Biasa setiap pagi tiba, Bu Sudi (nama bukan
sebenarnya) menyuruh mampir “tukang belanjaan dorong” yang tiap pagi lewat di
depan rumahnya. Ibu-ibu tetangga kiri-kanan dan bahkan juga yang mukim dari
dalam gang ikut meramaikan bursa belanja ke tukang sayur dorong.
Ditengah transaksi sayur dan ikan gerobag tukang
sayur pagi itu seorang tetangga ibu rumah tangga melintas, membawa sesuatu di
dalam kantong kresek hitam. Dasar bu
Sudi yang ramah, si ibu itu disapa: “dari mana, ikutan belanja yuk” tegur Bu Sudi
ke bu Ifin (bukan nama sebenarnya). Bu Ifin langsung menjawab datar “ndak
Ibu, saya mau langsung pulang, mau
segera minum ini” sambil mengangkat
kantong kreseknya yang berisi seperti kaleng persegi. Itulah sebabnya bu Sudi
tertarik ingin tau apa isi kantong kresek tersebut. Ibu Sudi yang memang
orangnya cukup perhatian dengan tetangga itu, langsung menghampiri bu Ifin,
untuk ingin melihat apa yang ada dalam kantong kresek itu.
Betapa kagetnya bu Sudi ternyata barang yang
dikatakan akan diminum oleh bu Ifin yang ada di kantong kresek tersebut adalah
sekaleng Baygon. Kontan bu Sudi nyerocos memberikan komentar “Bu Ifiiiiiiiin,
jangan main-main, ini racuuuuun langsung matiiiiii, jangan becanda ah”. “Saya
memang pengen mati buuu, sudah capek menghadapi hidup ini, saya sudah tak
sanggup dengan himpitan ekonomi rumah tangga”, demikian kira-kira jawaban
meluncur deras dari mulut bu Ifin, selain banyak lagi keluhan yang dia sering
sampaikan selama ini ke beberapa tetangga-tetangga.
Itulah sebabnya ketika arisan RT, 250 rupiahan, minggu lalu dimana yang narik sebetulnya
Bu Sudi. Bu Ifin minta agar kumpulan
uang arisan berjumlah 5 ribu rupiah (dua puluh tahun lalu) itu untuknya, dengan
ikhlas bu Sudi mengizinkan. Sebab bagi bu Sudi nilai 5 ribu tidak begitu materil,
sebagai isteri seorang kepala bagian di instansi pemerintah, dibandingkan bu Ifin
tetangga dalam gang persis di belakang rumahnya itu yang telah lama menjanda.
Baru saja bu Sudi sedang sibuk meramu masakan dari
bahan yang dibeli dari tukang sayur pagi itu, terdengar jeritan dari seorang
anak cewek limatahunan, nyelonong masuk
ke rumah bu Sudi langsung ke dapur lewat pintu dapur. “Ibu bu, ibu bu, ibu bu”
teriak anak itu. Bu Sudi terkaget, “kenapa ibumu”, Tanya bu Sudi. “ndak tau bu,
ibu kenapa”, jawab anak itu sambil menangis.
Tanpa pikir panjang bu Sudi reflek mematikan kompor
dan langsung berlari menuju rumah bu Ifin. “Itu bu, ibu di lantai atas” kata si
anak. Untuk diketahui rumah bu Ifin lantai duanya dengan lantai satu
dihubungkan dengan tangga kayu cukup sempit dan hampir vertikal, karena rumah
sangat kecil dan sederhana. Lantai atas terbuat dari papan.
Bu Sudi menapaki tangga kayu menuju lantai atas,
betapa ngenesnya hati bu Sudi, ternyata Bu Ifin sudah tidak bernafas lagi.
terlintas dipikirannya untuk menyuruh anak bu Ifin memberi tahukan tetangga lain.
Setibanya beberapa tetangga, kebanyakan Ibu-ibu dan kalau adapun anak lelaki
anak kecil yang belum sekolah. Para suami mereka sedang beraktivitas di tempat
pekerjaan masing-masing, sedang suami bu Sudi sedang tugas ke luar kota. Inisiatif bu Sudi untuk memanggil petugas di
puskesmas yang tak jauh dari RT mereka. Sementara itu untuk memudahkan, bu Ifin
yang sudah tidak bernafas lagi itu, diturunkan dari lantai dua dengan digotong
bersama ibu-ibu yang ada atas komando bu Sudi.
Setibanya petugas puskesmas, mungkin paramedis,
petugas dapat memastikan bahwa Bu Ifin telah meninggal dunia dan dari bukti
yang ada bu Ifin mati karena keracunan Baygon. Langsung rukun tetangga
mengambil inisiatif mengurus jenazah dan Bu Sudi memberi saran agar Jenazah
segera dikebumikan, dengan pertimbangan almarhumah tak punya siapa-siapa lagi,
kecuali anak perempuan yang belum sekolah.
Keesokan harinya bu Sudi didatangi petugas yang
mencari tau lebih dalam, tentang kematian Bu Ifin. Petugas bukannya tidak
beralasan, karena infromasi banyak mengarah bahwa bu Sudi banyak tersangkut
atas kematian yang sementara diduga bunuh diri itu. Mulai dari sidik jari yang
ada di kaleng Baygon. Bu Sudi adalah orang yang ditemui terakhir sebelum
almarhumah bunuh diri dan sebagian saksi mendengar dialog antara bu Sudi dengan
bu Ifin sebelum meninggal. Juga dihubungkan bahwa bu Sudi pernah memberikan
uang arisan yang semestinya hak dirinya, tetapi diserahkan ke bu Ifin dan karena
itu punya uang untuk membeli sekaleng Baygon.
