Thursday, 11 December 2025
NONGKENG
Dihimpun: M. Syarif Arbi
No: 1.378.03.12-2025
Saya perkenalkan satu kosa kata yang cukup popular di Kawasan Pontianak Kal-Bar, yaitu kata “Nongkeng”. Bila kita terbang naik pesawat terbang sekitar 45 menit ke selatan, tiba di kota Ketapang, …..kata “Nongkeng” dikenal dengan “Nungking”, perubahan huruf “O” menjadi “U”, “E” diganti “I”
Nungking atau Nongkeng itu sendiri berasal dari kata “Tungking” yaitu tulang ekor. Entah dari mana dibuat kesimpulan ini, bahwa seseorang yang mudah tersinggung disebabkan “Tungking” nya pendek. Lalu diistilahkanlah bahwa orang yang tersinggungan dijuluki “Pendek Tungking”. Disederhanakan “Nongking” atau “Nungking” tadi.
Orang yang disematkan kata “Nongkeng” bukan hanya sekedar tersinggung tapi diikuti ngambek; bahasa setempat dikenal dengan “ngambol”. Ngambol sendiri pengertiannya lebih dalam dari ngambek, karena akibatnya dianya tidak perduli apakah tindakan “ngambol” nya itu merugikan dirinya sendiri.
Dalam pergaulan ketika masih anak2 sepermainan, sudah nampak sifat “Nongkeng” seseorang anak, di ikuti “Ngambol” ini diantara sesama teman. Teman2nya manandai bahwa si anu penongkeng. Ketika mereka sekelompok teman bermain, menemukan misalnya sejumlah buah2an di dalam hutan, atas usaha bersama. Bila salah seorang ada yang pe “Nongkeng”, jika dianya tersinggung atau menurutnya pembagian tak adil, se pe Nongkeng, tidak mau menerima bagiannya “Ngambol”, nyerahkan jatahnya untuk kelompok, kadang lebih ekstrim bagian untuk dia dibuangkannya secara demontratif dihadapan teman2nya.
Umumnya kalau pe “nongking” semasa anak2 terbawa sampai dewasa dan tua. “Masa kecil terbiasa, dewasa terbawa-bawa, sudah tua berubah tidak”. Di masa sudah berumah tangga misal adanya pertikaian suami istri sampai ke perceraian. Si lelaki pe “Nongking” rela turun dari rumah sehelai sepinggang (istilah tidak membawa harta berharga apapun). Sesuai aturan “gono-gini”, semestinya dianya berhak memiliki sebagian rumah, sebagian kendaraan dan sebagian harta bergerak maupun tak gerak, tapi dengan sifat “Nongkeng” diikuti “Ngambol”, dibiarkannya semua harta dikuasai mantan istrinya yang sudah diceraikannya itu.
Ketika bekas istrinya bersuami baru menempati rumah yang dia bangun dengan susah payah itu, buat si pe “nonking” yang “ngambol” hanya tinggal sakit hati sendiri, apaboleh buat asset itu sudah terlanjur diserahkan walau dengan tak ikhlas di kondisi “ngambol”.
Ngambek (tersinggung, kecewa, atau marah) dalam Islam adalah sah-sah saja, karena itu adalah manusiawi. Namun, cara merespons perasaan itu yang diatur dalam ajaran Islam. Rasulullah ﷺ pun pernah marah mungkin kerena tersinggung, tetapi marah, tersinggung beliau selalu karena alasan yang benar, bukan karena ego. Islam tidak melarang emosi—yang dilarang adalah melampiaskannya dengan cara yang buruk
Ngambek tidak boleh sampai menzalimi orang lain dan juga menzalimi diri sendiri, memutus silaturahmi, menyakiti perasaan orang lain.
Yang penting adalah cara menyelesaikan konflik, jangan mengedepankan ketersinggungan lalu “Nongking” diikuti “Ngambol”, karena dalam banyak hal Nongking dan Ngambol menzalimi diri sendiri. Oleh karena itu maka dalam hal terdapat permasalahan yang membuat diri tersinggung, berdialoglah dengan baik, katakan “saya tidak terima ……… sebab ………”. Jika pihak yang membuat tersinggung minta maaf, maafkanlah dengan tulus. Kendalikan emosi agar tetap dapat memeliha hubungan baik.
Mengendalikan Emosi ketika tersinggung, menahan Amarah, adalah salah satu tanda kekuatan iman. Surat Ali ‘Imran Ayat 134:
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Pesan Rasulullah tentang menahan marah, dapat dijumpai dalam hadits yang tercatat dalam Kitab Al Mu’jamul Ausath Nomor 2374. Rasulullah ﷺ menyampaikan petuah luhur ini dengan kata-kata yang mendalam,
لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ
“Jangan kamu marah, maka bagimu Surga (akan masuk Surga).” (HR Ath-Thabrani).
Oleh karenanya Rasulullah ﷺ menasihati seseorang dengan berulang-ulang supaya tidak marah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi Muhammad ﷺ, “Berilah wasiat kepadaku.” Nabi menjawab,“Janganlah engkau marah.” Laki-laki tadi mengulangi perkataannya berulang kali, beliau (tetap) bersabda, “Janganlah engkau marah.” (HR Bukhari no. 6116)
Boleh marah (secara syar'i): Jika agama Allah dihina, bukan karena urusan dunia atau pribadi, seperti hadist diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا خُيِّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَأْثَمْ فَإِذَا كَانَ الْإِثْمُ كَانَ أَبْعَدَهُمَا مِنْهُ وَاللَّهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَطُّ حَتَّى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمُ لِلَّه
Diriwayatkan dari Aisyah,
Beliau berkata, “Nabi ﷺ. memilih perkara yang ringan jika ada dua pilihan selama tidak mengandung dosa. Jika mengandung dosa, maka Rasul akan menjauhinya. Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena urusan (kepentingan) pribadi, tapi jika ajaran-ajaran Allah dilanggar maka beliau menjadi marah karena Allah (lillahi ta’ala).”
Ya Allah hindarkanlah kami semua dari berbuat sesuatu yang merugikan diri kami sendiri maupun orang lain, kendatipun ketika kami tersinggung, ketika kami marah dan ketika kami kecewa.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 21 Jumadil Akhir 1447H.
11 Desember 2025
Friday, 5 December 2025
Perihal PIL & WIL
Disusun: M. Syarif Arbi
No: 1.377.02.12-2025
Sakit-Hati adalah “perasaan terluka secara emosional”, dalam hubungan dengan orang lain, dimana ada 4 (empat) sebab sakit hati:
1. Dikhianati teman akrab, sudah diketengahkan di artikel HATI Terluka; DIKHIANATI. No: 1.376.01.12-2025 tgl 3 Desember 2025.
2. Suami atau istri yang dikhianati salah satu dari mereka dengan adanya “Pil” atau “Wil”, ekstrimnya sampai berselingkuh.
3. Mendapat perlakuan tidak adil, walaupun sudah melalui pengadilan.
4. Menerima perkataan yang menyakitkan hati, dari orang lain ditujukan kepada diri.
Di artikel nomor ini, untuk membatasi ruang tulis, dibatasi hanya menulis soal “PIL & WIL”, yaitu penyebab yang ke dua. Sedangkan 2 (dua) penyebab luka dihati yang ke 3 dan ke 4, إِنْ شَاءَ اللَّه. akan susun dikesempatan mendatang.
Masalah PIL atau WIL ini, membuat sakit hati yang sangat mendalam, tak jarang berujung sampai nyawa jadi melayang, hilangnya jabatan dan pekerjaan. Apalagi dalam hal suami memergoki istrinya tengah bersama PIL nya, harga diri seorang pria membuat kadang gelap mata…….. (banyak disaksikan/didengar di media). Demikian juga bila sang istri mendengar, apalagi melihat langsung suaminya bermesraan berasama WIL nya.
Di kehidupan kita di dunia ini banyak hal yang akan terjadi, ada tanda2 yang mendahuluinya beberapa waktu sebelumnya, boleh jadi tanda itu nyata boleh jadi semacam firasat. Contoh keseharian tanda atau firasat tersebut: Bila diri akan sakit, mungkin didahului meriang. Bila diri akan pipis atau buang air besar, didahului perasaan dikenal dengan “kebelet”. Andaikan tidak dihalui firasat tersebut, bisa2 merojol di celana. Andaikan tidak didahului firasat, ada orang yang ngompol sedang duduk di ruang tunggu ke dokter misalnya, itu berarti firasatnya sudah tumpul.
Tanda-tanda atau semacam firasat yang cukup umum ketika pasangan mungkin sedang memiliki pilihan lain. Dengan cacatan masih perlu pedalaman karena tidak semua tanda ini pasti berarti selingkuh, tidak berarti mutlak benar. Tapi bisa menjadi sinyal bahwa ada sesuatu yang berubah dalam hubungan:
1. Jadi lebih cuek atau menjauh secara emosional, tidak lagi terbuka bercerita. Percakapan yang biasanya meriah, penuh canda, jadi pendek dan terkesan malas.
2. Sering mudah tersinggung; Hal kecil jadi masalah, atau pihak yang punya PIL atau WIL itu mencari alasan untuk berkonflik.
3. Tidak lagi peduli seperti dulu; berubah dari perhatian → acuh.
4. HP jadi sangat dijaga; Tiba-tiba sandi diganti. HP dibawa ke mana-mana, termasuk ke kamar mandi. Panik ketika pasangannya mendekati layar HP.
5. Aktif online tapi tidak membalas chatting dari pasangannya. Sering terlihat aktif, tapi chat pasangannya dibalas lama dan singkat.
6. Sering memberi alasan untuk sibuk. Lembur mendadak, “ada urusan,” “ketemu teman,” padahal sebelumnya tidak pernah begitu.
7. Sering menghilang tanpa penjelasan jelas. Tidak bisa dihubungi beberapa jam tanpa alasan yang masuk akal.,
8. Kedekatan fisik berkurang. Jarang minta quality time, sentuhan, atau keintiman.
9. Tiba-tiba bertingkah tak biasa. Terlalu manis tanpa sebab. Memberi hadiah atau perhatian mendadak (karena rasa bersalah).
10. Pasangan tidak lagi dilibatkan dalam rencana masa depan. Pembicaraan tentang masa depan mulai hilang atau dihindari.
11. Menyembunyikan pasangan dari lingkungan sosialnya. Tidak lagi mengajak pasangan bertemu teman-temannya, semisal reuni, kondangan. Tidak mau pasangannya melihat aktivitasnya.
Sebelas nomor di atas, antara lain merupakan tanda2 lahir, yang disajikan di artikel ini. Selain itu tidak boleh juga diabaikan tanda2 dalam bentuk firasat secara nyata kejadian2 tak biasa; misalnya sesuatu tak ada sebabnya yang jelas, tiba2 pecah berantakan. Juga kadang pasangan mendapat firasat melalui mimpi; misalnya konon bermimpi sesuatu “barang milik sangat pribadi dipakai orang”. Firasat kejadian tak biasa atau firasat melalui mimpi tidak mudah untuk diterjemahkan, kadang baru dapat dipahami setelah kejadian. Agar tidak menjadi fitnah, agar tidak menuduh yang tidak berdasar telah terjadinya PIL atau WIL melalui firasat2 tersebut hendaklah dicocokkan dengan tanda2 lahir. Tetaplah dalam jalur hati2 mencari fakta, jangan sampai menimbulkan fitnah, dosa fitnah mengenai hal selingkuh ini sangat besar seperti diancamkankan Allah dalam Al-Qur'an. Menuduh wanita baik-baik berzina tanpa 4 saksi adalah dosa besar yang disebut qadzaf, (lihat surat An-Nur ayat 4)
وَٱلَّذِينَ يَرْمُونَ ٱلْمُحْصَنَٰتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا۟ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجْلِدُوهُمْ ثَمَٰنِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا۟ لَهُمْ شَهَٰدَةً أَبَدًا ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَٰسِقُونَ
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”.
Surat Al Isra ayat 32; Ayat ini melarang segala sesuatu yang dapat mengarah pada perzinaan, seperti pergaulan bebas, karena zina dapat merusak keturunan, menimbulkan kegoncangan sosial, menghancurkan rumah tangga, dan menimbulkan penyakit:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا ٣٢
“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan terburuk”.
Surat Al-Anfal ayat 27; adalah peringatan bagi orang beriman agar tidak mengkhianati Allah, tidak mengkhianati Rasul-Nya (Muhammad ﷺ ), memelihara amanah yang dipercayakan. Pentingnya kejujuran dan amanah dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَخُونُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ وَتَخُونُوٓا۟ أَمَٰنَٰتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.
Baik pelakor maupun pebinor, tindakan merebut pasangan orang lain yang sah atau perselingkuhan, dilarang keras dalam pandangan Islam, baik dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Rasulullah ﷺ pernah memperingatkan umatnya agar tidak merusak hubungan orang lain dengan cara ‘takhbib’.
عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِها أو عَبْدًا عَلَى سَيِّدِه
“Dari Abu Hurairah ra, ia berkata Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Bukan bagian dari kami, orang yang menipu seorang perempuan atas suaminya atau seorang budak atas tuannya’.” (HR Abu Dawud).
Jelas lah bahwa; Al-Qur'an dan Hadits melarang keras “bermain” PIL atau WIL karena termasuk zina dan pengkhianatan, dengan dalil utama seperti telah sebagaian dipetik di atas.
Harapan kita setiap rumah tangga dapat membentuk keluarga bahagia tanpa kehadiran PIL atau WIL:
• Sakinah (سَكِينَةً): Ketenangan, kedamaian, rasa aman.
• Mawaddah (مَوَدَّةً): Cinta kasih yang tulus, saling memberi.
• Warahmah (وَرَحْمَةً): Kasih sayang yang mendalam, menerima kekurangan.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 15 Jumadil Akhir 1447H.
6 Desember 2025
Wednesday, 3 December 2025
HATI Terluka; DIKHIANATI.
Disusun: M. Syarif Arbi
No: 1.376.01.12-2025
Hati yang terluka adalah “perasaan terluka secara emosional”, dalam hubungan dengan orang lain, misalnya:
1. Dikhianati teman akrab.
2. Suami atau istri yang dikhianati salah satu dari mereka dengan adanya “Pil” atau “Wil”, ekstrimnya sampai berselingkuh.
3. Mendapat perlakuan tidak adil, walaupun sudah melalui pengadilan.,
4. Menerima perkataan yang menyakitkan hati, dari orang lain ditujukan kepada diri.
Empat penyebab disebutkan diatas umumnya membuat orang “sakit hati”, dengan batasan pengertian sakit hati adalah “terluka secara emosional”, terluka bukan secara phisik tetapi terluka perasaan. Penderitaan luka perasaan jauh lebih membekas dari pada luka secara lahir di tubuh atau di kulit.
Luka badan mudah dibebat.
Luka dihati susah diobat.
Di ruang baca terbatas ini, ditampilkan satu diantara empat penyebab tsb yaitu: “Hati Terluka Dikhinati Teman Akrab”.
Setiap orang dalam hidup ini memiliki teman akrab, teman sepermainan ketika masih dikampung halaman, teman sekolah dll. Tak semua teman setia seumur hidup, ada juga yang berkhianat, baik secara halus maupun akhirnya diketahui, atau secara terbuka teman akrab tsb berkhianat. Bentuk pengkhianatan umumnya:
1. Membocorkan sesuatu yang kita ceritakan secara pribadi — curhat, rencana, atau masalah keluarga — kepada orang lain. Adalah lumrah untuk meringankan beban perasaan, seseorang curhat kepada orang lain yang dianggapnya dapat menyimpan rahasia pribadinya.
2. Bersikap baik di depan, tetapi menjelek-jelekkan diri kita di belakang untuk keuntungan pribadi atau untuk terlihat lebih baik.
3. Diam saja atau malah ikut membicarakan diri kita ketika orang lain menyerang karakter atau nama baik diri kita.
4. Menghubungi atau berteman hanya ketika membutuhkan sesuatu: uang, pekerjaan, bantuan, atau fasilitas.
5. Berbohong tentang hal-hal penting atau membuat kita percaya pada sesuatu yang tidak benar, malah tega menipu.
6. Menghilang atau tidak peduli ketika diri kita sedang dalam masalah.
7. Tidak menepati perjanjian penting yang sudah disepakati bersama.
Jika teman akrab berkhianat, melakukan salah satu saja dari hal2 tersebut diatas, membuat “sakit hati” yang sangat dalam. Jika kita mengadu kepada Allah, ketahuilah bahwa Allah juga tidak menyukai orang2 yang selalu berkhianat:
وَلَا تُجَا دِلْ عَنِ الَّذِيْنَ يَخْتَا نُوْنَ اَنْفُسَهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَا نَ خَوَّا نًا اَثِيْمًا
“Dan janganlah kamu berdebat untuk (membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat dan bergelimang dosa,” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 107)
Saking tidak baik dan dibenci Allah masalah berkhianat, maka kepada teman akrab yang berkhianat kepada kita saja, Allah larang kita berdebat, Nabi Muhammad ﷺ melarang kita untuk membalas orang yang telah mengkhinati kita, sebab membalas pengkhianatan juga sama halnya dengan berkhianat, sbgmn hadits:
أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ ، وَلا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
“Tunaikanlah amanat pada yang memberikan amanat kepadamu. Janganlah berlaku khianat pada orang yang mengkhianatimu.” (HR. Tirmidzi, no. 1264; Abu Daud, no. 3535. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Adapun Syaikh Al-Albani menyatakan sahih hadits ini).
Kita dilarang membalas khianat kepada teman akrab yang mengkhianati kita, lantas bagaimana mengobati sakit hati dikhinati teman akrab, karena pengkhianatan dari orang yang dekat biasanya meninggalkan luka paling dalam. Berikut beberapa langkah yang mudah2an dapat membantu mengobati “sakit hati” secara perlahan, tanpa harus memaksakan diri:
PETAMA; Endapkan dalam hati hal2 yang dikhianati, biarkan perasaan sakit hati itu muncul, misalnya diwujudkan dengan ekspresi, mengepalkan tinju, menggregetkan gigi, memukul meja, asal jangan diluapkan didepan orang lain.
KEDUA; Curhatkan kepada orang lain, pilih orang yang benar2 diyakini tidak berkhianat agar kejadian tak terulang, misalnya ortu, saudara kandung, untuk menceritakan pengkhiatan tersebut. Karena dengan menceritakan saja, walau orang tempat curhat itu tidak memberikan solusi, namun hal terebut sudah memindahkan sebagian perasaan sakit hati tersebut. Tapi jangan salah pilih orang, nanti awak sudahlah dikhianati malah ditertawakan, atau dimarahi. Sangat baik jika orang tempat curhat dapat memberikan perspektif yang lebih jernih dan membantu kita melihat keadaan dari sudut pandang lain.
KETIGA; Kalau hati masih terlalu panas, jangan memaksakan untuk langsung menyelesaikan masalah, misalnya dengan melabrak orang sumber masalah. Tenangkan diri agar sanggup berpikir lebih rasional. Tuntunan agama ialah dengan lebih banyak berdzikir, mengingat Allah, dengan demikian hati menjadi tentram. Surat Ar-Ra’d Ayat 28,
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”
KEEMPAT; Evaluasi hubungan dengan orang yang mengkhianati kita. Apa pola ini pernah terjadi sebelumnya?. Apakah yang bersangkutan berkhianat karena tertekan/terpaksa?. Apakah hubungan ini sehat buat kita?. Layakkah ia diberi kesempatan lagi?. Jawaban atas pertanyaan2 tsb. penting untuk menentukan langkah berikutnya.
KELIMA; Memaafkan orang yang mengkhianati kita, tetapi bukan karena terpaksa, tidak pula berarti menganggap itu seperti belum pernah terjadi lantas dilupakan, namun tetap jadi catatan pengalaman hidup agar tidak terulang. Upaya ini melepaskan beban jiwa bagi yang pernah dikhianati.
Hati2lah memilih teman akrab, agar tidak dikhianati. Mudah2an teman2 kita setia sampai akhir hayat.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 12 Jumadil Akhir 1447H.
3 Desember 2025
Thursday, 27 November 2025
AKHLAQ
Disusun: M. Syarif Arbi
No: 1.374.06.11-2025
Salah satu dari 7 indicator keberhasilan seseorang bertaubat, adalah membaiknya akhlaq. 2 (dua) indacator lainnya sudah dibahas di tulisanku yang lalu yaitu “sanggup memenuhi 3 syarat taubat”, “membaiknya hubungan dengan Allah”. Sedangkan 4 indicator lagi yaitu “menghindari pergaulan buruk, “ tidak menzalimi sesama manusia”, “Rendah hati tak meremehkan orang lain” dan “Istiqamah dalam kebaikan”; إِنْ شَاءَ اللَّه diharapkan akan muncul ditulis dikesempatan-kesempatan mendatang. Pada kesempatan ini diketengahkan mengenai Akhlaq.
Akhlaq (أخلاق) secara bahasa berasal dari kata khuluq yang berarti sifat, perangai, atau budi pekerti. Dalam istilah agama, akhlaq adalah: Sikap dan perilaku seseorang yang terbentuk dalam jiwa, sehingga muncul secara spontan tanpa perlu dipaksa, sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama. Ada pula yang menyepadankan makna akhlaq dengan karakter seseorang yang tercermin dalam tindakan sehari-hari, baik kepada Allah, sesama manusia, maupun lingkungan, juga terhadap alam dimana terdapat makhluk2 Allah.
Nabi Muhammad ﷺ diutus Allah utmanya untuk menyempurnakan akhlaq manusia. Di dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-Baihaqi).
Tanda-tanda akhlak baik yang ideal:
1. Sopan dan lemah lembut dalam bertutur kata; Kadang kita telah berusaha sopan dalam bertutur namun timbul juga secara tak sengaja meluncur kata2 yang menyinggung orang.
2. Jujur dalam setiap keadaan; kejujuranpun demikian, kita selalu diuji dan tak jarang tergelincir.
3. Ramah dan murah senyum; Ketika pikiran sedang kusut, terbawa ke sikap yang tak ramah dan cemberut.
4. Peduli dan suka menolong; Ada orang yang memerlukan pertolongan, kita tak jarang jadi ragu, khawatir yang bersangkutan hanya berpura-pura atau hendak menipu.
5. Redah hati (tawadhu’); Sebagai manusia selalu tak mau jika dipandang rendah oleh orang lain, timbul perasaan ingin menonjolkan diri bahwa awakpun bukan orang sembarangan.
6. Sabar, emosi terkendali. Sering orang bilang bahwa sabar ada batasnya, padahal batasnya sendiri itu bagaimana, setiap individu tidak sama, lantas kalau batas telah terlampui menurut individu yang bersangkutan maka dianya lantas tak dapat mengendalikan emosi.
7. Menjaga rahasia dan amanah; Sulit memang untuk menjaga amanah dan rahasia, tak jarang rahasia dibuka ke orang yang tak semestinya lalu di pesankan “ini rahasia”.
8. Berlaku adil., Berlaku adil bukan sesuatu yang mudah, kadang buat diri sendiri saja tak bisa adil.
9. Pemaaf; Memaafkan adalah sesuatu yang tidak gampang tak jarang seseorang mengatakan “tak akan saya maafkan dunia akhirat” padahal Allah mengingatkan:
قَوْلٌ مَّعْرُوْفٌ وَّمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِّنْ صَدَقَةٍ يَّتْبَعُهَآ اَذًىۗ وَاللّٰهُ غَنِيٌّ حَلِيْمٌ ٢٦
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf itu lebih baik daripada sedekah yang diiringi tindakan yang menyakiti. Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun”. (Al-Baqarah 263)
Surat Ali ‘Imran Ayat 134:
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
10. Menjaga hubungan baik dengan Allah dan hubungan baik dengan sesama manusia; untuk ini tidak mudah karena iman manusia turun naik.
Teringat kisah Rasulullah Muhammad ﷺ dengan seorang pendeta Yahudi bernama Zaid bin Sa’nah. Pendeta itu masuk menerobos shaf para sahabat nabi, lalu menarik kerah baju Rasul dengan keras seraya berkata kasar, “Bayar utangmu, wahai Muhammad”, (sebetulnya hutang belum jatuh tempo). Pendeta Yahudi itu melanjutkan cercaannya “sesungguhnya turunan Bani Hasyim adalah orang-orang yang selalu mengulur-ulur pembayaran utang.”
Umar bin Khattab r.a. langsung berdiri dan menghunus pedangnya. “Wahai Rasulullah, izinkan aku menebas batang lehernya.” Rasulullah ﷺ berkata, “Bukan berperilaku kasar seperti itu aku menyerumu. Aku dan Yahudi ini membutuhkan perilaku lembut. Perintahkan kepadanya agar menagih utang dengan sopan dan anjurkan kepadaku agar membayar utang dengan baik.”
Setelah kisahnya berlanjut, (untuk singkatnya tidak diredaksikan di artikel ini). Tiba-tiba pendeta Yahudi berkata, “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan hak, aku datang kepadamu bukan untuk menagih utang. Aku datang sengaja untuk menguji akhlaqmu.
Aku telah membaca sifat-sifatmu dalam Kitab Taurat. Semua sifat itu telah terbukti dalam dirimu, kecuali satu yang belum aku coba, yaitu sikap lembut engkau saat marah. Dan aku baru membuktikannya sekarang. Oleh sebab itu, aku bersaksi tiada Tuhan yang wajib disembah selain Allah dan sesungguhnya engkau wahai Muhammad adalah utusan Allah.
