Tolong menolong,
ialah dua orang atau lebih saling membantu akan sesuatu urusan, suatu
pekerjaan. Eee jangan salah, bukan hanya manusia yang sanggup berbuat tolong
menolong, tetapi hewan juga dalam keadaan tertentu merekapun mempunyai insting
untuk tolong menolong sesama mereka. Seeokor induk burung menolong anaknya yang
belum mampu terbang untuk memberikan makan anak-anak mereka melalui paruhnya.
Tolong menolong,
bukan saja dalam hal berbuat yang baik, tetapipun orang dapat juga bertolong-tolongan
dalam berbuat kejahatan. Sekelompok begal motor, mereka bertolong-tolongan
dalam melakukan tindak criminal tersebut.
Bedanya kalau bertolong-tolongan dalam kebajikan, sampai kapanpun
persahabatan itu akan dapat diteruskan dan kalau sudah terpisah akan menjadi
kenangan baik. Sementara dalam hal bertolong-tolongan dalam kejahatan
persahabatan itu akan retak bilamana terjadi hal-hal tertentu, misalnya ketika
kejahatan terbongkar, masing-masing orang berusaha untuk meringankan dirinya
dari peran kejabahatan itu. Kalau sudah terpisah meraka menutupi atau berusaha
tidak mengingat kenangan kejahatan itu.
Agama memberikan
panduan untuk kita hidup ini agar bertolong-tolongan dalam kebaikan dan takwa,
dan jangan bertolong tolongan dalam kejahatan seperti yang di perintahkan Allah
dalam surat (Alqur’an: Surat Al Maidah ayat 2)
“Dan tolong -menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya”.
Dari
ayat di atas, telah diinformasikan oleh Allah bahwa di alam ciptaan-Nya yang
namanya dunia ini, kemungkinan terjadi tolong-menolong itu dalam dua bentuk;
yaitu dalam hal kebaikan dan takwa, juga dalam hal kejahatan berbuat dosa dan
pelanggaran ketentuan hukum Allah dan hukum yang disepakati manusia. Ditempat
lain di dalam Al-Qur’an banyak diingatkan bahwa kelak di alam akhirat kita
tidak dapat lagi tolong menolong dalam berbuat kebaikan dan juga berbuat
kejahatan,
Selanjutnya
Allah memberikan instruksi kepada orang yang beriman, pilih salah satu bentuk
tolong menolong itu yaitu pilihlah “Tolong
menolong dalam kebijakan dan takwa”.
Tolong
menolong dalam penerapannya ditengah masyarakat dapat dilakukan dalam beberapa perwujudan
antara lain saya coba mengangkatnya dalam tulisan ini dalam 4 wujud yaitu:
1.
Tolong menolong dalam wujud berbagi
rezeki kepada yang lebih membutuhkan
2.
Tolong menolong dalam wujud membantu
sesama dalam kesulitan
3.
Tolong menolong dalam wujud
mengentaskan kemiskinan
4.
Tolong menolong dalam wujud kemaslahatan
umum
Tolong menolong dalam wujud berbagi rezeki
kepada yang lebih membutuhkan
Perbuatan tolong menolong dengan wujud berbagi rezeki kepada pihak yang
lebih membutuhkan ini, pernah dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad SAW kepada
penghuni lingkungan masjid nawabi, mereka miskin, tuna wiswa disebut “Ahli Shuffah” di antaranya adalah Abu
Hurairah.
Suatu hari, Abu
Hurairah menceritakan keadaannya. Ia berkata, “Demi Allah, yang tiada tuhan selain Dia. Aku pernah merapatkan perutku
ke tanah karena lapar. Aku mengikat batu di perutku juga karena lapar. Aku juga
pernah terduduk di tempat di sebuah jalan yang biasa dilalui orang. Dari
kejauhan, Nabi saw. tersenyum saat melihatku. Sepertinya beliau mengerti
keadaanku setelah memperhatikan ekspresi wajahku dan posisi tubuhku”. Kemudian Nabi saw. memanggil Abu Hurairah, “Wahai, Abu Hirr” (panggilan akrab Abu
Hurairah, artinya bapak atau pemilik kucing kecil, Red.). “Labbaik ya
Rasulullah.” , “Ikutlah denganku,” ucap Nabi saw. Lalu Abu Hurairah menemani Nabi saw. menuju
salah satu rumah keluarga beliau. Nabi saw. pun masuk. Abu Hurairah minta izin
masuk dan beliau mengizinkannya. Di sana ada segelas susu. Nabi saw. bertanya
kepada penghuni rumah, “Darimana asal susu ini?”. “Seorang perempuan
menghadiahkan untuk engkau, wahai Rasulullah,”
jawab penghuni rumah. “Wahai Abu Hirr.” “Labbaik ya Rasulullah,” jawab Abu Hurairah. “Temuilah orang-orang Ahli Shuffah itu.
