Orang
tua, sekalipun dianya tidak baik-baik amat, pastilah di dalam hatinya ingin
anaknya kelak lebih baik dari dirinya dalam berbagai hal, dalam kehidupan di
dunia dan akhirat. Oleh karena itulah setiap orang tua (yang normal), siap
berkorban tenaga dan fikiran serta pembiayaan, untuk anaknya menjadi lebih baik
tersebut.
Contoh Satu:
Seorang
ayah mengantarkan anak lelakinya ke
sebuah pesantren yang cukup terkenal, sejak anaknya masih usia baru di atas
sepuluh tahun setamat sekolah dasar. Tentu harapan dikandung hati si ayah, agar
kelak anaknya menjadi manusia yang berilmu pengetahuan tinggi untuk keperluan
dunia dan mempunyai pengetahuan agama yang mumpuni untuk bekal ke-akhirat,
sebab pesantren sekarang dibekali kedua sisi ilmu tersebut.
Ternyata,
apa yang terjadi setelah selesai mondok di pasentren tersebut, ketika si anak
yang sudah tumbuh dewasa itu pulang ke kediaman ortunya. Setiap subuh si ayah
mengecek ke kamarnya, ingin mengetahui si anak apakah shalat ke masjid. Kamar
disainnya belum berubah, sama ketika si bocah meninggalkannya, yaitu antara
kamar ortu dan kamar si anak dipisahkan oleh kamar mandi yang dapat
dipergunakan oleh dua kamar. Kamar ortu dapat dikunci dari dua sisi, sementara
kamar anak hanya dapat dikunci dari kamar mandi, sehingga ortu dapat masuk ke
kamar anak sewaktu-waktu untuk mencek, ketika ybs masih anak-anak dulu. Begitu
si ayah akan berangkat ke masjid dekat rumah, didapatinya anak tidak ada lagi
ditempat tidur, besar juga hati ayah, tentu dia sudah ke masjid. Herannya di
masjid tidak kelihatan, tapi pikir si ayah mungkin di masjid lain, maklum kota
mereka banyak sekali masjid dengan lokasi yang tak berjauhan. Belum cukup
sebulan mukim di rumah, akhirnya terbuka rahasia, kalau subuh si anak tidak ada
di atas tempat tidur, rupanya cebolan pesantren yang satu ini, begitu hampir
azan subuh pindah tidur ke kolong ranjang.
Contoh
dua:
Sejak
Es Em Pe anak lelaki yang ortunya cukup mampu ini, di sekolahkan ke luar
negeri, walau sekolahnya dijurusan umum dan kemudian dilanjutkan ke strata satu
jurusan bisnis, tetapi tetap saja ortu selalu mengontrol dari kejauhan ibadah
dan pergaulan si anak. Benar saja ketika
pulang ke tanah air ybs tetap nampak melaksanakan shalat walau bukan tergolong
pemuda yang hatinya selalu terpaut ke masjid. Orang tua masih tetap puas dengan
keadaan itu, walau shalat subuh dilaksanakan di rumah untuk sementara ndak
apalah, lama kelamaan kalau yang bersangkutan masih ikutan shalat jum’at,
semoga sesekali dapat khatib yang berkhutbah, tentang betapa pentingnya shalat
berjamaah di masjid terutama shalat isya dan shalat subuh, terutama bagi orang
lelaki. Suatu ketika si anak menceritakan bahwa ternyata dianya jarang shalat
subuh tepat waktu. Kalaupun shalat subuh sebangunnya, kadang setelah sinar
matahari masuk ke kamar tidur. Dianya mengaku bahwa ibunya selalu ribet
membangunkan untuk shalat ketika azan subuh menggema, padahal saat itu pas
enak-enaknya tidur. Untuk menghindari ibunya sering membangunkan subuh, dengan
mengetok-ngetok pintu (sebab kamar dikunci dari dalam dan kamar mandi diluar
kamar) disain kamar beda dari contoh satu.
Untuk menghindari ribet dibangunkan si ibu, si anak sebelum tidur (tidur
terbiasa sudah larut malam) kamar mandi terlebih dahulu disiram air ber ember-ember
sehingga basah. Ibu ketika azan subuh menuju kamar si anak dan sebelumnya
melewati kamar mandi, terlihat masih ada bekas basah, makapun urung mengetok
pintu, sebab yakin yang bersangkutan sudah bangun dan wudhu serta shalat subuh.
Contoh
ke tiga:
Gadis
remaja putri, setelah memberi salam kekiri dan kekanan usai shalat subuh
berjamaah di suatu masjid, tiba-tiba menangis sampai cegugukan di dekat seorang
ibu sama berjamaah subuh itu. Ibu disebelahnya agak terheran dengan kejadian
yang baru ditemuinya subuh itu. Diringankannya hatinya untuk menanyakan ke remaja
putri yang berparas cantik itu. Penjelasannya sangat mengagetkan, singkat
cerita bahwa rupanya dianya baru subuh itu shalat subuh dan shalatnya ke masjid
pula. Ia teringat akan almarhumah ibunya, ketika masih hidup selalu menyuruh
dia shalat dan suruhan ibunya itu belum dia sambut sebagaimana mestinya selama
mendiang masih hidup, kalaupun shalat, masih belang kambing, shalat sesempatnya.
Dianya termasuk tak taat kepada almarhumah ibunya. Itulah sebab dianya menangis
mengenang ibunya yang selalu menasehati untuk shalat. Nasehat ibu itu terasa
menyentuh perasahaan setelah ibu tiada. “Hati saya merasa terpanggil dan
termotivasi untuk melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya sesuai pesan Ibu”. Begitulah setiap kali ibu itu ke masjid
hampir tak pernah tidak ketemu dengan gadis tersebut, dapat dikatakan dia telah
menjadi jamaah tetap.
Dari
ketiga contoh di atas dapat difahamkan bahwa motovasi untuk membuat seseorang
menjadi insyaf paling effektif kalau datang dari dalam dirinya sendiri. Pada
contoh pertama terbukti bahwa dengan dibekali pengetahuan agama dengan muatan
yang cukup, juga belum mempan memotivasi ybs menjalankan ibadah, kalau bukan
panggilan datang dari diri sendiri. Demikian juga contoh ke dua walau dengan
sabar si ibu membangunkan untuk shalat subuh, kalau bukan kehendak datang dari
dalam diri sendiri, dapat saja dibuat akal-akalan untuk meredakan dorongan ibu
yang dianggap ribet. Pada contoh ke tiga, walau ibu yang memotivasi sudah tiada
tapi, dorongan motivasi untuk mulai menekuni ibadah datang dari sumber hati
nuraninya sendiri walau pemicunya adalah nasihat ibu yang sudah tiada, ternyata
itu sangat effektif dan menyentuh kalbu.
Rumah besar ber pagar bambu
Lebih kuat dari kawat
berduri
Bagaimanapun nasihat
datang bertalu
Lebih manfaat
kalau dari diri sendiri
No comments:
Post a Comment