Adapun piutang yang ada padamu, aku sedekahkan untuk orang Muslim yang miskin.” Kelembutan merupakan akhlaq yang mampu mendekatkan manusia kepada Islam. Allah menjelaskan, “Maka, disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…….” seperti tersurat pada Ali Imran 159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ … ١٥٩
Sanggupkah diri kita memiliki kesepuluh tanda2 akhlaq baik yang ideal tersebut? Besar kemungkinan tak seorangpun dari pembaca yang sanggup memenuhi 10 tanda-tanda itu semua, namun kita tetap berupaya maksimal untuk mendekati pemenuhan tanda-tanda tersebut dalam prosentase yang tinggi.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 6 Jumadil Akhir 1447H.
27 November 2025.
Sunday, 23 November 2025
HATI TERSENTUH
Disusun: M. Syarif Arbi
No: 1.373.05.11-2025
Salah satu tanda bahwa sesorang diterima taubatnya oleh Allah adalah hubungannya dengan Allah membaik. Sedangkan salah satu tanda seseorang yang hubungannya dengan Allah membaik adalah mempunyai “Hati yang lembut”. Terdapat 8 (delapan) tanda seseorang berhati lembut yaitu: 1. Hati mudah tersentuh., 2. Bicara sopan dan santun., 3. Berupaya tak sakiti hati orang lain., 4. Pemaaf., 5. Peka terhadap perasaan orang lain., 6. Senang membantu tanpa diminta., 7. Sabar menyikapi kesalahan orang., 8. Tak sembarangan memperlakukan mahluk Allah lainnya.
Terbatasnya ruang baca anda, artikel nomor ini, dibatasi tentang “Hati Tersentuh”. Seseorang yang mudah tersentuh hatinya atas penderitaan orang lain, diikuti dengan berupaya melakukan kebaikan sebisanya untuk membantu orang yang menderita.
Cukup sulit untuk mengetahui orang2 menderita, yang berada diluar lingkungan tempat tinggal kita. Tidak gampang untuk meyakini orang2 susah diluar lingkungan keluarga kita. Utamanya untuk percaya orang2 benar2 susah dan menderita di masyarakat perkotaan tidak mudah. Tak jarang banyak penipu yang berkedok mengalami kesulitan, peminta-minta dipinggir-pinggir jalan mengaku “cacat jasmani”, jalan terseok-seok, kakinya diperban terkena borok, ternyata tipuan tepe-singkong dibungkus perban. Banyak lagi ragam penipuan yang sejenis, dengan berbagai trik untuk menyentuh hati.
Salah satu contoh: seorang emak setengah baya menekan bel sebuah rumah, begitu si empunya rumah mendekati pagar, dari balik pagar si emak minta pinjaman uang sejumlah tertentu, secara tegas dia bilang: “saya tidak minta tapi minjam paling lambat seminggu dikembalikan”. “Suami saya lagi kerja di luar pulau”. Diceritakan bahwa ibunya dirawat di rumah sakit, ujarnya: “biaya perawatannya sih ditanggung BPJS, tapi Pampers nya harus dari keluarga”. Untuk membeli pampers itulah kata si emak tadi dia ingin minjam uang. Dianya ngaku warga satu RW, tapi si empunya rumah, beberapa kali mengerutkan dahi, mengernyitkan alis, tak ingat ada wajah seperti tamu diseberang pagar rumahnya itu di RW tempat dia tinggal.
Sebetulnya bagi orang yang hatinya mudah tersentuh, sudah tersentuhlah mendengar cerita itu. Tapi di kota besar seperti Jakarta kadang setiap orang bersemboyan “semua orang tak dikenal patut diduga tidak baik, sebelum dapat dibuktikan dianya orang baik”, lain halnya di kampung kelahiran kita dulu, didesa kita dilahirkan, kerena penduduknya tak banyak, rata2 orang dapat dikenal, bahkan tau asal keturunannya maka semboyannya adalah “semua orang dianggap baik sepanjang belum ada bukti dianya pernah berbuat jahat”.
Tersentuh juga hati pemilik rumah kasus diatas, tapi tidaklah memenuhi jumlah yang diajukan si emak tadi, diberilah sekedarnya, dalam hati bukan untuk meminjami, walau tak diucapkan, sudah diniatkan sedekah. Memang benar ternyata waktu yang dijanjikan untuk mengembalikan pinjaman, benar2 si peminjam itu tidak datang lagi.
Beberapa waktu kemudian datang lagi wanita setengah baya yang menekan bel, setelah di dekati pagar, wanita yang lain lagi yang muncul, bukan emak yang dulu, ceritanya sama dengan emak yang datang beberapa bulan lalu. Rupanya menjadi modus operandi “ngutang membeli pampers”. Nah kalau sudah begini, bagaimanalah hati menjadi mudah tersentuh, lantas tidak percaya dengan orang2 yang berpura-pura menderita, berpura-pura dalam kesulitan. Mereka beralasan aneka macam yang kadang kalau diteruskan wawancara dengannya alasannyapun berubah-ubah. Karena sesuatu yang bohong itu, mempertahannya harus dengan kebohongan lagi.
Dalam hubungan ini, bila mengacu ajaran agama kepada siapakah hati ini harus tersentuh untuk mengeluarkan harta kita untuk membantu orang lain. Khusus mengenai penyaluran Zakat sudah jelas panduannya yaitu hanya boleh untuk 8 (delapan asnaf) yaitu: fakir, miskin, amil, mualaf, riqab (budak), gharim (orang yang terlilit utang), ibnu sabil (musafir), dan fisabilillah (orang yang berjuang di jalan Allah).
اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ٦٠
“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana”. (At-Taubah : Ayat 60)
Identifikasi kelompok yang berhak menerima zakat ini, untuk kelompok orang, mengetahuinya haruslah kerena kenal. Sedangkan untuk amil, beruntung di negeri kita tersedia badan2 yang dikelola masjid2, atau dibentuk oleh pemerintah.
Untuk menjatuhkan pilihan hati kita, mengucurkan infak, sedekah, bantuan, guna meringankan penderitaaan sesama, juga telah di berikan alqur’an panduannya melalui surah Al-Baqarah ayat 215. Urutan penerima sedekah, infak, bantuan berupa harta dimulai dari yang terdekat secara hubungan kekerabatan.
يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ
“Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.
Dari ayat diatas boleh kita dapatkan bahwa, Allah juga memberikan petunjuk tentang prioritas setiap diri untuk hatinya tersentuh membantu pihak lain dengan hartanya yaitu: Utamakan Ortu kandung, kaum kerabat, anak-anak yatim barulah orang miskin dan orang yang sedang dalam perjalanan.
Banyak diantara pembaca, yang masih punya kaum kerabat yang kurang beruntung nasibnya, cadangkanlah untuk disisihkan membantu Ortu kandung (bila masih ada), lalu para kerabat kita, bukan kepada orang2 yang tak jelas diketahui seperti antara lain di cuplikkan kisahnya di kisah ini.
Ummat Islam di perintahkan Allah, ketika mengeluarkan harta untuk sedekah, infak hendaklah tidak terlalu royal dan juga tak boleh terlalu kikir, haruslah berada dipertengahan seperti ditunjukkan surat Al-Furqan ayat 67:
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”.
Semoga kiranya kita semua dapat berzakat sesuai ketentuan agama, bila sudah wajib atas diri kita mengeluarkan zakat. Semoga dapat berinfak dan bersedekah sesuai dengan petunjuk Allah tersebut.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 3 Jumadil Akhir 1447H.
23 November 2025.
Wednesday, 19 November 2025
KEWAJIBAN atau KEBUTUHAN
Dihimpun: M. Syarif Arbi
No: 1.372.04.11-2025
Melanjutkan tulisanku yang lalu, tentang 7 (tujuh) indicator keberhasilan Taubat. Dikesempatan ini mari ditinjau indicator ke dua “Membaiknya Hubungan dengan Allah”. Jika telah membaiknya hubungan diri ini dengan Allah, akan terasa didalam bathin dan juga terdorong perilaku untuk berbuat kebaikan.
Terdapat 7 (tujuh) juga tanda2 orang yang telah baik hubungannya dengan Allah (dekat dengan Allah) yaitu: 1. Hati lebih tenang., 2. Ibadah terasa lebih khusyuk., 3. Hati lebih lembut dan mudah berbuat baik., 4. Tabah menerima ujian., 5. Dzikir dan do’a jadi kebiasan.. 6. Merasa diawasi Allah (Muraqabah)., 7. Merasakan Nikmat dalam Ketaatan.
Lagi2 jika 7 (tujuh) tanda2 (dekat dengan Allah) tersebut diungkapkan, akan terlalu panjanglah tulisan ini, oleh karena itu di nomor ini kita cermati dua diantaranya yaitu: “Tenang dan Khusyuk” menjadikan ibadah sebagai kebutuhan, bukan lagi sebagai kewajiban.
PERTAMA: Hati Lebih Tenang; Seseorang yang sudah baik hubungannya dengan Allah di-saat2 menghadapi masalah, tidak mudah gelisah atau khawatir. Menghadapi masalah sebesar apapun, dianya akan yakin betul Allah bersamanya, ingat betul dirinya dengan peristiwa Nabi Muhammad ﷺ berdua didalam goa bersama sahabatnya Abu Bakar, logikanya tak akan selamat dari kejaran musuh, Nabi mengucapkan “لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ (Jangan engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita dan menolong serta melindungi kita)”, diabadikan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 40.
Selain itu orang yang sudah baik hubungannya dengan Allah adalah orang yang imannya sudah mantab. Orang beriman yang mantab yakin benar dengan firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 23. وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ("Dan hanya kepada Allah-lah kamu harus bertawaqal jika kamu benar-benar orang yang beriman."
Keyakinan orang beriman, bahwa apapun yang terjadi buat dirinya, katakanlah misalnya musibah, sepanjang sudah berikhtiar dan ber do’a, musibah tersebut masih menimpa juga, maka yang bersangkutan ridha menerimanya dengan berpegang kuat dengan surat Surat At-Taghabun Ayat 11:
مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ ٱللَّهِ ۗ وَمَن يُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُۥ ۚ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
KEDUA: Ibadah Terasa Lebih Khusyuk; salah satunya shalat terasa lebih bergairah, bukan sekadar rutinitas. Ada rasa rindu untuk beribadah dan merasa kehilangan jika meninggalkannya. Bagi orang yang telah dekat dengan Allah, tau betul bahwa Allah tidak mendapat manfaat dari ibadah manusia kepada-Nya. Hal itu dikarenakan Allah Mahakaya, Mahasempurna, dan Mahakuasa. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد
“Hai manusia, kamulah yang membutuhkan kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji” (surat Fathir: 15).
Bagi orang yang sudah merasa dekat dengan Allah, seluruh jenis ibadah yang dikerjakannya bukan lagi dianggap sebagai kewajiban tetapi sudah di anggap sebagai kebutuhan.
Bila ibadah sudah dianggap sebagai kebutuhan maka: Akan berupaya melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya agar memberikan manfaat terbesar buat diri sendiri. Upaya yang dilakukan terus-menerus mempelajari ilmu tentang ibadah, agar ibadah semakin mendekati kesempurnaan.
Contoh konkrit orang “sudah dekat dengan Allah” khusus dalam hal melaksanakan shalat, utamanya dikala shalat subuh. Kelompok orang yang sudah menganggap shalat adalah kebutuhan, dianya akan siap sebelum waktu subuh, bahkan telah bangun ber-jam2 sebelum masuk waktu subuh, dianya telah bangun untuk shalat tahajud. Dianya akan hadir ke masjid sebelum adzan, guna melaksanakan shalat tahyatul masjid dan qabliah subuh.
Lain pula halnya kebanyakan orang yang masih menganggap shalat sebagai kewajiban, datang ke masjid kadang disaat shalat sudah dimulai rakaat kedua, jadi tak sempat shalat qabliah subuh dua rakaat dimana fadhilahnya melebihi dunia dan isinya.
رَكْعَتَا اَلْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ اَلدُّنْيَا وَمَا فِيه
“Dua rakaat shalat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya” (HR Muslim).
Di suatu masjid pada shalat Isya’ imamnya sering benar membaca di rakaat pertama surat Al-Isra ayat 78 s/d 85 dimana di ayat ke 79 menyinggung anjuran untuk shalat tahajud:
وَمِنَ ٱلَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”
Agaknya jamaah shalat Isya’ yang cukup banyak itu (kadang sampai 7 shaf), sebagian terbesar belum tersentuh dengan anjuran Allah ini, terbukti waktu shalat subuh di masjid itu, ketika imam memulai taqbir memulai shalat, satu shaf saja yang berkapasitas sekitar 23 orang itu kadang belum penuh. Barulah berangsur-angsur jamaah datang mengisi shaf kedua, kadang terisi juga sebagian shaf ketiga.
Fakta ini menunjukkan bahwa diduga mereka belum mengamalkan surat Al-Isra’ ayat 79 yang dibaca imam sering kali di shalat Isya’ (untuk shalat tahajud). Karena kalaulah mereka shalat tahajud, tentulah (notabene tetangga masjid) sebagian jamaah itu telah siap datang ke masjid sebelum shalat dimulai. Yang istimewanya, sang imam yang sering membaca surat Al-Isra’ itu juga di banyak subuh, tidak ikutan ke masjid, atau kadang datang ikut masuk masbuk.
