Sukses,
selalu diterjemahkan berjaya dalam kehidupan, harta berlimpah, di masyarakat
terpandang. Setiap usaha orang sukses tak pernah merugi, setiap kegiatannya tak
ada halangan. Sepertinya do’a orang ini selalu dikabul oleh Yang Maha Kuasa.
Kadang orang sukses suka juga mendabik dada bahwa usahanyalah yang menjadikan
ia sukses, bukan lantaran do’anya di
Kabul YMK, atas usaha dan kepandaian yang bersangkutan sendirilah ia berjaya.
Bagi
orang yang bersemi iman di dadanya, berkeyakinan sukses dan gagal dalam hidup
bukan kuasa dirinya. Dirinya hanya berkewajiban untuk usaha, untuk ikhtiar, yang mensukseskan adalah Yang Maha Kuasa.
Karena itu orang yang beriman selalu mengiringi ikhtiar/usahanya dengan
do’a. Orang berimanpun yakin bahwa tidak
semua do’anya di Kabul. Orang beriman yakin bahwa Yang Maha Kuasa hanya
mengabulkan do’anya sesuai keperluan, bukan
mengabulkan seluruh do’a yang dimohonkannya.
Sebab
kalau seluruh do’a dikabul maka tidak jarang akan mengakibatkan tidak baik, bagi orang yang bersangkutan.
Dapat saja karena selalu berhasil, selalu sukses, menimbulkan bangga diri pada
gilirannya secara berlebihan menilai diri, bahwa dirilah yang hebat, bukan kekuatan diluar dirinya yaitu Yang Maha Kuasa
yang menganugrahkan kesuksesan itu kepadanya.
Dalam
perjalanan hidup yang sudah lebih setangah abad ini, banyak sekali menyaksikan
profil orang sukses, baik itu tenam sebaya, angkatan seangkatan atau juga di atas
segenerasi. Banyak diantara orang sukses tersebut ternyata mempunyai USUS yang
PENDEK.
Satu
diantaranya, diri ini pernah menyaksikan betapa pendeknya USUS seorang yang
sukses. Ketika suatu periode bertugas di satu daerah, punya atasan sekantor
yang kariernya demikian sukses. Mulai masuk diterima sebagai pegawai terus
menerus sukses, boleh dikata lebih sukses dari rekan-rekan seangkatannya.
Karena kesuksesan jabatan itu, diiringi dangan kekayaan materi dan terpandang
di dalam masyarakat. Sudah lumrah bila
orang punya jabatan, banyak dermawan yang bermurah hati berlomba-lomba mengirim
upeti dalam rangka menarik hati orang yang sukses. Salah satu bentuk upeti
berupa buah Duren yang memang didaerah itu, kalau sedang musim berlimpah. Bagi
pemberi upeti bulam lagi musin Duren berlimpah, diawal musim sudah berhasil
menggupulkan Duren yang baik-baik, besar dan lunak-lunak.
Jelas
bahwa Duren begitu banyak tak kan habis dimakan sendiri, apalagi sifat bawaan
buah Duren utamanya Duren di daerah itu, tak tahan disimpan lama, beberapa hari
akan merekah. Jika merekahnya sudah sampai terbuka lebar, itu Duren ”masuk
angin”. Kalau sudah “masuk angin” rasa Duren tidak lagi enak seperti semula, manisnya
hilang dan rasa Duren menjadi hambar. Oleh sebab itu, orang sukses yang saya angkat dikisah ini,
biasanya memanggil tenam-teman koleganya untuk bersama-sama makan duren di
rumah sambil mengisi waktu malam, sambil main catur, atau gapleh atau nonton TV
berparabola bersama rekan selevel di daerah yang terbilang belum banyak hiburan
itu.
Siang
itu, beberapa orang calon pegawai yang belum dua bulan di terima untuk mengisi
formasi kekurangan pagawai di instansi tempat kami bekerja, mereka ditugaskan untuk merapikan gudang arsip yang
letaknya se lokasi (dalam lahan yang sama) dengan rumah instansi tempat atasan
saya itu bertempat tinggal. Salah satu gudang yang pintunya tak dikunci,
termuat setumpuk Durian, gudang inipun termasuk harus dirapikan. Salah seeorang calon pegawai terbit seleranya
ketika melihat sebuah Duren yang ranum dan sudah sedikit agak merekah, bila
dicuil dengan tangan tanpa bantuan pisau pastilah tu Duren dapat dibuka.
Benar
saja si calon pegawai menyampaikan seleranya, diam-diam, telah diusahakannya
tak diketahui rekan lain yang membereskan ruangan-ruangan lain, disantapnya
Duren ranum itu tanpa mengalami kesulitan, tanpa alat. Setelah selesai lupalah dia bahwa Duren mesti
ada limbahnya, kulit dan biji. Bingung mengamankan limbah tersebut, kalau
dibawa keluar ke tempat sampah yang ada di depan rumah, tentulah bakal ada yang
melihat, lupalah dia bahwa dia tidak membawa bekal kantong plastic, misalnya
untuk menyamarkan limbah Duren itu.
Waktu
tugas di rumah instansi BOS itupun berakhir dan semua calon pegawai yang
ditugaskan ditunggu mobil minibus yang akan membawa mereka pulang ke kantor.
Masing-masing calon pegawai, membawa
pulang, pengalaman sendiri-sendiri, bertugas di rumah Bos. Ada yang latah
membayangkan nanti kelak akan jadi Bos, betapa enaknya dirumah yang luas dengan
pekarangan yang luas, dengan perabot serba lengkap. Lain dengan si pemakan
Duren, masih terpikir dianya dengan limbah Duren yang telah dimakannya tertinggal diruangan gudang
Duran.
Dasar
Duren, lain aromanya bila masih utuh dan sudah terbuka juga kulit dan biji.
Limbah Duren akan mengundang sejenis makluk kecil yang terbang berkelompok
mengerubungi limah Duren, makluk sejenis serangga itu terbang bergerombol
setempat dikenal dengan “Bari-Bari”, makanya ada bait nyanyian setempat:
Tom-tom tempoyak
Tempoyak Masam
Tempayan belah
Dirubung
Bari-Bari
Kerena
tempayan belah, aromanya keluar, sehingga tenpoyak masam dirubung “Bari-Bari”.
Kerubungan
Bari-Bari mengundang yang empunya rumah, memerintahkan asisten rumah tangga
untuk meneliti di ruangan yang dirubung
Bari-Bari. Terkaget dilihat asisten rumah tangga bahwa ada sampah limbah
Durian yang sudah lebih dari beberapa jam isinya dimakan. Langsung si Bos
menelpon pejabat yang membawahi calon pegawai yang bertugas siang tadi.
Singkat
kisah, setelah diproses ternyata tidak dapat menyangkal salah seorang calon
pegawai yang menyantap Durian di dalam Gudang. Titah beliaupun keluar, tanpa
pertimbangan yang panjang melalui USUS yang Panjang, Calon pegawai tersebut di
pacat.
Pertimbangan
pemecatan, adalah bahwa seorang pegawai nanti disyaratkan kejujuran. Belum lagi
jadi pegawai, sudah menunjukkan ketidak jujuran. Sudah menunjukkan ahlak yang
tidak baik. Instansi tak akan menerima pegawai yang tidak jujur. Kalaulah di
hitung dengan nilai uang, sungguh sebuah Durian harganya di daerah penghasil Durian
tentu sangat tidak materiil. Tapi itulah keputusan yang telah dititahkan oleh
Bos tak dapat ditarik lagi.
Bagi
si Bos yang dalam hidup sejak menapak karier tidak pernah mengalami hambatan
dan hidup yang susah, maka dianya tidak pernah merasakan betapa kehidupan orang
tidak punya. Oleh sebab itulah USUS beliau PENDEK, maksudnya tidak panjang
mencerna suatu keadaan, hanya dilihat si Calon Pegawai tidak jujur, buat apa di
pertahankan, langsung saja di pecat. Mungkin sampai akhir hayatnyapun si Bos
tidak pernah menyesali keputusannya.
Kasus
lain, teman saya ketika itu diriku masih berusia duapuluhan berprofesi sebagai
wartawan di Jakarta waktu itu. Seorang teman saya yang sampai sekarang masih
kuingat namanya karena pernah melakukan sesuatu tindakan penyesalan yang
mendalam dengan mengambil langkah “Jera” yang luar biasa. Singkat warta,
tamanku itu memuat dalam surat kabarnya tentang seorang (saya tak sebut jelas
profesi orang itu, tapi yang bersangkutan berperan dalam perkara di
pengadilan). Orang tersebut diketahui temanku itu dan dia mempunyai pakta tak
terbantahkan bahwa orang tadi menerima uang (suap istilah sekarang). Dengan
dimuatnya berita itu orang bersangkutan beberapa hari kemudian diketahui
dipacat dari group mereka. Penyesalan yang mendalam bagi teman tadi, dia
menganggap lantaran beritanya orang tersebut terpecat dan kehilangan setidaknya
sementara sumber untuk menghidupi keluarganya. Langkah “Jera” yang dilakukan
teman ku tadi, berhenti dari wartawan di salah satu surat kabar beroplag besar terbit
di Jakarta, sekitar tahun 1970 an itu. Dia takut kalau jadi pewarta akan
terulang lagi hal yang sama. Ini mungkin contoh USUS yang PANJANG, walau
masalahnya sudah diputuspun masih dicerna kembali, sehingga membuatnya membuatnya menyesal yang panjang.
Belakang
ini kulihat di Face Book, banyak rekan-rekanku yang kini sudah menjadi Bos,
diberi kesempatan mengemban amanah menjadi orang pertama. Semoga Kisah ini
dapat kiranya untuk menjadi bahan agar BERUSUS panjang jika dihadapkan kepada
anak buah yang melakukan kesalahan. Tentu dapat memilah kesalahan seperti apa
yang harus dihukum maksimal seperti pemecatan. Pengalaman empiris bahwa
karyawan-karyawan yang melakukan kesalahan dimaafkan akan menjadi pegawai yang
baik dan sampai ahir hidupnya tak pernah ia melupakan pemaafan itu.
No comments:
Post a Comment