Ndak
usah merenung terlalu dalam, mikir terlalu rumit, bahwa memang hidup ini tidak
terlepas dari “KOALISI”. Diri kita sendiri ini, muncul ke dunia berkat hasil koalisi,
sebab kita lahir tak mungkin hanya prestasi dari Ibu, harus juga ada karya dari
ayah, mereka berkoalisi jadilah kita ini.
Rumah
tempat tinggal kita juga hasil koalisi dari berbagai komponen. Mulai dari
pasir, batu kali, koral, besi beton, kayu, kaca, tanah liat, paku, dan semen
serta air. Itu baru jadi rumah. Untuk enak menghuninya, masuk lagi kabel dan
mebel, listrik untuk menyalakan lampu dan TV, ngidupkan kulkas dan AC. Itupun
belum lengkap harus berkoalisi lagi dengan gas dan api dan instalasi air.
Pokoknya setiap sendi kehidupan harus berkoalisi.
Makanan
dan minuman yang kita nikmati setiap haripun adalah koalisi dari beberapa
bahan, barulah terasa enak. Gula, air panas dan kopi berkoalisi; orang yang
minumnya disebut “ngopi”, walau kalau diurai prosentase bahan yang berkoalisi
mungkin banyakan air panas, entah kenapa si air panas tidak disebut lagi
setelah berkoalisi dengan “kopi”. Jadi kalau sudah “Niat Koalisi” harus “Ikhlas”,
walau nanti setelah koalisi ndak disebut lagi, seperti air panas tadi, termasuk
gula, dianya tak disebut-sebut lagi setelah jadi seduhan minuman kopi.
Negara
juga tata kelolanya harus diatur dengan koalisi, sebab dasar semula tersusunnya
suatu bangsa dari berbagai unsur. Kesepakatan pendapat dari diri masing-masing
rakyat untuk memililih dalam PEMILU 9 April 2014 untuk tidak memberikan mandat
penuh kepada suatu partai memimpin negeri ini dengan perolehan hasil hitung
cepat kurang dari syarat ditentukan undang-undang.
Agaknya
koalisi memang telah diatur oleh yang maha kuasa melalui jari rakyat Indonesia
dengan menusukkan paku di kertas suara. Sehingga satu partaipun tak memenuhi
undang-undang untuk mencalonkan presiden. Bagus memang, ibarat taman tidak
indah kalau tumbuh hanya sejenis bunga. DPR mendatang tentu lebih seru kalau
mutus sesuatu, tak cukup sampai dinihari mungkin sampai pagi. Semoga tidak sampai
adu jotos karena berbeda pendapat, seperti yang pernah nampak di TV dari negara
lain.
Koalisi
untuk negeri ini agar kemakmuran dapat di capai lebih cepat menurut hemat saya
adalah:
1. Biarkan
tiga pemenang memunculkan calon persiden masing-masing didampingi oleh wakil
presiden dari partai lainnya untuk memenuhi prosentase demi undang-undang.
2. Partai
diatas lima persen berkoalisi memunculkan seorang calon presiden dan seorang
wakil presiden
Dengan
konsep ini ada empat pasang calon presiden dan wakil presiden yang disuguhkan
ke rakyat untuk dipilih pada putaran pertama. Akan menjadi seru, ternyata dalam
putaran kedua masih muncul pasangan ke empat dan salah satu pemenang tiga
besar. Dapat saja terjadi calon keempat yang jadi presiden terpilih, tergantung
siapa mereka berdua. Belum tentu pasangan yang akselerasinya cepat sepertinya
mendapat tepuk tangan banyak ketika start akan sampai ke garis finish lebih
dahulu. Pemilih Indonesia ini agaknya unik, susah diprediksi, terbukti banyak
caleg gagal walau sudah banyak pendukung waktu kampanye. Selamat mencoba Bapak dan atau Ibu yang
dicalonkan jadi presiden dan wakil presiden. Berhasil atau tidak berhasil, lumayan
nama anda sudah pernah tercetak dalam sejarah bangsa.
Selanjutnya
untuk rakyat Indonesia, selamat menikmati “KOALISI”, sesuai kehendak sendiri
melalui anda punya jari.
No comments:
Post a Comment