Ajaklah kemari.”
Saat memanggil Ahli
Shuffah, Abu Hurairah berkata sendiri, “Mengapa susu ini diberikan kepada Ahli
Shuffah? Padahal aku paling pantas untuk minum susu itu agar kekuatan saya
pulih (dari rasa lapar yang sangat, Red.).
Apabila Ahli Shuffah kemari, beliau pasti menyuruh saya memberikan susu itu
kepada mereka dan kemungkinan saya tidak mendapat bagian dari susu itu (karena
terbatasnya susu, Red.). Maka, perasaanku
jadi tidak enak karena ini. Tapi taat kepada Allah dan Rasul harus diutamakan.” Abu Hurairah lebih
mengutamakan ketaatan kepada Allah dan Rasul daripada perasaannya sendiri. Ia
tetap melaksanakan perintah Nabi saw.
Inilah salah satu
kelebihan akhlak Abu Hurairah. Ia termasuk sahabat Nabi saw. yang sangat
menjaga harga dirinya meski hidup kekurangan. Ia tidak meminta-minta meski
sangat membutuhkan. Berdasar riwayat Muhammad bin Sirin, ia pernah tergeletak
di antara mimbar Nabi saw. dan kamar Aisyah (di sekitar Masjid Nabawi, Red.).
Tiba-tiba ada seseorang yang melewatinya dan meletakkan kakinya di lehernya. Ia
mengira Abu Hurairah orang gila yang tidur sembarangan. Padahal ia tergeletak
karena lapar (HR. Bukhari).
Setelah Ahli Shuffah
tiba dan duduk mengelilingi Nabi saw, kemudian Nabi saw. berkata, “Wahai Abu Hirr.” . “Labbaik ya
Rasulullah.” . “Ambil susu itu dan bagikan
kepada mereka.”. Abu
Hurairah berkata sendiri, “Aku sangat berharap aku mendapat bagian dari
susu ini. Dan ini bukan berarti aku tidak taat kepada Allah dan Rasul sama
sekali.” Namun Abu Hurairah tetap melaksanakan perintah
Nabi saw. Ia memberikan susu itu secera bergiliran kepada orang-orang Ahli
Shuffah. Satu persatu minum sampai puas, baru kemudian mengembalikan gelasnya
kepada Abu Hurairah. Begitu seterusnya hingga orang terakhir. Dengan izin
Allah, meski diminum banyak orang (menurut penuturan seorang khatib jum’at sekitar
60 orang, penyadur) ternyata susunya tidak habis-habis. Setelah semua minum, kemudian Nabi saw.
mengambil gelas itu. Lalu Nabi saw. melihat ke arah Abu Hurairah sambil
tersenyum. Jadi Abu Hurairah orang yang kedua terakhir minum susu dari gelas
itu dan ditutup oleh tegukan-tegukan tarkhir oleh Nabi. Begitu wujud tolong
menolong dicontohkan Rasulullah saw, dengan ijin Allah susu segelas cukup
diminum 62 orang. Tentu, kita tak sanggup untuk mencontoh persis seperti yang
diteladan Rasulullah saw ini, karena kita tak dibekali mu’jizad. Tetapi kita
harus mengupayakan diri untuk mencontoh semampu kita sesusai kadar kemampuan
yang dimiliki untuk membantu menolong sesama dengan rezeki yang kita peroleh
yang pada hakikatnya datang dari Allah. Distribusi rezeki yang kita peroleh,
oleh agama diberikan panduan untuk kepentingan diri sendiri, prioritas berikutnya
adalah; keluarga, kerabat, jiran tetangga dan fakir miskin.