Kondisi ini, boleh jadi menjadikan instrospeksi dari kita masing2 apakah diri ini sudah menjadikan ibadah (khususnya shalat) sebagai kebutuhan, atau masih sebagai kewajiban, dilaksanakan hanya agar gugur kewajiban syar’ie dengan maksud tidak terkena dosa tidak melaksanakan shalat.
Semoga tulisan ini bermanfaat untuk mengukur diri buat kita masing2 apakah diri ini masih tergolong orang menjadikan ibadah sesuatu kewajiban (sehingga biasanya dirasakan berat), atau sudah menganggap ibadah sebagai kebutuhan (sehingga dirasakan ringan).
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 29 Jumadil Awal 1447H.
20 November 2025.
Tuesday, 18 November 2025
KAPOK - LOMBOK
Disarikan: M. Syarif Arbi
No: 1.371.03.11-2025
Tak seorangpun manusia selain Rasulullah yang terpelihara dari perbuatan dosa.
Sebagaimana dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ
“Semua anak Adam melakukan kesalahan dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah yang bertaubat.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan ad-Darimi)
Oleh karena itu ALLAH yang Maha Pengasih, Maha Penyayang menyediakan media untuk memohon ampunan dengan sarana “bertaubat”.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya)”. (surat-at-tahrim-ayat-8)
Keberhasilan seseorang bertaubat, nampak dari 7 (tujuh) indicator yaitu;
1. Berhasil memenuhi tiga syarat taubat.,
2. Membaiknya Hubungan dengan Allah.,
3. Membaiknya akhlaq.,
4. Menghindari pergaulan yang buruk.,
5. Tak menzalimi sesama manusia.,
6. Rendah hati tak meremehkan orang lain.,
7. Istiqamah dalam kebaikan.
Untuk mengungkapkan 7 indicator tersebut sekaligus ditulisan ini, akan terlalu panjang, maka di nomor ini hanya ditampilkan indicator pertama; “Berhasil memenuhi syarat taubat”.
Taubat yang benar memenuhi 3 syarat yaitu:
1. Menyesali dosa yang terlanjur dilakukan.
2. Meninggalkan perbuatan dosa itu, dan
3. Bertekad kuat, berjanji untuk tidak mengulanginya kembali.
Jika masih sengaja mengulangi kembali berbuat dosa, maka taubatnya belum sempurna. Terdapat ungkapan di masyarakat “Kapok lombok”, ketika kepedasan, di dalam hati seakan-akan lain kali ndak mau lagi pakai sambel yang sepedas itu, namun dikesempatan lain dianya mengulang lagi, bahkan menyatakan tak enak tanpa sambel.
Banyak disiarkan TV, residivis setelah keluar dari penjara, mengulangi tindak criminal seperti yang pernah dilakukannya yang menyebabkan dianya terpidana. Pencuri sepeda motor, baru saja beberapa waktu bebas, mencuri sepeda motor lagi, ditangkap polisi lagi lalu dijebloskan ke jeruji besi lagi. Fakta ini menunjukkan bahwa residivis tersebut “tidak kapok”, bahwa penjara tidak cukup effektif membuat seseorang menjadi jera. Berarti si resedivis belum bertaubat.
Perilaku seseorang yang sudah bertaubat, kemudian mengulangi lagi perbuatan dosa, dimana yang bersangkutan sudah bertaubat atas dosa yang dilakukannya, orang tersebut samalah dengan mempermainkan agama.
Al-Qur'an melarang mempermainkan taubat, karena dianggap sebagai mempermainkan agama. Ancaman bagi orang yang mempermainkan agama ada di Surat Al-An'am ayat 70:
وَذَ رِ الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا دِيْنَهُمْ لَعِبًا وَّلَهْوًا وَّغَرَّتْهُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا ……. …” ا
“Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan kelengahan, dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia.. ………………….”.
Khusus residivis misalnya “Curanmor” yang “kapok Lombok”, jadinya teringat pada ayat Alqur’an surat Al-Maidah 38:
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ٣٨
“Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana”
Andaikan hukuman petunjuk Al-Qur’an ini diterapkan, maka si residivis tak akan dapat mencuri lagi, karena tangan buat mencuri sudah terpotong. Sementara itu orang2 dapat lebih waspada ketika si residivis mendekat, terlihat pada tanda pernah mencuri.
Tidak semua pencuri menurut hukum Islam itu di potong tangan, akan tetapi menurut mayoritas ulama (Syafi’i, Maliki, Hanafi, Hanbali), hukuman potong tangan hanya berlaku jika seluruh syarat berikut terpenuhi:
1. Barang yang dicuri mencapai nisab: Ada batas minimum nilai barang. Contoh: dalam beberapa mazhab setara dengan ¼ dinar emas (1 dinar emas = 4,25 gram), kira-kira beberapa juta rupiah (tergantung nilai emas).
2. Barang dicuri dari tempat penyimpanan aman, bukan sekadar mencuri barang di tempat terbuka.
3. Pencurian dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Jika dilakukan secara terang-terangan atau dengan kekerasan, bukan potong tangan, tetapi hukuman lebih berat ditentukan oleh hakim.
4. Pelaku waras dan baligh, anak kecil atau orang yang tidak waras tidak dikenai hukuman potong tangan.
5. Tidak dalam kondisi darurat / kelaparan ekstrem. Jika mencuri karena lapar atau kebutuhan mendesak, ulama sepakat tidak dikenai potong tangan.
6. Kepemilikan barang jelas; Harus jelas bahwa barang itu milik orang lain, bukan milik bersama.
7. Adanya bukti yang kuat, minimal dua saksi adil, atau pengakuan pelaku secara sadar.
Siapapun yang pernah melakukan perbuatan dosa, apapun bentuk dosa yang pernah dibuat, segeralah bertaubat, akan diampuni Allah yang dijamin oleh Allah (lihat surat Az-Zumar 53)
۞ قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Semoga setiap kita yang bertaubat, taubat bukan “Kapok Lombok”, sehingga taubat diterima Allah.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 28 Jumadil Awal 1447H.
18 November 2025.
Wednesday, 12 November 2025
PENGGERUS nilai DZIKIR
Dihimpun: M. Syarif Arbi
No: 1.370.02.11-2025
Sudah kutulis pada artikel (No: 1.365.08.10-2025 tgl 28 Rabiul Akhir 1447H.
20 Oktober 2025) bahwa berdzikir merupakan salah satu bentuk amal dalam agama Islam yang berarti mengingat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dengan menyebut nama-nama-Nya, memuji-Nya, serta mengingat kebesaran-Nya melalui ucapan dan hati dan juga perbuatan. Dzikir dilakukan dengan 3 (tiga) cara: 1. Dzikir lisan, yaitu berdzikir diucapkan dengan mulut., 2. Dzikir Qalbi, yaitu mengingat Allah dalam hati, merenungi kebesaran-Nya., 3. Dzikir Fi’li (perbuatan): Menunjukkan ketaatan kepada Allah melalui tindakan, seperti shalat, menunaikan zakat, sedekah, berhaji, berumrah, aktivitas phisik dan harta dalam rangka ibadah.
Cara apapun yang dilakukan untuk berdzikir, berpeluang akan “tergerus” nilainya atau setidaknya berkurang nilainya apabila berdzikir; tidak ikhlas, tidak khusyuk, tak sesuai petunjuk Rasululah, tidak mengerti maknanya dan berdzikir sambil melakukan berbuatan maksiat.
PERTAMA; Niat Tidak Ikhlas.
Tidak dilakukan dengan niat yang ikhlas, misalnya melakukan dzikir lantaran bukan kemauan sendiri, harus ikutan dalam suatu upacara, ketika diundang tahlilan para undangan berdzikir mengucapkan tahlil, awakpun ikutlah sekedar bunyi, atau tahlil bersama di masjid sesudah shalat wajib, dipimpin imam, si makmum ikutan, karena kalau langsung pulang, ndak enak sama Jemaah lain. Sedangkan Allah memerintahkan فَٱعْبُدِ ٱللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ ٱلدِّينَ (Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Az-Zumar ayat 2). Jadi bila dzikir hanya diucapkan dengan lidah, tidak dengan niat yang ikhlas, maka akan berkurang dan bahkan tergerus nilainya.
KEDUA; Tidak Khusyuk.
Sudah berniat ikhlas, tetapi dilaksanakan tidak khusyuk, apa yang diucapkan tidak sejalan dengan hati dan pikiran. Diucapkan tahlil, diucapkan tasbih, tahmid dan kalimat2 dzikir lainnya namun pikiran menerawang kemana-mana. Maka kondisi yang demikian ini tidak memenuhi apa yang dimaksud Allah dalam surat Al-Mu’minun ayat 1-2 . قَدْ أَفْلَحَ ٱلْمُؤْمِنُونَ (Sesungguhnya beruntunglah orang yang beriman), ٱلَّذِينَ هُمْ فِى صَلَاتِهِمْ خَٰشِعُونَ ((yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalat-nya). Shalat adalah merupakan salah satu wujud dari berdzikir.
KETIGA; Kalimat Dzikir tak sesuai petunjuk Rasulullah.
Sudah niat Ikhlas, dengan khusyuk pula, hendahlah hati-hati, ada harapan dzikirnya tak bernilai, bilamana kalimat dzikirnya di tambah2 kalimat, dibumbui dengan kata-kata atau “apalah” yang tak ada rujukannya dalam agama. Sebab agama Islam sudah sempurna, tak usah ditambah-tambah lagi. اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ (Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu). Al-Maidah ayat 3.
KEEMPAT; Tak dimengerti Makna Dzikir.
Berdzikir sudah memenuhi syarat yaitu “niat ikhlas”, “khusyuk”, kalimat dzikir “sesuai petunjuk agama”, namun keikhlasan, kekhusyukan, menggunakan kalimat sesuai petunjuk agama, akan menjadi hampa bilamana kalimat2 yang di dzikirkan tidak dimengerti apa maksud atau makna yang diucapkan. Perhatikan surat Al A’raf 204 وَاِذَا قُرِئَ الْقُرْاٰنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهٗ وَاَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ٢٠٤. (Jika dibacakan Al-Qur’an, dengarkanlah (dengan saksama) dan diamlah agar kamu dirahmati).
Akan hal bagian “keempat” ini, Alhamdulillah bahwa kalimat2 dzikir standar yang umumnya di dzikir kan oleh ummat Islam baik billisani maupun bilqalbi, adalah sangat mudah dimengerti contohnya: Tasbih: Subhanallah (Maha Suci Allah), Tahmid: Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah). Takbir: Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Tahlil: La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Istighfar: Astaghfirullah (Aku memohon ampun kepada Allah).
KELIMA; Berdzikir ketika berbuat maksiat.
Bahwa orang yang sedang bermaksiat, dianya sudah mengeluarkan dirinya dari beriman. Sebagai syarat utama ibadah, ibadah apapun haruslah dilaksanakan oleh orang yang ber iman. Jika dalam keadaan tidak beriman berarti ibadahnya tertolak, demikian juga dzikirnya. Sebagai referensi bahwa orang yang sedang bermaksiat itu kehilangan iman mari cermati hadits berikut ini:
صحيح البخاري ٦٣١١: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا الْفُضَيْلُ بْنُ غَزْوَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَزْنِي الْعَبْدُ حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَقْتُلُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ قَالَ عِكْرِمَةُ قُلْتُ لِابْنِ عَبَّاسٍ كَيْفَ يُنْزَعُ الْإِيمَانُ مِنْهُ قَالَ هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ ثُمَّ أَخْرَجَهَا فَإِنْ تَابَ عَادَ إِلَيْهِ هَكَذَا وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ
Shahih Bukhari 6311: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] Telah mengabarkan kepada kami [Ishaq bin Yusuf] Telah mengabarkan kepada kami [Al Fudhail bin Ghazwan] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] radliallahu 'anhuma mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah berzina seorang hamba yang berzina ketika ia berzina dalam keadaan beriman, dan tidaklah mencuri ketika ia mencuri dalam keadaan beriman, tidaklah ia meminum khamr ketika meminumnya dan ia dalam keadaan beriman, dan tidaklah dia membunuh sedang dia dalam keadaan beriman."
Kata Ikrimah, saya bertanya kepada 'Ibnu 'Abbas: 'bagaimana iman bisa dicabut padanya? ' ia menjawab: 'begini', sambil menjalinkan jari-jemarinya, kemudian ia keluarkan, 'maka jika ia bertaubat, iman itu kembali kepadanya, ' sambil ia menjalin jari jemarinya.
Oleh karena itu berdzikir seyogyanyalah mensinergikan antara lisan dan hati, menyempurnakan niat dan memahami apa yang didzikirkan serta tidak menambah, merubah ucapan2 dzikir. Selain itu hendaklah tidak bermaksiat, karena dzikir dalam keadaaan bermaksiat tertolak karena telah kehilangan iman.
