Pemilu
barusan saja berlalu.
Hitung
cepat, hasilnya sudah juga didapat.
Ada
pemenang dan ada pula yang gamang.
Itu
konsekwensi setiap kompetisi.
Media banyak
mengabarkan diberbagai tempat, caleg yang gagal mulai bertingkah aneh-aneh. Ada
yang berusaha bunuh diri ada yang menarik sumbangan dari pemberian mereka
kepada para pemilih. Yang praktek serangan fajar 50 ribu, terbelalak melihat hasil ikhtiarnya bagaikan tumpukan abu.
Diantaranya
yang kukutip dari MERDEKA.COM. DARI INTERNET
"Kami
kaget, karena tiba-tiba didatangi timnya dan meminta kompor dikembalikan,"
kata salah seorang warga Batang Rappe, Zaenal menanggapi perlakuan tim calon
anggota legislatif (caleg) tidak terpilih di daerahnya, kemarin, seperti
dikutip Antara.
Menurut dia, tim pemenangan caleg itu membagi-bagikan kompor pada puluhan warga tiga hari sebelum pencoblosan dengan kesepakatan memilih caleg asal Partai …… itu.
Pada hari pemungutan suara, dia sudah mencoblos nama caleg tersebut sesuai kesepakatan. Namun ternyata istrinya juga diharuskan mencoblos nama caleg yang sama.
"Lah bagaimana, kita juga sudah terima pemberian dari caleg lain, jadi kami bagilah suara. Apalagi tidak ada perjanjian sebelumnya, harus lebih satu suara," ujarnya.
Zaenal mengaku, saat kompor gas tersebut ditarik, dia tengah melayani pelanggannya yang hendak minum kopi di warungnya. Dia bersama istri sedang masak pakai kompor pemberian caleg tersebut, tiba-tiba salah seorang tim caleg datang meminta agar mengembalikan kompor itu.
Karena merasa dipermalukan, Zaenal mengaku marah dan langsung membanting kompor tersebut di depan tim caleg tersebut.
"Saya jengkel karena dipermalukan. Makanya saya banting kompornya. Saya diancam dilapor ke polisi, tapi saya tidak takut," tegasnya.
Sementara itu, informasi yang berhasil dihimpun di lapangan diketahui, caleg bersangkutan membagikan sekitar 50-an kompor gas pada warga yang tersebar di 3 TPS berbeda, masing-masing di TPS 11, 13 dan 14. Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dengan pihak caleg bersangkutan, karena telepon selulernya tidak aktif.
Rangkuman
dari berbagai berita diseluruh tanah air itu, dapat kita simpulkan bahwa:
·
System
demokrasi di suatu komunitas yang sangat jomplang strata intelektualnya seperti
di negara ini, agaknya hasil produk demokrasi tidak dapat diharapkan
menghasilkan kualitas yang optimal. Sulit memang menyamaratakan setiap orang
satu suara, padahal yang empunya suara itu tidak dalam kearifan yang sama,
tidak dalam sudut pandang nilai yang sama, tidak dalam cara memandang yang sama. Pemilih begitu dalam perbedaan
status sosial mereka. Pemilih dan yang dipilih, sangat jauh perbedaan
kemakmuran mereka. Masih banyak pemilih yang memilih bukan karena memilih. Mereka memilih karena ikut-ikutan,
mereka memilih karena menerima sesuatu, mereka memilih karena mengharapkan
imbalan sesuatu untuk kebutuhan jangka
pendek. Mungkin juga mereka memilih karena tekanan/ intimidasi.
·
Jadi
pendidikan politik bukan saja kebutuhan masyarakat yang punya hak pilih, tetapi
yang tak kalah pentingnya bagi para celeg. Para caleg harus tau bahwa arti
berpolitik itu bukan untuk mendapatkan tempat kerja untuk mencari kekayaaan. Tapi
berpolitik adalah untuk menjadi warganegara yang dapat mengatur jalannya Negara
sehingga perjalanan bangsa dapat dikendalikan menuju sasaran sesuai dengan
keyakinan politik yang dianut. Untuk berada dalam organisasi politik;
berhentikan dengan modal duit, berhentikan dengan mahar materiil, tetapi masuk
ke politik dengan modal keahlian, modal idealis, modal gagasan. Bagi pemilih
harus mengerti siapa yang dipilihnya, yaitu orang yang seide dengan dirinya,
orang yang diyakini akan dapat menyampaikan ide dan gagasan mereka yang
semuanya bermuara untuk mensejahterakan kehidupan masyarakat dan meningkatkan
martabat bangsa.
·
Diantara
penentu tercapainya bangsa yang MELEK POLITIK, kedepan harus dikondisikan bahwa jadi anggota
perlemen itu bukan untuk cari lapangan pekerjaan, bukan untuk cari nafkah dan
juga bukan untuk mencari kekayaan. Melainkan adalah tempat untuk memberikan
bhakti kepada bangsa, untuk menjadi mengemban aspirasi rakyat. Untuk itu maka
hendaklah penghasilan menjadi anggota parlemen itu yang wajar-wajar saja, fasilitas
anggota parlemen juga yang normal-normal saja. Kewajaran penghasilan dan
fasilitas sehingga tidak terlalu membuat orang berebut tergiur menjadi anggota
parlemen. Kewenangan yang berbau duit atau dapat diduitkan hendaklah jangan
diberikan ke parlemen. Kembalikan dia
menjadi suatu organ negara yang membuat undang-undang dan mengawasi
pelaksanaan jalannya undang-undang. Batu sandungan yang membuat anggota
parlemen masa lalu, diantara ada yang terpaksa berwajah murung, terkurung di
jeruji besi adalah persoalan pat gulipat dalam anggaran. Pihak penghajat
anggaran tak segan keluar sekian persen agar anggaran cair. Kadang memang
dikondisikan kalau tidak keluar sekian persen anggaran tetap beku. Penghajat anggaran
dalam kondisi “daripada beku, biarlah di panasi dengan sekian persen”,
hitung-hitung sama sama menikmati. Kalau sudah begitu:
yang
satu jadi iblis yang lain jadi setan.
Duit
iblis dimakan rame-rame para setan.
Sedikit
diantaranya ketangkap, ketahuan.
Akhirnya
rame-rame masuk ke dalam rutan.
No comments:
Post a Comment