Tolong menolong dalam wujud membantu sesama
dalam kesulitan
Khalifah
Rasululullah saw yang kedua adalah Umar bin Khatab. Banyak kebijakannya dalam
memimpin negara diidamkan untuk diikuti oleh para pemimpin dan rakyat yang
dipimpin. Dalam sebuah riwayat, Aslam
pernah menceritakan pengalamannya bersama Umar bin Khattab. Suatu malam, Aslam
pernah menemani Umar pergi ke luar kota. Dari kejauhan, keduanya melihat
kilauan cahaya yang terpancar dari sebuah tenda. Keduanya lalu menghampiri
tenda itu. Untung ada Aslam yange meriwayatkan, kalau tidak kisah ini tak akan
sampai kepada kita, sebab zaman itu belum ada publikasi, belum ada awak media
yang meliput suatu belusukan yang dilakukan seorang kepala negara.
Saat sudah mendekat,
keduanya terkejut. Ternyata ada seorang wanita yang sedang menangis di dalam
tenda. Umar bertanya tentang keadaan sang wanita. Wanita itu menjawab, "Aku adalah seorang wanita Arab yang akan
bersalin (melahirkan) sedangkan aku tidak memiliki apapun". Mendengar
jawaban itu Umar menangis terseduh. Ia lalu keluar tenda dan berlari kencang
menuju rumahnya. Umar menemui istrinya, Ummu Kaltsum binti Ali bin Abi Thalib
dan berkata kepadanya, "Apakah
engkau mau mendapatkan pahala yang akan Allah karuniakan kepadamu?"
Umar menceritakan kejadian yang baru saja ditemuinya kepada istrinya. "Ya, aku akan membantunya," jawab istri Umar.
Setelah itu, tanpa
berpikir panjang, Umar segera mengambil satu karung gandum beserta daging dan
memanggulnya. Sementara Ummu Kaltsum membawa peralatan yang dibutuhkan untuk
persalinan. Keduanya berjalan mendatangi wanita tersebut. Sesampainya di tenda,
Ummu Kaltsum segera masuk ke tempat wanita itu, sementara Umar duduk bersama
suami sang wanita yang tidak mengenal wajah Umar. Keduanya berbincang-bincang.
Umar mencoba menenangkan hati lelaki itu.
Setelah beberapa
saat, tangisan bayi terdengar dari dalam tenda. Ummu Kaltsum berhasil membantu
persalinan wanita papa tersebut. Ummu Kaltsum lalu berkata kepada suaminya,
"Wahai Amirul Mukminin, sampaikan
berita gembira kepada suaminya bahwa anaknya yang baru lahir adalah lelaki."
Lelaki itu terkejut
mendengar kata “Amirul Mukminin”
keluar dari mulut Ummu Kaltsum. Dia tak menyadari jika telah berbincang-bincang
dengan seorang khalifah, dan yang membantu persalinan istrinya adalah seorang
Ummul Mukminin. Lelaki itu lalu meminta maaf kepada Umar. Namun Umar membalas
dengan amat rendah hati,"Tidak
mengapa". Setelah itu, Umar memberikan kepada mereka nafkah dan segala
kebutuhan pokok yang diperlukannya sebelum pagi menjelang. Umar dan istrinya
lalu kembali ke rumah. Demikian Umar bin Khatab telah menerapkan tolong
menolong dalam wujud membantu dalam kesulitan.
Tolong menolong dalam wujud mengentaskan
kemiskinan
Rasulullah saw
mengajarkan kepada kita untuk mengentaskan kemiskinan bukan dengan jalan
sekedar memberikan sedekah kepada peminta-minta. Bahkan tidak dianjurkan untuk
memberikan uang kepada peminta-minta, karena justru berpotensi untuk mengembang
biakkan kaum peminta-minta.
Dikisahkan oleh Anas
bin Malik ra, pada suatu hari datanglah seorang lelaki dari kalangan Anshar
menghadap baginda Nabi saw untuk meminta pekerjaan. Maka baginda Nabi bertanya
kepada-Nya,”Hai Fulan, apakah kamu
memiliki sesuatu di rumah?” Orang itu menjawab,”Betul ya Rasulullah, di rumah, saya memiliki sebuah hil (pakaian
tebal).” Kemudian dia berkata lagi, “Sebagiannya
saya pakai dan sebagian lainnya saya jadikan sebagai alas tidur. Selain itu,
saya juga memiliki sebuah bejana tempat air minum.” Kemudian Rasulullah
berkata, “Bawalah benda itu kepadaku.”