Semoga Allah menjadikan kita para pembaca semuanya menjadi akhli dzikir dan mudah2an seluruh dzikir kita diterima oleh Allah.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 22 Jumadil Awal 1447H.
13 November 2025.
Friday, 7 November 2025
UCAPAN ORTU adalah DO’A
Disarikan: M. Syarif Arbi
No: 1.369.01.11-2025
Manusia normal sanggup berbicara menggunakan ayunan lidah dan gerakan bibir. Panjang lidah pria rata-rara 8,5 cm dan wanita 7,9 cm. Sepasang bibir manusia "rata-rata" memiliki ukuran 7,8 mm untuk bibir atas di garis tengah dan 12,2 mm untuk bibir bawah.
Kalau sudah menjadi ayah dan ibu, meskipun lidah wanita (ibu) lebih pendek dari lidah pria (ayah), tetapi dalam hal berdo’a menurut anggapan umum bahwa do’a dari lidah ibu lebih manjur dari lidah si ayah. Sesungguhnya belum ditemukan dalil yang menyatakan bahwa do’a ibu lebih dikabulkan daripada do’a ayah. Al-Qur'an dan hadits menegaskan bahwa do’a orang tua (baik ayah maupun ibu) untuk anaknya adalah do’a yang sangat mustajab dan memiliki kedudukan istimewa, seperti do’a seorang nabi. Kedua orang tua memiliki hak yang sama dalam Islam. Dalam Al-Qur'an, perintah untuk berbhakti kepada ayah dan ibu sering disebutkan secara bersamaan (QS. Al-Ahqaf: 15), yang menunjukkan bahwa keduanya memiliki kedudukan yang sama di mata Allah:
“……………………... وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ إِحْسَٰنًا”
Dalam pada itu akan hal berdo’a untuk anak, baik dicermati hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR. Ibnu Majah no. 3862. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Riwayat ini menyebutkan bahwa doa baik orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab.
Anggapan umum selama ini bahwa do’a ibu lebih ampuh dari do’a ayah, lantaran ibu pada umumnya sangat dekat kepada anak-anak ketimbang ayah. Selain itu kedudukan ibu memiliki prioritas lebih, dalam hal penghormatan karena perjuangannya dalam mengandung dan melahirkan. Juga dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad ﷺ:
Dari Mu’awiyah bin Haidah Al Qusyairi radhiallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi:
يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ
“wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrad, sanadnya hasan).
Ditulisan singkat ini, meskipun do’a ayah dan do’a ibu sama keampuhannya, tetapi ibu lebih banyak berinteraksi dengan anak2nya ketimbang ayah. Terutama ketika anak2 masih kecil menjelang remaja, sebab ibu umumnya berada dirumah, sedangkan si ayah sibuk diluar rumah mencari nafkah, berangkat pagi sebelum si kecil bangun, pulang setelah di bocah tertidur.
Wajar jika ibu-lah yang banyak memberi nasihat, menegur dan melarang sesuatu terhadap anak-anak. Dalam hal teguran, larangan dan ucapan untuk anak2 sesuatu kalimat walau yang tak terasa, tak sengaja kata-kata yang keluar dari mulut ibu merupakan do’a. Oleh karena ibu seorang ibu harus ber hati2 dalam melarang, atau menegur atau marah kepada si anak. Ucapkanlah kata2 yang baik senakal apapun seorang anak, marahilah anak dengan kata yang baik. Bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
لا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَوْلَادِكُمْ وَلَا تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لَا تُوَافِقُوا مِنْ اللهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ
“Jangan kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian, atau anak-anak kalian, atau harta kalian. Jangan sampai kalian menepati suatu waktu yang pada waktu itu Allah Subhanahu wa ta’ala diminta sesuatu lantas Dia kabulkan doa kalian itu.” (HR. Muslim).
Menarik seorang ibu pernah kuketahui, anaknya nakal sekali, istilah kampungku smeriwit, apa saja yang ditemuinya dipegangnya dimainkan kadang jadinya rusak. Suatu hari si anak menemukan sekotak korek api, tanpa sepengetahuan ibunya. Anak itupun pergi keruangan lain, menyalakan korek api hampir habis satu kotak. Ibu itu menegur anaknya: “anak betuah*……… ini bukan mainan nak……….” sambil meraih kotak korek api yang tersisa, lalu mengganti dengan sesuatu untuk dipegang anaknya. * (istilah setempat sangat beruntung). Alhamdulillah setelah anak2 ibu itu dewasa kulihat keadaan cukup “betuah”, do’a ibunya di ijabah Allah.
Syekh Sudais yang bernama lengkap Syeikh Abdurrahman bin Abdul Aziz As-Sudais adalah Imam Masjidil Haram , Mekkah, Arab Saudi. Jabatan mulia ini bisa dia raih karena doa sang bunda tatkala beliau masih kecil.
Alkisah, Syeikh Sudais kecil tengah asyik bermain tanah. Di saat yang sama, ibunya sibuk menyiapkan hidangan makanan untuk tetamu yang hendak berkunjung. Ketika jamuan telah tersaji, lantaran para tamu belum datang, tiba-tiba tangan mungil Syeikh Sudais kecil dengan segenggam tanah ditaburkannya debu itu ke atas makanan. Sontak, mendapati kelakuan nakal sang anak, ibu pun marah besar. “idzhab ja’alakallahu imaaman lil haramain (pergi kamu, biar kamu jadi Imam di Haramain),” ujar sang ibu dengan nada marah. Dalam keadaan marah besar itupun si ibu mengucapkan kata2 yang intinya menginginkannya anaknya menjadi orang yang bermanfaat bagi umat. (Istilah dikampungku “betuah” tadi, tapi bundanya Sudais lebih spesifik). Konon kesehariannya, sang ibunda Sudais kerap memanggil Syeikh Sudais kecil dengan sebutan “Ya Abdurrahman, ya hafidzal quran, ya imamal masjidil haram.” Rupanya lewat panggilan itulah doa yang kerap diucapkan ibu kepadanya.
Paparan di atas, mengajak kita semua sebagai orang tua ayah dan bunda dari anak2 kita, terutama ibunda dalam keadaan sangat marahpun ucapkan kata2 yang baik buat anak2 kita, karena ucapan orang tua adalah merupakan do’a.
Semoga Anak2 kita menjadi anak2 yang shaleh dan shalehah, jadi anak yang “BETUAH”, berbhakti kepada kedua ortunya, berguna bagi agama nusa dan bangsa.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 17 Jumadil Awal 1447H.
8 November 2025.
Tuesday, 28 October 2025
PENGUNDUR MAUT
Disarikan: M. Syarif Arbi
No: 1.368.11.10-2025
Meskipun kedatangan maut itu tak selamanya didahului menderita sakit, namun pada umumnya maut datang setelah seseorang menderita sakit. Orang kaya, walau dengan sebagian besar kekayaannya berusaha berobat agar sembuh dari penyakit, untuk mengurungkan kematian. Orang yang sedang berkuasa memerintahkan seluruh aparatnya mencarikan tabib mengobati penyakitnya, agar terhindar dari maut. Orang kaya dan orang berkuasa akan pergi berobat kemana saja, diseluruh antero dunia. Begitulah keadaaannya, setiap orang terutama orang kaya dan orang yang berkuasa akan berusaha untuk mengindari datangnya maut, jika sakit segera berobat.
Berbicara soal berobat dari sudut pandang agama (islam) sangat dianjurkan;
Dari Abi Ad-Darda' radhiyallahuanhu bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءَ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءُ فَتَدَاوُوا وَلَا تَتَدَاوُوا بِحَرَامٍ
"Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat. Dan Dia menjadikan buat tiap-tiap penyakit ada obatnya. Maka, makanlah obat, tapi janganlah makan obat dari yang haram. (HR. Abu Daud)
Sakit bukanlah mutlak sebagai jalan kematian. Sering kita saksikan dalam kenyataan, sang suami sudah sakit cukup lama, ternyata yang meninggal adalah si istri yang segar bugar, atau sebaliknya. Dengan demikian bahwa tidak selamanya maut didahului sakit.
MAUT DI TINJAU DARI SUDUT ILMU PENGETAHUAN ATAU SAINS.
Sains tidak mengenal konsep “taqdir”, tetapi mengkaji faktor yang mempengaruhi usia seseorang adalah: genetik, gaya hidup, pola makanan, dan kemajuan teknologi perawatan kesehatan. Dengan demikian tinjauan sains, kematian dapat ditunda secara relatif, dengan cara: teknologi penyembuhan penyakit, misalnya pemcangkokan organ tubuh, tindakan operasi. Rajin berolah raga, mengkonsumsi obat2 tertentu mencegah penyakit datang. Namun, semua upaya tersebut bukanlah sanggup mengelak dari maut, hanya melanjutkan kehidupan sementara, bukan menangguhkan maut secara mutlak.
MAUT DIPANDANG DARI SUDUT FALSAFAH.
Ahli falsafah sering melihat maut sebagai bahagian tak terpisah daripada kehidupan sesuatu yang tak dapat dihindari, beberapa filosof berbendapat:
1. Maut dalam Pandangan Falsafah Yunani Kuno:
a. Socrates melihat maut bukan sebagai sesuatu yang harus ditakuti. Baginya, kematian adalah pemisahan jiwa daripada tubuh, dan jika seseorang hidup dengan baik dan berfalsafah dengan jujur, maka tiada apa yang perlu ditakutkan selepas mati. Dalam Apology, beliau berkata: “Kematian mungkin hanyalah tidur tanpa mimpi — atau perpindahan jiwa ke tempat lain.”
b. Plato, Plato (murid Socrates) menekankan idea keabadian jiwa. Dunia material hanya bayangan dari dunia idea yang sejati. Maka, maut ialah pembebasan jiwa dari tubuh untuk kembali ke alam idea yang sempurna.
c. Aristoteles, Aristoteles lebih empirikal. Jiwa menurutnya berkaitan dengan fungsi kehidupan; apabila tubuh tidak lagi hidup, jiwa juga tidak dapat bertahan. Maka, maut ialah pengakhiran bentuk kehidupan — bukan perjalanan rohani seperti dalam Plato.
2. Maut dari sudut Pandangan filosof Timur (Hindu-Buddha)
a. Hindu, Kematian ialah satu fasa dalam kitaran samsara (kelahiran semula). Jiwa (ātman) tidak mati; ia berpindah ke bentuk lain mengikut karma. Tujuan tertinggi ialah moksha, yaitu pembebasan dari kitaran kelahiran dan kematian.
b. Buddha. Tiada jiwa kekal (anatta), tetapi tenaga kehidupan berterusan melalui sebab-akibat (karma). Kematian bukan pengakhiran, tetapi perubahan bentuk eksistensi. Pembebasan tertinggi ialah nirvana — padamnya keinginan dan penderitaan.
3. Maut menurut Pandangan Falsafah Islam:
• Filsafat Islam (seperti Ibn Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Mulla Sadra) menempatkan maut dalam konteks perjalanan ruh menuju Tuhan.
• Ibn Sina (Avicenna): Jiwa manusia adalah entiti rohani yang kekal; kematian hanya pemisahan dari tubuh material.
• Al-Ghazali: Maut bukan kemusnahan, tapi perpindahan ke alam yang lebih hakiki (akhirat).
• Mulla Sadra: Jiwa mengalami proses penyempurnaan; kematian adalah tahap evolusi rohani menuju kesempurnaan wujud.
MAUT DARI SUDUT PANDANG AGAMA (ISLAM).
Dalam Islam, maut (kematian) adalah ketetapan Allah (taqdir). Firman Allah dalam Surah Al-Munafiqun ayat 11:
وَلَن يُؤَخِّرَ ٱللَّهُ نَفْسًا إِذَا جَآءَ أَجَلُهَا ۚ وَٱللَّهُ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan”.
Dalam pada itu Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda:
وعن ثوبان رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يرد القدر إلا الدعاء ولا يزيد في العمر إلا البر
Dari Tsauban berkata: Rasulullah bersabda: Tidak ada yang dapat mengelakkan taqdir kecuali doa dan tidak ada yang bisa memperpanjang umur kecuali perbuatan baik. (HR Hakim dan Ahmad).
