Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang
memerintahkan kita untuk mencari karunia Allah. diantaranya ternukil dalam
surat Al Jum’at (62) ayat ayat 10.
Apabila
telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah
Perlu diingat bahwa karunia dapat berwujud menjadi
dua; yaitu:
1. Karunia
berupa nikmat, bermuara kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
2. Berupa
istidraj, berujung laknat yang membawa bencana di dunia dan malapetaka di
akhirat nanti.
KARUNIA berupa NIKMAT
Adalah
karunia yang dapat membahagiakan untuk kehidupan di dunia ini dan juga nanti
akan membuat penerima karunia untuk kebahagiaannya setelah di akhirat nanti.
Wujud dari karunia itu adalah berupa kenikmatan, kemudahan dalam hidup,
mempunyai rezeki yang luas, serba berkecukupan, terpandang dalam masyarakat, anak-anak keturunan tidak
mengecewakan. Aman dan sejahtera lahir dan bathin.
Indikasi bahwa karunia
itu adalah berupa nikmat dapat ketahui dari:
a)
Bagaimana proses Karunia didapatkan,
yaitu dengan tata cara yang halal dan baik, tidak menzalimi orang lain, dengan
cara yang syah menurut hukum yang berlaku dalam masyarakat dilingkungannya.
Termasuk tentunya bukan dengan jalan korupsi, bukan dengan mengambil hak orang
lain dengan illegal, tidak mengambil hak orang lain dengan kekerasan (merampok/mencuri/merampas),
atau bukan mengambil hak orang lain dengan cara halus (menipu, mungkin juga
cara halus ini termasuk korupsi).
b)
Bentuk Karunia yang diperoleh, haruslah
berwujud yang tidak akan melarutkan diri si memperoleh karunia, sehingga
menjauhkan dari hakikat kehidupan ini. Hakikat hidup ini adalah untuk mengabdi
kepada Pencipta manusia dan kehidupan. Misalnya lantaran mendapatkan sesuatu
benda hasil karunia, sehingga yang bersangkutan disibukkan merawat/mengagumi
benda itu. Karunia yang menjadikan penerima karunia menjauh dari hakikat hidup
itu, dapat berupa harta, berupa pangkat dan jabatan, kehormatan dan dapat pula
berupa anak dan keturunan.
c)
Untuk maksud apa Karunia itu dicari,
sidang pembaca sudah paham benar bahwa setiap amal itu dinilai dari niatnya.
Begitu juga orang mencari karunia itu niatnya apa. Segala macam karunia itu
baru merupakan kenikmatan bila diniatkan mencarinya bukan untuk jor-joran,
bukan untuk megah-megahan, bukan untuk persaingan agar lebih dari orang lain.
Banyak orang terjebak oleh kecendrungan hawa nafsu termotivasi persaingan
kegidupan orang lain. Untuk memenangkan persaingan itu, kadang menempuh segala
macam cara, tidak lagi memperdulikan sagala macam norma. Padahal yang namanya
persaingan tak akan habis-habisnya. Boleh saja menang bersaing tingkat RT, tapi
bila ditanding di tingkat RW mungkin sudah kalah, selanjutnya boleh saja
terkaya di tingkat RW, belum tentu terkaya di tingkat Kelurahan dan seterusnya
sampai se Kecamatan, se Kabupaten, Provensi dan se Indonesia.
KARUNIA berupa ISTIDRAJ
Adalah
juga karunia yang dapat membahagiakan untuk kehidupan di dunia, tetapi belum
tentu akan membuat penerima karunia berbahagia di akhirat nanti, menurut acuan/petunjuk
agama. Wujud karunia berupa kenikmatan, kemudahan hidup, rezeki yang luas,
serba berkecukupan, terpandang dalam masyarakat, mempunyai anak-anak keturunan
sukses dan tidak mengecewakan, tetapi karunia itu belum tentu membuat
ketenangan bathin walau mensejahterakan secara lahir.
Juga karunia
berupa istidraj terindikasi sama
dengan indikasi karunia berupa nikmat
yaitu:
a)
Bagaimana proses Karunia didapatkan. Karunia
diperoleh dengan jalan tidak halal, dengan jalan merugikan dan menzalimi orang
lain, karunia diperoleh dengan melanggar ketetuan hukum yang berlaku,
termasuklah menipu, mencurri, merampok dan korupsi.
b)
Apa bentuk Karunia yang diperoleh.
Karunia yang diperoleh kalaulah dia berupa benda, berupa harta atau anak-anak
cucu keturunan, pangkat dan jabatan serta penghargaaan dan penghormatan
masyarakat, yang bersangkutan saking
cintanya kepada karunia itu membuat ia melupakan Allah.
c)
Untuk maksud apa Karunia itu dicari. Sejak
semula pencari karunia Allah yang demikian, telah berniat untuk mencari karunia
demi bermegah-megah, demi kejayaan didunia. Allah memperturutkan niat yang
bersangkutan, sehingga diapun akan sukses dan hartanya akan makin bertambah,
kemulian dan penghargaan masyarakatpun semakin menyanjung.
Karunia
berupa istidraj walau pada awalnya seolah-olah tak akan berakhir, tetapi kita
banyak melihat contoh orang-orang yang mendapatkan kejayaan dengan istidraj
itu, berujung laknat belum lagi di akhirat nanti, di dunia ini saja sadah banyak ditampakkan
Allah.
Contohnya
orang yang memperoleh harta dengan jalan korupsi, diapun mendapatkan karunia
berupa harta yang banyak, yang diperhitungkan secara logika tak akan
terhabiskan sampai tujuh turunan. Akan tetapi kalau korupsi tersebut
terbongkar, maka diri yang bersangkutan akan menghabiskan sisa hidup di dalam
bui, sementara harta yang terkumpul tersebut tidak begitu banyak lagi gunanya
untuk menyenangkan diri. Keluarga diluar bui akan dipandang rendah dalam
masyarakat.
44. Maka serahkanlah
(ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan perkataan ini (Al
Quran). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah
kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui,
Dari secercah
paparan di atas kiranya dapat menjadi renungan kita bahwa:
1.
Carilah
karunia Allah itu, sekuat tenaga dan pikiran dengan ilmu dan perbuatan yang
dimiliki tetapi harus dalam koridor pentunjuk Allah dan Rasul-Nya.
2.
Jangan
terpesona apalagi lantas ikut-ikutan kepada orang yang mencari karunia Allah
itu dengan jalan yang tidak sesuai koridor agama dan hukum yang berlaku. Karena
kadang banyak semboyan yang muncul “Sekarang ini untuk mencari yang haram saja
susah, apalagi yang halal”.
3.
Kuatkan
iman, bahwa Allah menciptakan kita tanpa kita mengisi formulir pendaftaran, jadi
bukan atas permintaan kita, semata-mata hak dan kehendak Allah. Oleh karena itu
tanamkan keyakinan bahwa Allah sudah pasti bertanggung jawab dengan ciptaan-Nya.
No comments:
Post a Comment