Dialih bahasa secara bebas dari bahasa Jawa tulisan “Sri Setyo Utami”, Jawa Timur.
Alkisah,
maling buah jeruk di kebun dekat kuburan
merunduk-runduk memetik jeruk ranum di kebun seseorang di wilayah tak jauh dari
kompleks kuburan umum. Baru saja terpetik kira-kira separo karung, anjing
pemilik kebun menggonggong. Lantaran gonggongan anjing, kedua maling lansung
lari terbirit-birit . Lokasi pelarian yang terdekat adalah kompleks pekuburan
umum. Sampai di gerbang kompleks kuburan, tak disengaja jatuh dua buah jeruk di
sekitar pintu gerbang. Maklum lagi tergesa-gesa, maka yang ketugasan manggul
karung, berguman “biar aja nanti kalau sudah aman baru kita ambil, yang penting
kita selamatkan diri”.
Alhasil
sambil menahan nafas yang terengah-engah
, kedua maling mengendap berdiam diri diantara nisan kuburan, sambil menunggu
keadaan aman dan lolongan anjing berhenti. Rupanya keadaan amanpun datang, mereka
tak ingin lagi menambah isi karung, tiba saatnya membagi hasil. Maling yang
satunya menggelar karung kosong, dan maling pemanggul membuka mulut karung dan
mereka mulai membagi. “Satu untuk kamu, satu untuk saya, satu untuk kamu, satu
untuk saya”. Begitu terus berulang-ulang sampai isi karung pindah ke tumpukan
karung yang digelar di kegelapan malam, yang hanya ada sedikit cahaya bintang
dan lampu penerangan jalan dan lampu samping rumah tetangga kuburan.
Rupanya
sementara mereka berhitung, ada seorang anak muda melintasi kuburan menuju
rumahnya yang juga tetangga kuburan. Suara
“satu untuk kamu, satu untuk saya” ini, mengundang ia selidik, pemuda tersebut
selanjutnya mendengarkan lebih seksama.
Suara itu terus-terusan, tapi tidak terlihat ada manusia. Suasana hening
kuburan, diselaputi sugesti angker
kuburan. Pemuda tadi mikir pasti ini suara mahluk halus entah Jin atau mungkin
juga Malaikat.
Singkat
kisah, ia langsung terpikir ke ustadz dianya belajar ngaji yang rumahnyapun
jiran pekuburan umum itu. Langsung di gedor pintu pak ustadz dengan gemetaran
yang tinggi, sehingga lutut si pemuda rasanya sudah mau copot ketakutan. Ustadz
membuka pintu begitu mendengar suara tergopoh gopoh di luar memberi salam. “Ee
Jo waalaikum salam, ada apa ni begitu gopoh”. “Ustadz-ustadz, ayo kita dengar
suara di kuburan, belum pernah saya dengar begitu selama ini” jawab Paijo
kepada Ustadz.
Merekapun
berdua dengan hati hati menuju ke gerbang pekuburan, tempat suara itu bersumber
menurut “Paijo”. Benar juga pembagian masih berlangsung, terus hitungan “satu
untuk saya, satu untuk kamu”. “Ustadz
itu suara malaikat pencabut nyawa ya, mereka sedang membagi tugas mencabut
nyawa, “satu untuk kamu satu untuk saya”. “Entahlah” kata ustadz sambil
melebarkan daun telinganya dengan tangan, untuk memastikan suara itu. Terakhir
terdengar suara “Sudah kita sudah bagi adil, sedangkan yang dua di depan pintu
gerbang, juga satu untuk saya, satu untuk kamu”. Mendengar itu si Paijo dan Guru Ngajinya lari
terbirit birit, karena dikira mereka akan di cabut juga nyawanya dengan
pembagian “satu untuk kamu, satu untuk saya” dibagikan si pencabut nyawa.
Padahal yang dimaksud adalah jeruk yang jatuh di pintu gerbang ketika masuk
terburu buru di salak anjing. Rupanya sama saja si Paijo juga takut dicabut
nyawanya, demikianpun ustadz.
Terimaksih
Mbak Utami
No comments:
Post a Comment