Kita
sudah begitu lama tidak pulang kampung, katakanlah sampai sepuluh-duapuluh
tahun. Banyak sudah orang sekampung yang dulu kita kenal sudah tidak dijumpai
lagi, dapat saja mereka sudah meninggal dunia atau juga meninggalkan kampung
merantau seperti kita. Kalaupun beberapa orang yang masih kita jumpai, kadang
ada yang dianya melihat kita ragu-ragu
untuk menyapa, biasanya kita yang meninggalkan kampung justru masih ingat
dengan mereka, kitapun menyapa mereka dengan ramah dan tentu disambut dengan
ramah oleh meraka pula. Di dalam hati kita kebanyakan terbesit, bahwa betapa
sudah tuanya teman yang kita tinggalkan sepuluh duapuluh tahun yang lalu itu.
Mungkin diapun/merekapun di dalam hatinya berkesan yang sama dengan kita,
dianya melihat kita sudah begitu tua. Sementara kita merasa diri ini belum
begitu tua seperti yang mereka rasakan dalam hati itu.
Momen
yang sama ketika kita diundang teman mantu. Teman akrab yang dulunya pernah
bertetangga di suatu komplek ketika dinas semasa masih aktif. Mengundang mantu
atas putrinya/putranya yang kita ikut menjengguk ketika si mempelai ini dilahirkan
ke dunia. Banyak teman sekolega semasa dinas, sudah puluhan tahun tidak ketemu, dipertemukan oleh undangan
walimah pernikahan ini. Ketika itu kitapun melihat bahwa teman-teman (undangan)
yang dulunya gagah/muda sekarang sudah tua, jauh berubah dari yang dulu. Kadang
tidak sedikit yang tak sanggup lagi kita mengingat namanya, sebaliknya diapun
lupa dengan nama kita. Raut wajahnyalah yang masih mengakrabkan pertemuan
singkat itu.
Ternyata
bahwa manusia itu, sesungguhnya tiap hari berubah. Kita bangun tidur keesokan
hari wajah kita sebetulnya tidak sama lagi dengan wajah kita yang kemaren. Kita
berkaca setiap hari ketika akan keluar rumah atau ke tempat kegiatan kita.
Tetapi kita tidak merasakan berapa sudah berubahnya wajah kita hari ini
dibandingkan dengan kemarin, lantaran tipisnya perubahan itu.
Jikalah
anda orang yang suka membuat dokumentasi foto setiap tahun, maka cobalah
bandingkan foto anda dari tahun ke tahun, demikian besar perubahannya.
Perubahan tersebut sesungguhnya akomulasi dari perubahan setiap hari yang tidak
kita sadari, dalam proses mati dan hidup kita setiap hari.
Konsep
agama (Islam), bahwa manusia itu setiap hari mati. Sepanjang belum sampai ke
mati sungguhan, keesokan harinya oleh Allah kita di hidupkan kembali. Kehidupan
kita di esok hari secara phisik sudah bukan phisik kita yang kemarin lagi.
Phisik kita yang kemarin sudah mati, kita hidup hari ini dengan phisik baru.
Phisik baru kita hari ini sudah berubah dari phisik kita yang kemarin. Sejak
bayi kita dilahirkan, tumbuh berkembang, tadinya telapak kaki hanya seukuran
dua jari orang dewasa, berangsur hari demi hari membesar memanjang tumbuh
hingga menjadi anak-anak, menjadi dewasa dan menjadi tua. Itu semua melalui proses
hidup dan mati setiap hari.
Informasi
ini didapat dari doa terbangun dari tidur yang diajarkan oleh nabi Muhammad
S.A.W. berbunyi “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kembali setelah Dia
mematikan kami, dan kepada-Nya lah kita dibangkitkan.”
Do’a
bangun tidur ini memberikan indikasi bahwa sesungguhnya setiap kita tidur, maka
kita telah masuk dalam “kematian”. Kematian sementara ini berlangsung terus
menerus sepanjang hidup kita. Jadi kehidupan setelah kita bangun tidur, buat
phisik kita adalah kehidupan yang baru lagi, sementara Roh kita adalah tetap
Roh yang semula, sejak pertama kali ditanamkan oleh Allah ketika 120 hari dalam
kandungan Ibu. Roh berangsur bertambah pengetahuan, bertambah ilmu dan
pengalaman. Roh yang mengendalikan sikap dan perbuatan setiap orang ini, akan
dipengaruhi oleh kedewasaan, pengalaman, ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya
seorang berbeda sikap dan kebijakannya dari orang lain, tergantung kepada
usianya di dunia, ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan pengalaman yang
dialaminya.
Itulah
sebabnya tidak ada perbedaan “tidur” orang melarat dengan seorang “konglomerat”.
Begitu pula matinya konglemerat dan orang melarat tidak ada perbeadaannya,
hanya berbeda pada upacaranya saja.
Begitu pula sama saja tidur seorang hamba sahaya, kaum miskan papa
dengan seorang raja yang masih bertahta. Kalaulah ada perbedaan tidur mereka
hanya pada wadah tergeletak tidurnya saja.
Semoga
kita samakin insyaf bahwa setiap hari kita ini tidur adalah mati dan bukan
mustahil bahwa setelah kita tidur tidak terbangun lagi, atau mati sungguhan.
Oleh karena itu mumpung masih terjaga tebar kebaikan selagi bisa, hindari
kejahatan sekuat tenaga.
No comments:
Post a Comment