Berangkat dari hadist diatas, dalam Islam dimungkinkan untuk merubah taqdir akan maut atau mengundurkan maut dengan 2 (dua) jalan yaitu:
PERTAMA; dengan senantiasa berdo’a untuk dipanjangkan usia, karena do’a dapat merubah taqdir. Oleh karena itu ada baiknya diamalkan do’a sebagai berikut:
اَللّٰهُمَّ طَوِّلْ عُمُوْرَنَا وَصَحِّحْ أَجْسَادَنَا وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا وَثَبِّتْ إِيْمَانَنَا وَأَحْسِنْ أَعْمَالَنَا وَوَسِّعْ أَرْزَقَنَا وَإِلَى الخَيْرِ قَرِّبْنَا وَعَنِ الشَّرِّ اَبْعِدْنَا وَاقْضِ حَوَائِجَنَا فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ
"Ya Allah, panjangkan umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkan iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkan kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam agama, dunia, dan akhirat. sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
KEDUA; Taqdir tentang usia dapat diubah dalam artian diperpanjang atau diundurkan kehadiran maut, dengan perbuatan2 baik misalnya: rajin bersedekah, selalu menyambung silaturahim, aktif dalam linkungan untuk keamanan dan kesejahteraan masyarakat, jika masih hidup orang tua berbhakti kepada kedua orang tua. Kalau orang tua sudah meninggal selalu mendo’akan mereka, serta pebuatan2 baik lainnya.
Khusus do’a kepada kedua ORTU ku, ketika berdo’a saban usai shalat selalu kubayangkan pengorbanan serta perjuangan ayah bundaku membesarkan kami anak2 mereka, selanjutkan kumohon agar dipanjang usiaku agar masih ada orang yang mendo’akan kedua orang tuaku, kerena setelahku meninggal nanti belum tentu generasi anak cucuku mengingat ayah bundaku.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 7 Jumadil Awal 1447H.
28 Oktober 2025.
Friday, 24 October 2025
JODOH
Disarikan: M. Syarif Arbi
No: 1.367.10.10-2025
Secara bahasa, jodoh berarti pasangan yang sepadan atau cocok. Jadi; dalam arti secara umum untuk manusia, jodoh adalah orang yang serasi dapat berupa partner kerja, tempat bekerja yang sesuai dengan kemampuan dan keinginan. Jika Jodoh dipahami sebagai pasangan hidup (suami - istri) maka “kini” jodoh ditemukan melalui proses perkenalan, kecocokan, barulah pernikahan. Masa lalu banyak orang tua sudah menjodohkan anak2 mereka malah belum lahir, misalnya kedua orang tua berjanji “kalau anak saya terlahir lelaki dan anakmu perempuan kita jodohkan”.
Di masa generasi uyut2 dari kita2 yang sekarang, jodoh kebanyakan dicarikan orang tua (nenek kakek kita). Sekarangpun masih terjadi kalau anak2 dari ortu masa kini sudah berumur belum ketemu jodoh, orang tua mereka berikhtiar untuk mencarikan jodoh anaknya, karena memang salah satu kewajiban orang tua, selain membekali ilmu pengetahuan dunia dan akhirat untuk anak2 nya, juga adalah mengantarkan anak2 mereka berumah tangga.
Setiap orang diyakini telah ditaqdirkan jodohnya (dalam artian pasangan hidup) sejak sebelum lahir, namun manusia tetap harus berusaha, berdoa, dan memperbaiki diri untuk mendapatkan jodoh yang baik. Walaupun jodoh merupakan taqdir, namun perlu dikaji tentang kecocokan emosional, kesamaan nilai, komunikasi yang nyambung, dan komitmen antara dua individu yang akan berumah tangga. Jodoh bukan sekedar ditemukan, tetapi juga dibangun melalui usaha dan pemahaman satu sama lain. Dengan demikian, jodoh (suami – istri) idealnya adalah pasangan yang sepadan dan cocok secara lahir maupun batin untuk menjadi pasangan hidup.
Barulah dapat dikatakan sebagai taqdir; apabila perjodohan atau masalah apapun yang dialami masih terjadi juga, walau sudah menghindar karena sejak semula sudah diduga akan tidak mengenakkan. Sebaliknya baru dapat dikatakan taqdir, apabila perjodohan atau cita2 apapun tetap tidak terlaksana juga, walaupun telah berusaha maksimal untuk memperolehnya karena sangat digandrungi atau dicintai.
Kalau sudah “terjadi apa yang tidak diinginkan” atau “tidak terjadi apa yang diinginkan” sebagaimana disebutkan kalimat diatas, maka orang beriman seharusnyalah menerima apa saja yang ditaqdirkan Allah dengan berpedoman bahwa apa yang diberikan Allah adalah yang terbaik, merifer kepada firman Allah dalam surat Al Baqarah 216:
وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَࣖ ٢١٦ …”
“………Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”.
Dari sekilas paparan di atas, sehubungan dengan para ortu seputar perjodohan anak2 mereka. Ketika kedua belah pihak ortu sudah sampai ke keadaan harus mencarikan jodoh anak2nya baik melalui media persahabatan sesama ortu maupun dengan sarana lainnya. Kedua anak yang akan mereka jodohkan haruslah saling diperkenalkan terlebih dahulu walaupun dalam waktu singkat, dalam rangka menjajagi kecocokan emosional, nilai, komunikasi serta komitmen dua individu yang akan dijodohkan seperti dikemukakan di atas. Mereka harus saling mengenal, harus dipertemukan, kedua belah pihak harus diberi kesempatan setidaknya untuk berdialog, walau dengan didampingi kedua ortu mereka. Kalaulah terjadi kondisi, kedua ortu sudah mencapai semacam persamaan persepsi, tetapi setelah salah satu pihak mengunjungi pihak yang lain, maka anak yang akan dipekenalkan itu menjauh, tidak berkenan menemui, atau menemui hanya sekedar basa-basi (apa boleh buat). Tentu salah satu pihak menjadi paham bahwa PDKT tidak perlu dilanjutkan, karena pihak yang dikunjungi tidak merespon.
Pernah terjadi pihak ortu anak perempuan telah sepakat dengan ortu anak lelaki. Keduanya berada di kota yang berbeda, salah satunya di Jakarta. Diatur ketemuan di lobby suatu hotel. Dalam pertemuan, kedua keluarga besar, di lobby hotel tersebut si anak lelaki mengajak untuk makan malam di salah satu restorant, dengan maksud mengajak berkenalan lebih jauh melalui dialog2. Ajakan tersebut ditolak oleh keluarga pihak perempuan. Anak lelaki ajukan lagi agar pihak ortu perempuan mengundurkan sehari kepulangan ke kota mereka, agar nanti keesokan harinya berkenaan hari libur dapat bersama-sama jalan2 di kota Jakarta. Tentu maksud anak lelaki itu agar dapat mengenal lebih jauh tentang kecocokan emosional, komunikasi, persepsi dll. Tawaran tersebut tidak dapat dipenuhi ortu pihak perempuan, walaupun anak perempuannya bersedia bertahan di Jakarta agak sehari. Anak lelaki jadinya tidak bersedia melanjutkan hubungan, karena menilai pihak keluarga perempuan tidak bersedia negosiasi, dapat dianggap mau menang sendiri.
Beginilah secuil rekaman kecil dari kasus2 perjodohan, dari sekian banyak yang telah dan akan terjadi dalam serba-serbi masalah perjodohan sepasang anak manusia lelaki dan perempuan.
Dalam ajaran Islam, taqdir berarti ketetapan Allah, terhadap segala sesuatu yang telah, sedang dan akan terjadi di alam semesta. Secara umum, taqdir dibagi menjadi 2 (dua) jenis:
PERTAMA; Taqdir MUBRAM (تقدير مبرم), Taqdir yang pasti dan tidak bisa diubah oleh manusia. Disebut juga taqdir AZALI yaitu: Ketetapan Allah atas segala hal sebelum penciptaan. Taqdir Mubram atau taqdir Azali, merupakan ketetapan Allah yang sudah final di Lauh Mahfuzh sejak sebelum penciptaan langit dan bumi. Tidak akan berubah walau manusia berusaha menghindarinya. Seperti; Kematian seseorang (waktu dan tempatnya). Jenis kelamin ketika lahir. Siapa ayah dan ibu yang melahirkan seseorang, di bangsa apa seseorang dilahirkan. Terbit dan terbenamnya matahari.
KEDUA; Taqdir MU‘ALLAQ (تقدير معلق). Takdir yang tergantung pada sebab atau usaha manusia — bisa berubah dengan doa, amal shaleh, atau perbuatan tertentu. Allah telah menetapkan sesuatu jika seseorang melakukan sebab tertentu. Ada juga yang menyebut sebagai taqdir IKHTIARI, karena jika ia berdoa, berusaha atau berbuat baik, maka Allah akan mengubah keadaan hidupnya. Misalnya; rezeki berlimpah karena giat berusaha dan rajin bersedekah. Keselamatan karena doa dan tawakal. Begitupun agaknya taqdir tentang usia, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
لَا يَرُدُّ القَضَاءَ إلَّا الدُّعَاءُ، وَلَا يَزِيدُ فِي العُمُرِ إلَّا البِرُّ
“Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali kebajikan.” ----- Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Al-Qadar, bab “Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa” (no. 2139), dari hadits Salman radhiyallahu ‘anhu. Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah As-Sahihah (no. 154) dan dalam Sahih Al-Jami’ (no. 7687).
Terkait jodoh kedua anak manusia nampaknya mungkin sangat dominan merupakan taqdir Taqdir Mu‘allaq (تقدير معلق) atau taqdir ikhtiari.
والله أعلمُ بالـصـواب
Semoga Allah mengentengkan jodoh, bagi anak lelaki dan perempuan yang belum menemukan jodoh mereka.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 3 Jumadil Awal 1447H.
24 Oktober 2025.
Tuesday, 21 October 2025
Ber-Tamu dan Menerima Tamu
Disajikan: M. Syarif Arbi
No: 1.366.09.10-2025
Di negeri kita ini menyoal tentang bertamu dan menerima tamu di kediaman atau rumah, masing2 daerah ada semacam kearifan lokal yang berbeda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Tak jarang ditemukan kearifan lokal dinilai baik disuatu daerah, di daerah lain belum tentu dianggap baik bahkan malah dianggap tidak sopan. Sekedar contoh; disatu daerah dipandang sangat menghormati tamu, jika tak lama tamu duduk langsung disuguhkan minuman ringan diikuti sekedar makanan kecil. Sebaliknya di suatu daerah menyuguhkan minuman dan kue2 kepada tamu yang baru saja sebentar duduk, malah dianggap si tuan rumah bermaksud agar durasi pertamuan dipersingkat, bahasa lain mengusir si tamu agar segera pulang.
Pernah kami alami mengikuti arisan di suatu daerah, acara cukup lama, sejak pukul 9 an pagi sampai makan siang dan shalat dzuhur berjamaah. Seusai shalat, tuan rumah menghidangkan minuman yang berwarna kemerahan dari olahan sejenis kulit kayu, setempat dikenal dengan “Sepang”. Kolegaku dimana dianya adalah penduduk asli setempat membisikkan; “itu pertanda si tuan rumah menyuruh kita segera pamit pulang”.
Perbedaan kearifan lokal per daerah itu, kadang membuat beda penafsiran ketika bertamu atau menjadi tuan rumah dalam rangka silaturahim antar sahahat, kenalan yang berbeda daerah. Misalnya kita bertamu. Pihak tamu datang suami istri membawa pula anak. Dimana ditenggarai tuan rumah yang dikunjungi juga masih lengkap suami istri dan juga mempunyai anak. Andaikan tuan rumah hanya suami dan istri yang menemani tamu ngobrol, tetapi tuan rumah tidak menghadirkan anak2 mereka untuk nimbrung di ruang tamu dalam ramah tamah itu, padahal anak2 mereka yang sebaya ada di rumah. Maka kondisi demikian, di daerah tertentu ditafsirkan bahwa si tuan rumah tidak berkenan anak2 mereka kelak menyambung pertemanan seperti halnya persahabatan ayah bunda mereka.
Apa dan bagaimanapun kearifan lokal, haruslah diselaraskan dengan adab bertamu dan menerima tamu sesuai kaidah agama. Dalam Islam, menerima tamu adalah salah satu bentuk ibadah dan akhlak mulia yang sangat dianjurkan. Rasulullah Muhammad ﷺ dan para sahabat mencontohkan banyak teladan dalam hal ini. Berikut beberapa adab bertamu dan menerima tamu yang baik menurut ajaran Islam secara umum:
PERTAMA; Tuan rumah menerima tamu dengan wajah ceria, ramah, bahasa populer sekarang “welcome”. Rasulullah Muhammad ﷺ pernah bersabda:
« لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ ».
“Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun (hanya) kamu bertemu dengan saudaramu dalam keadaan tersenyum.” (HR. Muslim).
KEDUA; Mengucapkan Salam. Bagi pihak yang bertamu ketika sampai kerumah yang dikunjungi (kini biasanya telah konfirmasi) langsung mengucapkan salam kepada tuan rumah. Perintah ini betul2 wajib, ndak tanggung2 malah langsung diabadikan Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 27:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَدْخُلُوْا بُيُوْتًا غَيْرَ بُيُوْتِكُمْ حَتّٰى تَسْتَأْنِسُوْا وَتُسَلِّمُوْا عَلٰٓى اَهْلِهَاۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ ٢٧
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Demikian itu lebih baik bagimu agar kamu mengambil pelajaran”.
