Thursday, 11 December 2025
NONGKENG
Dihimpun: M. Syarif Arbi
No: 1.378.03.12-2025
Saya perkenalkan satu kosa kata yang cukup popular di Kawasan Pontianak Kal-Bar, yaitu kata “Nongkeng”. Bila kita terbang naik pesawat terbang sekitar 45 menit ke selatan, tiba di kota Ketapang, …..kata “Nongkeng” dikenal dengan “Nungking”, perubahan huruf “O” menjadi “U”, “E” diganti “I”
Nungking atau Nongkeng itu sendiri berasal dari kata “Tungking” yaitu tulang ekor. Entah dari mana dibuat kesimpulan ini, bahwa seseorang yang mudah tersinggung disebabkan “Tungking” nya pendek. Lalu diistilahkanlah bahwa orang yang tersinggungan dijuluki “Pendek Tungking”. Disederhanakan “Nongking” atau “Nungking” tadi.
Orang yang disematkan kata “Nongkeng” bukan hanya sekedar tersinggung tapi diikuti ngambek; bahasa setempat dikenal dengan “ngambol”. Ngambol sendiri pengertiannya lebih dalam dari ngambek, karena akibatnya dianya tidak perduli apakah tindakan “ngambol” nya itu merugikan dirinya sendiri.
Dalam pergaulan ketika masih anak2 sepermainan, sudah nampak sifat “Nongkeng” seseorang anak, di ikuti “Ngambol” ini diantara sesama teman. Teman2nya manandai bahwa si anu penongkeng. Ketika mereka sekelompok teman bermain, menemukan misalnya sejumlah buah2an di dalam hutan, atas usaha bersama. Bila salah seorang ada yang pe “Nongkeng”, jika dianya tersinggung atau menurutnya pembagian tak adil, se pe Nongkeng, tidak mau menerima bagiannya “Ngambol”, nyerahkan jatahnya untuk kelompok, kadang lebih ekstrim bagian untuk dia dibuangkannya secara demontratif dihadapan teman2nya.
Umumnya kalau pe “nongking” semasa anak2 terbawa sampai dewasa dan tua. “Masa kecil terbiasa, dewasa terbawa-bawa, sudah tua berubah tidak”. Di masa sudah berumah tangga misal adanya pertikaian suami istri sampai ke perceraian. Si lelaki pe “Nongking” rela turun dari rumah sehelai sepinggang (istilah tidak membawa harta berharga apapun). Sesuai aturan “gono-gini”, semestinya dianya berhak memiliki sebagian rumah, sebagian kendaraan dan sebagian harta bergerak maupun tak gerak, tapi dengan sifat “Nongkeng” diikuti “Ngambol”, dibiarkannya semua harta dikuasai mantan istrinya yang sudah diceraikannya itu.
Ketika bekas istrinya bersuami baru menempati rumah yang dia bangun dengan susah payah itu, buat si pe “nonking” yang “ngambol” hanya tinggal sakit hati sendiri, apaboleh buat asset itu sudah terlanjur diserahkan walau dengan tak ikhlas di kondisi “ngambol”.
Ngambek (tersinggung, kecewa, atau marah) dalam Islam adalah sah-sah saja, karena itu adalah manusiawi. Namun, cara merespons perasaan itu yang diatur dalam ajaran Islam. Rasulullah ﷺ pun pernah marah mungkin kerena tersinggung, tetapi marah, tersinggung beliau selalu karena alasan yang benar, bukan karena ego. Islam tidak melarang emosi—yang dilarang adalah melampiaskannya dengan cara yang buruk
Ngambek tidak boleh sampai menzalimi orang lain dan juga menzalimi diri sendiri, memutus silaturahmi, menyakiti perasaan orang lain.
Yang penting adalah cara menyelesaikan konflik, jangan mengedepankan ketersinggungan lalu “Nongking” diikuti “Ngambol”, karena dalam banyak hal Nongking dan Ngambol menzalimi diri sendiri. Oleh karena itu maka dalam hal terdapat permasalahan yang membuat diri tersinggung, berdialoglah dengan baik, katakan “saya tidak terima ……… sebab ………”. Jika pihak yang membuat tersinggung minta maaf, maafkanlah dengan tulus. Kendalikan emosi agar tetap dapat memeliha hubungan baik.
Mengendalikan Emosi ketika tersinggung, menahan Amarah, adalah salah satu tanda kekuatan iman. Surat Ali ‘Imran Ayat 134:
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَٱلْكَٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ وَٱللَّهُ يُحِبُّ ٱلْمُحْسِنِينَ
“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
Pesan Rasulullah tentang menahan marah, dapat dijumpai dalam hadits yang tercatat dalam Kitab Al Mu’jamul Ausath Nomor 2374. Rasulullah ﷺ menyampaikan petuah luhur ini dengan kata-kata yang mendalam,
لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ
“Jangan kamu marah, maka bagimu Surga (akan masuk Surga).” (HR Ath-Thabrani).
Oleh karenanya Rasulullah ﷺ menasihati seseorang dengan berulang-ulang supaya tidak marah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْصِنِي قَالَ لَا تَغْضَبْ فَرَدَّدَ مِرَارًا قَالَ لَا تَغْضَبْ
“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi Muhammad ﷺ, “Berilah wasiat kepadaku.” Nabi menjawab,“Janganlah engkau marah.” Laki-laki tadi mengulangi perkataannya berulang kali, beliau (tetap) bersabda, “Janganlah engkau marah.” (HR Bukhari no. 6116)
Boleh marah (secara syar'i): Jika agama Allah dihina, bukan karena urusan dunia atau pribadi, seperti hadist diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab Shahihnya:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ مَا خُيِّرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ أَمْرَيْنِ إِلَّا اخْتَارَ أَيْسَرَهُمَا مَا لَمْ يَأْثَمْ فَإِذَا كَانَ الْإِثْمُ كَانَ أَبْعَدَهُمَا مِنْهُ وَاللَّهِ مَا انْتَقَمَ لِنَفْسِهِ فِي شَيْءٍ يُؤْتَى إِلَيْهِ قَطُّ حَتَّى تُنْتَهَكَ حُرُمَاتُ اللَّهِ فَيَنْتَقِمُ لِلَّه
Diriwayatkan dari Aisyah,
Beliau berkata, “Nabi ﷺ. memilih perkara yang ringan jika ada dua pilihan selama tidak mengandung dosa. Jika mengandung dosa, maka Rasul akan menjauhinya. Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena urusan (kepentingan) pribadi, tapi jika ajaran-ajaran Allah dilanggar maka beliau menjadi marah karena Allah (lillahi ta’ala).”
Ya Allah hindarkanlah kami semua dari berbuat sesuatu yang merugikan diri kami sendiri maupun orang lain, kendatipun ketika kami tersinggung, ketika kami marah dan ketika kami kecewa.
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
بارك الله فيكم
وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَ رَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Jakarta, 21 Jumadil Akhir 1447H.
11 Desember 2025
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment