahan, dan bisikan apapun. Tetapi, ketika berada pada rakaat kedua, aku teringat akan janji engkau dan aku membatin, seandainya Rasulullah ﷺ memberikan sorban Yaman itu, tentulah lebih baik daripada sorban Syam itu,'" "Demi hakmu, ya Rasulullah," katanya lagi. "Tidak seorang pun yang dapat mengerjakan shalat 2 (dua) rakaat dengan benar-benar murni karena Allah semata, dan ingatannya selalu terfokus kepada Allah," Mendengar itu, Rasulullah ﷺ menjawab dengan penuh kelembutan, "Wahai Abu Thurab (julukan Ali), sesungguhnya hal itu terjadi pula dengan yang lain. Sebab khusyuk itu diukur oleh sebatas kesempurnaan manusia. Terpenting, ketika pikiran terbawa pada urusan lain, cepat kembalikan pada shalatmu lagi," Terdapat beberapa kisah perihal pertanyaan tentang cara shalat khusyuk ini di kala Rasulullah masih ada, umumnya jawaban beliau adalah bahwa sangat sulit untuk melaksanakan shalat yang khusyuk seutuhnya 100% dari mulai takbir sampai salam. Rasulullah ﷺ memberi petunjuk umum untuk khusyuk dalam shalat: "Dalam mengerjakan shalat, memang hendaknya seakan-akan kita mampu melihat dan berbicara dengan Allah. Tetapi kalaupun tidak mampu, asalkan ingat bahwa Allah melihat kita, itu sudah memadai," Rasulullah ﷺ bersabda: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tak melihat-Nya, (yakinlah) bahwa Dia (Allah) menyaksikanmu”. (HR. Bukhari & Muslim). Mending kita masih tetap shalat walaupun disana-sini masih terlintas pikiran tentang hal2 diluar shalat. Daripada kita lantas memutuskan tidak shalat karena khawatir nanti terganggu pikiran2 diluar shalat, sehingga shalatnya tidak khusyuk. Bila keputusan kita tidak shalat karena khawatir tidak khusyuk, itulah yang ditunggu Setan, kerena keadaan tidak shalat ini Setan menjadi pemenang. Dari waktu ke waktu masing2 diri berusaha untuk semakin baik dalam artian khusyuk beribadah kepada Allah, karena bila mengingat Allah (termasuk shalat) tidak khusyuk berlangsung begitu lama, maka lambat laun hati akan menjadi keras………. seperti diingatkan Allah dalam surat Al-Hadid Ayat 16: أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ ٱللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ ٱلْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا۟ كَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ مِن قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ ٱلْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ ۖ وَكَثِيرٌ مِّنْهُمْ فَٰسِقُونَ “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik”. Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua dalam beribadah termasuk shalat, menjadi khusyuk semaksimal mungkin, sesuai kemampuan kita sebagai manusia yang penuh dengan aneka problematika kehidupan. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 2 Agustus 2025, 8 Safar 1447H.

