Sunday 4 December 2011

TUTUP BOTOL

Nilai indah itu ternyata tidak sama antargenerasi. Bila anda masih punya photo angkatan orang tua kita dulu, mereka berpose disamping sepeda ontel dengan topi lebar baju lengan panjang yang digulung di atas siku sementara celananya bagian atas kelihatan besar kerena banyak lisu (wiru/ploi). Ada lagi photo dengan pose tangan kiri atau tangan kanan telapak tangan menempel di bahu, rupanya yang bersangkutan ingin memperlihatkan arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Itulah nilai keindahan di era mereka.

Sejurus ada rasa keindahan itu dilambangkan dengan gigi emas, kadang penuh gigi berselaput emas. Pemilik gigi jadi murah senyum, berbicara senang berdesis, seperti mengucapkan kada “Pedas”, “Panas” tuntas dan lain-lain, agar gigi emas dapat terlihat jelas.

Patut diduga bahwa nilai keindahan kita sekarang ini yang terekam photo, nun duapuluh, tigapuluh tahun yang akan datang mungkin memancing senyum generasi yang akan datang.

Sekitar tahun tujuh puluhan, seorang anak teman saya baru pulang dari kota, ketika libur sekolahan, terlihat orang tuanya ada keneahan asesoris dandanan anak lelakinya itu. Di lehernya menggelantung kalung rantai kecil dengan buah kalung semacam lingkaran dari logam. Sebagai orang tua, teman saya tadi menanyanakan kepada anaknya: “Kenapa kau pakai kalung model perempuan”. Dengan cepat si anak menjawab “Di kota oarng semua pakei gini pah”.

Dua hari lagi liburan sekolah selesai, tugas rutin ayah mengantar anaknya ke sekolah berjarak kurang lebih 4 km dari kediaman mereka dengan sepeda ontel.

Kamarin ayah si anak, diam-diam membuat bandulan kalung dengan memanfaatkan bekas totop botol kecap yang ada di dapur. Tutup botol kecap dipukuli hati-hati dengan martil dilandasi belakang kampak. Berhasil juga, tutup botol kecap jadi bulat dan lumayan lebar dan indah. Pekerjaan selanjutnya di pinggir lingkaran tutup botol dilobangi untuk memasukkan tali buat dikalungkan ke leher. Tali sepatu bekas, rupanya cocok juga buat pelengkap liontin tutup botol kecap tersebut.

Ketika akan mengantar anak keesokan harinya tak lupa si ayah mengenakan kalung tersebut, dengan setelan kancing baju dibuka satu, agar jelas kalung terlihat. Betapa kagetnya si anak ketika akan betangkat ke sekolah, melihat ayahnya memakai kalung. “Ayah, kenapa pakei kalung seperti itu”. Pekik si anak. Ayah menjawab: “ayah juga pengen ikut mode sekarang, katamu semua orang di kota pakei kalung”. “Jangan begitulah yah, malulah saya dilihat teman-teman”. Akh, Ayah ndak malu dengan teman-teman ayah, anaknya pakai kalung, kenapa pula kau malu. Ayah menimpali. Udah kalau begitu saya buka kalung saya, biar ayah yakin saya ndak memakainya ini saya serahkan Mamah. tegas si anak. Ayahnyapun tanpa diminta si anak langsung mencopot kalungnya dan memasukkan kalung ke dalam saku. Berangkatlah mereka kesekolah sebagaimana biasanya.

Si ayah diilhami suatu peristiwa, ketika Rasulullah Muhammad s.a.w. urung melaksanakan umrah, setelah selesai menanda tangani perjanjian Hudaibiyah. Nabi memerintahkan kepada seluruh sahabat untuk tahallul, yaitu mencukur rambut dan memotong hewan qurban. Karena perintah belum digubris sahabat, dengan ekspresi wajah kesal beliau masuk ke kemah. Isteri beliau memahami kekesalan Nabi dan mengetahui duduk perkaranya, memberikan saran, agar Nabi melaksanakan lebih dahulu tahallul dan memotong hewan qurban. Kontan seluruh sahabat yang serta di perjalanan umrah yang tak jadi itu, mengikuti jejak belau bertahallul dan memotong hewan qurban. Walaupun masalahnya tidak sama persis dengan itu, si ayah menerapkan tehnik perintah kepada anaknya dengan peragaan phisik, dengan perbuatan langsung dan ternyata effektif.

Begitu pulalah hendaknya, seorang juru da’wah adalah akan diikuti banyak orang yang di da’wahinya bila dalam keseharian yang bersangkutan memberikan contoh dengan sikap dan perbuatan yang nyata, sesuai pesan da’wahnya. Hal yang sama berlaku juga buat pemimpin dalam skala apapun. Bila pemimpin mencanangkan hidup sederhana, maka harus dicontohkan bagaimana model hidup sederhana itu. Jadi se pemimpin harus memulai dari dirinya, jangan bermewah-mewah. Konon katanya presiden Iran yang sekarang Ahmadimezat, beri contoh hidup sederhana mulai dari mobil, tempat tinggal sampai walimatunnikah anaknya.

Saya pernah alami di suatu cabang instutusi saya berdinas dulu, ada pemimpin yang hanya pakai mobil dinas untuk keperluan dinas. Selesai jam kantor kalau mobil-mobil milik kantor tidak dipakai urusan dinas di parkir di kantor. Bila ada arisan pejabat institusi saya itu, yang bersangkutan membawa mobil pribadi, kadang nyetir sendiri, kalau bawa sopir kantor di beri honor dari saku pribadi. Yang terjadi adalah semua pejabat bawahannya tidak ada yang menggunakan mobil dinas untuk urusan kantor. Penghematan BBM dan perawatan mobil banyak sekali. Jangan dikira semua orang suka dengan pemimpin ini. Ada yang komentar sok suci dan pokoknya banyak juga yang benci, terutama bagi pejabat yang sebelumnya sering menggunakan mobil dinas untuk keperluan pribadi.

No comments:

Post a Comment