Era
internet memang terasa sangat membantu, informasi demikian cepat dapat sampai
keseluruh dunia, hanya dengan mengunjungi “dunia maya”. Alhamdulillah
angkatanku walau semuanya sudah berada diujung senja usia kepala enam rata-rata,
masih mengikuti teknologi dapat mengakses komunikasi canggih ini. Undangan temu kangen komunitas mantan bebede
cukup melalui internet, seluruh
Indonesia bahkan yang kebetulan di luar negeripun dapat segera mengetahuinya. Tidak
heran kalau temu kangen 1 Desember 2012 penghadirnya luar bisa.
Seminggu
sebelum acara diadakan rekan-rekanku dari Jawa dan Kalimantan menghubungi pakai SMS, janjian
kepengen mematut wajah nanti dipertemuan untuk mengukur sudah seberapa tuanya
masing-masing.
Pukul
10 pagi dalam pengumunan itu, acara akan dimulai. Tapi dasar saya sudah punya
acara rutin semenjak bersabat dengan “diabetes” harus jalan cepat setelah
matahari terbit selama satu jam setiap pagi, pukul 10 pas baru selesai. Kebiasaan
ini selama kulakukan beberapa tahun terakhir ini, kadar gula darah terkendali
dalam batas normal pengidap sakit gula type 2.
Eee rupanya kawan lama dari daerah yang pengen ketemu, SMS bahwa dianya
sudah berada di “GR Mandiri”. Kontan kutanya dimana “GR Mandiri”. Rupanya yang
dimaksud adalah bekas Kantor Pusat BBD. Dulu namanya “Bumi Daya Plaza”. Kini sudah diganti nama, agaknya meskipun kusudah
jadi warga negara Jakarta, “galin” (ketingalan informasi). Dalam hatiku berkata
“sampai hati benar orang sekarang, rupanya sudah kurang suka segitunya dengan
nama BBD, hanya sekedar namanyapun tidak mau lagi dipakai sebagai nama sebuah
bangunan”. Pakai diganti nama Graha Mandiri. Sebenarnya kalau masih pakai “Bumi
Daya Plaza” kan tetap keren juga nama itu. Apalagi kalau “gedung Bank Bumi Daya
Kantor Pusat”
Singkatnya,
cepat aku persiapkan diri dan meluncur ke lokasi yang tidak jauh dari kediaman
kami, kurang dari 15 menit sudah tiba. Saya adalah penghadir dengan nomor enam
ratus kurang empat. Setelah mengisi
daftar hadir langsung kubermaksud menuju ruang serba guna yang sudah cukup lama
kukenal. Beberapa tindak ku berjalan ketemu sederetan Bapak-bapak seniorku dulu,
berdiri berbaris bagaikan penyambut tamu dikondangan. Dengan ramah mereka
menyapaku dan kusalami satu persatu. mereka menyarankan berdiri-diri saja
diluar ini karena di dalam penuh sesak. Betul juga kulihat dilayar besar yang
ditayangkan di luar, suasana di dalam begitu penuh para mantan bebede, konon
bukan saja dari Jabodetabek dan sekitarnya tetapi juga dari daerah-daerah
banyak yang datang. Buktinya teman-temanku dari daerah, ada dari Yogya, Semarang,
Kediri.
Untuk
sementara kuikuti saran dari salah seorang seniorku itu. Tetapi hati ini ingin
ketemu teman-teman lain dan menggelitik ingin
tau bagaimana suasana ruangan serba guna dulu yang begitu besar dan luas sehingga
kalau Jumat berubah fungsi jadi masjid itu. Kumasuki ruangan itu, entah bagaimana
menurut pemandanganku itu ruangan sudah menciut, apa karena usia ku bertambah,
sehingga sesuatu yang dulunya besar sekarang jadi kecil, tapi yang jelas untuk
masuk ke ruang serba guna itu harus melalui tangga, dulu ndak ada tangga.
Di
ruangan aku tidak berhasil menemui teman yang janjian melalui SMS. Kontan ku
SMS bahwa aku sudah datang tapi memilih berdiri diluar, karena ruangan penuh
sesak. Ybs menjawab OK saya akan keluar dan kita ketemu nanti waktu makan.
Benar saja setelah teman ini keluar kami dapat bertemu dan sempat banyak
berhandai-handai, dikerubungi juga oleh kawan-kawan lainnya, yang seangkatan,
setara dan se level. Atau Bapak_Ibu yang berada di level lebih atas tapi cukup
ramah.
