Money
laundering, begitu istilah yang kini sedang popular bahkan sampai ada
undang-undang yang mengaturnya. Makna
penggalan kata dari money laundering
adalah pencucian uang. Yang akrab dengan soal cuci mencuci tentulah kaum
Ibu, meskipun banyak rumah tangga yang mengalihkan fungsi ini kepada mesin,
tetapi tetap saja tangan manusia masih tetap ikutan.
Adalah
pembantu rumah tangga, untuk keluarga ekonomi menengah ke atas, memegang peran
dalam soal laundering ini. Banyak PRT, jika diwawancarai Ibu Rumah tangga,
sebelum diterima masuk bekerja di suatu keluarga bertanya akan beberapa hal
antara lain:
1.
Keluarga disini ada berapa orang, anak-anak
berapa dewasa berapa, terdiri berapa KK rumah ini.
2.
Kamar rumah ada berapa banyak, kamar mandi berapa
jumlahnya.
3.
Rincian tugasnya, apakah termasuk nyuci/nyetrika,
ngepel dan membersihkan kamar tidur dan kamar mandi serta urusan dapur.
4.
Apakah ada mesin cuci, bahkan tanya otomatis
atau biasa, model lama, apa model baru.
5.
Apakah diterima nginap, atau pulang.
6.
Tentu negosiasi gaji dan apakah dibayar mingguan
atau bulanan.
Bagus
ya kalau jelas seperti ini, apalagi bila ada perjanjian hitam di atas putih
disaksikan oleh ketua RT ditanda tangani di atas kertas bermeterai pula. Tetapi
banyak hal, kadang si tuan rumah yang dikecewakan, kerja yang diharapkan, di bawah
rata-rata dan sering pula pinjam uang sebelum minggu berganti atau bulan
berakhir. Bukan sedikit PRT tak nginap, ketika pulang ada sendok dan gelas,
atau kaos yang ikut bersamanya. Tak jarang pula PRT yang dikecewakan, pekerjaan
kelewat batas namun hak-hak PRT tidak dipenuhi.
Semoga segera ada undang-undang yang mengatur soal PRT an ini, agar memberi
iklim lebih baik bagi anak negri yang kurang beruntung, sehingga terpaksa
berperan sebagai PRT. Dengan begitu semoga anak bangsa tak perlu lagi
berbondong menjadi TKI ke negeri orang yang kadang lebih mengenaskan nasibnya.
Sepenggal
kalimat dari seorang PRT yang kebetulan jadi tetangga duduk menunggu antrian
berobat jalan berfasilitaskan BPJS, menuturkan dalam percakapan dengan temannya
yang rupanya kebetulan juga menjadi PRT. “Kalau
saya, jika dalam saku celana atau baju yang dicuci terdapat uang sampai dengan
sepuluh ribuan, langsung saya ambil saja. Lumayan buat-tambahan, hitung-hitung
rezeki sampingan”. “Kalau mulai 20
ribu sampai 100 ribu gimana” sela temannya. “Kalau sudah segitu segera dikeringkan dan nanti diseterika dengan baik
dan kukembalikan ke siapa yang kira-kira memiliki pakaian itu”. “kenapa tidak
langsung di kembalikan ke nyonya rumah” Tanya temannya. Jawaban penemu
money laundering ini logis juga, tentang kenapa dia tidak mengembalikan kepada
nyonya rumah:
Yang
pertama nyonya rumah begitu teliti sekali, hampir dipastikan kalau daster,
pakaian apapun milik nyonya rumah tak akan ada uang tersisip dalam
pakaian-pakaian itu, sebab sebelum ditumpuk untuk dicuci, telah diperiksanya
dengan teliti.
Yang
kedua; kalau dikembalikan kepada nyonya
rumah, dianya ngak ada pengertian, begitu dikembalikan terimaksihpun
tidak, jangankan ada persenan untuk menghargai sepotong kejujuran itu.
Yang
ketiga; kalau di kembalikan kepada siapa kira-kira pemilik pakaian, sukanya ada
pengertian dan memberikan persen. Kan dianya pemilik langsung uang tersebut.
Selanjutnya
mengapa dalam jumlah kecil, sampai sepuluh ribuan tidak dikembalikan, rupanya
PRT ini berkesimpulan:
Kalau
jumlah dibawah 10 ribuan, pemiliknya sudah tak akan mengingatnya lagi dan tak
mungkin akan menanyakan.
Kalaupun
jumlah dibawah 10 ribuan dikembalikan, yakin tidak akan ada persenan, mending
kalau langsung diberikan oleh yang punya.
Kalau
jumlah 20 ribu ke atas jika dikembalikan ada harapan dapat persenan dan akan
mendapatkan penilaian kejujuran oleh anggota keluarga majikan.
Begitu
potret sebagian PRT kita yang tertangkap indra sambil antrian menunggu
panggilan konsultasi dokter dalam program BPJS yang lumayan memerlukan
kesabaran ekstra itu. Bila antri mulai pukul 8 pagi Insya Allah kalau bernasib
baik, shalat zuhur baru selesai, kadang sampai shalat ashar.
Tentu
saja potret PRT ini, yang namanya potret tentu tidak mewakili keseluruhan PRT.
Banyak PRT yang begitu jujur, begitu ikhlas dalam bekerja, shingga tidak heran
ada PRT yang semula ikut suatu keluarga dari mulai sekolah SD sampai punya anak
dan cucu. Oleh si majikan berbaik hati, anak dan cucunya sudah dianggap
keluarga dan disekolahkan sampai sarjana. Juga ada tetangga saya, PRT yang
sudah ikutan lama dengannya dibiaya naik haji plus-plus dan si anak pembantu
bukan saja disekolahkan sampai sarjana, selama sekolah setiap liburan dibawa
melancong keluar negeri.
No comments:
Post a Comment