Saturday 29 October 2016

SONTEK



Belum merasa berobat kalau belum di suntik oleh dokter yang didatangi ketika berobat. Pengucapannya juga bukan “SUNTIK”, tapi “SONTEK”, dengan huruf “O”, begitulah keadaan Masyarakat di daerah-daerah pedalaman sangat terpecil, setidaknya yang kuliat di pedalaman Kalimantan Barat.
Bagiku pengertian penduduk pedesaan seperti ini tidak aneh, sebab semasa kecilku sudah mendengar istilah “sontek” ini dituturkan oleh orang-orang yang berobat ke rumah sakit kala itu. Mereka begitu berobat harus disuntik, kalau tidak disuntik menganggap rumah sakit  atau diokter yang dikunjunginya untuk berobat, belumlah melakukan pengobatan.
Ketika Putra-Putra ku bertugas sebagai dokter PTT di daerah sangat terpencil tahun 2008-2009, kami kunjungi ditempat tugas mereka di pedalaman Kalimantan Barat, kenyataan itu kudengar kembali. Misalnya, ada pasien datang kerumah dinas mereka, mengetuk pintu, waktu  ditanya, si pengetuk pintu menjawab “mau minta sontek dokter”. Kebetulan putra kami yang tua menjadi dokter PPT th 2008-2009 dibilangan kota sangat terpencil di daerah pesisir, dan putra bungsu kami  juga kebagian tugas menjadi dokter PTT Th 2009-2010 di pedalaman Kalimantan Barat di desa jauh dari pantai kedalam daratan Kalimantan Barat.
Ingatan ini terunggah kembali dari memoriku karena, bebeberapa hari lalu ketika berobat ke rumah sakit dengan fasilitas BPJS, seorang Ibu dihadapan dokter ngomong “tolong saya disuntik dokter, kalau perlu bayar,  saya mbawa uang”. Rupanya itu ibu sama juga dengan pasien rawat jalan di pedalaman daerah ku. Si Ibu datang ke rumah sakit diantar anak lelakinya, sepertinya anak ibu itu seorang karyawan. Si anak mengatakan pada ibunya sebelum pamit pulang “Bunda nanti pulang naik Bajai aja ya, aye ngantor dulu” rupanya sambil salaman ke bundanya dikepalkan amplop. Setelah si anak pergi ku lirik isi amplop di cek ibu ini, agaknya ada lima lembar uang merah.
Si ibu, Sembilan tahun terakhir berprofessi sebagai pedagang nasi uduk pagi, tak lama setelah suaminya meninggal dunia. Usaha ini ditekuni untuk menunjang ekonomi keluarga membesarkan dua anak mereka. Anak mereka yang sulung lelaki, mengantar beliau tadi ke rumah sakit, sedang yang kedua, putri masih duduk di kelas dua SMK. Professi penyedia nasi uduk pagi ini, agaknya membuat tangan kiri ibu ini bermasalah, tepatnya jari kiri tengahnya, hampir tidak dapat digerakkan, “mungkin kelamaan melipat bungkus nasi uduk” duga si ibu perihal kelainan jari tengah tangan kirinya itu.
Dokter menanggapi usul si ibu “begini saja dulu Bu, ibu makan obat yang saya resepkan ini, kalau belum sembuh nanti kembali lagi”. Walau agak  ke cewa ibu itupun keluar dari kamar dokter dengan membawa resep obat.
Agaknya soal “Suntik” ini menjadi keinginan pasien, utamanya di daerah pedalaman sampai saat ini, oleh karena itu kuliat banyak dokter di daerah, untuk melegakan hati pasiennya yang sudah jauh-jauh datang berobat dengan menempuh jalan yang sulit di daerah pedalaman, para dokter memberikan juga suntikan, misalnya vitamin. Mareka sudah merasa terobati bila sudah di suntik.
Oooo ya  sekitar tahun tujuhpuluhan ketika ku bertugas di Surabaya, seingatku bila ke dokter sakit flu saja dapat suntikan, bahkan ada dokter langganan kantor kami, kalau datang berobat, dokter ini menyuntik dengan dua jarum, satu di kiri dan satu kanan pipi pantat. Reaksinya memang ces plang, sesudah itu batuk reda demampun berkurang, sehingga dapat masuk ke kantor seperti biasa.
Begitu para pembaca, sekedar info ringan kusajikan, semoga ada manfaatnya, ketimbang membicarakan hal-hal yang berat, yang sekarang sedang bersleweran di dunia maya.

No comments:

Post a Comment