Karena memang bu Sudi tidak bersalah, biar dituduh
dengan alasan apapun tidak dapat membuktikan bahwa bu Sudi perekayasa kematian
bu Ifin. Walau beberapa hari petugas datang semacam menginterogasi bu Sudi.
Singkat cerita tidak terdapat bukti bahwa bu Sudi terlibat menghilangkan nyawa
bu Ifin. Namun peristiwa ini membuat bu Sudi, benar-benar menyesal telah
memegang kaleng Baygon sambil menasihati almarhumah, sehingga sidik jarinya
berserakan di kaleng Baygon. Bu Sudi menyesal kenapa dia yang mengomando
menurunkan jenazah dari lantai atas. Bu Sudi tidak menyangka bahwa niat baiknya
untuk mengusulkan segera mengebumikan jenazah, dipersoalkan oleh petugas. Bu
Sudi juga tidak mengira bahwa niat baiknya menyerahkan uang arisan haknya ke Bu
Ifin dikaitkan bahwa lantaran itu, jadi modal bu Ifin membeli Baygon untuk
diminum bunuh diri.
Cerita duapuluh tahun lalu itu benar-benar membuat
bu Sudi kapok, trauma dan berusaha untuk menghindar dari kondisi-kondisi yang
menjadikan dirinya ketuduhan seperti yang dialaminya itu. Tetapi entah sudah
suratan tangan barangkali, kejadian itu beberapa bulan lalu di tahun 2014
hampir saja terulang kembali.
Usia juga mungkin menjadi penyebabnya, terakhir ini
bu Sudi jadi langganan dokter jantung. Kejadiannya ketika bu Sudi berobat di
suatu rumah sakit mendapat nomer 44. Karena nomornya diperkirakan baru dapat
giliran sesudah zuhur, maka bu Sudi memilih pulang dulu kerumahnya yang
terbilang tak jauh-jauh amat dengan rumah sakit.
Sesudah melaksanakan shalat zuhur dan makan siang,
bu Sudi pun bergegas menuju rumah sakit. Sampai di rumah sakit ternyata nomor
sudah sampai 31. Diperkirakan bakalan pukul 3 sore juga baru dapat giliran, bu
Sudi memilih duduk di deretan antrian pasien, dianya duduk sederet dengan
seorang kakek-kakek yang juga pasien spesialis jantung. Berdialoglah bu Sudi
dengan kakek tetangga duduknya itu, ternyata itu kakek dapat nomor 37, jadi
lebih duluan 7 nomer.
Entah apa yang telah terjadi, setelah beberapa
kalimat berbicara, tiba-tiba si kakek terkulai lehernya ke pundah bu Sudi.
Semula dikira bu Sudi ini kakek genit amat “sudah bau tanah” masih genit. Tapi
setelah digesernya perlahan badannya, si kakek mengikuti rebah perlahan. Kontan
dia ingat peristiwa 20 tahun silam, langsung dengan pelan dihindarinya tubuh
renta itu rebah dan bu Sudi memilih segara menuju toilet rumah sakit dan dengan
dada bergoncang kuat mengunci diri di kamar mandi.
Sementara tak lama kemudian, kematian si Kakek
diketahui banyak orang dan diantaranya ada yang berucap, “tadi ada istrinya
duduk disini pakai baju biru”. Bu Sudi makin diam di kamar toilet wanita,
dengan gemetar dan tak berani keluar. Dia betul-betul trauma menjadi ketuduhan
menyebabkan orang meninggal.
Tak lama kemudian jenazah dipindahkan dari tempat
pasien antri entah kemana bu Sudi tak mau tahu dan cepat-cepat pulang, dengan
berusaha tak banyak orang yang dapat melihatnya melalui lorong lain dari rumah
sakit, diputuskan antrian nomor 44 itu tidak ditunggu.
Peristiwa ini dapat terjadi kesembarang orang, oleh
karena itu maka berhati-hatilah dalam hidup ini termasuk rupanya kita harus
berhati-hati dalam berbuat baik. Dalam menghadapi hal-hal seperti tersebut
dapat disarankan misalnya:
·
Bila ada tetangga yang sakit, jangan
sembarangan memberikan obat meskipun anda mempunyai obat yang biasanya dapat menyembuhkan
sakit tersebut. Kalau lagi apes bisa saja tetangga tersebut meninggal, sebenarnya
bukan lantaran obat yang anda berikan dia meninggal, mungkin sebab lain. Tetapi
anda dapat saja ketuduhan seperti bu Sudi.
·
Bila ada tetangga anda seperti kasus di
atas, lebih baik sebelum kunjungi rumah tetangga itu, anda usahakan ajak tetangga-tetangga lain.
Kalau memungkinkan usahakan beritahukan segera ke pengurus RT.
·
Jika ada tetangga anda seperti kasus bu
Ifin, walau kedengarannya bercanda, segera ajak tetangga-tetangga lain untuk
menasihatinya bersama-sama. Jika memungkinkan beritahukan ke RT, gunakan power
RT untuk merampas Baygon itu guna diamankan.
Demikian,
mungkin anda pembaca, punya gagasan lainnya yang lebih jitu untuk lebih berhati-hati
dalam hubungan bermasyarakat, karena kadang kebaikan belum tentu berujung
dengan kebaikan pula, itulah namanya dunia. Dalam pada itu sikap tak peduli
kepada tetangga adalah suatu tabiat yang tidak terpuji.
No comments:
Post a Comment