Masih
menyoal lay out gedung. Tiba saatnya waktu zuhur masuk, ingin ke ruang sholat
yang dulu begitu anggun, sayapun berusaha menuju ke tempat yang dulu biasa saya
datangi. Ternyata setelah disapa satpam dan saya kemukakan maksud saya, diberi
petunjuk sudah pindah dilantai bawah di ruang parkir. Wah nampaknya ini “atret”
pikirku dalam hati. Dulu suasana ritual begitu dibina digedung ini, sekarang
malah dikebawahkan. Benar juga setelah kusaksikan, ada perubahan mendasar
suasana musholanya, yang jelas diruang parkir. OK lah yang penting masih
disediakan, dari pada tidak sama sekali.
Susana
temu kangen dalam komunitas suatu instansi, beda jauh dengan temu kangen mantan
sekolah. Temu kangen mantan sekolah, betapapun masing-masing jadinya sekarang
beda strata, beda pangkat, beda kaya, beda status sosial, tadinya berangkat dan
berakhir pada keadaan yang sama. Misalnya mantan tamatan SMP tahun sekian,
mantan tamatan SMA tahun sekian. Mereka yang bertemu kangen adalah orang-orang
yang masuk dan tamat sekolah dengan keadaan yang sama. Nasib masing-masinglah
yang membuat mereka sekarang berbeda. Sementara untuk temu kangen suatu
komunitas seperti bebede tidak demikian, ada sebagian, sekali lagi sebagian
pribadi yang masih tetap mamasang dirinya sebagai orang yang lebih tinggi. Hal
ini saya saksikan ketika temu kangen kali ini dan temu kangen beberapa kali.
Makanya banyak juga teman-teman yang ogah hadir, pernah tukar cerita utamanya
sahabat di seputar ibukota.
Dengan
jarak mungkin hanya empat lima meter, seorang teman yang kulihat dan dulunya
kami saling mengenal dengan baik karena pernah berkantor selantai, dibagian
yang sama. Tentu saja diri ini memberikan salutasi dari jauh padanya dengan
penghormatan maksimal, kusatukan dua telapak tanganku dan kuangkat ke atas
muka. Reaksi dari yang bersangkutan melihat kepadaku tapi bukannya membalas
tetapi mata hitamnya dilihatkan ke arah lain, sementara wajahnya masih terlihat
menghadapku. Maksud ku tadinya kalau ia membalas, penghormatanku itu disela-sela
kerumunan banyak orang itu akan kuhampiri beliau untuk salaman dan berbasa basi
sejenak. Tapi dengan respond yang hambar itu, aku tidak berani jadinya,
kebetulan diapun sedang berdiri bersama kelompok para pembesar pada zamannya.
Kuberguman kepada seorang rekan disampingku acuh sekali beliau itu, teman
disampingku menjawab: “dia masih terus “bank merjeran” dan sempat mendapat
kedudukan tinggi”. Oooh begitu rupanya, sudahlah kalau begitu. Mungkin dia
takut kalau kita dekat-dekat dengannya bakal nyusahin. Sayapun maklum
kesombongan beliau punya alasan.
Kejadian
ini membuat kuingat kembali pada candaanku ketika masih aktif di bebede pada
yuniorku. Kukatakan: kalau aku pensiun nanti, suatu saat saya kunjung ke kantor
kalian, jangan dicuekin- yaa. Jangan dianggap saya datang untuk minta bantuan.
Mungkin saja aku datang akan mengajak kalian makan siang. Apa yang saya kemukakan ini juga disebabkan
ada beberapa diantara orang pensiunan ketika itu, demikian keadaannya sehingga ada
mantan kolega datang dengan membawa masalah dan minta bantuan. Lalu saya
katakan kepada yuniorku tolong do’akan setelah pensiun nanti agar saya tidak
termasuk kelompok yang kalian kurang senangi itu. Alhamdulillah sepertinya do’a
semuanya diijabah Allah. Masa pensiun saya belumlah benar-benar pensiun, masih
ada instansi/institusi yang mau pakai. Jadi kalau menerima kesombongan seperti
teman tadi tentu tidak terlalu amat terpukul. “Biaying” (pinjam istilah cucu
tetangga yang baru belajar ngomong) maksudnya “Biarin”. Sebab kita disombongi
juga tidak rugi, kitapun mudah-mudahan tidak berkepentingan amat dengannya. Cuma
kasihan, mereka lupa bahwa:
setinggi-tingginya jabatan pasti akan turun, sepanjang-panjangnya jalan mesti
berujung, sepanjang-panjang kisah pasti berakhir. Kekayaan, Jabatan semuanya
hanya sementara. Syukurnya orang seperti itu tidak banyak, yang terbanyak
adalah ramah tamah penuh canda dan tawa renyah. Gembira bahagia dan teringat
masa lalu penuh kenangan. Yang lebih muda merasa bertemu lagi dengan ayah ibu,
sementara yang tua merasa ketemu dengan
anak-anak mereka.
