Masa
kecilku boleh dikatakan banyak sekali dongeng mengelilingi kehidupan kami,
maklum kota yang belum diterangi lampu penerangan di jalan. Rumah-rumah masih
pakai pelita, keluar malam pakai suluh daun kelapa. Begitu malam tiba, suasana
mulai hening, bunyi binatang malam yang kecil sekalipun terdengar nyaring,
termasuk cacing tanah suaranya melengking menghiasi kesunyian malam.
Kadang
dikebeningan malam, sering terdengar sayup-sayup dari kejauhan suara sekelompok
orang menabuh gendang. Diyakini tidak satu kampungpun disekitar kediaman kami,
sedang ada upacara benambuh gendang. Karena gendang ditabuh dengan istilah
setempat disebut “BEGEDANG”, hanya apabila ada pesta perkawinan. Beberapa malam
di rumah bahagia, tempat “pengantin baru” tergantung permintaan sahibul hajat,
dapat semalam, atau dua malam, tigamalam upacara “Begedang”. Itulah sebabnya jika
tak ada mantenan yakin tidak ada gendang ditabuh dimalam hari, kalaupun ada
adalah group gendang mengadakan latihan, tapi hal itu akan terpantau; group
mana yang latihan, maklum kota kami begitu kecil waktu itu, bahkan ada ungkapan
“Sendok jatuh saja, orang tau”.
Tetua
kami menjawab, bahwa suara gendang itu bersumber dari kampung orang “Bunian”
juga bahasa setempat disebut “Orang Kebenaran” dan ada juga yang menyebutnya
“Orang Limunan” . Orang Bunian adalah
sebangsa mahluk seperti manusia, mereka bermasyarakat berpemerintahan dan
berkehidupan serta berbudaya seperti manusia, tetapi tidak kasat mata.
Kampungnya diyakini bertambiran dengan kota kami, doelo orang tua-tua
menyebutnya kawasan kampung orang Bunian itu namanya“SENTAP”. Belakangan ini
daerah Sentap sudah banyak bangunan manusia biasa, entah kemana sekarang orang
Bunian bermukim.
Masyarakat
Bunian ini, disebut “Orang Kebanaran”, karena mereka jujur sangat jujur, maka
julukannya “benar” orang-orangnya disebut orang kebenaran. Konon, ada orang
yang pernah diterima masuk ke kampung orang Bunian, pulangnya dibekali “sepeti’
kunyit”, (sepeti’ = satu rimpang atau satu buah kunyit utuh). Apa yang
terjadi? Setelah sampai dirumah, kunyit
pemberian orang Bunian tersebut ternyata berubah wujut menjadi “Emas” sebesar
“Septi’ Kunyit”. Tentu saja berita ini menyebar keseluruh kampung dan menjadi
cerita “dongeng” turun temurun.
Sejak
selesai shalat Subuh, dua orang “pemancing hoby dihari llibur” yang berkampung
di ujung bagian hilir sungai Pawan, meluncur mendayung sampannya menuju tempat
pemancingan ke SENTAP. Tempat
pemancingan itu diketahui banyak ikan, karena cukup jauh dan sepi serta ada lokasi
yang airnya tenang disukai sekawanan ikan berkumpul banyak. Cukup lama mengayuh
perahu menuju lokasi karena menantang arus, giliran pulangnya lebih cepat
karena ikut arus.
Ketika
mataharipun sudah mulai condong ke barat, mereka berdua sepakat untuk pulang,
perolehanpun sudah lumayan. Baru saja sampan dilepaskan talinya dari tambatan, tampak
diujung tanjung duhulu sungai sebuah sampan yang nantinya akan ikut milir dan
pasti akan melintasi sampan kedua pemancing. “Baik kita tunggu saja” kata salah
seorang dan disetujui keduanya. Lumayan nanti ada kompoy untuk milir fikir
mereka. Setelah sampan agak mendekat, si pemancing menyapa dan berbasa basi
sekedearknya kepada pengayuh sampan yang sampannya menghampiri mereka. Dalam
dialog mereka; singkat cerita, diketahui
bahwa di dalam sampan kecil yang hampir sama dengan sampan kedua pemancing,
termuat di bagian tengah perahu setumpuk kunyit yang ditutupi dengan “Kajang”.
