Sebagai
orang Indonesia dari provinsi manapun asalnya pasti hubungan kekeluargaan dan
famili sangat memegang peran, begitu
pula hubungan silaturahim antar sesama. Setiap kita punya teman akrab di setiap
kelompok di mana kita berada. Ada teman akrab selama di kampung berupa jiran
tetangga. Ada teman akrab selama masih sekolah di SR/SD, sekolah di SMP dan SMA
sampai ke perguruan tinggi. Hubungan keakraban itu kadang dapat bersambung
berkesinambungan sampai tua, tak jarang terikat lagi dalam hubungan pernikahan
dan lain sebagainya.
Hal
yang saya ungkap ditulisan ini, sering dialami banyak orang dalam kaitan
hubungan kekeluargaan, hubungan persahabatan tersebut. Sahabat atau keluarga
kadang kini terpisah oleh kota, bahkan oleh negara. Namanya sahabat namanya
kerabat, ada beberapa kemungkinan terjadi:
1.
Kadang ada satu pihak katakanlah “si A” merasa
persahabatan itu masih ada adanya, sehingga ingin ketemu kepada sahabatnya misalnya
“si B” sementara pihak “B” juga merasakan hal yang sama. Dalam ini pertemuan
sangat meriah. Apalagi sudah puluhan tahun tidak ketemu, sepertinya cerita lama
terputar kembali dan tak habis-habisnya. Biasanya berlanjut dengan tukar
menukar nomor HP dan terus sesekali berkomunikasi.
2. Dapat
juga terjadi antara si “A” dan si “B”, hanya si “A” yang masih merasa berteman,
masih merasa akrab. Pertemuan kalau juga berlangsung, keadaannya tidak meriah,
hambar, tandanya percakapan/obrolan berat sebelah, stater bahan omongan hanya
dari si “A”. Kalau pertemuan itu dirumah si “B”, tuan rumah sesekali melihat ke
pintu, sekali-sekali melirik jam. Duduk si tuan rumah gelisah dan sebenarnya
dapat dibaca dari bahasa tubuhnya, bahwa dianya tidak ikhlas menerima tamu,
teman lama itu. Kalau anda kebetulan jadi si “A” sebaiknya cepat-cepat pamit,
inilah disebut “tuan rumah yang tidak welcome” kata anak sekarang.
3. Pertemuan
ini kadang juga dapat berlangsung dibingkai dalam reuni di suatu tempat,
sekelompok kawan lama misalnya pernah satu sekolah, pernah setempat pekerjaan.
Dalam pertemuan sesekolahpun, kalau panitia tidak pandai-pandai meracik acara,
peserta akan mengelompok dalam strata, mengelompok dalam status sosial,
mengelompok dalam tingkat ekonomi mereka sekarang. Banyak kelompok yang saya
ikuti reuninya, pada reuni teman pernah setempat pekerjaan, kadang nampak sekat
antara yang dulu pernah jadi atasan dan jadi bawahan. Mereka akan mengelompok
dalam selevel. Sulit sekali berbaur, sebab masing-masing masih merasa seperti
di kantor dulu, mereka lupa bahwa sekarang status sudah sama-sama swasta. Tidak
mustahil setelah sama-sama swasta justru yang tadinya bawahan punya kelebihan
kesuksesan dari yang semula jadi atasan.
Persoalan
tuan rumah yang tidak “welcome” tersebut bukan saja pada kasus contoh kedua di
atas. Tapi giliran ini bukan teman lama, teman yang baru dikenal belakangan,
katakanlah baru beberapa tahun terakhir ini. Bila dianya bertamu ke rumah kita,
dianya sanggup ngobrol yang panjang. Ketika giliran kita berkunjung ke rumahnya
dari bahasa tubuhnya dianya ingin segera kita pulang.
Faktor
penyebabnya macam-macam, diantaranya tuan rumah tidak welcome ini, keadaan
rumahnya kurang nyaman, misalnya ruang tamunya kecil dari rumah ukurannya
kecil. Namun sebenarnya ini bukan alasan pokok, ada juga orang yang rumahnya
kecil, ruang tamu sekaligus jadi tempat tidur kalau malam, tapi si tuan rumah
walau menerima tamu dengan hanya menggelar tikar karena tidak punya kursi tamu,
namun yang bersangkutan menerima dengan sangat ramah, tamu yang berkunjung ke rumahnya.
Tuan rumah ini sangat welcome. Tidak ada yang disuguhkan si tuan rumah, hanya
segelas air bening, tapi dengan penuh kebersahajaan dan ikhlas.
Bagi
anda dengan keluarga besar, punya beberapa saudara ibu dan beberapa orang
saudara bapak, sehingga banyak om dan banyak tante dan banyak sepupu. Akan
dapat merasakan sendiri di rumah om yang mana nyaman kalau berkunjung, di rumah
tante yang mana enak untuk bersilaturahim. Di rumah saudara sepupu yang mana
kalau berkunjung dari lain kota enak rasanya buat menginap. Ukurannya bukan
dari luasnya rumah, luxnya rumah dan kamar-kamar. Ukurannya bukan pada enak dan
banyaknya makanan yang disuguhkan. Tapi ukurannya adalah dari perasaan, kadang
kita justru lebih nyaman berkunjung ke rumah suadara yang tidak seberapa kaya,
enak berkunjung dan nginap di rumah om dan tante tertentu walau tidak begitu
besar rumahnya atau kaya orangnya. Itulah masalah perasaan yang susah untuk
didefinisikan, tapi dapat dialami setiap orang.
Perilaku
yang tidak welcome itu, sebenarnya dapat dikoreksi dengan introspeksi diri,
mengubah perilaku. Walaupun kalau sudah terlanjur mendapat “cap” tidak welcome
sudah sulit, namun bukannya sesuatu yang tidak dapat diusahakan. Bagi
sahabat-sahabat, bagi om atau tante yang keluarganya tidak respek terhadap
anda, masih ada waktu mengubah diri.
Agamaku
mengajarkan kepada tuan rumah, banyak sekali panduan dan acuannya namun
kupetikkan salah satu hadits berikut.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَاْليَوْمِ اْلأخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barang siapa yang beriman pada
Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Adapun untuk pihak yang bertamu,
juga agamaku memberikan panduan adab bertamu antara lain:
1.
Pilih waktu yang tepat, jangan
sampai kehadiran anda merepotkan tuan rumah, mengganggu istirahat.
2.
Beritahukan rencana kedatangan anda
ingin bertamu, jangan mendadak, kecuali sangat mendesak. Tetapi minimal ketika
hendak masuk rumah harus mengucapkan salam. Kalau sudah tiga kali mengucapkan
salam tidak ada jawaban urungkan pertamuan.
3.
Hendaklah si tamu menyebutkan
keperluan bertamu.
4.
Bersegeralah pamit, jika urusan
sudah selesai.
5.
Kalau nginap ditempat keluarga atau
sahabat, usahakan tidak lebih dati tiga hari.
No comments:
Post a Comment