Kadang
manusia lupa bahwa “Kehidupan ini bagaikan marathon tidak berfinish”, baru usai
permainan dunia ini bila napas sudah lepas dari badan. Pesiun bukan akhir dari
perjalanan kehidupan. Tamat sekolah bukan akhir dari suatu kesuksesan. Banyak
kasus seorang yang ketika di kelas waktu sekolah dulu, tidak dikenal-kenal
amat, karena termasuk siswa rata-rata. Tetapi justru dalam perjalanan kehidupan
dia tumbuh menjadi orang sukses, menjadi pejabat tinggi, menjadi pengusaha
ternama dan lain sebagainya. Sebaliknya rekan yang selalu rangking di sekolah
nasibnya biasa-biasa saja. Itupun belum berakhir, salip menyalip dalam
kehidupan itu adalah biasa, makanya jika kita dalam marathon kehidupan
kebetulan berada di depan tak perlu menyombongi yang dibelakang, sebab kelak
mungkin yang di belakang nanti berposisi di depan. Begitu juga halnya berkarier
di instansi. Boleh jadi tadinya semasa bekerja awak berada sebagai atasan. tapi
setelah pensiun rekan yang tadinya di bawah meraih sukses di masyarakat. Nasib
menentukan lain sebelum diri ini mencapai gelar almarhum atau almarhumah,
segalanya masih mungkin terjadi. Sekali lagi tak usah sombong kalau masih berada
di atas. setelah pensiun sama saja semuanya sudah kembali ke orang sipil.
Bahkan ada seorang pensiunan bebede sukses dibidang lain dan dihormati
dimana-mana, “Prof” orang memanggilnya. Disuatu peresmian sebuah perguruan
tinggi dimana hadir beberapa orang
menteri, saya kebetulan ikut terundang. Sang Profesor ketika acara resmi belum
dimulai dikeliling koleganya sesama Professor, waktu saya salami si Prof memperkenalkan
saya kepada koleganya “ini guru saya”, tentu dia bercanda dia belum pernah jadi
murid saya. Saya hampiri beliau karena dari jauh beliau sudah menyapa dengan
isyarat angkat tangan.
Banyak
kasus teman kita sesudah pensiun sukses jadi pengusaha, sukses bekerja dibidang
lain dan pokoknya tidak dapat diremehkan. Agar tidak memandang enteng orang
lain sekali lagi ingatlah bahwa “Kehidupan ini bagaikan marathon tiada
berfinish”.
Bila
temu kangen ini dilangsungkan lagi, jika dimaksudkan untuk dihadiri oleh banyak
orang termasuk dari daerah-daerah, sepertinya harus di ruangan yang lebih luas.
Soal bertemunya sesama rekan yang pernah
seangkatan, sekantor cabang, sebagian di unit kerja yang lebih kecil, agaknya
dalam tata ruang sudah diplot semacam tempat duduk kelompok-kelompok tersebut. Sudah
itu masing masing kelompok berbaur dengan kelompok lainnya ketika acara
sambutan-sambutan selesai.
Bagaimanapun
patut diacungkan jempol buat panitia pelaksana temu kangen ini, telah sukses
menghimpun begitu banyak mantan bebede. Terus terang sangat bahagia ketemu
kawan lama yang punya kisah-kisah menarik yang dikenang bersama, terungkap
kembali disitu, rasanya usia ini masih berasa belum lama dijalani.
Kenangan-kenangan lama itu rasanya belum lama berlalu.
Terima
kasih panitia, masihkah kita dapat ketemu lagi ditahun mendatang hanya Allah
yang mengetahui.
Salam
hormatku untuk rekan sesama mantan bebede di daerah yang tak dapat hadir dan
menanyakan tentang temu kangen tersebut. begitu yang dapat saya wartakan.
No comments:
Post a Comment