Pikiran
kedua pemancing, langsung merifer pada dongen tentang kunyit orang Bunian yang
kalau didunia nyata akan menjadi Emas. Kalau semua kunyit ini diborong,
jumlahnya lumanyan puluhan kilogram emas akan diperoleh, tentu mereka berdua
akan menjadi kaya mendadak atau “KAYA SECARA INTAN”.
Al
hasil negosiasipun terjadi, kebetulan kedua pemancing itu ada juga membawa uang
tetapi tidak cukup untuk meng-cover harga yang diminta oleh pembawa kunyit.
Akhirnya disepakati kunyit dibayar dengan sebagian duit dan sebagian di barter
dengan arloji (jam tangan) kedua pemancing. Kunyitpun berpindah ke perahu pemancing.
Semantara sampan kunyit, sudah tidak melanjutkan perjalanan milir, memilih
mendayung sampannya mudik.
Kedua
pemancing mendayung sampannya milir, semakin jauh setelah ditoleh kebelang, ex sampan
pembawa kunyit itu hilang dibalik tanjung. Mulai lah kedua pemancing
berdialog. Apa kah ini benar-benar
kunyit dijual orang biasa atau kunyit yang dibawa orang Bunian. Perdebatan
kecilpun terjadi. Yang satunya berpendapat itu orang Bunian, karena kalau dia
orang biasa yang berjualan kunyit, tentu dia akan ikut milir bersama kita dan
akan belanja dipasar, membalanjakan uang hasil penjualan kunyitnya untuk
keperluan keluarga mereka, seperti gula, garam dan lain-lain. Tapi kerena dia
orang Bunian, maka dia ndak perlu belanja di pasar kita, di kampung mereka juga
ada pasar seperti pasar kita. Pemancing yang satunya memilih menerima argument
rekannya, tapi hatinya tetap cemburu/curiga sehingga setelah sampan mereka
melintas kampung pertama yang mereka lalui dihilir sungai, dia mulai mengintip
kunyit yang diselimuti “Kajang”, bahkan diraba. ternyata ya masih tetap kunyit.
Begitulah seterusnya, beberapa menit hal sama dilakukan, kebetulan dianya
mendayung diburitan sampan, punya kesempatan melihat isi muatan, sesekali
diraba sesekali dibuka dengan ujung dayung.
Sampailah mereka berdua sebelum magrib di pangkalan kapung ujung sungai
Pawan.
Benar
juga, itu kunyit setumpuk di Palka perahu, tetap saja menjadi kunyit, belum ada
tanda meng –EMAS. Diputuskan untuk dibagi dua begitu juga hasil pancing. Masih
ada seberkas harapan, kalau-kalau kunyit itu di simpan dirumah, esok hari
berubah menjadi Emas. Esok pun tiba ternyata kunyit yang dibayar dengan dua jam
tangan dan sejumlah uang tersebut betul-betul hanya layak buat bumbu masak atau
jamu. Tapi begitu banyak, makanya akhirnya kunyit dibagikan juga buat tetangga.
Begitulah
kadang banyak orang yang lupa ingin “Kaya secara Instan” tanpa proses. Sering
kita dengar juga di media, ada orang tertipu dengan dukun yang sanggup
menggandakan uang. Padahal kalau uang digandakan “bagaimana dengan nomor
serinya”. Banyak lagi cerita-serita
penipuan yang berkedok mistis untuk membuat kaya secara instan. Herannya masih
saja ada orang yang mau ditipu. Ini bentuk penipuan untuk kaya instan
konvensional, sementara ada lagi penipuan untuk kaya instan secara lebih
“ilmiah/madern” yang dikenal dengan “Investasi Bodong”.
Perlu
ditegaskan bahwa perihal ingin kaya instan melalui kunyit ini, bukan model
bentuk penipuan, sebab penjual kunyit tidak ada menjanjikan akan menjadi Emas,
hanya saja kedua pemancing tersebut teropsesi dengan dogeng orang Bunian.
Sekali
lagi, seperti saya awali tulisan ini, mengutip istilah Dongeng, maka cerita
itupun bukanlah suatu data yang dapat diuji kebenarannya secara ilmiah, mari
pembaca kembalikan sebagai dongeng lagi.
No comments:
Post a Comment