Belum
merasa berobat kalau belum di suntik oleh dokter yang didatangi ketika berobat.
Pengucapannya juga bukan “SUNTIK”, tapi “SONTEK”, dengan huruf “O”, begitulah
keadaan Masyarakat di daerah-daerah pedalaman sangat terpecil, setidaknya yang
kuliat di pedalaman Kalimantan Barat.
Bagiku
pengertian penduduk pedesaan seperti ini tidak aneh, sebab semasa kecilku sudah
mendengar istilah “sontek” ini dituturkan oleh orang-orang yang berobat ke rumah
sakit kala itu. Mereka begitu berobat harus disuntik, kalau tidak disuntik
menganggap rumah sakit atau diokter yang
dikunjunginya untuk berobat, belumlah melakukan pengobatan.
Ketika
Putra-Putra ku bertugas sebagai dokter PTT di daerah sangat terpencil tahun
2008-2009, kami kunjungi ditempat tugas mereka di pedalaman Kalimantan Barat,
kenyataan itu kudengar kembali. Misalnya, ada pasien datang kerumah dinas
mereka, mengetuk pintu, waktu ditanya, si
pengetuk pintu menjawab “mau minta sontek dokter”. Kebetulan putra kami yang
tua menjadi dokter PPT th 2008-2009 dibilangan kota sangat terpencil di daerah
pesisir, dan putra bungsu kami juga
kebagian tugas menjadi dokter PTT Th 2009-2010 di pedalaman Kalimantan Barat di
desa jauh dari pantai kedalam daratan Kalimantan Barat.
Ingatan
ini terunggah kembali dari memoriku karena, bebeberapa hari lalu ketika berobat
ke rumah sakit dengan fasilitas BPJS, seorang Ibu dihadapan dokter ngomong “tolong
saya disuntik dokter, kalau perlu bayar, saya mbawa uang”. Rupanya itu ibu sama juga
dengan pasien rawat jalan di pedalaman daerah ku. Si Ibu datang ke rumah sakit
diantar anak lelakinya, sepertinya anak ibu itu seorang karyawan. Si anak
mengatakan pada ibunya sebelum pamit pulang “Bunda nanti pulang naik Bajai aja
ya, aye ngantor dulu” rupanya sambil salaman ke bundanya dikepalkan amplop.
Setelah si anak pergi ku lirik isi amplop di cek ibu ini, agaknya ada lima
lembar uang merah.
Si
ibu, Sembilan tahun terakhir berprofessi sebagai pedagang nasi uduk pagi, tak
lama setelah suaminya meninggal dunia. Usaha ini ditekuni untuk menunjang
ekonomi keluarga membesarkan dua anak mereka. Anak mereka yang sulung lelaki,
mengantar beliau tadi ke rumah sakit, sedang yang kedua, putri masih duduk di
kelas dua SMK. Professi penyedia nasi uduk pagi ini, agaknya membuat tangan
kiri ibu ini bermasalah, tepatnya jari kiri tengahnya, hampir tidak dapat
digerakkan, “mungkin kelamaan melipat bungkus nasi uduk” duga si ibu perihal
kelainan jari tengah tangan kirinya itu.
Dokter
menanggapi usul si ibu “begini saja dulu Bu, ibu makan obat yang saya resepkan
ini, kalau belum sembuh nanti kembali lagi”. Walau agak ke cewa ibu itupun keluar dari kamar dokter
dengan membawa resep obat.
Agaknya
soal “Suntik” ini menjadi keinginan pasien, utamanya di daerah pedalaman sampai
saat ini, oleh karena itu kuliat banyak dokter di daerah, untuk melegakan hati
pasiennya yang sudah jauh-jauh datang berobat dengan menempuh jalan yang sulit
di daerah pedalaman, para dokter memberikan juga suntikan, misalnya vitamin.
Mareka sudah merasa terobati bila sudah di suntik.
Oooo
ya sekitar tahun tujuhpuluhan ketika ku
bertugas di Surabaya, seingatku bila ke dokter sakit flu saja dapat suntikan,
bahkan ada dokter langganan kantor kami, kalau datang berobat, dokter ini menyuntik
dengan dua jarum, satu di kiri dan satu kanan pipi pantat. Reaksinya memang ces
plang, sesudah itu batuk reda demampun berkurang, sehingga dapat masuk ke kantor
seperti biasa.
Begitu
para pembaca, sekedar info ringan kusajikan, semoga ada manfaatnya, ketimbang
membicarakan hal-hal yang berat, yang sekarang sedang bersleweran di dunia maya.
No comments:
Post a Comment