KETIGA: Bersikap hormat dan sopan. Baik tuan rumah maupun tamu haruslah menjaga sopan santun. Si tamu harus mengambil posisi duduk ditempat yang dipersilahkan si tuan rumah, tidak diperkenankan nyelonong masuk ke ruang lain tanpa dipersilahkan atau diijinkan tuan rumah. Dalam pada itu si tuan rumah harus menghormati tamunya seperti yang dihimbau oleh Rasulullah Muhammad ﷺ melalui hadits dari Abu Hurairah:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barang siapa beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mempererat hubungan kekeluargaannya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia mengucapkan yang baik ataupun berdiam diri saja." (Muttafaq 'Alaih, HR Bukhari [10/373, 442] & Muslim [47]).
Termasuk dalam kategori saling menghormati tuan rumah dan tamu adalah:
• Tuan rumah menyuguhkan minuman, kalau ada makanan kecil untuk tamu yang berkunjung singkat. (dalam tulisan singkat ini sengaja tidak di bahas buat tetamu yang nginap). Sementara itu kalau dimungkinkan si tamu membawa oleh2 sekedarnya (dikenal dengan buah tangan).
• Tuan rumah maupun tamu tidak bertanya hal yang pribadi yang bernuansa sensitive, baik mengenai diri maupun keluarga masing2. Hal itu membuat suasana menjadi akan tidak nyaman.
• Tuan rumah harus dapat membuka pembicaraan agar suasana pertemuan tidak beku. Sang tamu maupun tuan rumah harus menahan diri, agar tidak memonopoli pembicaraan.
KEEMPAT; Untuk pihak yang bertamu, hendaklah perhatikan durasi bertamu, harus peka terhadap gestur tubuh (body language) tuan rumah dan keluarganya, agar segera cepat pamit supaya tuan rumah tidak terganggu beristirahat dan mungkin ada keperluan lain.
KELIMA; Bila suasana memungkinkan ketika tamu (lihat sikon tuan rumah dan rombongan tamu) disunahkan sebelum berpisah di pertemuan silaturahim itu, ditutup dengan tamu dan tuan rumah berdo’a:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمْ فِي مَا رَزَقْتَهُمْ وَاغْفِرْ لَهُمْ وَارْحَمْهُمْ
“Ya Allah, berilah mereka berkah dalam segala yang telah Engkau rezekikan kepada mereka, ampunilah mereka dan sayangilah mereka’”.
Diharapkan baik tamu dan tuan rumah sama2 mendapat apa yang diredaksikan dalam do’a tersebut.
Demikian, sekelumit tentang adab bertamu dan menerima tamu, semoga Allah memberikan kebaikan bagi kita semua, baik yang bertamu maupun yang menerima tamu, karena bertamu dan menerima tamu merupakan salah satu ibadah yaitu menjalin silaturahim.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 29 Rabiul Akhir 1447H.
21 Oktober 2025.
Monday, 20 October 2025
MEMA’NAI BERDZIKIR
Disajikan: M. Syarif Arbi
No: 1.365.08.10-2025
Berdzikir merupakan salah satu bentuk amal dalam agama Islam yang berarti mengingat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dengan menyebut nama-nama-Nya, memuji-Nya, serta mengingat kebesaran-Nya melalui ucapan dan hati dan juga perbuatan.
Dzikir dilakukan dengan 3 (tiga) cara tersebut diatas, dengan: 1. Dzikir lisan, yaitu berdzikir diucapkan dengan mulut., 2. Dzikir Qalbi, yaitu mengingat Allah dalam hati, merenungi kebesaran-Nya., 3. Dzikir Fi’li (perbuatan): Menunjukkan ketaatan kepada Allah melalui tindakan, seperti shalat, menunaikan zakat, sedekah, berhaji, berumrah, aktivitas phisik dalam rangka ibadah dan harta.
Untuk dzikir lisan dan qalbi contohnya: Tasbih: Subhanallah (Maha Suci Allah), Tahmid: Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah). Takbir: Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Tahlil: La ilaha illallah (Tiada Tuhan selain Allah). Istighfar: Astaghfirullah (Aku memohon ampun kepada Allah).
Tujuan Berdzikir.
PERTAMA; Mendekatkan diri kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى , misalnya ketika seseorang berdzikir dalam bentuk berdo’a, maka demikian dekatnya orang yang berdo’a itu dengan Allah (Surat Al-Baqarah Ayat 186):
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا۟ لِى وَلْيُؤْمِنُوا۟ بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.
Berdzikir dalam wujud shalat, ketika sujud:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ العَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُعَاءَ
“Keadaan seorang hamba paling dekat dengan rabbnya adalah ketika ia sedang bersujud, maka perbanyaklah berdoa saat itu.” (HR. Muslim no. 482)
KEDUA; Menenangkan qalbu, jika seseorang sedang berdzikir lisan maupun dalam hati kalau berdzkir itu diresapi dengan betul2 konsentrasi hanya mengingat Allah, maka qalbu akan menjadi tenang/tentram seperti disebutkan dalam Al-Qur'an pada Surat Ar-Ra’ad Ayat 28:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah qalbu menjadi tenteram”.
KETIGA; Membersihkan dosa. Alamat yang tepat untuk memohon ampun atas dosa2, hanyalah kepada Allah. Sedangkan ampunan Allah diperoleh melalui bertaubat. Sarana bertaubat adalah dengan shalat/berdo’a, dimana shalat/do’a adalah salah satu bentuk dzikir. Seberapa banyak dan besarpun dosa seseorang kepada Allah semua akan diampuni Allah. (Surat Az-Zumar Ayat 53)
۞ قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ
“Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
KEEMPAT; Menumbuhkan rasa syukur. Dzikir menumbuhkan rasa syukur (ref: Al-Baqarah: 152).
فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِࣖ
"Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku”.
KELIMA; Membangun kesabaran. Orang yang tidak meninggalkan berdzikir dalam bentuk shalat maupun dzikir jenis lainnya, akan dengan sendirinya terbangun kesabarannya. Orang shalat akan sabar misalkan menghadapi cobaan; ada kesempatan berbuat melanggar perintah agama, dianya dapat membentengi diri dengan sabar. Dalam hal orang shalat dan tak putus berdzikir maka bila mendapat cobaan yang menyedihkan, diapun sanggup mengendalikan diri dengan sabar lantas mohon pertolongan kepada Allah ( lihat Surat Al Baqarah ayat 153).
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
KEENAM; Meningkatkan iman. Sebagai rangkuman setelah diraihnya tujuan yang PERTAMA sampai KELIMA dari berdzikir, bermuara menjadikan orang yang tak putus berdzikir dalam artian ketiga jenis dzikir tersebut diatas akan menjadi orang2 yang kuat iman dan taqwanya (ref : surat surat-Al-Ahzab-ayat 41-42)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya”.
“Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang”.
Semoga pembaca semua menjadi akhli dzikir meliputi semua jenis dzikir sehingga menjadi hamba Allah yang beriman dan bertaqwa.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 28 Rabiul Akhir 1447H.
20 Oktober 2025.
Saturday, 18 October 2025
QALBU yang KERAS
Disajikan: M. Syarif Arbi
No: 1.364.07.10-2025
Di tulisan sebelum ini telah disinggung bahwa “qalbu” adalah abstrak (tidak teraba). Qalbu BUKAN “hati” dalam pegertian organ tubuh manusia terletak di rongga perut atas kanan, dibawah diafragma, dibawah rusuk, dimana untuk orang dewasa berat normalnya sekitar 1,2–1,5 kg, sedangkan ukurannya sekitar 13,5–14,5 cm dari atas ke bawah.
Di tulisanku yang lalu kusebutkan “qalbu” yang dimaksudkan adalah dimaknakan sebagai hati nurani atau inti jiwa manusia, tempat bersemayamnya iman, niat, kesadaran, dan kecenderungan spiritual. Dilain sisi di qalbu juga terbersit/terlintas niat jahat, rencana berbuat dosa, mengatur siasat penipuan dan kecurangan. “Qalbu”; adalah tempat ketaqwaan dan kefasikan dimungkinkan terhimpun (Surat Asy-Syams Ayat 8)
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Qalbu tempat kecenderungan manusia berbuat baik dan ketergodaan berbuat jahat, apabila seseorang sering memperturutkan keinginan berbuat jahat, maka qalbu akan mengeras. Jika Qalbu sudah mengeras (قلب القاسي) maka seseorang tidak terpengaruh lagi dengan kebenaran, tidak dapat lagi disentuh oleh nasihat, tidak tergerak lagi untuk melakukan kebaikan. Qalbu seperti ini tertutup dari petunjuk Allah, cenderung pada maksiat, dan sulit menerima peringatan atau ilmu yang bermanfaat.
Surat Al-Hajj Ayat 46
أَفَلَمْ يَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَآ أَوْ ءَاذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى ٱلْأَبْصَٰرُ وَلَٰكِن تَعْمَى ٱلْقُلُوبُ ٱلَّتِى فِى ٱلصُّدُورِ
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai qalbu yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qalbu yang di dalam dada”.
Dapat dipahamkan bahwa tanda2 qalbu seseorang sudah mengeras apabila: 1. Tidak terpengaruh oleh nasihat agama., 2. Meremehkan dosa, bahkan merasa biasa saja berbuat maksiat., 3. Berpaling dari kebenaran, meskipun sudah jelas., 4. Tak mau menerima masukan atau nasihat., 5. Cinta dunia yang berlebihan, dan lalai dari akhirat. 6, Tidak merasa bersalah ketika berbuat salah.
Jika qalbu sudah mengeras maka kecelakaan besar bagi diri yang memiliki qalbu yang keras itu:
فَوَيْلٌ لِّلْقَٰسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ ٱللَّهِ ۚ. ………………”
“…………..Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu qalbunya untuk mengingat Allah………..” (surat-az-zumar-ayat-22)
Penyebab Qalbu Menjadi Keras: 1. Banyak berbuat dosa dan maksiat., 2. Lalai dari mengingat Allah (zikir)., 3. Terlalu cinta dunia dan melupakan akhirat., 4. Tidak pernah membaca atau mentadabburi Al-Qur’an., 5. Berkawan dengan orang yang buruk akhlaknya.
Agar terhindar dari mengerasnya qalbu, hendaklah periksa diri adakah tanda2 tersebut di atas pada diri, hindari penyebabnya qalbu mengeras tersebut di atas. Inti pokoknya harus senantiasa mengingat Allah. Iringilah dengan do’a (telah dimuat di tulisan nomor sebelum ini). Perhatikan sabda Rasulullah Muhammad ﷺ:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي
Dari Abdullah bin Dinar menuturkan bahwa sahabat Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah kalian banyak bicara tanpa ada berdzikir kepada Allah (menyebut nama Allah), karena banyak bicara tanpa ada berdzikir kepada Allah (menyebut nama Allah) akan membuat hati (qalbu) menjadi keras, dan orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang berhati (berqalbu) keras.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi nomor: 2335 dan al-Mundziri, dengan sanad yang hasan).
Semoga Allah memeliharakan kita semua dari mengerasnya hati (qalbu), dengan ikhtiar menditeksi semua penyebab qalbu menjadi keras, sedini mungkin mengecek tanda2nya pada diri masing2, selanjutnya menghindarinya.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 27 Rabiul Akhir 1447H.
19 Oktober 2025.
Thursday, 16 October 2025
Dosa MERUSAK Qalbu
Disajikan: M. Syarif Arbi
No: 1.363.06.10-2025
Qalbu (قلب) secara harfiah diartikan "hati" berwujud non fisik (tak teraba). Dalam bahasa Indonesia, qalbu sering dimaknakan sebagai hati nurani atau inti jiwa manusia, tempat bersemayamnya iman, niat, kesadaran, dan kecenderungan spiritual. Dilain sisi di qalbu juga terbersit niat jahat, rencana berbuat dosa, mengatur siasat penipuan dan kecurangan, meskipun “si qalbu” tau bahwa semuanya itu adalah dosa tidak baik untuk dilakukan. Sesungguhnya qalbu dapat membedakan antara yang benar dan yang salah.
Kata qalbu berasal dari akar kata ق ل ب yang berarti “berbolak-balik” atau “berubah-ubah”. Itulah sebabnya maka sifat qalbu manusia yang mudah berubah kadang taat,….. kadang lalai……; …..kadang ikhlas,……. kadang riya'. Allah memang menciptakan qalbu manusia itu berpontensi baik dan berpotensi jahat. (Surat Asy-Syams Ayat 8)
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَىٰهَا
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Agar potensi فُجُورَ tidak dominan pada qalbu, Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan do’a:
"يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ وَالثَّبَاتِ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ وَطَاعَتِكَ"
"Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami pada agama-Mu dan ketaatan kepada-Mu.
"يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ"
"Wahai Zat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.
Ketahuilah bahwa disetiap diri manusia dimungkinkan tempo2 akan bersemayam salah satu dari 3 (tiga jenis) qalbu sebagai berikut:
1. "Qalbin Salim" ( قَلْبٍ سَلِيْمٍ ) "hati yang selamat" atau "hati yang sehat". Wujud qalbin salam, adalah hati yang bersih, tenang, dan terhindar dari penyakit hati, sehingga membawa ketentraman bagi pemiliknya.