Friday, 1 August 2025

Do’a

No: 1.341.01.08-2025 Disusun: M. Syarif Arbi. Manusia diciptakan Allah punya kecenderungan tergesa-gesa, makanya manusia jika berdo’a, maunya cepat terkabul. خُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ مِنْ عَجَلٍ ۚ سَأُو۟رِيكُمْ ءَايَٰتِى فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ “Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan Aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda azab-Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera”. (Surat Al-Anbiya Ayat 37) Ternyata bahwa do’a itu, tidak mesti langsung terkabul, sebagai bahan banding dipetik keterkabulan do’a dari tiga Nabi berikut: PERTAMA NABI ADAM. Nabi Adam; berdo’a kepada Allah untuk bertobat baru terkabul setelah hampir sepertiga dari usianya. Usia Nabi Adam ada yang meriwayatkan 1.000 tahun ada juga yang meriwayatkan 930 tahun. Do’a Nabi Adam bertobat baru dikabulkan Allah setelah 300 tahun terus menerus berdo’a. Itupun setelah diajari Allah bagaimana caranya berdo’a, seperti tersurat pada Al-Baqarah 37: فَتَلَقَّىٰٓ ءَادَمُ مِن رَّبِّهِۦ كَلِمَٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang”. Kalimat do’a bertobat yang diajarkan kepada Nabi Adam diabadikan Allah dalam surat Al-A’raf ayat 23: رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ. …” "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” KEDUA; NABI IBRAHIM. Nabi Ibrahim berdo’a memohon anak dengan do’a: رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh”. (Surat As-Saffat Ayat 100) Do’a Nabi Ibrahim ini barulah diijabah Allah setelah umur beliau 86 tahun, kurang lebih separo dari umur Nabi Ibrahim yang 175 tahun itu. KETIGA; NABI AYYUB. Nabi Ayyub ketika sakit juga berdo’a, walau do’anya tidak secara tegas minta disembuhkan, lebih condong berserah diri. Terkenal do’a beliau adalah: اَنِّيْ مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَاَنْتَ اَرْحَمُ الرّٰحِمِيْنَۚ "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang". (Al-Anbiya 83) Selama 18 tahun Nabi Ayyub sakit, dimulai usia 51 tahun, baru sembuh umur 69 tahun, sedangkan beliau tutup usia 93 tahun, ada yang meriwayatkan 140 tahun. Dengan demikian Nabi Ayyub; seperdelapan dari hidupnya menantikan do’anya terkabul. Dari 3 (tiga) contoh para Nabi tersebut walaupun menunggu lama do’a mereka dikabulkan Allah. Sedang bagi kita orang awam do’a itu ada 3 (tiga) kemungkinan: Terkabul di dunia, disimpan untuk di akhirat, terhindar dari yang tidak baik. « ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ » “Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad, dari Abu Sa’id; derajat hasan). Bagi kita2 yang sudah berusia “Seven Up” ini, sering melihat, bahwa ada teman2 sebaya kita yang kehidupkannya susah, padahal yang bersangkutan tergolong rajin berusaha dan ahli ibadah. Dimasa hidupnya boleh jadi dianya berdo’a, namun belum sempat tampak terkabul. Yang terjadi ketika ybs sudah tiada, kehidupan anak2 keturunannya yang “cemerlang”, “sukses”. Patut diduga bahwa sohib kita ini, do’anya tidak terkabul dimasa dia masih hidup, tetapi diijabah Allah untuk anak2 cucu2nya. Demikian juga bagi pembaca yang berbahagia, berkecukupan, hidup senang dan makmur, adalah sangat mungkin lantaran do’a mendiang ayah dan bunda. Karenanya sangat wajar bila sehabis shalat do’akanlah ayah dan bunda, nenek kakek kita semua. Demikian pula kemerdekaan yang kita alami sekarang ini, selain karena perjuangan nenek moyang kita ber abad2 yang lalu, tentu berkat do’a2 mereka para pahlawan pembela bangsa. Oleh karena itu di kesempatan yang baik di bulan Agustus ini sepantasnyalah kita mengheningkan cipta berdo’a untuk para pahlawan pejuang kemerdakaan Indonesia. Mengacu pada hadits dipetik diatas, hendaklah kita terus berdo’a untuk kebaikan. Agar do’a terkabul berkaitan erat dengan adab, keyakinan, serta kondisi hati dan amal seorang hamba. Terdapat 8 (delapan) faktor yang dapat menyebabkan doa lebih mudah dikabulkan oleh Allah SWT: 1. Ikhlas kepada Allah., 2. Yakin akan terkabul., 3. Tidak tergesa-gesa., 4. Hindari makan minum rezeki yang haram., 5. Bertobat dari dosa., 6. Memilih waktu yang mustajab. 7. Khusyuk dan Tunduk kepada Allah. 8. Do’a dimulai dengan Pujian kepada Allah dan Shalawat kepada Nabi Semoga Allah memberikan yang terbaik buat bangsa Indonesia. Merdeka dalam arti berdaulat serta terhormat. Adil dalam kemakmuran, makmur dalam keadilan. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 1 Agustus 2025, 7 Safar 1447H.

