Ada-ada
saja temanku di komunitas FB “Kotak Humor”, katanya “Guratan Tangan” atau ada
yang menyebut “Retak Tangan”, semula setiap orang adalah polos, lantaran
demikian hebatnya perjuangan ketika
proses kelahiran hingga terbentuklah garis-garis di tangan dan kaki seorang
bayi.
Kuingat
orang-orang tua dulu sering mengungkapkan bila seseorang suskes dalam hidup
atau sebaliknya kurang beruntung dalam hidup, sering keluar kata-kata pasrah
“mau dikata apa sudah suratan tangan”. Maksudnya bahwa nasib seseorang sudah ditentukan
sejak semula yang tergambar di “Retak Tangan” bahkan puisi yang masih kuingat tentang
pasrah sesorang yang kurang beruntung:
Bukan
salah bunda mengandung
Buruk
suratan tangan sendiri
Sudah
nasib sudah untung
Hidup
malang hari kehari
Rekanku
komunitas FB “Kotak Humor” menceritakan bahwa ketika proses kelahiran seorang
bayi mengalami shok berat. Selama kurang lebih lima bulan setelah janin
menerima roh (roh mulai ada pada bayi usia kandungan 4 bulan), kehidupan calon
bayi aman tenteram. Ia makan bersama ibunya, terlindung dari sengatan panas dan
serangan dingin, pokoknya semuanya sudah terjamin. Tiba tiba proses kelahiran
tiba, dia mengalami shok berat, berusaha meronta sebisanya, berusaha untuk memegang
apa saja di sekitarnya, berusaha menendang apa saja yang mungkin ditendang.
Menjelang keluar ia memegang kiri kanan atau atas bawah “jendela” keluarnya,
disaat itulah tangan yang masih lunak itu tergurat membekas sampai tua, sesaat
kemudian diapun menangis sekuat kuatnya dan juga kaki menendang “jendela” yang
baru saja dilaluinya, mungkin maksudnya agar cepat berlalu, daan ……. tergores
pula telapak kaki yang masih lembut itu. Bekas goresan itulah abadi di telapak
tangan dan telapak kaki sampai akhir hayat, disebut orang dengan “Guratan
Tangan” atau “Retak Tangan” atau “Suratan Tangan”.
Oleh
“orang pintar” dikaitkanlah nasib keberuntungan orang dengan “Retak Tangan”
itu, bahkan ada profesi yang berkembang yang mampu menafsirkan “Retak Tangan”.
Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui nasib keberuntungan seseorang
dimasa mendatang, sedang apa yang terjadi esok hari saja tidak seorangpun yang
dapat mengetahui dengan pasti. Rifer kepada berita agama, bahwa memang anak
manusia sudah ditentukan nasibnya oleh sang pencipta sejak kedalam raganya
dimasukkan roh dalam kandungan ibunya. Sebagai salah satu kebesaran Allah
s.w.t. sebagai pencipta bahwa setiap orang diciptakan berbeda “sidik jarinya”,
padahal manusia kunjung kedunia ini yang hidup saja belakangan ini sudah tujuh
milyar lebih.
Sejak
terlahir kedunia ini rupanya manusia sudah secara insting; jika dalam keadaan
terdesak, jika dalam kondisi tertekan, jika disituasi kejiwaan yang shok.
manusia akan memegang apa saja didekatnya. Contoh lain apabila seorang
mengalami musibah pelayaran, misalnya kapal ditumpanginya tenggelam, sepanjang
masih ada tenaga akan segera mencari apa saja disekitarnya yang dapat dipegang,
walau mungkin hanya dapat memegang kaleng biscuit, atau sepotong kayu, seutas
tali pokoknya apapun, untuk upaya
mengatasi kemelut tersebut.
Terkait
dengan para koruptor kita, para pembaca jangan khawatir si koruptor yang
tadinya sebelum jadi tersangka; kemana-kemini, kesana-kesini dalam setiap
wawancara di surat kabar maupun di TV menegaskan tidak ada sangkut pautnya
dengan itu proyek. Pokoknya dianya tidak terlibat korupsi, bersih. Percayalah
giliran jadi tersangka dalam keadaan shok dalam keadaan lain dari keadaan
semula, ia akan memegang apa saja yang ada didekatnya. Ketika masih menikmati
hasil korupsi, masing-masing dengan tenang saling melindungi. Tetapi setelah
keluar dari keadaan yang menyenangkan itu, keluar dari kemewahan itu, maka ia
akan memegang apa saja, menendang apa saja, yang ada disekitar “jendela” keluar
dari kenyamanan menikmati hasil korupsi itu. Kalau bayi setelah melewati dengan
selamat “jendela” keluarnya ia akan menangis sekencang-kencangnya, memegang apa
saja dan menendang apa saja disekitarnya sehingga konon membuat tergores
telapak tangan dan kakinya hingga tercipta “Retak Tangan”. Maka koruptor bila
dia dipaksa keluar dari “jendela” ruangan kenikmatan, kemegahan, timbunan
kekayaannya itu, dia akan “menyanyi semerdu-merdunya”, sehingga akibat pegangan
dan tendangannya itu maka akan terciptalah alur aliran dana korupsi itu. Akan
tergambar nanti dari mana sumber aliran dana korupsi, kemana muaranya, dari sumber ke muara, kemana saja aliran itu sempat singgah.
Selanjutnya akan diketahui siapa yang menciptakan aliran itu serta sudah
ditampung dimana saja hasil aliran itu. Namun itu semua memerlukan kegigihan
pihak pemeriksa aliran itu. Segalanya akan menjadi gelap gulita bila pemeriksa
aliran ikut minta dialiri, atau takut melihat kalau dihulu sana ada “gendruwo”
yang bisa mencelakakannya. sebaliknya akan terang benderang bila para pihak
yang memeriksa tidak sama sekali ingin kecipratan dan tak takut dengan “gendruwo”
jenis apapun.
No comments:
Post a Comment