Thursday 13 June 2024

DO’A BUMERANG

Oleh: M. Syarif Arbi No: 1.253-06-4.2024 Sepertinya tak seorangpun orang normal dalam hidupnya tak pernah berdo’a, memohon kepada Yang Maha Kuasa untuk sesuatu keinginan. Banyak orang, makin sering, makin khusu’ berdo’a apabila dalam keadaan kesulitan, dalam keadaan kritis. Tak jarang pula orang berdo’a apabila merasa disakiti orang lain, tetapi tidak berdaya untuk melawan atau membela diri. Dalam terminology agama disebut sebagai orang terzalimi. Terdapat penegasan dalam agama (Islam), hadits riwayat Ahmad, ada tiga orang yang doa mereka tidak terhalang atau tidak tertolak. Hadits tersebut dihasankan Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam kitab shahih keduanya. Berikut bunyi haditsnya: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : (ثَلاثَةٌ لا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا فَوْقَ الْغَمَامِ وَتُفَتَّحُ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَيَقُولُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ وَعِزَّتِي لأَنْصُرَنَّكِ وَلَوْ بَعْدَ حِينٍ Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tiga orang yang doanya tidak tertolak: pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai ia berbuka, dan do’a orang yang terzalimi, Allah akan mengangkatnya di bawah naungan awan pada hari kiamat, pintu-pintu langit akan dibukakan untuknya seraya berfirman: Demi keagungan-Ku, sungguh Aku akan menolongmu meski setelah beberapa saat." (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). Di artikel yang terbatas ruang baca ini, tertarik menyoal tentang “do’a orang yang terzalimi”, karena do’anya makbul. Perlu didefinisikan, bentuk penzaliman sesama manusia itu seperti apa, supaya jelas telah terjadi penzaliman, sehingga sudah pantas si terzalimi berdo’a dialamatkan kepada penzalim. Jangan sampai orang yang menganggap dirinya dizalimi, padahal sebenarnya dia bukan dizalimi orang lain, tetapi malah dialah yang menzalimi dirinya sendiri. Bentuk kezaliman sesama manusia ialah: mencela, memfitnah, menyiksa, mengambil harta tanpa hak, berlaku kejam, dan berlaku tidak adil. Lebih khusus kasus “zalim” diangkat di artikel ini adalah kisah seorang karyawan yang merasa dizalimi atasannya kemudian berdo’a, kalaulah dianya benar dizalimi maka do’anya mustajab. Dari bentuk kezaliman yang mungkin dilakukan oleh atasan kepada karyawannya: 1. Boleh jadi atasan mencela yang bersangkutan apabila karyawannya berkinerja tidak baik melaksanakan tugas, tidak memenuhi standar yang telah diatur dalam job description. Hal ini tentu bukan ke zaliman sepanjang sudah diberikan tegoran, selanjutnya dibuat catatan ketika menentukan kondite. 2. Memfitnah, kezaliman ini kecil kemungkinan dilakukan atasan terhadap bawahannya, kalaupun terjadi bisa saja menceritakan kepada karyawan lain agar tidak ikut melakukan kesalahan2 seperti yang dilakukan teman kerjanya itu. Diikuti himbauan agar karyawan yang diberi cerita itu menasihati rekannya. Dapat juga diceritakan kepada staf atasan langsung karyawan ybs untuk membina bawahannya. Yang demikian bukanlah pula menzalimi. 3. Menyiksa, berlaku kejam, berlaku tidak adil tentu di suatu isntansi formal yang sudah terbentuk aturan tentang hak dan kewajiban karyawan tidak mungkin atasan berpeluang menzalimi. 4. Mengambil harta tanpa hak, kalaulah ini terjadi ada aturan main dalam suatu institusi, misalnya pemotongan upah lantaran karyawan tidak memenuhi standard performance. Inipun bukan menzalimi. Andaikan sudah terjadi pelanggaran berat ketentuan2 suatu institusi, maka berujung seorang karyawan di PHK. Dalam hal PHK dilakukan setelah memenuhi proses dan prosedur yang telah disepakati yang semestinya diketahui oleh pihak karyawan, maka institusi yang memberhentikannya tidaklah terkelompok melakukan kezaliman. Seorang karyawan diberhentikan, dianya tidak di zalimi, diukur dari model standard kezaliman tersebut di atas, malah dia sendirilah yang menzalimi dirinya sendiri dengan melakukan pelanggaran ketentuan