Seseorang tidak begitu saja langsung
menjadi perokok, lain dengan makan dan minnum, seorang anak manusia dengan
sendirinya perlu akan makan, perlu akan minum, sehingga tanpa belajar langsung
berhajad akan makan dan minum, dengan demikian tau dengan sendirinya bagaimana
cara makan dan minum.
Merokok harus mulai dari belajar.
Belajar berarti perlu media yang mengajari, yaitu lingkungan, pergaulan,
termasuk orang tua sendiri. Calon perokok mula-mula belajar dengan mencoba-coba,
sehisap dua hisap, dapat berupa numpang rokok teman. Ada juga si yang beruntung
tidak lanjut menjadi perokok, karena begitu mencoba lantas batuk, atau pening
kepala, atau mual. Dianya yang beruntung ini tidak mau melanjutkan belajar
merokok, karena menganggap bahkan membuktikan dirinya tak sesuai dengan rokok
itu. Lain lagi dengan yang berlanjut manjadi perokok, mulai merasakan
kenikmatan merokok itu, walau semula sedikit akan ada perasaan ndak enak, tapi
setelah dipelajari terus terasa ada kinikmatan didalamnya. Sumula merokok
secara sembunyi-sembunyi karena untuk membeli rokok perlu anggaran tersendiri,
padahal diri belum punya penghasilan, masih menggunakan uang saku dari ORTU.
Setelah mampu beli sendiri dengan uang hasil kerja sendiri, kadang orang ini tumbuh
jadi perokok berat, sampai suatu saat “harus berhenti” lantaran sesuatu sebab,
antara lain kesehatan.
Sebagai seorang yang pernah
mengalami, sungguh sulit untuk berhenti, pernah berhenti dalam kurun waktu
lebih lima tahun, kemudian kambuh lagi ya lantaran pergaulan dengan para
perokok, sering ditawari. Mula-mula menolak, lama-lama ambil untuk dicium,
lama-lama mulai membakar hisap sedikit, lantas matikan, lama-lama kambuh lagi.
dan kini diusia senja betul-betul telah berhenti, walau tidak berani sesumbar
pasti tak kambuh lagi. Sambil berdo’a semoga Allah beri kemampuan untuk tidak
kambuh lagi.
Faktor lingkungan, pengaruh ORTU perokok sangat dominan. Sebuah
penelitian dalam Journal of Adolescent Health menemukan bahwa remaja yang orang
tuanya perokok punya kemungkinan dua kali lebih besar untuk mulai merokok di
usia 13 tahun. Dalam penelitian ini, tim ahli
dari University of Washington di Amerika Serikat mencatat perkembangan
lebih dari 800 remaja sejak mereka berusia 13 tahun sampai mereka berusia 21
tahun.
Penelitian lain dalam American
Journal of Public Health juga menggaungkan hasil serupa. Menurut penelitian
ini, nyaris 40% remaja yang orang tuanya perokok juga sudah merokok atau paling
tidak pernah mencoba rokok pada usia rata-rata 13 tahun.
Lebih lanjut, dalam penelitian oleh
Columbia University Medical Center bekerja sama dengan New York State
Psychiatric Institute ini disebutkan bahwa mereka yang orang tuanya merokok
berpeluang tiga kali lebih besar untuk mencoba paling tidak sebatang rokok di
usia remaja. Sedangkan kalau orang tuanya perokok berat, remaja punya peluang
dua kali lebih besar untuk mulai merokok tiap hari.
Menurut
salah satu peneliti dari tim ahli di University of Washington yaitu Karl Hill,
Ph.D., anak akan meniru kebiasaan orang tua merokok, meskipun Anda mungkin
sudah mengingatkan mereka berkali-kali untuk tidak merokok sampai usianya
mencapai 18 tahun ke atas. Apalagi kalau selama ini Anda sering melibatkan anak
dalam kebiasaan Anda, misalnya minta tolong anak ambilkan rokok di tas atau
menyalakan api rokok Anda.
Barusan
ketika ku jalan-jalan pagi, tiga orang anak kelihatannya setingkat es em pe,
pakai seragam, sedang merokok di bawah pohon. Kuhampiri mereka sempat kutanya
dimana sekolahnya, mereka tak ragu menjawab. Terlintas difikiran ingin ku photo
dalam keadaan mereka merokok. Tapi niat ini kuurungkan, kalau nanti ku muat
melengkapi tulisan ini, nanti sekolahnya ndak terima atau ybs. pun bisa saja
tak setuju. lantas jadi masalah termasuk kejahatan electronic?
Kita
tengok perilaku perokok terhadap rokok adalah:
PERTAMA
DICIUM, boleh dikata ungkapan sayang terhadap rokok, karena itu dicium, walau
sebenarnya mencium adalah refleksi untuk menikmati aroma yang dikandung rokok,
utamanya kretek. Bagi perokok professional dengan mencium dia tau rokok baru
atau rokok sudah lama.
KEDUA DIBAKAR, ternyata setelah disayang rokok
disiksa dengan dibakar. Walau sebenarnya maksud membakar ini agar dengan begitu
si rokok dapat dinikmati.
KETIGA
DIHISAP, ini wujud dari lambang sayang kepada rokok, sebab tak semua jenis
barang dihisap seperti rokok, walau gunanya tentu untuk mengeluarkan asap dari
hasil pembakaran bahan-bahan rokok. Pengisapan ini sekaligus lambang kekejaman,
sudah dibakar dihisap pula sampai akhirnya si rokok menyusut sampai ke puntung.
KEEMPAT
DIPENYET ATAU BAHKAN DIINJAK. Itu suatu bentuk habis manis sepah dibuang.
Setelah isinya dinikamti, puntungnya di buang dan cara membuangnya begitu
gemas, ada yang menekannya dia atas asbak sampai penyet shingga bentuknya jadi
rusak/ hancur. Adalagi kita liat para perokok di jalan, setelah rukoknya jadi
puntung, puntungnya di jatuhkan ke tanah
dan diinjak dengan kaki dan kakinya di geser-geser dengan gemasnya untuk
ditumpas.
Jadi
begitulah PERILAKU PEROKOK TERHADAP ROKOK, “disayang, disiksa, dihisap dan akhirnya
ditumpas”
No comments:
Post a Comment