2. "qalbu mayyit" ( قَلْبٌ مَيِّتٌ ) "hati yang mati". Istilah ini merujuk pada hati yang tidak lagi peka terhadap kebenaran, tidak dapat mengenali Tuhannya, dan dikuasai oleh hawa nafsu.
3. "Qalbu Maridh" ( الْقَلْبُ مَرِيْضُ ); "hati yang sakit". Hati ini bisa beriman, tetapi bercampur memiliki banyak penyakit hati seperti iri, dengki, kemunafikan dan hasad.
Mari kita interospeksi diri, dimanakah agaknya posisi qalbu diri ini masing2 dari 3 jenis qalbu diatas.
Nabi Muhammad ﷺ menjelaskan bahwa qalbu adalah pusat terpenting dalam perilaku manusia. Dalam banyak hadits, beliau mengingatkan tentang hal-hal yang bisa merusak qalbu ada 6 (enam) perkara yaitu: 1. Berbuat dosa dan maksiat., 2. Terlalu Banyak Bicara yang Tidak Bermanfaat., 3. Makan Berlebihan., 4. Cinta Dunia dan Lupa Akhirat., 5. Lalai dari Zikir dan Membaca Al-Qur’an., 6. Dengki, Iri, dan Hasad.
Di artikel singkat ini, dibicarakan perusak qalbu perkara pertama yaitu “berbuat dosa dan maksiat” sedang 5 (lima) perkara lainnya إِنْ شَاءَ اللَّهُ menyusul.
PERTAMA, DOSA MENODAI QALBU.
Rusaknya qalbu lantaran dosa dan maksiat, mari direnungkan firman Allah dan hadist sebabagi berikut:
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al Muthaffifin: 14)
Ayat di atas diterangkan dalam hadits:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) »
Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.” ( HR. At Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, Ibnu Hibban (7/27) dan Ahmad (2/297). At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
KEDUA; DOSA MERUSAK JIWA DAN PERILAKU.
Ketika qalbu rusak karena dosa maka: Niat menjadi tidak ikhlas. Mudah berbuat zalim. Sulit menerima nasihat. Tidak khusyuk dalam ibadah. Merasa tenang dalam maksiat. Sulit untuk taubat. Mudah terjebak dalam syahwat dan syubhat. Kehilangan rasa takut kepada Allah. Merasa aman dari azab Allah (padahal ini bahaya besar).
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Mudah2an kita semua sama2 mendapatkan perlindungan Allah dari dosa2 yang dapat merusak Qalbu.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 23 Rabiul Akhir 1447H.
16 Oktober 2025.
Tuesday, 14 October 2025
GAYA dan perilaku SOK
Disajikan: M. Syarif Arbi
No: 1.362.05.10-2025
Bahasa Gaul di gunakan sehari-hari sering didengar istilah "Sok" yang digunakan untuk menyatakan seseorang berpura-pura atau berlagak seperti ……. sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai kenyataannya. Terminology agama Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ). Misalnya berpura-pura mengerti, padahal sebenarnya belum atau tidak mengerti. Seringkali ketika berdialog dengan seseorang, dapat diketahui lawan bicara apakah mengerti atau pura2 mengerti. Seorang karyawan atau buruh ketika atasannya atau mandornya melintas, berpura-pura sibuk, padahal volume pekerjaannya biasa saja bahkan sangat minim.
Pernah terjadi dalam suatu pertemuan arisan, bapak “A” berdekatan dengan seorang teman yaitu bapak “B” yang ngomongnya cepat dan tak jelas, semua rekan segroup sudah hapal dengan teman yang satu ini, tentang cara bicaranya itu. Ketika pak “B” bercerita, teman duduk dikursi sebelahnya, pak “A” mengangguk-angguk.
Bapak yang lebih senior pada saat ambil makanan, berbisik ke Pak “A”, “bapak tadi ngerti yang diceritakan pak “B”. Bapak “A” menjawab “ndak mengerti”, Senior tadi meneruskan pertanyaannya “tapi kok nganggung-angguk”. jawab pak “A”, “sekedar diplomasi”.
Disini konotasi “Sok” lain Iagi, “diplomasi” dengan tujuan agar bapak “B” yang bercerita tadi menjadi puas. Toh masalahnya tidak terlalu signifikan, bukan merupakan suatu kebijakan atau suatu keputusan yang berdampak dengan tugas pekerjaan, diyakini tidak berpengaruh kepada banyak orang.
Tetapi dalam hal2 yang berujung kepada masalah sirius, berdampak untuk orang banyak, maka sangat tidak baik untuk berlaku “SOK”, misalnya Sok Pintar, berpura-pura pintar akhirnya akan menyesatkan orang yang mempercayai apa yang disampaikannya. Dalam hal menyangkut pekerjaan peralatan teknis, misalnya memperbaiki peralatan elektronik jika diserahkan kepada orang yang sok pintar tadi, akan rusak berantakan peralatan tersebut, malah jadinya tidak berfungsi.
Kalau kepada si “Sok Pintar” diserahi sebagai pemimpin, maka kita teringat dengan pesan Rasulullah Muhammad ﷺ dalam suatu hadist bahwa apabila suatu perkara atau jabatan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah terjadi kehancurannya.
فَإِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
“Apabila amanah sudah hilang, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu (Arab Badui) bertanya, “Bagaimana hilangnya amanat itu?” Nabi saw menjawab, “Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” (HR. Al-Bukhari).
Hadits di atas mempertegas ketika peran-peran penting di tengah masyarakat diberikan pada sosok yang tidak memiliki kompetensi dan keahlian dalam memimpin, mengelola dan mengurus yang diistilahkan dengan “SOK” atau (Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ), maka kehancuran pun akan datang. Oleh karena itu jangan sampai meneyerahkan sesuatu urusan kepada orang yang Sok tau, atau orang yang sok pintar, apalagi urusan yang menyangkut kepentingan orang banyak.
Bagi orang2 beriman, apabila dirinya akan dipercayai untuk menyelenggarakan urusan yang menyangkut ummat, sebelum menerima amanah tersebut , akan senantiasa mengukur diri apakah diri benar2 mempunyai keahlian sesuai yang diamanahkan dengan mengacu pada hadist tersebut diatas dan juga firman Allah:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌۗ اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا ٣٦
“Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kauketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”. (Al-Isyra’ ayat 36)
Pengertian SOK (Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ) dari ayat diatas:
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Jangan mengatakan sesuatu yang engkau tidak ketahui, jangan mengaku melihat apa yang tidak engkau lihat, jangan pula mengaku mendengar apa yang tidak engkau dengar, atau mengalami apa yang tidak engkau alami. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, adalah amanah dari Tuhanmu, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya, apakah pemiliknya menggunakan untuk kebaikan atau keburukan?
Gaya berbicara, gaya hidup dan perilaku yang tidak disukai oleh Rasulullah Muhammad ﷺ telah dikemukakan dalam artikel sebelumnya yaitu banyak bicara yang sia-sia Ats-tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ), gaya bicara sombong dan membanggakan diri (Al-Mutasyaddiqqun (المُتَشَدِّقُونَ) dan terakhir yang ketiga SOK (Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ).
Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua, agar menjadi orang2 yang TIDAK mempunyai gaya berbicara atau bertutur yang tidak disenangi oleh Rasulullah Muhammad ﷺ, utamanya bertutur yang dengan: gaya berbicara yang “sia-sia” dan bergaya berbicara “pongah atau sombong” dan bergaya berperilaku yang Sok atau (Al-Mutafaihiqun (المُتَفَيْهِقُونَ).
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 21 Rabiul Akhir 1447H.
14 Oktober 2025.
Thursday, 9 October 2025
GAYA Bicara PONGAH
Dirangkum: M. Syarif Arbi
No: 1.361.04.10-2025
Pongah adalah sifat atau sikap seseorang yang sombong, angkuh, atau merasa diri lebih hebat dari orang lain. Orang yang pongah biasanya merendahkan orang lain dan tidak mau menerima kritik atau masukan. Kepongahan tersebut diimplemen tasikan seseorang; dapat berupa sikap, tingkah laku, pamer, juga dalam “gaya bicara”.
Di artikel singkat ini mari dilihat sejenak perkara “Gaya bicara Pongah” disebut dalam istilah agama Islam Al-Mutasyaddiqqun (المُتَشَدِّقُونَ). Pada umumnya orang yang terserang penyakit Al-Mutasyaddiqun adalah seseorang setelah dirinya meraih kesuksesan, atau kejayaan dalam kehidupan.
Digunakan istilah “pada umumnya”, karena tidak sedikit juga orang2 yang sukses, orang berharta, orang terkenal dalam masyarakat, yang rendah hati, tidak bergaya bicara pongah atau sombong. Teman2 ku di Surabaya (ketika aku masih bertugas di sana), ada yang ungkapkan candaan; “udah miskin…… sombong”. Selain itu ada juga yang mengungkapkan candaan; “udahlah miskin….. masa’ ….. sombong saja ndak boleh”.
Apa benar ada orang miskin yang sombong ???. Tentu sombong dalam batasan pengertian di awal tulisan ini, orang miskin tak akan bergaya bahasa pongah atau sombong, namun kalau sombong diartikan secara luas, boleh jadi orang miskinpun ada diantaranya dapat dikelompokkan sebagai orang2 yang pongah atau sombong (إِنْ شَاءَ اللَّهُ harus dibicarakan tersendiri).
Tanda2 orang yang berbicara dengan gaya bicara pongah atau sombong adalah:
• Bicara dibuat-buat dengan bahasa tinggi agar terlihat pintar atau berkelas, supaya terkesan ilmiah, tanpa menyesuaikan audience yang dihadapi berbicara.
• Nada bicara merendahkan lawan bicara, tidak berpantang menyinggung kelemahan pribadi lawan bicara. Kadang dalam perdebatan si pongah menanyakan “apakah anda sudah belajar …………, sudah membaca ………….” . Jika lawan berdebat tidak menjawab atau mengatakan belum, maka “pembicara pongah” akan mengatakan itulah sebabnya anda tidak mengetahui,…. dengan konotasi merendahkan.
• Sering kali menunjukkan arogansi atau keangkuhan. Dalam pikirannya orang lain tidak selevel dengan dirinya.
Sikap pongah atau sombong tidak disukai orang lain, bahkan sesama orang pongahpun tidak suka dengan orang pongah. Oleh karena itu tidak mungkin ada paguyuban sesama orang pongah (sombong), karena sesama pongah saling menyanggah, sesama orang sombong sering berselisih omong.
Ketidak senangan orang terhadap orang sombong baik diabadikan dalam pantun berikut:
Sauh dipanen dengan penjuluk.
Alpukat mateng dagingnya lembut.
Jauh dicela orang, dengan telunjuk.
Dekat dicibir orang, berisyarat mulut.
Allah dan Rasulnya; tidak menyukai orang pongah (sombong), begitu banyak dalam Al-Qur’an penegasan tentang sombong atau pongah; untuk menyederhanakan tulisan ini dipetik satu diantaranya:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُوْرٍۚ ………………”
“…………….Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”. (Luqman ayat 18)
Rasulullah Muhammad ﷺ tidak menyukai orang yang bergaya bicara yang pongah-sombong atau Al-Mutasyaddiqqun (المُتَشَدِّقُونَ), disebutkan dalam hadits bersamaan dengan menyebutkan Ats-tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ) seperti yang telah dipetik pada artikel sebelum ini dibawah judul “Bertutur Sia-Sia”. No: 1.360.03.10-2025. dengan bunyi hadits sbb:
وَإِنَّ مِنْ أَبْغَضِكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدِكُمْ مِنِّي يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ.
“Sesungguhnya, di antara orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku pada hari kiamat adalah:
- tsar-tsarun [Banyak Bicara yang Sia-Sia)];
- mutasyaddiqun [Gaya Bicara Sombong dan Membanggakan Diri]; dan
- mutafaihiqun [Gaya Bicara yang Sok dan Angkuh].”
Dari 3 (tiga) gaya bicara atau bertutur yang dibenci Rasulullah Muhammad ﷺ tersebut, 2 (dua) gaya bicara sudah diketengahkan; yang pertama yaitu “Ats-Tsartsaruun (الثَّرْثَارُونَ)”, sedangkan kedua sekarang dibicarakan: “Mutasyaddiqun”, sedangkan yang ke tiga “mutafaihiqun”. إِنْ شَاءَ اللَّهُ dikesempatan yang akan datang.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita semua, agar menjadi orang2 yang TIDAK mempunyai gaya berbicara atau bertutur yang tidak disenangi oleh Rasulullah Muhammad ﷺ, utamanya bertutur yang sudah d bicarakan yaitu: gaya berbicara yang “sia-sia” dan bergaya berbicara “pongah atau sombong”.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 16 Rabiul Akhir 1447H.
9 Oktober 2025.