institusi. Maka tidak berlakulah “do’a nya sebagai orang terzalimi”. Bahkan DO’ANYA AKAN JADI BUMERANG. Umpama karyawan terpecat tersebut sampai mengucapkan do’a yang buruk dialamatkannya kepada atasannya, ditujukannya kepada institusi tempat semula dia bekerja, maka do’a yang buruk itu akan kembali terkena dirinya sendiri. Mari lihat hadits riwayat Muslim, dari Jabir bin Abdullah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda: لاتدعوا على انفسكم ولا تدعوا على اولادكم ولا تدعوا على اموالكم لا توافقوا من الله ساعة يساءل فيها عطاء فيستجيب لكم “Janganlah kalian berdoa buruk terhadap dirimu sendiri, janganlah kalian berdoa buruk terhadap anak-anakmu, dan janganlah kalian berdoa buruk terhadap harta bendamu. Janganlah (berdoa buruk karena bisa saja) kalian menepati suatu saat di mana Allah diminta memberikan sesuatu pada saat tersebut lalu Allah mengabulkan permintaan kalian itu.” Rasulullah SAW secara terang-terangan juga melarang do’a untuk perbuatan dosa dan do’a untuk memutus silaturahim kepada sesama. Rasulullah menegaskan bahwa do’a seperti itu tidak akan dikabulkan Allah SWT. لا يزال يستجاب العبد ما لم يدع باءثم او قطيعة رحم ما لم يستعجل …. الحديث رواه مسلم عن ابى هريرة رضى الله عنه “Doa seorang hamba itu akan selalu dikabulkan selama ia tidak berdo’a untuk berbuat dosa atau memutus tali kasih sayang (persaudaraan/persahabatan), selama ia tidak terburu-buru (mau segera terkabul)…” Rasulullah berulangkali memberi contoh mengesankan bahwa beliau selalu mendo’akan baik, bahkan kepada yang menyakiti dan menghinanya. Saking tidak pernahnya Rasulullah SAW mendo’akan keburukan kepada orang-orang yang bersikap buruk kepadanya, Malaikat sampai bersedih. Malaikat justru menyatakan siap membinasakan penduduk Thaif jika Rasulullah mau memohon do’a kepada Allah SWT. Apalagi jika orang atau barang yang kita anggap jelek, ternyata tidak seperti itu di hadapan Allah SWT. Do’a buruk tadi malah bisa berbalik kepada pengirim do’a. ما من عبد مسلم يدعو لاخيه بظهر الغيب الا قال الملك : ولك بمثل. رواه مسلم عن ابى الدرداء رضي الله عنه “Tidaklah seorang hamba muslim yang mendo’akan saudaranya di belakangnya (tanpa sepengetahuannya) kecuali malaikat berkata,” Dan do’a yang sama untukmu.” (HR Muslim dari Abu Darda’ RA). Seorang Muslim yang mendo’akan saudaranya dengan penuh kebaikan, maka kebaikan pula yang akan kembali kepadanya. Hal yang sama juga berlaku jika seorang Muslim mendo’akan buruk kepada saudaranya, maka keburukan pula akan kembali kepadanya. Apa yang dicontohkan Rasulullah SAW itu adalah keagungan akhlak luar biasa. Maka, kalau kita mengaku sebagai umat Muhammad dan menjadikan Nabi sebagai suri teladan yang baik, tidak semestinya kita mengumbar do’a buruk kepada siapapun dan apapun. Melantunkan do’a-do’a kebaikan adalah wujud kebaikan hati dan kemuliaan budi. Do’a-do’a jelek yang muncul dari diri kita sebenarnya hanya letupan nafsu amarah akibat lepas kendali. Do’a-do’a buruk berlandaskan hawa nafsu, amarah, serakah, ingin berkuasa, angkara murka seperti itu tidak layak kita mintakan kepada Allah SWT. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: لَّا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوٓءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۚ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا "Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 148) Dalam kasus yang diangkat di atas, ternyata karyawan ter PHK tersebut tidak dizalimi, maka ybs seharusnya tidaklah pantas berdo’a yang buruk2. Do’a buruknya akan jadi BUMERANG buat dirinya. Semoga Allah menuntun kita semua berakhlak mulia seperti yang dicontohkan Rasulullah Muhammad, yaitu selalu ber do’a untuk kebaikan sekalipun terhadap orang yang telah berbuat tidak baik kepada diri kita, karena penilaian manusia belum tentu benar. آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ بارك الله فيكم وَ الْسَّــــــــــلاَمُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Jakarta, 7 Dzulhijjah 1445 H. 14 Juni 2024

No comments:

Post a Comment