Kemudian lelaki itu mengambilnya dan diserahkan kepada Nabi Saw. Beliau
menerimanya, lalu melelang benda itu kepada sahabat-sahabat yang kebetulan
hadir seraya bersabda,”Siapa yang mau membeli dua benda ini. Seorang sahabat
menyahut,”Saya membelinya dengan harga
satu dirham.” Beliau menawarkan lagi, “Siapa
berani lebih tinggi?” Beliau mengucapkan kalimat ini sampai dua tiga kali. Baru
setelah itu ada sahabat lain menyahut,”Ya
Rasulullah, saya bersedia membelinya dengan harga dua dirham.”
Maka Rasulullah
menghampiri sahabat tersebut, lalu kedua benda itu diserahkan kepadanya, dan
uang pembayarannya pun beliau terima. Selanjutnya beliau memberikan uang itu
kepada lelaki tadi seraya bersabda,”Saudara,
terimalah uang ini. Lalu yang satu dirham kamu belikan makanan dan segera kamu
berikan kepada keluargamu di rumah, sedangkan yang satu dirham lagi belikan
sebuah kampak, dan bawalah ke sini segera.”
Lelaki Anshar itu
segera menuruti perintah Rasulullah Saw dan menyerahkan sebuah kampak yang
belum ada tangkainya kepada beliau. Kampak itu beliau terima lalu dibuatkan
tangkai (gagang). Setelah tangkai terpasang, kampak itu beliau serahkan kepada
lelaki Anshar tadi seraya bersabda, “Sekarang
carilah kayu bakar dan juallah ke pasar! Dan ingat, jangan sekali-kali datang
menghadapku sebelum lima belas hari!”
Kemudian pergilah
lelaki Anshar itu untuk mencari kayu bakar. Selanjutnya kayu-kayu yang berhasil
memperoleh uang sebanyak sepuluh dirham. Uang itu dibelikan pakaian, makanan,
dan keperluan lainnya. Lalu dengan perasaan girang dia menghadap Nabi dan
melaporkan apa yang telah diperolehnya sekarang. Maka beliau pun turut
bersyukur seraya bersabda, “Ini lebih baik
bagimu daripada meminta-minta, itu akan mencoreng wajahmu kelak pada hari
kiamat. Dan meminta-minta dibenarkan kecuali pada tiga golongan. Pertama, orang
yang benar-benar miskin. Kedua, orang yang terlilit utang. Ketiga, orang yang
dibebani tebusan besar.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah).
Begini tolong-menolong dalam wujud mengentaskan kemiskinan model Rasulullah
saw. Bukan sekedar disediakan raskin, bantuan uang sekedarnya yang hanya
sementara. Tetapi yang lebih penting adalah memberikan peluang untuk orang
menjadi produktif.
Tolong menolong dalam wujud kemaslahatan
umum
Agama memberikan ruang untuk kita bertolong-tolongan dalam membangun
sarana kemaslahatan umum, yang berguna untuk memudahkan kehidupan orang banyak
termasuk diantaranya membangun sarana ibadah, membangun tempat-tempat
pendidikan, tidak terkecuali membangun jalan dan jembatan serta sanitasi. Walau
membangun sarana jalan dan jembatan serta sanitasi, dalam tatanan bernegara telah diambil alih
oleh pemerintah, namun untuk memeliharanya adalah tanggung jawab dalam scope
tolong-menolong tersebut. Salah satu contoh kecil, bahwa “Ketika
seorang laki-laki berjalan dijalanan, ia mendapati ranting berduri diatas jalan
itu. Maka ia menyingkirkannya, Allah berterima kasih (memberi kebaikan) dan
mengampuninya”.
(HR. Bukhari - Muslim). Apalagi dalam hal-hal kemaslahatan ummat manusia yang
lebih besar.
Banyak lagi dimensi tolong menolong
yang dapat dilakukan dalam kebaikan seperti memberikan solusi, memberikan saran
dalam mencari nafkah/kehidupan dan lain-lain. Semoga lahan yang terbuka luas
untuk kita beramal ini dapat kita manfaatkan sebaik- baiknya sebelum buku amal
kita ditutup oleh Allah swt dengan panggilan menghadap-Nya. Amien.
No comments:
Post a Comment