Sunday, 27 July 2025

Menyoal Ke PALSU an

No: 1.340.09.07-2025 Dikisahkan: M. Syarif Arbi. Di keseharian, secara sederhana “palsu” diartikan “tidak asli”. Di keseharian juga ada palsu yang justru sangat bermanfaat bagi orang yang membutuhkan, seperti misalnya “Gigi Palsu”, “Kaki Palsu”. Ahli pembuat gigi palsu, dengan terbuka menyatakan keahliannya membuat gigi palsu, bahkan dibuat papan pengumuman di depan rumah praktek: “Ahli Pembuat Gigi Palsu”. Begitu juga ahli pembuat “kaki palsu”, jika pembaca punya waktu luang dapat buka Google ada beberapa video yang menayangkan cara pembuatan kaki palsu, di video itu tampak proses serta peralatan dan karyawan yang sedang menangani pembuatan kaki palsu. Bagi yang berkepentingan dapat langsung datang, karena model, ukuran yang diperlukan sangat khusus individual. Jadi soal ke-palsu-an ini juga terang-terangan. Ketika masih kerja dulu, jika ada nasabah minta kredit meyerahkan jaminan sertifikat tanah (terutama tanah kosong), juklaknya; sertifikat harus dicek lebih dahulu di instansi penerbit sertifikat, untuk minta penegasan (tertulis) keasliannya. Selanjutnya diadakan peninjauan lapangan (on the spot). Pernah terjadi suatu model ke-palsu-an atas keabsahan sertifikat, walau sudah mendapatkan verifikasi. Dua orang petugas bank ketika on the spot, setiba di lokasi dengan diantarkan nasabah, mengatur teknik peninjauan lapangan sbb: • Petugas “A” ikut serta dengan nasabah, dimana rupanya di lokasi sudah ada dua orang berbapakai uniform Desa menanti petugas on the spot. • Petugas “B”, minta izin untuk masuk agak kedalam hutan, pamit ada keperluan akan ke kamar mandi atau sumur, kenyataannya petugas “B” mencari penduduk setempat tetangga lahan tersebut. Tujuannya menghimpun informasi. Perlu ditambahkan kejadian ini lebih dari 30 an tahun lalu, waktu itu belum ada “GPS” (Global Positioning System). Sampai di kantor, kedua petugas on the spot menghimpun data, petugas yang ikutan dengan nasabah, ditunjukkan batas2 tanah disaksikan dua orang berpakaian dinas Desa. Tentu saja melakukan pemotretan (ketika itu potret masih pakai kamera diisi film yang nanti akan dicuci dan dicetak). Sedangkan petugas “B”, menerima informasi dari penduduk yang dikunjunginya numpang ke sumur, bahwa tanah itu milik seseorang yang namanya bukan seperti dalam sertifikat foto copy yang diperlihatkan kepada penduduk tersebut. Dengan bijak, petugas “B” mengajak penduduk itu (sebut saja pak Ujang = bukan nama sebenarnya) mendekat ke kerumunan temannya, nasabah dan dua petugas berpakaian seragam Desa dari kejauhan, tetapi berusaha tidak terlihat berlindung di dedaunan dan pohon hutan. Pak Ujang mendadak menarik tangan petugas sambil membisikkan bahwa yang berpakaian seragam itu, dikenalnya warga sekitar sini, dianya bukan petugas Desa. Dia berdua se-hari2 sebagai pedagang di pasar setempat. Agaknya mereka sudah mengatur sandiwara untuk menyakinkan petugas on the spot. Mungkin bila kredit berhasil si penyamar dapat imbalan. Kredit tidak jadi dicairkan, dengan bijak permohonan ditolak dengan alasan yang dapat diterima nasabah, tetapi tidak menyebutkan bahwa keraguan akan keabsahan tanah dan sertifikat tersebut. Boleh jadi sertifkat itu asli, tapi lokasi diragukan. Kreditor tidak ingin bermasalah dikemudian hari bilamana terjadi risiko atas kredit yang diberikan. Berbicara soal Ke-PALSU-an; Al-Quran meng-istilah-kan "palsu" sama dengan "kebohongan" (kedustaan) yaitu segala bentuk pernyataan atau tindakan yang tidak sesuai dengan kebenaran, baik yang disengaja maupun tidak. Allah mengecam keras perbuatan dusta dan menyebutnya sebagai perbuatan yang tercela dan dapat menjauhkan seseorang dari keimanan. Surat An-Nahl Ayat 105: إِنَّمَا يَفْتَرِى ٱلْكَذِبَ ٱلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِـَٔايَٰتِ ٱللَّهِ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰذِبُونَ “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta”. Surat Al-Furqan Ayat 72: وَٱلَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا۟ بِٱللَّغْوِ مَرُّوا۟ كِرَامًا “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. Dalam hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan: آيَة الْمُنَافِق ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اُؤْتُمِنَ خَانَ “Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu (1) ketika berbicara ia dusta, (2) ketika berjanji ia mengingkari, dan (3) ketika ia diberi amanat ia berkhianat). Selain itu, Rasulullah ﷺ juga menegaskan untuk umat-nya tidak berbohong. عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا Dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhuma, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong).’” (Abu Dawud no.4989) Orang yang suka berbohong membuat ke-palsu-an sudah dipastikan azab yang pedih oleh Allah SWT. Dalam Al-Quran Allah SWT telah berfirman, فِىۡ قُلُوۡبِهِمۡ مَّرَضٌۙ فَزَادَهُمُ اللّٰهُ مَرَضًا ‌ۚ وَّلَهُمۡ عَذَابٌ اَلِيۡمٌۙۢ بِمَا كَانُوۡا يَكۡذِبُوۡنَ “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta.” (Q.S. Al-Baqarah : 10) Allah memberikan peringatan keras terhadap perbuatan ke-Palsu-an alias dusta, semoga yang mengaku diri beriman dapat memenuhi seruan Allah untuk selalu berkata jujur dan menjauhi segala bentuk ke-palsu-an. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَبِّ الْعٰلَمِيْن , وَسَلَـٰمٌ عَلَى ٱلْمُرْسَلِين , اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْن Jakarta, 27 Juli 2025, 2 Safar 1447H.