Secara sederhana “Syukur”
diartikan sebagai ungkapan terimakasih atas anugerah yang diterima, atas
pemberian yang diterima, dari mana saja datangnya pemberian/anugerah tersebut.
Jika pemberian itu datang dari seseorang, begitu kita terima kita tidak
menunjukkan ungkapan terimakasih baik lisan maupun sikap, tentu orang yang
memberi akan merasa kecewa.
Suatu ketika seorang adik berkunjung kerumah kakaknya. Si adik sudah 7 tahun tinggal tidak se kota
dengan kakaknya, kebetulan si adik mukim di suatu kota, bila Duren sedang musim
sangat berlimpah, sampai harus diawetkan dibuat dodol Duren yang dikenal dengan
LEMPOK, juga dipermentasi agar awet dikenal dengan nama TEMPOYAK. 5 kg Lempok
dan 1 Kg Tempoyak, dengan susah payah diupayakan bagaimana caranya biar dapat
dibawa masuk pesawat terbang, sebab di pesawat terbang tak boleh ada barang
bawaan yang berbau merangsang. Untuk itu khusus Tempoyak dikemas dalam kaleng
yang diatasnya ditutup dengan serbuk Kopi. Singkat kisah, ketika sampai di
Jakarta adik berkunjung ke rumah si Kakak, oleh-olehpun diserahkan. Kakak
bertanya tentang oleh-oleh itu, sangat terkejut si adik mendengar pernyataan
kakak ketika menerima oleh-oleh: “kami ndak doyan Lempok, sebab menaikan
kolesterol, apalagi tempoyak nanti bikin mountaah”, dengan mimik yang nyinyir,
sambil menuruskan “simpan saja di atas meja makan”
Bila anda diposisi adik, entah bagaimana perasaan anda,
sudah capek-capek bawa oleh-oleh, begitu diserahkan kepada yang di oleh-oleh-i
dapat tanggapan demikian, bukannya bersyukur atau berterima kasih. Mungkin akan
lebih bijak, bila si kakak tidak mengucapkan pernyataan demikian, tapi
mengucapkan terimakasih. Adapun tidak doyan atau akan bikin muntah, nanti
begitu si adik sudah pulang, dapat saja di cari teman yang biasa makan Lempok
dan terbiasa membuat bumbu masak dengan Tempoyak atau ekstrimnya kalau tak
ketemu joga jodoh oleh-oleh itu yaaah, dibuang saja.
Tuntunan agama mengarahkan kita untuk berahlaq baik ketika
menerima pemberian orang, apalagi pemberian itu datang dari Allah. Kita
demikian banyak diberi oleh Allah nikmat dan pemberian hingga tak sangguplah
jika kita menghitung. seperti diungkapkan Allah di surat Ibrahim 34 dan surat
Al-Nahl ayat 18 “Wa in ta’udduu ni’matallahu laa tushshuuhaa” (dan jika kamu
menghitung nikmat Allah niscaya kamu tidak mampu menghitungnya). Dari penegasan
Allah itu, tentu kita tidak lagi menghitungnya, setiap detik kita mendapatkan
nikmat Allah itu. Oleh karena itu sebagai hamba yang diberi nikmat,
sepantasnyalah kita berterimakasih yang menurut terminology agama “bersyukur”.
Jangan sampai kita bersikap seperti kakak yang mendapat pemberian adiknya saya
ceritakan singkat di atas. Allah berjanji akan menambah nikmat bila kita
bersyukur seperti antara lain dikemukakan dalam surat Ibrahim ayat 7 “Wa iz ta’azzana
rabbukum la ‘in syakartum la’azidan nakum wa la ‘ing kafartum inna ‘azaabi
lasyadiid” (Dan (ngatlah) ketika Tuhan mu memaklumkan. Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat”
Teknik bersyukur dapat dilakukan antara lain melalui 4
(empat) cara yaitu: Bersykur dengan hati, bersyukur dengan lidah, bersykur
dengan perbuatan dan bersykur dengan menjaga nikmat.
1.
Bersyukur dengan hati. Setiap menerima anugerah
Allah didalam hati, menyadari bahwa apapun nikmat semua datangnya dari Allah.
Besar atau kecil suatu nikmat di disyukuri di dalam hati. Ybs. akan tidak
merasa kecewa berapakan kecilnya suatu nikmati tetap disyukuri tapa menganggap
tak ada gunanya. Syukur di dalam hati ini, akan membuat orang yang bersangkutan
selalu ingat kepada Allah Sang bermberi Nikmat, kadang sampailah lisan terucap
perlahan memuji kebesaran Allah.
2.
Bersyukur dengan Lidah. Bila hati telah bersyukur
dan marasa semua nikmat datangnya dari Allah, berikutnya dengan tulus lidah
mengikuti mengucapkan “Alhamdulillah” bersyukur atas segala nikmat yang
diterima dari Allah.
3.
Bersyukur dengan Perbuatan. Ialah memanfaatkan
segala nikmat yang diberikan Allah untuk dipulangkan kembali kapada Allah yaitu
menggunakan nimkat yang diterima dari Allah itu untuk keperluan kebaikan serta
ibadah yang dianjurkan oleh Allah.
4.
Bersyukur dengan menjaga Nikmat. Nikmat yang
demikian banyak itu, meskipun tidak sanggup kita hitung telah kita coba
mengenalinya dengan mengelompokkan menjadi 7 besaran maka setiap nikmat itu
kita harus jaga dengan baik.
a.
Nikmat berupa kenikmatan memperoleh agama. Agar
dapat diperlihara agama itu dengan baik, tingkatkan pemahaman agama sehingga
semakin hari semakin baik. Menjalankan perintah agama secara keseluruhan.
b.
Nikmat penundaan siksa/hukuman atas dosa.
Disyukuri dengan segera bertobat dan menghindari perbuatan dosa.
c.
Nikmat berupa peringatan Allah bila kita berbuat
dosa. Disyukuri dengan segera sadar dan menebus perbuatan dosa itu dengan
kebaikkan dan berhenti serta bertaubat dari perbuatan dosa itu.
d.
Nikmat diberikan kesempatan bertaubat. Gunakan
dengan baik, setiap terlanjur berbuat dosa lekas bertaubat dan menjaga jangan
sampai mengulangi lagi perbuatan dosa.
e.
Nikmat terpilih tergolong sbagai orang ahli
ibadah. Dijaga nikmat itu agar tetap konsisten sampai akhir hayat dan bila
perlu mengajak orang lain.
f.
Nikmat kesehatan, kesejahteraan,
keselamatan/kemanaan. Gunakan kesempatan selagi sehat, selagi sejahtera, selagi
aman, untuk memaksimalkan ibadah kepada Allah dan berbuat baik sesama manusia.
g.
Nikmat harta. Gunakan harta untuk ibadah kepada
Allah, berbuat baik sesama manusia jangan sampai justru harta yang banyak
justru dibuat untuk bermaksiat.
Demikian, semoga kiranya ada manfaatnya. Wain
yakun shawaban faminallah. wain yakun khatha an faminni wa minasyaithan.
Wallahu warasuluhu barii ani minhu. (Dan
sekiranya benar, maka itu datangnya dari Allah. Dan sekiranya salah, maka
berarti itu datangnya dari diriku sendiri (yang lemah ini) dan dari syathan.
Mohon maaf oleh karenanya.
Wallu ‘alam bhisawab. Barakalahu fikum
No comments:
Post a Comment